BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

TATA CARA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan (landfrom) yang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Lampiran 1. Deskripsi Profil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan. Pohon pinus (Pinus

BAB III METODE PENELITIAN

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

Bencana Benc Longsor AY 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI PADA KERAWANAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

11. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

Pengenalan Gerakan Tanah

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan 2.2 Penggunaan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Lahan adala hamparan permukaan bumi yang berupa tembereng (segment) sistem teristik yang memedukan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan juga merupakan suatu wilayah (region), yaitu suatu ruang beruapa lingkungan hunian manusia, hewan, dan tumbuhan (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 2006) Lahan merupakan bagian dari bentang alam atau landscape yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO., 1976). Pengertian yang luas tentang lahan ialah suatu daerah permukiman daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat di ramalkan bersifat mendaur dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi, tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (FAO., 1976). Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi atau campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989 dalam As-syakur, 2011). Penggunaan lahan berkaitan erat dengan ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan lahandan air akan 4

5 menentukan produktivitas sumberdaya yang mampu diproduksi, selain itu juga mampumemberikan data tentang potensi produksinya (As-syukur, 2011) B. Karakteristik lahan Beberapa karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto dan Drabkin, (1985 dalam Marangkup, 2006) adalah berikut ini. 1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurtman nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu, lahan juga merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali melalui reklamasi. 2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya. 3. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkan, sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama. 4. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan. Investasi lahan berbeda dengan investasi barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance cost)

6 hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan tersebut. C. Kualitas lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang bersifat kompleks dari suatu bidang lahan. Kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993), akan tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO., 1976). Hubungan antara karakteristik dan kualitas lahan menurut (Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung, dkk., 2007) disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Hubungan karakteristik lahan dan kualitas lahan No Karakteristik Lahan Kualitas Lahan 1 Temperatur (tc) Temperatur rata-rata ( o C) 2 Ketersediaan Air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln) 3 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase 4 Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, bahan kasar (%), kedalaman tanah (cm) 5 Gambut Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan 6 mineral, kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg). kejenuhan basa (%), C-organik Ph H2o (%) 7 Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) 8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) 9 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) 10 Bahaya Erosi (eh) Lereng (%), bahaya erosi 11 Bahaya banjir (fh) Genangan 12 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan Sumber: Djaenudin, 2003 dalam Sofyan Ritung, dkk., 2007.

7 Menurut FAO (1976) dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993 beberapa kualitas lahan yang berhubungan atau berpengaruh terhadap: 1. Hasil atau produksi tanaman a. Kelembaban b. Ketersediaan hara c. Ketersediaan oksigen didalam zone perakaran d. Media untuk perkembangan akar e. Kondisi untuk pertumbuhan f. Kemudahan diolah dalam hal ini pengolahan tanah g. Salinitas atau alkalinitas h. Toksistasi tanah i. Resistensi terhadap erosi j. Hama penyakit k. Bahaya banjir (frekuensi dan periode genangan) l. Rejim temperatur m. Energi radiasi dan fotoperiode n. Bahaya iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angina, kekeringan) o. Kelembaban udara pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman p. Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman 2. Terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan a. Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan pengelolaan praktis (teras, alley cropping). b. Terrain berpengaruh terhadap konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.

8 c. Ukuran dari unit potensial manajemen (blok area atau lahan pertanian) d. Lokasi dalam hubungannya untuk pemasaran dan penyediaan sarana produksi (input). D. Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan, atau pertanian tanaman semusim. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat lingkungan fisiknya, yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan drainase (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993). Penilaian kesesuaian lahan dapat dibuat secara mutlak, dapat pula dibuat berdasarkan keadaan lahan sekarang (actual suitability) atau berdasarkan keadaan lahan setelah diadakan pembenahan besar-besaran (potential suitability), yang mengubah ciri-ciri lahan dan hasil pengubahannya dapat bertahan selama lebih dari 10 tahun (Brinkman & Smyth, 1973; FAO., 1976 dalam Notohadiprawiro, 2006). Beberapa penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993): 1. Ordo Pada tingkatan ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tidak tergolong sesuai (N) 2. Kelas Pada tingkatan kelas, lahan lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan marginal sesuai (S3). Kelas S1 sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berat

