BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah. keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

Penelitian Keperawatan Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Menurut Stuart (2013) Skizofrenia adalah penyakit serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses informasi, dan berhubungan interpersonal. Skizofrenia merupakan sindroma kompleks yang menimbulkan gangguan persepsi, pikiran, pembicaraan dan gerakan seseorang (Duran, 2007). Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronis dan memiliki manifestasi klinis yang amat luas. Banyak gejala yang tampak pada klien skizofrenia namun tidak semua klien menunjukkan gejala yang sama. Menurut Lambert & Naber (2004) gejala dari skizofrenia yakni gejala positif (halusinasi dan delusi), gejala tidak teratur (bicara tidak teratur dan perilaku katatonik) serta gejala negatif (afek datar, alogia atau avolition). Hal tersebut juga sejalan dengan DSM-IV tahun 2000, dimana gejala skizofrenia terdiri dari gejala positif dan gejala negatif. Gejala-gejala yang muncul dari klien skizofrenia menyebabkannya mengalami penurunan kemampuan kerja, berinteraksi dan perawatan diri. Skizofrenia merupakan masalah global yang menjadi perhatian seluruh duina. World Health Organization (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sedangkan National

2 Institute of Mental Health (NIMH) menyatakan gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011). Menurut Depkes RI (2009) jumlah klien yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun diberbagai negara. Angka kejadian gangguan jiwa di Indonesia relatif bervariasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dinyatakan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 4,6 per mil sedangkan pada tahun 2013 angka tersebut turun menjad 1,7 per mil. Kondisi tersebut juga berlaku di Sumatera Barat, menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi gangguan jiwa berat di Sumatera Barat sebesar 16,7 permil dan menurun menjadi 1.9 permil pada tahun 2013. Walaupun terjadi penurunan, namun angka tersebut masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian gangguan jiwa berat secara nasional yakni sebesar 1,7 permil. Tingginya angka kejadian skizofrenia di Sumatra Barat tentu berkaitan dengan kualitas hidup klien skizofrenia. Menurut WHOQOL Group (1998) Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap kehidupannya, tujuan dan harapan hidupnya, termasuk kesehatan fisik, keadaan psikologis, level

3 kemandirian serta hubungan sosial. Kualitas hidup merupakan kondisi dimana klien yang menderita penyakit dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya (Suhud, 2009 dalam lase, 2011). Sehingga kualitas hidup dapat dipahami sebagai tingkat kepuasan akan situasi hidup dan kesejahteraan serta seberapa baik klien skizofrenia berfungsi secara sosial. Kualitas hidup merupakan konsep yang selaras dengan Theory of Goal Attainment menurut menurut Imogene M. King (1971), dalam hal ini King menformulasikan kerangka kerjanya (conceptual framework) sebagai sistem terbuka sebagai suatu pencapaian tujuan. King mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya, bahwa manusia seutuhnya ( Human Being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya. Kerangka kerja konseptual ini terdiri dari tiga sistem interaksi yang dikenal dengan dynamic interacting systems, yang meliputi sistem personal, interpersonal dan sosial dalam pencapaian tujuan, begitu juga dengan kualitas hidup yang merupakan pencapaian akhir dari seorang individu dalam hidupnya yang terdiri dari ranah fisik, psikologi, sosial dan lingkungan tersingkronisasi dengan baik dengan teori king. Kualitas hidup merupakan indikator penting bagi klien skizofrenia. Menurut Dobre et al (2007) kualitas hidup telah dimasukkan kedalam penatalaksanaan penyakit somatis terutama penyakit kronis. Tomida et al (2010) menyatakan bahwa evaluasi pengobatan penyakit telah menggunakan kualitas hidup sebagai indikator dan mulai dicoba untuk dilakukan di klinik

