BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi pasar modal yang mengalami pasang surut memberikan tanda bahwa kegiatan di pasar modal memiliki hubungan yang erat dengan keadaan ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik merupakan pendorong bagi berkembangnya pasar modal begitu juga yang terjadi di Indonesia. Kemajuan perekonomian di suatu negara salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhan pasar modalnya. Sunariyah (2006) menyatakan pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang pada dasarnya mempunyai kesamaan antara satu negara dengan negara lain. Hampir semua di dunia ini mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal. Pertumbuhan ekonomi biasanya di ukur dengan pertambahan Gross Domestic Product (GDP), yang dapat ditunjukkan dengan besarnya pertumbuhan produk barang dan jasa. Perkembangan pasar modal mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Ini ditandai dengan masyarakat yang berbondong-bondong menginvestasikan uangnya di pasar modal. Samsul (2006) mengatakan bahwa masyarakat memiliki sarana baru untuk menginvestasikan uangnya. Investasi yang semula dilakukan dalam bentuk deposito, emas, tanah, atau rumah sekarang dapat dilakukan dalam bentuk saham dan obligasi. Banyak alasan 1
2 yang mendasari masyarakat untuk menanamkan modalnya di pasar saham diantaranya selain mendapatkan keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan investasi lain risikonya pun dapat diperhitungkan. Perkembangan pasar modal di Indonesia, khususnya BEI pada periode tahun 1998 tahun 2008 dapat ditunjukkan dengan Tabel 1.1 indikator utama yang umum digunakan untuk melihat perkembangan bursa saham adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai IHSG meningkat tajam yang semula 398 di akhir tahun 1998 menjadi 676 di akhir tahun 1999 pada tahun berikutnya IHSG turun menjadi 416 di akhir tahun 2000. Pada masa 1999-2001 perekonomian Indonesia masih dalam pengaruh krisis ekonomi yang dimulai pada akhir tahun 1997. Oleh sebab itu wajar apabila nilai IHSG pada periode ini terus menurun. Kemudian pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2007. IHSG mengalami kencenderungan yang terus meningkat namun sempat anjlok di tahun 2008 ini diakibatkan oleh krisis global. Keadaan IHSG ini juga diikuti dengan perkembangan kapitalisasi pasar yang ditunjukkan dengan Tabel 1.1 mengalami penurunan di akhir tahun 2000 dan di akhir tahun 2007, namun nilai kapitalisasi pasar sempat mencatatkan rekornya sebesar Rp 1.249.074 (Milliar) di akhir tahun 2006. Walaupun di akhir tahun 2008 pasar modal Indonesia mengalami dampak dari krisis global, nilai kapitalisasi pasar yang tercatat sebesar Rp 1.076.491 (Milliar) meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2007.
3 Tabel 1.1.Perkembangan Bursa Saham di Indonesia Tahun 1998-2013 Tahun Saham Tercatat Kapitalisasi Pasar Perusahaan IHSG (juta lembar) (milliar Rp) yang Tercatat 1998 170.549 175.729 398 288 1999 846.131 451.815 676 277 2000 1.186.307 259.621 416 287 2001 885.241 239.259 392 316 2002 939.545 268.423 424 331 2003 829.360 460.366 691 333 2004 656.447 679.949 1.000 331 2005 712.985 801.253 1.162 336 2006 924.489 1.249.074 1.805 344 2007 1.128.174 988.326 2.745 383 2008 1.374.412 1.076.491 1.355 398 2009 1.465.655 2.019.375 2.534 398 2010 1.894.828 3.247.097 3.703 420 2011 2.198.133 3.537.294 3.821 440 2012 2.438.408 4.126.995 4.316 459 2013 2.827.795 4.219.020 4.274 483 Sumber : Bursa Efek Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Meskipun saat ini Indonesia sedang mengalami defisit neraca perdagangan dikarenakan angka impor lebih besar daripada angka ekspor dimana impor migas menyumbang angka terbesar yang mengakibatkan defisit anggaran mengalami peningkatan yang signifikan. Besarnya defisit anggaran tersebut mengakibatkan kurs mata uang Indonesia mengalami pelemahan. Secara teori, Sunariyah (2006) menyatakan bahwa menurunnya kurs dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan meningkatkan suku bunga walaupun dapat meningkatkan nilai ekspor. Menurunnya kurs rupiah terhadap
4 mata uang asing memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Kurs mata uang di Indonesia bisa dikatakan kurang stabil dan sangat rentan terhadap faktor-faktor global dikarenakan Indonesia menganut sistem devisa bebas yang berdampak pada mudahnya dana investasi asing untuk masuk dan keluar. Kurang stabilnya kurs mata uang terhadap USD dapat dibuktikan dengan adanya Tabel 1.2. Tabel kurs transaksi IDR terhadap USD pada akhir tahun 2008 mengalami pelemahan Rupiah di kurs jual maupun kurs beli karena dampak dari adanya krisis ekonomi dan pelemahan mata uang rupiah masih terjadi di awal tahun 2009 hingga bulan juni. Kurs jual dan beli terhadap USD selama tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2013 