PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia, iklim tropis memberikan keuntungan bagi budidaya dan pengembangan ubikayu (Manihot esculenta CRANTZ.) dalam pilar ketahanan pangan, sehingga ubikayu dikenal sebagai salah satu bahan pangan yang cukup penting. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, ubikayu juga digunakan sebagai bahan baku industri, baik industri pangan maupun non pangan. Ubikayu merupakan komoditas tanaman pangan ketiga Indonesia setelah padi dan jagung sekaligus sumber kalori pangan termurah dan cukup ketersediaannya. Ubikayu di Indonesia terutama digunakan untuk bahan pangan (58%), bahan baku industri (28%), ekspor dalam bentuk gaplek (8%), dan pakan (2%) (DKU, 2004). Produksi ubikayu pada tahun 2004 sekitar 19 juta ton dengan luas panen 1.285.718 Ha. Produksi, produktifitas, luas panen ubikayu dalam kurun waktu tahun 1999-2004 disajikan pada Tabel 1. Pengolahan ubikayu menjadi beberapa produk olahan merupakan upaya untuk mendukung program ketahanan dan diversifikasi pangan serta menjadi salah satu solusi masalah ketergantungan dan kelangkaan satu bahan pangan pokok. Pengolahan ubikayu menjadi tepung merupakan langka strategis dan ekonomis bagi pengembangan ubikayu menjadi berbagai produk olahan. Sebagai bahan pangan, konsumsi ubikayu dan produk olahannya relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan masih terbatas dan tradisionalnya sentuhan teknologi dalam pengolahan ubikayu. Berbagai olahan ubikayu seperti ubi rebus, kaopi, tiwul, gatot, onde-onde, tuli-tuli, taripan dan lain-lain (setiap daerah memiliki nama khas sendiri) sering dianggap memiliki pristise rendah. Padahal, satu kilo tepung umbi ubikayu dapat mensuplai kalori berkisar antara 1.998 sampai 3.588 1 kkal. Kandungan gizi ubikayu, gaplek, dan tepung tapioka yang dibandingkan dengan beras dan terigu disajikan pada Tabel 2. 1
Tabel 1 Luas panen, produktifitas, dan produksi ubikayu Indonesia tahun 2000-2004 (DKU., 2004) Tahun Luas Panen (Ha) Produktifitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) 2000 1.284.040 125 16.089.020 2001 1.317.912 129 17.054.648 2002 1.276.533 132 16.913.104 2003* 1.239.680 149 18.473.961 2004** 1.285.718 149 19.196.950 Keterangan: 1. Angka BPPS 2. *) Angka sementara 3. **) Angka ramalan Tabel 2 Kandungan gizi dalam 100g ubikayu, gaplek, dan tepung tapioka yang dibandingkan dengan beras dan terigu (Dir. Gizi Depkes dalam DKU., 2004) Zat Makanan Beras Giling Ubikayu Gaplek Tapioka Terigu Kalori (kol) 360,00 154,00 338,00 363,00 365,00 Protein (g) 6,80 1,00 1,50 1,10 8,90 Lemak (g) 0,70 0,30 0,70 0,50 1,30 Karbihidrat (g) 78,90 36,80 81,30 83,20 77,30 Zat Kapur (mg) 6,00 33,00 80,00 89,00 16,00 Phospor (mg) 140,00 40,00 60,00 125,00 106,00 Zat Besi (mg) 0,80 1,10 1,90 1,00 1,20 Vitamin B 1 (mg) 0 0,06 0 0 0,12 Thiamine (mg) 0 20,00 0 0,40 0 Vitamin C (mg) 0,12 30,00 0 0 0.12. Perjalanan bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa ketergantungan pada pangan beras sangat tidak menguntungkan. Keprihatinan pangan telah terjadi tahun 60-an dimana ketergantungan Indonesia terhadap beras impor yang memberi dampak kepada harga beras impor hingga mencapai 350%. Kemudian pada tahun 1983, bencana alam kemarau panjang menyebabkan tanaman padi di Pulau Jawa gagal 2
