BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya (CDC, 2016). WHO (2016) menunjukkan bahwa terdapat 2,1 juta infeksi baru HIV yang menyebabkan sekitar 36,7 juta orang diseluruh dunia hidup dengan HIV dan 1,1 juta kematian akibat HIV AIDS hingga akhir tahun 2015. Asia Tenggara merupakan daerah ketiga tertinggi yang menangung beban HIV AIDS di seluruh dunia dengan 10% dari jumlah penduduknya hidup dengan HIV AIDS (ODHA). Indonesia termasuk dalam lima negara yang berkontribusi terhadap beban terkait HIV. Epidemi HIV mengalami penurunan diseluruh dunia meski terdapat berbagai variasi di berbagai negara termasuk di India, Myanmar, Thailand, Nepal dan Srilanka sedangkan di Indonesia, epidemi HIV meningkat dengan cepat (WHO, 2009). Kasus HIV AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia di Provinsi Bali pada tahun 1987 sebanyak 1 kasus. Saat ini, HIV AIDS sudah menyebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2016 telah mencapai 219.036 orang, jumlah kumulatif AIDS sampai dengan September 2016 sebanyak 82.968 orang, dan terdapat 14.279 orang telah meninggal akibat penyakit ini. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (31,4%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif. Jumlah kasus AIDS sebesar 28,3 per 100.000 penduduk di Indonesia dan 32,5 per 100.000 penduduk di Provinsi Yogyakarta (Kemenkes RI, 2016). Angka tersebut menunjukkan bahwa case rate kasus AIDS di Yogyakarta lebih tinggi dari ratarata case rate di Indonesia. HIV AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan prioritas di Kab. Gunungkidul berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan pada tahun 2015 yang dinilai dari besarnya masalah, tingkat keseriusan masalah, tingkat efektivitas 1
2 intervensi program dan faktor lain yang berpengaruh terhadap upaya intervensi (Isfandyari & Langi, 2016). Kasus HIV AIDS semakin meningkat dari tahun ke tahun mulai dari satu kasus di tahun 2006 hingga mencapai 238 kasus pada Juni 2016. Sebagian besar kasus HIV AIDS ditemukan pada stadium AIDS (63%). Distribusi kasus HIV AIDS hingga tahun 2016 didominasi oleh laki-laki (56,7%), kelompok usia produktif 30-39 tahun (34,9%), dan kelompok ibu rumah tangga (26,9%) dan sebagian besar (18,9%) tidak diketahui tempat tinggalnya. Hubungan seksual dengan lawan jenis (heteroseksual) merupakan faktor risiko tertinggi (77,7%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2016). Beberapa upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS seperti surveilans HIV AIDS, sero survei pada nelayan dan narapidana lembaga permasyarakatan, VCT mobile ke wanita pekerja seks (WPS), survei pengetahuan pada remaja, penyuluhan melalui kegiatan Aku Bangga Aku Tahu (ABAT), dan pengobatan antiretroviral (ARV) telah dilakukan pada tahun 2015. Dari 30 puskesmas yang ada di Kab. Gunungkidul, terdapat 13 puskesmas yang telah memiliki layanan konseling dan tes HIV (KTS) dan RSUD Wonosari sebagai satusatunya rumah sakit Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) yang memberikan pelayanan pengobatan ARV di Kab. Gunungkidul (Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2015). Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS terhambat dengan adanya stigma dan diskriminasi terkait HIV AIDS (Kemenkes RI, 2012). Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA merupakan hambatan utama dalam penanggulangan HIV AIDS diseluruh dunia (UNAIDS, 2007). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012) menunjukkan bahwa terdapat stigma yang luas dan diskriminasi terhadap orang yang terkena HIV positif. Hasil penelitian Shaluhiyah dkk. (2015) juga menunjukkan bahwa stigma terhadap ODHA masih banyak terjadi di masyarakat. Banteyerga (2005) dalam Feyisaa dkk. (2012) menyebutkan bahwa stigma dan diskriminasi terkait HIV AIDS dapat terjadi dimana saja dan dapat menimbulkan masalah yang lebih serius apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa stigma dan diskriminasi terkait
3 HIV masih tinggi kalangan tenaga kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas (Harapan dkk., 2013; Feyissa dkk., 2012). Stigma dan diskriminasi juga dialami oleh ODHA yang berobat di fasilitas kesehatan baik rumah sakit maupun puskesmas yang ada di Kab. Pada Bulan Juli 2016, Puskesmas Panggang 1 melaporkan bahwa terdapat penderita baru HIV yang belum memulai pengobatan ART meskipun telah mendapatkan rujukan dari puskesmas karena pernah mengalami diskriminasi oleh tenaga kesehatan pada saat suaminya yang adalah ODHA dirawat di RSUD Wonosari (Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2016). Hasil studi pendahuluan melalui focus group discussion (FGD) dengan 17 ODHA yang hadir dalam pertemuan kelompok dukungan sebaya (KDS) pada tanggal 14 Agustus 2016 menunjukkan bahwa beberapa ODHA juga pernah mengalami tindakan diskriminatif di RSUD Wonosari. Salah satu ODHA mengaku mendapatkan perlakuan yang tidak ramah (galak) dari petugas administrasi setelah mengetahui dirinya adalah penderita HIV, bahkan statusnya dibuka didepan pasien lain sehingga pasien lain tahu bahwa dirinya adalah penderita HIV AIDS. ODHA lainnya juga pernah mengalami tindakan diskriminatif yakni tidak mendapatkan