mengalami fluktuasi. Akhir tahun 2013 di bulan juli kurs Rupiah kembali mengalami pelemahan hingga akhir tahun 2013. Tabel 1.2. Kurs Jual dan Kurs Beli Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2008-2013 TAHUN BULAN 2008 2009 2010 2011 2012 Kurs Jual Kurs Beli Kurs Jual Kurs Beli Kurs Jual Kurs Beli Kurs Jual Kurs Beli Kurs Jual Kurs Beli Kurs Jual Kurs Beli Jan 9.337 9.245 11.412 11.298 9.412 9.318 9.102 9.012 9.045 8.955 9.746 9.650 Feb 9.096 9.006 12.040 11.920 9.382 9.288 8.867 8.779 9.130 9.040 9.715 9.619 Mar 9.263 9.171 11.633 11.517 9.161 9.069 8.753 8.665 9.226 9.134 9.768 9.670 Apr 9.280 9.188 10.767 10.659 9.057 8.967 8.617 8.531 9.236 9.144 9.771 9.673 Mei 9.365 9.271 10.392 10.288 9.226 9.134 8.580 8.494 9.613 9.517 9.851 9.753 Jun 9.271 9.179 10.276 10.174 9.128 9.038 8.640 8.554 9.527 9.433 9.979 9.879 Jul 9.164 9.072 9.970 9.870 8.997 8.907 8.551 8.465 9.532 9.438 10.329 10.227 Agt 9.199 9.107 10.110 10.010 9.086 8.996 8.621 8.535 9.608 9.512 10.979 10.869 Sep 9.425 9.331 9.729 9.633 8.969 8.879 8.867 8.779 9.636 9.540 11.671 11.555 Okt 11.050 10.940 9.593 9.497 8.973 8.883 8.879 8.791 9.663 9.567 11.290 11.178 Nov 12.212 12.090 9.527 9.433 9.058 8.968 9.216 9.124 9.653 9.557 12.037 11.917 Des 11.005 10.895 9.447 9.353 9.036 8.946 9.113 9.023 9.718 9.622 12.250 12.128 Sumber : Bank Indonesia, Moneter, berbagai edisi, diolah Tandelilin (2010) menemukan bahwa peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi 2013
5 dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan menurun. Pendapat ini didukung dengan pendapat dari Sunariyah (2006) inflasi yang tinggi menyebabkan menurunya profitabilitas suatu perusahaan sehingga akan menurunkan pembagian deviden dan daya beli nasyarakat juga menurun. Sehingga inflasi yang tinggi, mempunyai hubungan negatif dengan pasar ekuitas. Begitupun inflasi yang terjadi di Indonesia sering tidak stabil ini dikarenakan Pemerintah masih sulit menjaga kestabilan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Untuk meredam gejolak inflasi yang terjadi, Pemerintah Indonesia masih sangat mengandalkan kebijakan suku bunga BI Rate melalui Bank Indonesia. Tabel 1.3 menandakan bahwa inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan yang berfluktuatif. Dengan menyamakan tahun dasar yang sama yaitu 2007 = 100 didapatkan indeks harga konsumen tahun 2008 sebesar 106,03 namun di tahun - tahun berikutnya indeks harga konsumen mengalami fluktuasi dan perubahan yang tidak signifikan tetapi indeks harga konsumen didominasi oleh kenaikan hingga tahun 2013.
6 Tabel 1.3. Indeks Harga Konsumen Tahun 2008-2013 Bulan Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jan 158.26 113.78 118.01 126.29 130.90 136.88 Feb 159.29 114.02 118.36 126.46 130.96 137.91 Mar 160.81 114.27 118.19 126.05 131.05 138.78 Apr 161.73 113.92 118.37 125.66 131.32 138.64 Mei 164.01 113.97 118.71 125.81 131.41 138.60 Jun 110.08 114.10 119.86 126.50 132.23 140.03 Jul 111.59 114.61 121.74 127.35 133.16 144.63 Agt 112.16 115.25 122.67 128.54 134.43 146.25 Sep 113.25 116.46 123.21 128.89 134.45 145.74 Okt 113.76 116.68 123.29 128.74 134.67 145.87 Nov 113.90 116.65 124.03 129.18 134.76 146.04 Des 113.86 117.03 125.17 129.91 135.49 146.84 Sumber : Badan Pusat Statistik, IHK Bulanan, berbagai edisi, diolah BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. BI Rate diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan mempertimbangkan juga faktor-faktor lain yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung di dalam perekonomian. Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
7 Tabel 1.4 menunjukkan bahwa perkembangan suku bunga di Indonesia mengalami peningkatan di akhir tahun 2008 pada saat krisis terjadi kemudian menurun drastis di tengah tahun 2009 sekitar 6,75. Tahun berikutnya mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak tajam seperti yang terjadi di tahun 2008. Di awal tahun 2013 suku bunga memiliki kestabilan sebesar 5,75 hingga akhir tahun 2013. Tabel 1.4 Tingkat Suku Bunga BI Rate Bulan Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jan 8.00 % 8.75 % 6.50 % 6.50 % 6.00 % 5.75 % Feb 8.00 % 8.25 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 5.75 % Mar 8.00 % 7.75 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 5.75 % Apr 8.00 % 7.50 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 5.75 % Mei 8.25 % 7.25 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 5.75 % Jun 8.50 % 7.00 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 6.00 % Jul 8.75 % 6.75 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 6.50 % Agt 9.00 % 6.50 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 7.00 % Sep 9.25 % 6.50 % 6.50 % 6.75 % 5.75 % 7.25 % Okt 9.50 % 6.50 % 6.50 % 6.50 % 5.75 % 7.25 % Nov 9.50 % 6.50 % 6.50 % 6.00 % 5.75 % 7.50 % Des 9.25 % 6.50 % 6.50 % 6.00 % 5.75 % 7.50 % Sumber : Bank Indonesia, Moneter, berbagai edisi, diolah Secara teori, tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham (Tandelilin, 2010). Tingkat pengembalian yang diharapkan investor pada investasi saham seringkali dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh investor pada alternatif investasi lain. Sunariyah (2006) berpendapat bahwa meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital sehingga memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi dari saham ke deposito atau fixed investasi lainnya. Apabila faktor-faktor lain dianggap tetap (cateris paribus) profitabilitas
