BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Perkembangan perekonomian global, ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor, terutama sektor perekonomian. Dalam membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya dan ironisnya, akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi sektor penerimaan Negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan triliyun rupiah. Pelaksanaan penerimaan dana dari dalam negeri ini diantaranya melalui sistem perpajakan dengan asas-asas keadilan, jelas, sederhana didalam pemungutannya dan mengandung unsur-unsur pendorong bagi kegiatan usaha produktif. Dalam pengenaan pajak tersebut Adam Smith dalam bukunya An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation yang diterbitkan pada tahun 1776 memberikan kriteria, bahwa agar Undang-undang Pajak itu adil, maka sebaiknya memenuhi persyaratan di bawah ini : a. Equality Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. b. Certainty Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya. c. Convenience of payment Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak. 1
Bab I Pendahuluan 2 d. Economic of collections Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara hemat dan efisien, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Penerimaan dalam negeri berupa pajak telah menjadi sektor yang sangat penting dan dewasa ini menjadi primadona penerimaan Negara. Upaya kearah kemandirian pembiayaan tersebut telah dilakukan pemerintah melalui pembaharuan peraturan perpajakan yang diharapkan dapat memperluas objek dan subjek pajak tetapi harus tetap dalam kerangka asas keadilan (dapat melalui ekstensifikasi, intensifikasi pemungutan pajak dan meningkatkan prosentase tax ratio). Salah satu bentuk pembaharuan dasar adalah perubahan sistem pajak dari sistem official assessment ke sistem self assessment yang berlaku mulai 1 Januari 1984, yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajaknya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dan diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Kewajiban pemerintah, dalam hal ini aparat pajak (fiskus), adalah melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan (melalui serangkaian kegiatan pemeriksaan pajak) terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam perundang-undangan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak yang dibebani tugas pencapaian penerimaan Negara tersebut harus bekerja ekstra agar target penerimaan tercapai. Salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pengawasan kepatuhan perpajakan ini perlu ditingkatkan dengan jalan antara lain pemeriksaaan terhadap Wajib Pajak secara selektif. Pemeriksaan dilakukan secara efektif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Terhadap Wajib Pajak yang termasuk dalam kriteria tidak patuh tersebut perlu dilakukan pemeriksaan oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak, agar tingkat kepatuhan (Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan) dalam melaksanakan
Bab I Pendahuluan 3 kewajiban perpajakanya semakin lama semakin meningkat dan law enforcement di bidang perpajakan akan semakin ditegakkan. Dalam literatur perpajakan saat ini dikenal dua istilah Wajib Pajak dalam meminimalkan jumlah pajak yang terutang yaitu: penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Sampai saat ini belum ada penggarisan yang tegas yang dapat memberikan indikasi dan rincian perbedaan penghindaran pajak dan penyelundupan pajak. Persoalan pajak adalah persoalan perundangundangan sehingga hanya aktivitas yang berwenang memutuskan apa yang benar sesuai apa yang dimaksudkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang memberikan interpretasi sesuai undang-undang pajak atau petunjuk pelaksanaan. Wajib Pajak dihampir semua Negara diwajibkan untuk melaporkan jumlah penghasilan maupun kekayaannya dalam laporan pajak yang dibuat sendiri (self assessment) maupun oleh orang lain (official assessment). Hampir disemua Negara dengan latar belakang perkembangan ekonomi, sosial, hukum dan budaya apapun masih banyak ditemukan beberapa laporan pajak dalam surat pemberitahuan yang berisi kesalahan-kesalahan yuridis fiskalnya, disengaja atau tidak disengaja terutama dinegara yang menganut sistem pemungutan pajak self assessment termasuk Indonesia. Oleh sebab itu hampir semua sistem perpajakan baik official assessment maupun self assessment mengatur tentang kemungkinan dapat dilakukannya penelitian dan pemeriksaan pajak terhadap laporan pajak dalam surat pemberitahuan yang diterima Wajib Pajak. Sistem self Assessment, Wajib Pajak dibebani kewajiban untuk melaporkan semua informasi yang relevan dalam laporan pajaknya (Surat Pemberitahuan), menghitung dasar pengenaan pajak, mengkalkulasi jumlah pajak yang terhutang dan mengangsur jumlah pajak yang terhutang, sehingga tugas fiskus dalam hal ini adalah hanya melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan (salah satunya dengan pemeriksaan pajak). Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan baik ketetapan pelaporan maupun tingkat kebenaran pengisian Surat Pemberitahuan sangat dipengaruhi oleh tingkat peraturan perundang-undang perpajakan. Kurangnya pemahaman akan ketentuan