pelayanan (didiamkan saja) saat berobat di unit gawat darurat (UGD) RSUD Wonosari sekitar tiga tahun yang lalu. Pada saat itu kondisinya sangat lemah tetapi petugas UGD tidak melakukan apa-apa, malahan ODHA tersebut disuruh pulang dengan alasan tidak ada kamar kosong yang tersedia. Ketua KDS juga membenarkan adanya kejadian-kejadian tersebut, bahkan pernah ada laporan sebelumnya bahwa ada petugas kesehatan yang tidak mau melakukan kontak fisik dengan ODHA (memeriksa ODHA dengan menggunakan pulpen). Pada pertemuan dengan KDS tanggal 28 September 2016, diketahui bahwa stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tidak hanya terjadi di RSUD Wonosari tetapi juga di puskesmas. Ketua KDS mengatakan bahwa salah satu puskesmas pernah menolak ODHA yang hendak berobat dengan alasan belum pernah dilakukan pelatihan terkait penanganan terhadap ODHA. Studi pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA di fasilitas kesehatan di Kab. Gunungkidul memperburuk
4 kondisi kesehatan ODHA. Wolitski dkk. (2008) menunjukkan bahwa stigma terhadap ODHA berdampak pada kepatuhan ODHA dalam pengobatan HIV. Stigma yang berhubungan dengan HIV AIDS dari penyedia layanan kesehatan menunjukkan hambatan dalam mengakses dan memperoleh pelayanan kesehatan (Demeke, 2013). Terdapat hubungan yang positif antara adanya stigma dengan buruknya kualitas hidup ODHA (Holzemer dkk., 2009). Adanya stigma dan diskriminasi merupakan hambatan terhadap program pencegahan dan pengendalian HIV yang mengakibatkan ODHA enggan mencari pelayanan kesehatan dan dukungan sosial yang semestinya dapat mereka peroleh sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup ODHA (Kemenkes, 2012). Tenaga kesehatan sebagai garis terdepan dalam memerangi HIV AIDS ditempatkan untuk merespon pelayanan yang dibutuhkan. Sekalipun demikian, stigma dan diskriminasi terkait HIV AIDS terus menerus menghalangi respon yang efektif untuk pengobatan dan perawatan terhadap ODHA. Dampak dari epidemi HIV terhadap sistem pelayanan kesehatan dan profesional kesehatan sangat besar. Memahami berbagai macam faktor terkait diskriminasi yang berkaitan dengan HIV di fasilitas kesehatan merupakan langkah awal untuk mengatasi tantangan tersebut (Li dkk., 2007). Penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan masih jarang dilakukan di Indonesia. Beberapa penelitian di Indonesia yang telah dilakukan oleh Pratikno (2008) dan Harapan dkk. (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan petugas kesehatan tentang HIV AIDS, persepsi petugas kesehatan terhadap ODHA, ketakutan tertular HIV, tingkat pendidikan petugas kesehatan dan jenis tenaga kesehatan dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Selain faktor-faktor tesebut, beberapa hasil penelitian di Cina, Afrika Selatan, dan Ghana menunjukkan bahwa dukungan fasilitas kesehatan, pengalaman kontak dengan ODHA, dan pelatihan terkait HIV AIDS juga bermakna secara statistik dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA oleh tenaga kesehatan (Li dkk., 2007; Mazorodze, 2012; Feyissa dkk., 2012). Selain itu kesediaan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan (sikap) terhadap populasi kunci
5 merupakan bagian dari fakor personal yang dapat mempengaruhi perilaku stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Dawson-Amoah, 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dibutuhkan suatu penelitian untuk mengetahui determinan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kabupaten Gunungkidul yang dapat memberikan implikasi yang berarti bagi pemegang kebijakan pada setiap fasilitas pelayanan kesehatan dalam melakukan tindakan intervensi untuk mengurangi bahkan menghilangkan stigma dan diskriminasi pada ODHA oleh tenaga kesehatan di Kab. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. Gunungkidul? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang HIV AIDS dengan stigma dan b. Menganalisis hubungan antara ketakutan terinfeksi HIV dengan stigma dan c. Menganalisis hubungan antara pengalaman kontak dengan ODHA terhadap stigma dan
6 d. Menganalisis hubungan antara persepsi terhadap ODHA dengan stigma dan e. Menganalisis hubungan antara sikap tenaga kesehatan terhadap populasi kunci dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. f. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan stigma dan g. Menganalisis hubungan antara jenis tenaga kesehatan dengan stigma dan h. Menganalisis hubungan antara pelatihan terkait HIV AIDS dengan stigma dan diskriminasi pada ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. i. Menganalisis hubungan antara dukungan fasilitas kesehatan dengan stigma dan diskriminasi pada ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. j. Menganalisis variabel yang paling kuat mempengaruhi stigma dan D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bukti ilmiah ada tidaknya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kab. Gunungkidul dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. 2. Menjadi bahan masukan bagi puskesmas, RSUD Wonosari, Dinas Kesehatan, dan Pemerintah Daerah dalam penyusunan program, pembuatan kebijakan dan peraturan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di Kab.