9 atau hanya faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktifitasnya secara nyata. Kelas S2 cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan input. Kelas S3 marginal sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan input yang lebih banyak. Kelas N tidak sesuai: Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat. Lahan yang tergolong N1 mempunyai faktor pembatas yang sangat berat, tetapi sifatnya tidak permanen dan secara ekonomis masih memungkinkan untuk diperbaiki (improvement), yaitu dengan mengatasi faktor-faktor pembatasnya. Lahan kelas N2 tidak memungkinkan untuk diperbaiki karena faktor pembatas yang sangat berat dan sangat sulit diatasi karena sifatnya permanen. 3. Sub Kelas Pada tingkat ini kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas pada masing-masing sub kelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan. 4. Unit Tingkatan ini merupakan bagian dari tingkat sub kelas, yang dibedakan masing-masing berdasarkan sifat-sifat yang akan berpengaruh terhadap aspek produksi atau dalam aspek manajemen.

10 E. Tanaman Albasia Tanaman Albasia memiliki sifat tanaman keras yang ringan dengan perakaran dalam sehingga cocok untuk ditanam di daerah rawan longsorlahan (Suryatmojo dan Soedjoko, 2008). Tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratanpersyaratan tertentu, yang kemungkinan antara tanaman satu dengan yang lainnya berbeda. Persyaratan tersebut terutama enegri radiasi, temperatur yang cocok untuk pertumbuhannya, kelembaban, oksigen, dan usur hara (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993). Syarat tumbuh tanaman Albasia, yaitu: 1. Tanah Tanaman Albasia dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar ph 6-7. Tanaman ini tumbuh pada daerah dengan ketinggian 600 s/d 2.700 m dpl dan temperatur 22º C. 2. Iklim Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman Albasia antara 0 800 m dpl. Walapun demikian tanaman Albasia ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Albasia termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 27 C. 3. Sinar matahari Sinar matahari sangat dibutuhkan atau berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman Albasia.

11 4. Curah Hujan Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman Albasia membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 4000 mm. 5. Kelembaban Kelembaban mempengaruhi kehidupan setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman Albasia membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%. F. Longsorlahan Longsorlahan adalah gerakan massa berupa tanah dan atau bahan rombakan gerakannya meluncur atau menggeser atau berputar, yang disebabkan karena adanya gaya gravitasi (Thornbury, 1969). Longsorlahan adalah gerakan masa tanah atau batuan yang bergerak menuruni lereng karena pengaruh gravitasi (PMPU No. 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor). Longsorlahan merupakan suatu gerakan tanah pada lereng, dimana gerakan tersebut merupakan akibat dari pergerakan menuruni lereng dan terganggunya kesetabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut (Nuning. dan Firdaus, 2011).

12 Proses terjadinya longsorlahan bersifat mengubah atau merusak terhadap konfigurasi permukaan bumi. Bencana longsor lahan dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik. Beberapa perubahan konfigurasi bentuk permukaan bumi akibat longsorlahan (Sutikno, 1994 dalam Muhammad Nursa ban, 2008) : 1. Daerah asal terjadinya longsorlahan mengalami pemotongan lereng, pengurangan material, kerusakan lahan pada daerah sekitarnya sehingga dapat menyebabkan erosi yang lebih aktif. 2. Daerah yang dilalui terjadi kerusakan lahan pertanian, permukiman, vegetasi, bangunan fisik dan topografi lembah yang juga dapat mempercepat terjadinya proses erosi. 3. Daerah yang tertimbun mengalami dampak yang lebih banyak yaitu topografi lembah, vegetasi, permukiman tertimbun, dan tata air keadaannya menjadi sangat kecil sehingga proses berikutnya masih sering terjadi. Gejala umum longsorlahan ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan (Nandi, 2007). Faktor penyebab lainnya adalah berikut ini. 1. Hujan Ancaman longsorlahan biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air dipermukan tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal musim

13 dapat menimbulkan longsorlahan, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi dibagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaanya, longsorlahan dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan akan berfungsi mengikat tanah. 2. Lereng Terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuknya karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsorlahan adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsoran mendatar. 3. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2.5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memilki potensi untuk terjadinya longsorlahan terutama bila terjadi hujan, selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlau panas. 4. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap longsorlahan bila terjadi pada lereng yang terjal.