Bab I Pendahuluan 4 peraturan perpajakan akan dapat berakibat kesalahan penyusunan Surat Pemberitahuan yang selayaknya dianggap ketidakpatuhan memenuhi kewajiban perpajakan. Disisi lain Direktorat Jendral Pajak akan terus meningkatkan kualitas aparatnya dan memperbaiki ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga pada akhirnya para penyelundup pajak dan Wajib Pajak yang tidak patuh akan terdeteksi oleh aparat pajak yang berdampak pada koreksi fiskal yang menambah pendapatan Negara. Disamping itu sistem self assessment juga memberikan peluang untuk melakukan penyelundupan pajak baik Unilateral maupun Bilateral. Tanpa adanya penelitian dan pemeriksaan surat pemberitahuan serta tidak ada ketegasan dari instansi akan berkembang sedemikian rupa sehingga mencapai suatu tingkat dimana suatu sistem perpajakan akan lumpuh. Dengan adanya pemeriksaan pajak oleh petugas administrasi pajak (fiskus) dari Direktorat Jenderal Pajak diharapkan pelaksanaan administrasi dapat memberikan manfaatnya dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Berkenaan dengan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh Pasal 25 Dalam Memenuhi Kewajiban Pajaknya. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis mengidentifikasi masalah tentang Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh Pasal 25 Dalam Memenuhi Kewajiban Pajaknya; dalam skripsi ini akan dibahas mengenai : 1. Apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara telah efektif. 2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban pajaknya di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara.
Bab I Pendahuluan 5 3. Seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh pasal 25 dalam memenuhi kewajiban pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bahan dan data yang diperlukan dalam rangka penyusunan skripsi. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara. 2. Untuk mengetahui kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh pasal 25 dalam melaksanakan kewajiban pajaknya di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan dilaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi penulis, hasil penelitian ini merupakan pengalaman yang berharga dimana penulis dapat menambah pengetahuan dan memperoleh gambaran yang nyata mengenai bagaimana penerapan teori-teori yang telah dipelajari terutama dalam meningkatkan pemahaman dan wawasan keilmuan di bidang perpajakan khususnya tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak. 2. Bagi Universitas Widyatama, hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan dokumentasi dalam melengkapi bahan yang dibutuhkan. 3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan sehingga dapat meningkatkan penerimaan Negara.
Bab I Pendahuluan 6 4. Bagi pihak lain, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dan perbandingan yang dapat menambah pengetahuan. 1.5 Kerangka Pemikiran Ungkapan yang penulis kutip dari Buku Pajak Penghasilan tulisan Drs. Muda Markus : Ada dua hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang selama hidupnya yaitu Kematian dan Pajak (Death and Tax) (2002:107). Kematian, jelas bahwa semua mahkluk akan merasakan kematian, tetapi mengapa pajak juga? Karena hampir seluruh kehidupan perorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan yang tidak mungkin juga dapat dihindari seperti halnya kematian. Dalam hal ini, di Indonesia pajak tidak dapat dihindari masih belum berlaku karena masih banyak Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik. Apabila di Indonesia pajak sudah pada taraf tidak bisa dihindari maka taraf kehidupan bangsa Indonesia tentu akan sejahtera dan maju. Selama ini sebagian dari kita, baik aparat pajak maupun masyarakat Wajib Pajak, telah terjebak dalam persepsi yang salah bahwa dalam pemungutan pajak, fiskus akan berusaha untuk mengenakan pajak yang sebesar-besarnya, sedangkan Wajib Pajak akan berusaha untuk membayar sekecil-kecilnya. Hal tersebut dapat ditolerir jika masih dalam lingkup peraturan perpajakan yang berlaku. Namun jika usaha meminimalkan kewajiban perpajakan ditempuh dengan cara menerobos peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka jelas hal tersebut akan mendapat sanksi dari pemerintah, sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuat. Pajak yang dibebankan oleh pemerintah dalam bentuk pemungutan pajak terhadap Wajib Pajak, merupakan upaya untuk mewujudkan pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. Namun pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat merugikan Wajib Pajak