8 perusahaan akan menurun. Tingkat bunga yang tinggi adalah sinyal negatif bagi harga saham. Faktor-faktor makro ekonomi diatas akan berpengaruh terhadap kinerja emiten dalam menjalankan roda bisnisnya, apabila faktor-faktor tersebut menunjukkan kinerja yang baik maka kinerja emiten pun akan menunjukkan pertumbuhan yang signifikan demikian juga sebaliknya. Naik turunnya kinerja emiten akan tercermin dari naik turunnya harga sahamnya, hal tersebut yang sekaligus menunjukkan naik turunnya nilai kapitalisasi pasar emiten tersebut. Ang (1997) dalam Maknun 2010 : 4, menyatakan bahwa kapitalisasi pasar dari saham-saham yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibagi atas kelompok berdasarkan kapitalisasinya, yaitu kapitalisasi besar (big-cap), kapitalisasi sedang (mid-cap), dan kapitalisasi kecil (small cap). Pada umumnya saham dengan kapitalisasi yang besar akan menjadi incaran investor untuk investasi jangka panjang karena potensi pertumbuhan perusahaan yang sangat baik dan dalam pembagian dividen selalu mengikuti perjanjian serta eksposur risiko yang relatif rendah. Harga saham umumnya relatif tinggi disebabkan oleh peminat yang tinggi. Pergerakan IHSG memang secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar. Sebaliknya, perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi kecil nyaris tidak berdampak terhadap IHSG. Hal tersebut dikarenakan bobot masing-masing saham yang berbeda sehingga tidak mengherankan jika pergerakan IHSG sangat ditentukan oleh saham-saham dengan kapitalisasi besar (Sunariyah,
9 2006). Siegel (1991) dalam Tandelilin, 2010 : 341, menyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara harga saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi. Penelitian yang dilakukan Wijaya (2013) menghasilkan bahwa variabel ekonomi makro secara simultan memberikan pengaruh signifikan terhadap IHSG periode 2002 2011. Jonathan (2013) melakukan penelitian yang diperoleh bahwa secara parsial suku bunga BI berpengaruh signifikan terhadap volume perdagangan saham dan secara bersama-sama inflasi, suku bunga BI dan nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap volume perdagangan saham. Dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan investasi di pasar modal yang semakin tinggi menyebabkan perlunya dilakukan penelitian mengenai variabel-variabel yang akan mempengaruhi pergerakan harga-harga saham dan akan membantu memberikan gambaran kepada para investor untuk dapat melakukan investasi di pasar modal hingga dapat memaksimalkan return dan menimimalisir risiko. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan diatas maka penulis ingin mengkaji mengenai hubungan inflasi, kurs, dan suku bunga terhadap kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul KURS DAN SUKU BUNGA TERHADAP KAPITALISASI PASAR DI BURSA EFEK
10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas pokok permasalahan yang akan dirumuskan dalam peneltian ini yaitu sebagai berikut : 1. Apakah Inflasi berpengaruh terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45)? 2. Apakah Kurs berpengaruh terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45)? 3. Apakah Suku Bunga berpengaruh terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas maka, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh Inflasi terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45). 2. Untuk menganalisis pengaruh Kurs terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45). 3. Untuk menganalisis pengaruh Suku Bunga terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45).
11 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bermanfaat kepada pihak pihak berikut ini : 1. Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh pengalaman dan menambah wawasan mengenai Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Suku Bunga Terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45). 2. Bagi Pembaca Dapat dijadikan referensi dan bahan pengembangan untuk obyek penelitian yang sama mengenai Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Suku Bunga Terhadap Kapitalisasi Pasar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Saham LQ45).