7 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang determinan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA diantara tenaga kesehatan di Kabupaten Gunungkidul belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, tetapi ada beberapa penelitian yang serupa dengan penelitian ini, antara lain: 1. Li dkk. (2007) HIV-Related Stigma in Health Care Settings: A Survey of Service Providers in China. Partisipan adalah 1101 tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pemerintah (RS, puskesmas & klinik). Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada rancangan penelitian yaitu cross sectional, variabel terikat yakni stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan variabel bebas yakni pengetahuan tentang HIV AIDS, tingkat pendidikan, jenis tenaga kesehatan, pengalaman kontak dengan ODHA, dan dukungan fasilitas kesehatan. Perbedaannya terletak pada penggunaan mixed method pada penelitian yang akan dilakukan dan beberapa variabel bebas yang tidak ada dalam penelitian Li dkk. yakni ketakutan terinfeksi HIV, persepsi terhadap ODHA dan sikap terhadap populasi kunci. 2. Pratikno (2008) Stigma dan Diskriminasi oleh Petugas Kesehatan terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS) di Kab. Bengkalis Provinsi Riau. Partisipan adalah 185 tenaga kesehatan di enam fasyankes. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat (stigma dan diskriminasi terhadap ODHA oleh tenaga kesehatan), beberapa variabel bebas (pengetahuan petugas kesehatan tentang HIV AIDS, persepsi petugas kesehatan terhadap ODHA) dan rancangan cross sectional. Perbedaannya terletak pada metode penelitian, penelitian Pratikno hanya sampai pada metode kuantitatif sedangan penelitian ini menggunakan mixed method, selain itu terdapat beberapa variabel bebas dalam penelitian ini yang tidak diteliti oleh Pratikno yakni ketakutan terinfeksi HIV, sikap terhadap populasi kunci, pengalaman kontak dengan ODHA, tingkat pendidikan, jenis tenaga kesehatan, pelatihan terkait HIV AIDS, dan dukungan fasilitas kesehatan.
8 3. Feyissa dkk. (2012) Stigma and Discrimination against People Living With HIV By Healthcare Providers, Southwest Ethiopia. Partisipan adalah 255 yang mengisi kuesioner, 6-8 nakes dalam empat kali focus group discussion (FGD) dengan dan enam key-informant dalam wawancara. Persamaan dengan penelitian ini adalah penggunaan mixed method dengan rancangan cross sectional, variabel terikat yang diteliti (stigma dan diskriminasi terhadap ODHA oleh tenaga kesehatan), beberapa variabel bebas (tingkat pendidikan, pengetahuan tenaga kesehatan tentang HIV AIDS dan pelatihan terkait HIV AIDS). Perbedaannya terletak pada variabel bebas yang diteliti yaitu ketakutan terinfeksi HIV, pengalaman kontak dengan ODHA, sikap terhadap populasi kunci, jenis tenaga kesehatan, pelatihan terkait HIV AIDS, dan dukungan fasilitas kesehatan. 4. Harapan dkk. (2015) HIV-related Stigma and Discrimination: A Study of Health Care Workers in Banda Aceh, Indonesia. Partisipan adalah 89 tenaga kesehatan di RS. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada variabel terikat yaitu stigma dan diskriminasi terhadap ODHA oleh tenaga kesehatan, beberapa variabel bebas yaitu pengetahuan tentang HIV AIDS, ketakutan terinfeksi HIV, jenis tenaga kesehatan, dan tingkat pendidikan dan sama-sama menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunakan mixed method dan beberapa variabel bebas (persepsi terhadap ODHA, pengalaman kontak dengan ODHA, sikap terhadap populasi kunci, pelatihan terkait HIV AIDS, dan dukungan fasilitas kesehatan). 5. Dawson-Amoah (2015) Determinants of HIV Stigma Among Healthcare Workers in Ghana. Partisipan adalah 232 tenaga kesehatan di 37 RS militer. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel terikat yakni stigma dan diskriminasi terhadap ODHA oleh tenaga kesehatan dan beberapa variabel bebas seperti persepsi terhadap ODHA, ketakutan terinfeksi HIV, sikap terhadap populasi kunci, dan dukungan fasilitas kesehatan, serta rancangan penelitian cross sectional. Perbedaannya terdapat pada beberapa variabel bebas yang akan diteliti yakni pengetahuan tentang
9 HIV AIDS, tingkat pendidikan, jenis tenaga kesehatan, pengalaman kontak dengan ODHA, dan pelatihan terkait HIV, dan penelitian yang akan dilakukan juga menggunakan mixed method.