Jurnal THT - KL Vol.10, No.1, Januari - April 2017, hlm. 21-26 BENDA ASING KAWAT HALUS DI DALAM HIPOFARING (Laporan Kasus) Dimas Adityawardhana, Sri Herawati Juniati Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Hipofaring adalah bagian dari tenggorok yang berada di belakang laring dan di bawah orofaring. Hipofaring memiliki struktur memanjang mulai dari tulang hioid sampai kartilago krikoid. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas inferior adalah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra servikal. Hipofaring dibagi menjadi tiga bagian yaitu sinus piriformis lateral, dinding posterior laring dan daerah postkrikoid anterior. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah adalah valekula yang merupakan dua cengkungan yang terbentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula terdapat epiglotis yang berfungsi melindungi glotis ketika makanan atau minuman ditelan menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Pada saat lidah mendorong makanan ke hipofaring, otot krikofaring mengalami relaksasi hingga bolus makanan dapat masuk ke esofagus. 1,2 Benda asing hipofaring merupakan masalah yang sering dihadapi dalam bidang THT- KL. Sebuah benda asingyang tertelan dapat tertanam di daerah tonsil, dasar lidah, fossa piriformis atau esofagus bagian atas. Dalam beberapa kasus, benda asing hipofaring yang tajam dapat melubangi struktur di jaringan sekitar dan bermigrasi ke jaringan lunak leher, mempersulit deteksi dengan pemeriksaan yang menggunakan laringoskopi secara langsung. Dalam keadaan tersebut dapat terjadi komplikasi yang berpotensi menyebabkan morbiditas atau bahkan kematian terutama jika gagal untuk mengidentifikasi. 1,2 Meskipun jarang terjadi, benda asing hipofaring termasuk kasus yang harus segera dilakukan diagnosis dan penanganan yang tepat untuk menghindari komplikasi yang bisa terjadi. LAPORAN KASUS Pasien Ny. S perempuan berusia 42 tahun rujukan dari RSUD Jombang dengan keluhan merasa tertelan kawat saat makan tetel pada tanggal 11 April 2014 pukul 23.30. Pasien datang ke RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 12 April 2014 pukul 12.00. Berdasarkan anamnesis pasien merasa tidak yakin mengenai benda yang tertelan tersebut. Pasien merasa nyeri dan mengganjal di daerah leher sisi kanan dan mengaku sempat mencoba untuk dimuntahkan sendiri dengan memasukkan ujung sendok ke mulut tapi tidak berhasil. Sejak itu pasien tidak berani untuk makan dan minum. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pada laringoskopi indirek tidak tampak benda asing maupun lesi dan hiperemi pada mukosa. Pada hasil foto serviko-toraks AP/lateral di RSUD Jombang tanggal 12 April 2014 pukul 07.00 terdapat gambaran benda asing setinggi VC 4-5 dengan posisi melintang. Kemudian pasien difoto ulang di RSUD Dr. Soetomo pukul 13.00, didapatkan posisi benda tidak berubah. Kemudian pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan esofagoskopi dan eksplorasi. Sebelumnya pasien dilakukan edukasi mengenai tindakan dan resiko yang mungkin akan terjadi dan pihak keluarga setuju untuk dilakukan tindakan. Setelah mendapat persetujuan, pasien dilakukan persiapan operasi sebelum tindakan. Pasien dilakukan foto ulang pukul 20.15 sebelum naik OK dan didapat benda asing tidak berubah posisi. Dilakukan esofagoskopi dan eksplorasi pukul 20.45 dengan anestesi umum menggunakan 21
Benda Asing Kawat... (Dimas Adityawardhana, Sri Herawati Juniati) esofagoskop rigid dewasa ukuran 11x14x50 cm dengan teleskop. Pada eksplorasi didapatkan lesi pada daerah introitus esofagus sekitar 14 cm dari deret gigi atas jam 8 dan krikofaring di 15 cm dari deret gigi atas. Dilanjutkan eksplorasi dan tidak didapatkan benda asing hingga 25 cm dari deret gigi atas. Dilakukan insersi ulang untuk evaluasi kembali tetapi benda asing tetap tidak nampak hingga 40 cm dari deret gigi atas. Mukosa esofagus normal dan esofagoskopi dihentikan. Dilakukan MSCT kepala leher tanggal 13 April 2014 pukul 12.00 di IRD didapatkan benda asing berdensitas logam melintang berada di daerah VC 4-5 dan dilakukan esofagoskopi eksplorasi kedua pada pukul 14.00. Pada esofagoskopi dengan teleskop tidak ditemukan benda asing, namun didapatkan lesi keputihan di daerah krikofaring jam 8. Eksplorasi dilanjutkan sampai ke daerah kardia sejauh 40 cm dari deret gigi atas dan esofagoskopi dihentikan. Pasien kembali diobservasi ke ROI dan dilakukan foto servikal AP/lateral ulang pukul 15.00 dan didapatkan benda asing tidak berubah posisi dari semula. Gambar 1. Foto servikal AP/lateral tanggal 12/4/2013 pukul 13.00, benda asing berada di VC 4-5 Dilakukan laringoskopi direk dengan laringoskop milik anestesi untuk mengevaluasi daerah orofaring dan hipofaring. Tidak ditemukan lesi maupun hiperemi di daerah orofaring namun ditemukan