4 psikiatri yang menangani pengobatan dan rehabilitasi untuk skizofrenia. Pengukuran kualitas hidup diperlukan untuk mengembangkan pengobatan yang membantu penderita skizofrenia merasa puas dalam hidupnya (Ritsner et al, 2003). Hal tersebut semakin memperjelas bahwa kualitas hidup sangat diperlukan bagi klien dengan skizofrenia untuk mengoptimalkan pengobatan. Kualitas hidup merupakan hal penting bagi klien skizofrenia, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa kualitas hidup klien skizofrenia buruk. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lecomte et al, (2009) mengenai kualitas hidup klien dengan skizofrenia menyebutkan dari 480 didapatkan 76% memiliki kualitas hidup yang buruk dan didapatkan skor kualitas hidup terendah pada ranah psikologis. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Michael et al, (2007) dari 370 klien dengan skizofrenia 86% memiliki kualitas hidup yang buruk, skor terendah pada ranah psikologis dan ranah sosial. Dari penelitian di atas terlihat masih buruknya kualitas hidup klien skizofrenia. Ada banyak faktor yang berkaitan dengan rendahnya kualitas hidup klien skizofrenia seperti variabel demografis ( perceraian, jenis kelamin lakilaki, tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah) dan variabel klinis (Cardoso et al, 2005), variabel sosio-demografi dan klinis, dukungan sosial, tingkat keparahan gejala positif dan negatif, gejala depresi dan kecemasan, peristiwa stres, dan proses mengatasi stres (Caron et al, 2008 ), durasi penyakit yang tidak diobati, dan keparahan psikopatologi (Zahid & Ohaeri

5 2010). Jadi tampak bahwa berbagai faktor penyebab rendahnya kualitas hidup klien skizofrenia memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita skizofrenia masih belum pasti. Beberapa penelitian mengenai kualitas hidup skizofrenia mencoba mengidentifikasi sejumlah faktor penting yang mempengaruhi kualitas hidup diantaranya sosiodemografi, dukungan sosial, keparahan penyakit gejala depresi dan kecemasan, peristiwa stres serta proses mengatasi stres (Caron, 2008). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubbyana ( 2012) menemukan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup klien skizofrenia yakni aspek sosiodemografis, karakteristik klinis, stresor dan proses koping, dukungan sosial serta keparahan simptom. Faktor faktor tersebut memiliki peranan penting terhadap kualitas hidup klien skizofrenia. Umumnya variabel demografi tertentu mempengaruhi kualitas hidup pada klien skizofrenia. Seperti penelitian penelitian yang dilakukan oleh Trompenenaars et al (2008) di Belanda menunjukan bahwa usia tua memiliki kualitas hidup lebih tinggi dari usia muda. Selain usia Skizofrenia banyak terjadi pada individu yang belum menikah dan memiliki kualitas hidup yang rendah, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Rao et al (2007) bahwa klien skizofrenia lebih banyak yang belum menikah. Kualitas hidup klien skizofrenia juga dipengaruhi oleh bagaimana pemilihan strategi yang efektif dalam menangani masalah. Strategi koping yang dilakukan oleh individu dengan skizofrenia dapat menentukan kualitas

6 hidup (McCabe, 2006). Jika individu berhasil mengubah situasi stres, sehingga mampu menyesuaikan diri maka memiliki kualitas hidup yang lebih baik (Caron dkk, 2005 dalam Rubbyana, 2012). Rudnick et al (2009) menyatakan bahwa koping yang adaptif berkaitan dengan domain kualitas hidup seperti aktif koping. Dengan koping efektif maka individu memiliki reinforcement positif untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Secara umum, dokter dan tenaga medis lain termasuk perawat jarang menggunakan strategi koping sebagai acuan dalam menentukan kualitas hidup klien. Santos (2010) Menyatakan tenaga medis lebih sering menjadikan penanda obyektif medis seperti gejala fisik, hasil laboratorium dan hasil radiologi sebagai acuan dalam menentukan kualitas hidup. Padahal menurut Danhauer et al (2009) bahwa strategi koping memainkan peran yang penting dalam menentukan kualitas hidup bila dibandingkan dengan faktor medis atau pengobatan. Ritsner ( 2003) menyatakan bahwa data mengenai hubungan antara penilaian kualitas hidup, gejala psikotik, dengan strategi koping yang digunakan oleh klien psikiatri yang masih langka dan kontroversial. Sehingga diperlukan data relevan mengenai hal tersebut. Klien skizofrenia juga termasuk makhluk sosial, strategi koping yang digunakan oleh penderita skizofrenia akan sangat dipengaruhi pula oleh dukungan lingkungan sekitarnya. Dukungan sosial merupakan kebutuhan yang harus dimiliki oleh klien skizofrenia agar dapat merasakan kasih sayang, menunjukkan eksistensinya di dalam anggota masyarakat hingga meningkatkan kualitas hidup ( Sharir et al, 2007). Dukungan sosial dapat