panen. Tahun 2000 pengaruh iklim global (Elnino) menyebabkan terendamnya sawah di Pulau Jawa yang berakibat gagal panen total. Dengan kondisi demikian harga gabah semakin sulit dikendalikan. Hal ini berakhir pada masyarakat ekonomi lemah tertimpah langsung dampak negatifnya. Pada kondisi sulit seperti ini, ubikayu menunjukkan eksistensi potensi sebagai bahan pangan pokok alternatif berbasis masyarakat yang dapat diandalkan. Penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai upaya untuk mengatasi masalah ketergantungan terhadap satu bahan pangan pokok. Ubikayu yang diolah menjadi berbagai bentuk mempunyai rasa khas dan masa simpan yang lebih lama, misalnya kaopi, tepung, gablek, tapai, keripik dan lainnya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan dari komoditas non beras. Di antara produk makanan dari bahan tepung ubikayu itu, kasoami termasuk yang paling populer sebagai makanan khas tradisional di masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya wilayah Kesultanan Buton masa lampau (Kabupaten Buton, Kota Bau-Bau, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Bombana) dan masyarakat Buton yang tersebar di kepulauan nusantara saat ini. Kasoami diolah menggunakan tepung ubikayu, tepung gaplek, atau ubikayu yang telah difermentasi. Kasoami dikonsumsi dengan ikan atau daging ayam. Untuk masyarakat Sulawesi Tenggara dan masyarakat asal Sulawesi Tenggara di kepulauan nusantara saat ini, mengkonsumsi kasoami kebanyakan dengan ikan sehingga kekurangan protein dan lemak dari kasoami dapat diatasi. Di Buton saat ini, banyak orang asing berdatangan dari berbagai negara. Bagi masyarakat lokal bila ada di antara orang asing (turis) yang datang, mereka selalu menyajikan kasoami, khususnya kasoami pepe dan ternyata para turis tersebut sangat menikmatinya. Ini bukti bahwa masyarakat asing pun menyukai kasoami. Dengan demikian kasoami merupakan salah satu solusi alternatif ketahanan dan diversifikasi pangan non beras berbasis masyarakat, sehingga fluktuasi harga beras dapat dikurangi. 3
Dalam peningkatan mutu dan masa simpan kasoami, pengupayaan teknologi rekayasa pangan sangat dibutuhkan agar makanan tradisional dapat memberi warna dalam hal makanan pokok non beras. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mengatasi kerawanan pangan baik disebabkan bencana alam, hama penyakit dan yang lain sekaligus menghemat devisa negara dari impor pangan beras dan gandum yang tidak sedikit nilainya. Telah banyak produk makanan yang dibuat dari bahan baku terigu seperti roti, biskuit dan mie. Semua produk makanan ini begitu akrab di masyarakat Indonesia. Sayangnya, gandum sebagai bahan baku tepung terigu itu sampai saat ini masih diimpor. Anggaran belanja negara untuk kepentingan tersebut cukup tinggi dan senantiasa mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring kenaikan permintaan konsumen di dalam negeri. Dengan maksud itulah pada penelitian ini hendak dikaji pengolahan tepung ubikayu untuk peningkatan mutu dan masa simpan kasoami agar lebih luas yang mengkonsumsinya. Mengingat potensi produksi ubikayu di Indonesia sedemikian besar, maka penggunaan tepung ubikayu untuk keperluan bahan baku keragaman pangan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan pada makanan pokok beras. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Mutu kasoami sangat bervariasi. 2. Masa simpan kasoami relatif singkat. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah 1. Mempelajari pengaruh proses pengolahan kasoami (cara tradisional dan cara baru) terhadap sifat organoleptik, komposisi kimia dan mikroba penyebab kebusukan kasoami. 2. Mempelajari masa simpan kasoami. 4
Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Diketahuinya proses pengolahan yang menghasilkan produk kasoami dengan mutu dan masa simpan lebih baik. 2. Menunjang program diversifikasi pangan melalui konsumsi pangan non beras. 5