14 5. Jenis tata guna lahan Longsorlahan banyak terjadi di daerah tata lahan sawah, ladang dan adanya genangan air pada lereng yang terjal. Pada lahan sawah akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsorlahan. Daerah ladang penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama. 6. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak. 7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat penyusutan muka air dengan cepat yang ada didanau maka gaya penahan lereng menjadi hilang dan akan menyebabkan longsoran atau penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. 8. Beban tambahan Beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsorlahan, terutama disekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan dan retakan yang arahnya kearah lembah. 9. Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah tebing, selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

15 10. Material timbunan pada tebing Pengembangan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada dibawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. 11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. 12. Penggundulan hutan Longsorlahan banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang, hal ini disebabkan karena vegetasi yang terdapat di daerah tersebut sangat sedikit. G. Kerawanan Longsorlahan Disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji kerawanan longsorlahan adalah geografi dan geomorfologi. Geografi mempunyai tiga macam pendekatan untuk mengkaji fenomena yang ada di lingkungan, yaitu pendekatan spasial, ekologikal, dan kompleks wilayah. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik di daratan maupun di dasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983 dalam Aji Bangkit dan Danang, tt). Analisis longsor didasarkan pada lima faktor yang

16 menyebabkan terjadinya kelongsoran (Sugalang dan Siagian, 1991 dalam Habib Subagyo dan Bambang Riadi, 2008) : 1. Geologi yang meliputi, sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah pelapukan, susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi), dan struktur geologi. 2. Morfologi yang meliputi, aspek yang diperhatikan adalah kemiringan lereng dan permukaan lahan. 3. Curah hujan yang meliputi, intensitas dan lama hujan. 4. Penggunaan lahan yang meliputi, pengelolaan lahan dan vegetasi penutup 5. Kegempaan yang meliputi, intensitas gempa Berdasarkan faktor-faktor tersebut, disusun tingkatan kerawanan bencana alam longsorlahan (Sugalang dan Siagian, 1991, dalam Habib Subagyo dan Bambang Riadi, 2008) lihat Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Tingkat kerawanan bencana longsorlahan No Kelas kerawanan Kriteria 1 Tidak Rawan a. Jarang atau tidak pernah longsor lama atau baru, kecuali di sekitar tebing sungai b. Topografi datar hingga landai bergelombang c. Lereng < 15% d. Material bukan lempung ataupun rombakan (talus) 2 Rawan a. Jarang terjadi longsorlahan kecuali bila lerengnya terganggu b. Topografi landai hingga sangat terjal c. Lereng berkisar Antara (5-15%) dan (<= 70%) d. Vegetasi penutup Antara kurang hingga amat rapat e. Batuan penyusun lereng umumnya lapuk tebal 3 Sangat rawan a. Dapat dan sering terjadi longsorlahan b. Longsor lama dan baru aktif terjadi c. Curah hujan tinggi d. Topografi landai hingga sangat curam e. Lereng (5-15%) dan (>= 70%) f. Vegetasi penutup antara kurang hingga sangat kurang g. Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh Sumber : Sugalang dan Siagian (1991, dalam Habib subagio dan Bambang Riadi, 2008)