7 menjadi cara untuk meningkatkan derajat kesehatan serta kualitas hidup klien dengan skizofrenia (Huang et al, 2008). Oleh karena itu dukungan sosial penting untuk membangun kepribadian klien ketika menghadapi permasalahan atau tekanan yang menurut penderita sulit dihadapi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai hubungan antara dukungan sosial dan kualitas hidup pada klien dengan skizofrenia. Sebagai contoh Ruesch et al (2004) menemukan bahwa dukungan sosial adalah mediator terpenting dalam hubungan antara pekerjaan dan kualitas hidup. Hal senada juga diungkapkan oleh Sharir et al (2007) yang menunjukkan bahwa dukungan sosial secara signifikan berkorelasi dengan kualitas hidup. Selain itu, tingkat dukungan sosial dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup klien dengan skizofrenia dan mengurangi keparahan gejala kejiwaan (Lambert & Naber 2004). Dari beberapa penelitian di atas juga dapat dipahami bahwa dukungan sosial memiliki peranan penting bagi kualitas hidup. Pada umumnya domain dukungan sosial tertentu mempengaruhi kualitas hidup, namun beberapa penelitian mendapatkan hasil yang berbeda di setiap negara. Seperti penelitian yang dilakukan Hamaideh et al (2014) menunjukkan bahwa domain tertinggi kualitas hidup pada klien skizofrenia di Yordania adalah domain dukungan sosial, sumber tertinggi dukungan sosial yaitu dari teman karena klien didapati jarang berhubungan dekat dengan keluarga mereka sendiri maupun masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Namun hasil penelitian tersebut bertentangan dengan Galuppi et al (2010)

8 yang menemukan bahwa dimensi sosial adalah yang terendah diantara klien dengan skizofrenia dalam sampel klien Italia. Di Indonesia penelitian yang serupa dilakukan oleh Weny (2014 ) dimana Weny mengangkat bagaimana dukungan keluarga dapat mempengaruhi kualitas hidup klien skizofrenia. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dukungan keluarga instrumental memiliki nilai tertinggi untuk mempengaruhi kualitas hidupnya. Dukungan instrumental dimana keluarga memberi bantuan berupa tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk mendengarkan klien skizofrenia dalam menyampaikan perasaannya. Dukungan sosial bisa didapat klien dari berbagai bentuk. Weiss (1974) dalam Cutrona & Russell (1987) menjelaskan terdapat e nam bentuk dukungan sosial yang juga terdapat dalam konsep fungsi hubungan interpersonal. House (1981) dalam Peterson & Bredow (2004) dimana dukungan sosial juga bisa didapatkan klien dari keluarga, perawat, kader atau pemberi layanan kesehatan lainnya dalam bentuk dukungan instrumental. Sehingga perawat diharapkan mampu menjadi penghubung jaringan sosial klien, mempromosikan dan memperkuat dukungan sosial, termasuk meningkatkan kemampuan klien dalam penurunan kecemasan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup klien. Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang merupakan satu satunya rumah sakit jiwa yang ada di Provinsi Sumatera Barat yang merupakan rumah sakit tipe A yang merawat klien dengan gangguan jiwa dan Napza dan sebagai pusat rujukan klien gangguan jiwa serta pusat pengembangan keperawatan

9 jiwa di provinsi Sumatera Barat. Rumah Sakit ini merupakan salah satu rumah sakit pendidikan yang mendukung pengembangan dalam bidang penelitian. Berdasarkan data Rekam Medik, Skizofrenia menempati urutan pertama diagnosa medis baik untuk rawat inap maupun rawat jalan. Angka kunjungan ke Instalasi Rawat Jalan terus meningkat. Jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2012 adalah 24.575, tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 25.740, tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 26.970 dan tahun 2015 mengalami peningkatan lagi menjadi 33.160. Skizofrenia menempati urutan pertama diagnosis medis di Instalasi rawat jalan dengan 6.524 (25,3%) klien tahun 2013, meningkat menjadi 8.735 (32,3%) klien tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi 12.173 (36,7%) tahun 2015. Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada tanggal 9 April 2016 kepada 15 orang klien skizofrenia yang berkunjung ke Poliklinik mengatakan bahwa seluruhnya (100%) tidak memiliki pekerjaan diantaranya disebabkan karena penyakit yang dideritanya. 13 orang ( 87%) diantaranya laki - laki dan 9 orang (60%) diantaranya belum menikah. Pernyataan terhadap kualitas hidup didapatkan, 11 orang (73%) mengalami penurunan kesehatan fisik diantaranya gangguan pola tidur, sulit melakukan perawatan diri secara tepat dan merasa kurang bertenaga dalam melakukan aktifitas. 13 orang (87%) mengalami gangguan psikologis, diantaranya menyatakan hal negatif terhadap dirinya sendiri seperti merasa bersalah dengan kondisinya saat ini, kehilangan harapan dan sedih karena