Bab I Pendahuluan 7 yang bersangkutan, dengan kemungkinan-kemungkinan surat paksa, sita dan pelaksanaan lelang serta sanksi-sanksi terhadap pidana yang dapat diancam dengan pidana kurungan atau penjara. Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang sederhana. Pada dasarnya tidak seorang pun yang senang membayar pajak, karena mungkin pembayaran pajak tidak mendapatkan kontra prestasi (imbalan) langsung bagi si pembayar pajak. Dalam literatur perpajakan dikenal dua cara untuk meminimalkan pembayaran pajak, seperti yang telah disebutkan di atas : - Wajib Pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan (tax avoidance). - Wajib Pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak yaitu usaha penghindaran pajak yang terutang secara ilegal, sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai alasan yang meyakinkan bahwa akibat dari perbuatan itu kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekanrekannya melakukan hal yang sama (tax evasion). Salah satu tindakan untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya adalah dengan dilaksanakannya fungsi utama instansi pajak, yaitu: a. Fungsi verifikasi atau pemeriksaan (the audit function) yang ditujukan untuk meneliti dan mengambil tindakan yang tepat agar pembayaran pajak oleh para pembayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan yang berlaku. b. Fungsi pemungutan atau penagihan (the collection function) yang ditujukan untuk meneliti dan mencatat pembayaran pajak, meneliti bahwa semua Surat Pemberitahuan telah diisi dengan benar, lengkap dan jelas yang diikuti dengan pelunasan pajak yang terutang, baik sebagian maupun seluruhnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dilakukannya Pemeriksaan Pajak (tax audit), hal ini sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berlaku sekarang ini, yang berbunyi :
Bab I Pendahuluan 8 Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 17 C ayat 2 didasarkan pada kriteria tertentu, antara lain: - Kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan, tidak mempunyai tunggakan pajak; - Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian; - Perhitungan jumlah peredaran usaha dari pajaknya mudah diketahui karena berkaitan dengan aturan Pemerintah lainnya, seperti peredaran usaha dan Pajak Pertambahan Nilai atas produsen rokok diketahui dari pelaksanaan cukai. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000, Pasal 1 angka 1, Pemeriksaan adalah Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dalam prakteknya semua sistem perpajakan di dunia mengatur kemungkinan dapat dilakukannya penelitian dan pemeriksaan laporan perpajakan Wajib Pajak, yang di Indonesia dikenal dengan istilah Surat Pemberitahuan (SPT) baik yang bersifat tahunan (SPT Tahunan) maupun bulanan (SPT Masa). Penelitian dan Pemeriksaan Surat Pemberitahuan pajak tersebut nantinya akan dapat mengungkap seberapa besar kekeliruan-kekeliruan maupun penyimpanganpenyimpangan yang ada dengan kata lain untuk melihat apakah Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sesuai dengan persyaratan pajak yang berlaku. Pada akhir pemeriksaaan, petugas pajak akan meyampaikan
Bab I Pendahuluan 9 pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai kelebihan dan kekurangan dari pajak yang telah dilaporkannya. Untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak maka dibutuhkan penyiapan tenaga ahli yang memadai dalam bidang perpajakan serta penyadaran atas peran serta masyarakat Wajib Pajak (tax payer) harus menjadi perhatian semua pihak. Mengingat pokok-pokok pemikiran di atas maka tindakan pemeriksaaan pajak perlu dilakukan. Hal ini terlepas dari tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas disusunlah hipotesis sebagai berikut: Pemeriksaan Pajak yang Dilaksanakan Secara Efektif Akan Meningkatkan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Pajaknya. 1.6 Metodologi Penelitian Jenis metode penelitian yang dilakukan disini bersifat studi survey, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode asosiatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala. Permasalahan asosiatif adalah suatu pernyataan penelitian yang bersifat hubungan antara dua variabel atau lebih. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengadakan penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer dengan melakukan: a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan (baca : Kantor Pelayanan Pajak) yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. b. Wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung dengan bagian pemeriksaan Wajib Pajak yang ada di dalam Kantor Pelayanan Pajak tersebut.
Bab I Pendahuluan 10 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian. Data ini diperoleh dari buku-buku serta referensi-referensi lainnya. 1.7 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara Bandung Jl. Asia Afrika 114. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2006 sampai dengan bulan April 2006.