17 H. Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia Parameter untuk syarat tumbuh yang sesusai untuk tanaman Albasia terdiri atas, temperatur rata-rata tahunan 21 30 C. Ketersediaan air dengan bulan kering kurang dari 4 dan dengan curah hujan 2500-3000 mm. Kemasaman tanah sekitar ph 5,5 7,0. Tekstur atau kondisi tanahnya harus mengandung unsur L, SCL, SiL, Si, CL, SC, SiCL dengan drainase tanah yang baik, agak cepat, sedang. Kedalaman sulfidak lebih dari 125 cm (> 125 cm) dan kemiringan lereng kurang dari 30 % (<30 %), batuan permukaan kurang dari 40 % dan singkapan batuan kurang dari 25 %. Bahaya erosi sangat rendah hingga sedang. Parameter syarat tumbuh tanaman Albasia tersaji pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Parameter kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia Karakteristik lahan Kesesuaian lahan S1 S2 S3 N1 N2 Temperatur ( 0 C ) rata-rata tahunan 21-30 >30-34 19-<21 Tidak berlaku Tidak berlaku >34, <19 Ketersediaan air (w) Bulan Kering (<75mm) 0 2 2,1 4 Tidak berlaku Tidak berlaku >4 Curah hujan/tahun (mm) 2500-3000 >3000-4000, >4000 Tidak berlaku Tidak berlaku 2000-<2500 <2000 Media Perakaran Drainase Tanah Baik, agak cepat, sedang agak lambat, agak cepat Cepat Lambat sangat lambat, sangat cepat Krikil, S Tekstur L, SCL,SiL, Si, CL, SC, SiCL S, LS, SI, SiC Liat masiv, StrC Tidak berlaku Kedalam Efekif (cm) >100 75 - <100 50 - <75 <50 referensi hara (f) KTK tanah - - - - - ph tanah 5,5-7,0 >7,0-7,5 5,0- >7,5-8,0 4,5- <5,5 <5,0 Td >8,0 <4,5 C organic - - - - - Kegaraman (c) Salinitas (mmhos/cm) - - - - - Toksisitas (x) Kejenuhan Al (%) - - - - -

18 Lanjutan tabel Kedalaman Sulfidik (cm) >125 100-125 75-<100 50 - <75 <50 Hara tersedia Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Tidak berlaku Total N - - - - - P 2 O 5 - - - - - Sangat keras, Kemudahan Pengolahan Berkeri - - sangat teguh, - (p) kil,berbatu sangat lekat Terrain Lereng (%) <8 8 15 >15 30 >30 50 >50 Batuan Permukaan (%) <3 3 15 >15-40 Td >40 Singkapan Batuan (%) <2 2 10 > 10-25 >25-40 >40 Tingkat Bahaya erosi (e) SR R S B SB Bahaya Banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4 Sumber : Anonim, 2011 Keterangan : Untuk kedalaman sulfidik karena keterbatasan peneliti maka tidak dipergunakan Tekstur Tanah : Lempung (L), lempung liat berpasir (SCL), lempung berdebu (Sil), debu (Si), lempung berliat (CL), liat berpasir (SC), lempung liat berdebu (SiCL), Pasir (S), pasir berlempung (LS), lempung berpasir (SI), liat berdebu (SiC),Liat masiv, liat bertekstur (StrC). Bahaya Erosi : Sangat berat (SB), Rendah ( R), Sedang (S), Berat (B), Sangat rendah (SR) Bahaya Banjir : Tanpa (F0), Ringan (F1), Sedang (F2), Berat (F4), Agak besar (F3) I. Penelitian Relevan Agus widianto (2013), penelitian berjudul Kajian kesesuaian lahan tanaman Albasia (Albazia Falcataria) di Kecamatan Ajibarang Kab. Banyumas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kualias lahan di Kecamatan Ajibarang dan mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Kecamatan Ajibarang. Metode penelitian adalah metode suvei dengan teknik pengambilan sampel area dan analisa labolatorium. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Kecamatan Ajibarang didominasi oleh kesesuaian tidak sesuai (N), yaitu terdapat 9 satuan bentuklahan dengan luas 5274,13 ha tidak sesuai (N), sedang yang sesuai (S) ada 3 satuan bentuklahan dengan luas 1632,32 ha.