10 banyak pandangan negatif dari masyarakat. 11 orang (73%) mengalami kesulitan dalam berhubungan sosial diantaranya disebabkan tidak mampu menjalin persahabatan, dan jarang mendapatkan bantuan jika dibutuhkan. Pernyataan terhadap dukungan sosial didapatkan, 9 orang (60%) jarang merasakan kasih sayang diantaranya merasa tidak diperhatikan dan sering dicuekin oleh keluarga. 12 orang (80% ) hanya menonton TV di kamar dan tidak bergabung dengan anggota keluarga lainnya. 5 orang (33%) jarang memiliki kesempatan mengasihi diantaranya tidak diperbolehkan bermain dan bercanda dengan saudara maupun anak tetangga. Pernyataan terhadap strategi koping didapatkan, 14 orang (93%) cenderung sulit mengontrol emosi jika permintaanya tidak dituruti. 14 orang (93%) menolak menyatakan dirinya bersalah dan selalu merasa dirinya paling benar sehingga tidak menerima jika dirinya menjadi penyebab timbulnya permasalahan baru. 3 orang (20%) memiliki riwayat penggunaan zat. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti berminat melakukan penelitian tentang hubungan dukungan sosial dan strategi koping dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang. B. Rumusan Masalah Peningkatan angka kejadian gangguan jiwa yang 90% diantaranya didominasi oleh skizofrenia dan dirawat di rumah sakit jiwa seluruh Indonesia, sedangkan Provinsi Sumatera Barat dengan prevalensi 1,9 permil mengalami skizofrenia. Klien dengan skizofrenia memiliki dampak negatif dalam fungsi

11 sosial dan interpersonal, pengambilan keputusan serta masalah baik fisik, psikologis, maupun sosial sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Berdasarkan penelitian terdahulu menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup klien skizofrenia yaitu aspek sosio demografis, karakteristik klinis, stresor dan proses koping, dukungan sosial, serta keparahan simptom. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah hubungan karakteristik individu, dukungan sosial dan strategi koping dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu, dukungan sosial dan strategi koping dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang..Tujuan Khusus a. Terurainya karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status pendididikan, status pekerjaan, status pernikahan dan pernah dirawat sebelumnya) klien Skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang b. Teridentifikasinya tingkat kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016.

12 c. Teridentifikasinya dukungan sosial yang dialami klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016. d. Teridentifikasinya strategi koping yang digunakan klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016. e. Teridentifikasinya hubungan karakteristik demografi klien skizofrenia dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016. f. Teridentifikasinya hubungan dukungan sosial klien skizofrenia dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016. g. Teridentifikasinya hubungan strategi koping dengan kualitas hidup klien skizofrenia di Unit Pelayanan Jiwa A RSJ HB Saanin Padang 2016. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rsj Prof. Hb Saanin Padang Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan kepada pihak RSJ. Prof. Hb Saanin Padang tentang bagaimana strategi yang paling efektif untuk memperkuat dukungan sosial dan strategi koping serta seperti apa kualitas hidup klien skizofrenia, sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

13 Hasil penelitian dapat memperkaya wawasan ilmu keperawatan dan sebagai masukan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Unand khususnya yang terkait dengan hubungan dukungan sosial dan strategi koping dengan kualitas hidup klien skizofrenia. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data masukan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian serta intervensi yang terkait dengan dukungan sosial dan strategi koping serta kualitas hidup klien skizofrenia. 4. Bagi masyarakat dan keluarga klien Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi pada masyarakat dan keluarga klien tentang upaya peningkatan kualitas hidup klien skizofrenia.