19 Umar Luthfi (2013), melakukan penelitian berjudul Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Metode penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan area sampling yang mendasarkan pada bentuklahan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa bentuklahan yang ada di daerah penelitian > 50% tidak sesuai untuk tumbuh tanaman Pinus, yaitu seluruh satuan bentuklahan yang ada di daerah penelitian adalah tidak sesuai (N) untuk tanaman Pinus, dengan luas wilayah 6.906,45 ha (100%). Hendy Indra Setiawan (2013), dalam penelitian berjudul Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui karakteristik dan kualitas lahan di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan teknik area sampling. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa satuan bentuklahan yang ada di daerah penelitian lebih didominasi kelas kesesuaian tidak sesuai (N), yaitu kelas tidak sesuai (N) terdapat pada 9 satuan bentuklahan seluas 5037,73 ha, sedangkan kelas sesuai (S) sebanyak 3 satuan bentuklahan seluas 1868, 72 ha.

20 Nama Peneliti Agus Widianto, 2014 Umar Luthfi, 2013 Hendy Indra Setiawan, 2013 Ivan Saguh Uly Murti, 2015 Tabel 2.4 Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti Judul Kajian kesesuaian lahan tanaman Albasia (Albazia Falcataria) di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Kajian kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada wilayah rawan longsorlahan di daerah aliran sungai Logawa Tujuan Mengetahui karakteristik kualias lahan dikecamatan ajibarang Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Kecamatan Ajibarang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Mengetahui karakteristik dan kualitas lahan di daerah penelitian Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman Jati di daerah penelitian Mengetahui kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada mangmasing kerawanan longsorlahan di daerah aliran sungai Logawa Metode Penelitian Metode survei dengan teknik pengambilan sample area sampling analisis data dengan maching dan keruangan Teknik pengambilan area sampling analisis data dengan maching dan keruangan Penelitian ini menggunakan teknik area sampling analisis data dengan maching dan keruangan Metode survei dengan teknik pengambilan sample area sampling. Analisis data dengan maching dan tumpang susun peta Sumber: Agus Widianto (2014), Umar Luthfi (2013), dan Hendy Indra Setiawan (2013) J. Landasan Teori hasil Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Pinus Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Jati Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada masingmasing kelas kerawanan longsorlahan 1. Kualitas lahan adalah perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan. Kualitas lahan mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, kualitas lahan dinilai atas dasar karakteristik yang berpengaruh. Suatu karakteristik lahan yang dapat berpengaruh pada suatu kualitas lahan tertentu, tetapi tidak berpengaruh pada kualitas lahan lainnya. 2. Syarat tumbuh tanaman Albasia Albasia termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18-27 C dan tanaman ini dapat tumbuh baik

21 pada tanah regosol, alluvial, dan latosol dengan kemasaman tanah sekitar ph 6 7. 3. Kelas kesesuaian lahan Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas ditunjukkan oleh angka (nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo. Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan kelas yang makin menurun dalam suatu Ordo. Jumlah kelas yang terdiri atas3 (tiga) kelas dalam Ordo S, yaitu: S1, S2, S3, dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N, yaitu: N1 dan N2. 4. Rawan Rawan adalah sesuatu yang dapat terjadinya bencana, lihat UU no 24 th 2007. 5. Longsorlahan Longsorlahan adalah gerakan ke arah bawah material lereng yang dapat berupa batuan, tanah, bangunan, atau kombinasi dari berbagai material tersebut akibat adanya gaya gravitasi. 6. Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk pemanfaatan dalam penggunan lahan.

22 K. Kerangka Pikir Karakteristik Lahan Kualitas lahan Syarat tumbuh tanaman Albasia Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia Peta kelas kerawanan longsorlahan Peta kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia Hubungan kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia pada kelas kerawanan longsorlahan Gambar 2.1. Diagram alir kerangka pikir L. Hipotesis Hipotensisi yang diajukan dalam penelitian ini adalah Kesesuaian lahan untuk tanaman Albasia di Sub DAS Logawa > 50 % kategori sesuai terutama pada kelas kerawanan tinggi.