lesi jam 8 sepanjang 2 cm di daerah hipofaring. Pasien dipindahkan ke Ruang Observasi Intensif (ROI) untuk observasi 2 jam pasca tindakan dan dilakukan foto ulang servikal AP/lateral tanggal 13 April 2014 pukul 02.00. Didapat posisi benda asing masih berada di VC 4-5 dan direncanakan foto rontgen MSCT kepala leher sebelum dilakukan esofagoskopi ulang. Gambar 2. Foto servikal AP/lateral tanggal 13/4/2014 pukul 02.00, benda asing masih berada di VC 4-5 Gambar 3. Foto rontgen MSCT Kepala leher tanggal 13/4/2014, pukul 12.00 benda asing masih berada di VC 4-5 Pasien dievaluasi hingga keadaan umum membaik dan dipindah ke ruang THT-KL RSUD Dr. Soetomo. Pasien merasa masih nyeri tenggorok saat menelan ludah dan mengganjal seperti tertusuk di leher kanan. Tidak didapatkan keluhan nyeri dada maupun panas badan. Pasien mendapat terapi infus D5 ½ NS 50 cc, injeksi Ceftriaxone 2x500mg, injeksi Metamizole 3x150 mg, injeksi Ranitidin 2x15 mg dan diet cair per oral. Pasien direncanakan esofagoskopi elektif dengan panduan C-arm beserta kemungkinan pendekatan secara eksternal pada tanggal 17 April 2014. Namun pasien saat itu menolak dengan alasan ingin pulang terlebih dahulu untuk mengurus BPJS. Pasien pulang paksa pada tanggal 13 April 2014 dan dijadwalkan kembali untuk MRS tanggal 16 April 2014. Tiga hari kemudian (16 April 2014) pasien MRS kembali di ruang THT-KL dengan keluhan yang masih sama dan dikonsulkan kembali ke anestesi untuk persiapan operasi. Dilakukan edukasi mengenai tindakan esofagoskopi dengan 22
Jurnal THT - KL Vol.10, No.1, Januari - April 2017, hlm. 21-26 panduan C-arm dan kemungkinan dilakukan pendekatan secara eksternal bila tidak berhasil dengan pendekatan internal. Pasien dan keluarga setuju untuk dilakukan tindakan dengan segala resiko. Pada tanggal 17 April 2014, dilakukan esofagoskopi ketiga di OK Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) pukul 09.00 untuk ekstraksi dan eksplorasi dengan anestesi umum menggunakan esofagoskop rigid dewasa ukuran 11x14x50 cm dengan bantuan C-arm. Benda asing masih tidak terlihat di krikofaring. Didapatkan lesi daerah krikofaring pada 16 cm dari deret gigi atas pukul 8. Dari gambaran C-arm didapat benda asing berada di hipofaring. Esofagoskop dilepas dan dipasang kleinsasser ukuran dewasa dan konfirmasi posisi benda asing oleh operator C-arm. Dilakukan orientasi posisi lidah dengan bantuan C- arm hingga didapatkan posisi benda asing dan selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan menggunakan forsep biopsi. Karena posisi benda yang sudah masuk ke dalam mukosa hipofaring, dilakukan insisi sepanjang 1 cm untuk memperluas lapangan ekstraksi. Dilakukan ekstraksi dengan forsep biopsi dan benda asing berhasil dikeluarkan dengan dua kali ekstraksi. Didapat benda asing berupa kawat halus terpisah secara dua bagian sepanjang 1 cm dan 0,5 cm. Dilakukan kontrol perdarahan pasca ekstraksi. Pasien kemudian dipasang nasogastric tube pada hidung kanan dan diobservasi selama 3 hari. Pasien direncanakan evaluasi dengan Fiber Optic Laryngoscope (FOL)di poli THT-KL. \ Gambar 4. Benda asing berupa kawat halus sepanjang 1 cm dan 0,5 cm Pasien dievaluasi dengan FOL di poli THT-KL pada tanggal 21 April 2014 dan didapat lesi keputihan pada daerah krikofaring sepanjang 1 cm pada jam 8, luka tertutup baik dan tidak didapatkan hiperemi. Pasien dites makan dan minum, tidak ada keluhan nyeri menelan pada tenggorok dan rasa mengganjal seperti tertusuk di leher kanan. Nasogastric tube dilepas dan pasien dipulangkan. PEMBAHASAN Benda asing dalam hipofaring adalah kasus yang umum ditemukan dalam bidang THT- KL. Benda asing yang sering ditemukan berkaitan dengan berbagai macam ukuran, bentuk dan lokasi, secara umum meliputi potongan daging, tulang, gigi palsu, uang logam, atau jarum pentul. Sebagian besar benda asing berukuran kecil dapat melewati sepanjang saluran pencernaan secara spontan. 3,4 Keluhan yang ditimbulkan setelah tertelan benda asing hipofaring berdasar dari benda asing yang tertelan. Kebanyakan keluhan berupa rasa nyeri saat menelan, dan mengganjal di tenggorok hingga berkurangnya nafsu makan karena pasien yang merasa takut untuk mencoba makan minum menyebabkan penurunan berat badan. Gejala dari benda asing hipofaring berupa nyeri menelan, nyeri retrosternal dan nyeri kontraksi leher. Selain itu terkadang ditemukan gejala lain seperti banyak mengeluarkan air liur, sulit menelan, suara parau dan sesak. 5,6 Pada pasien ini didapatkan rasa nyeri di tenggorok dan mengganjal di leher kanan yang menetap setiap makan dan minum disebabkan oleh benda asing yang diduga kawat masih terasa di tenggorok. Benda asing yang memiliki bagian yang tajam dapat mengakibatkan komplikasi yang berpotensi menyebabkan perforasi dari faring dan migrasi ke jaringan sekitar yang dapat diperantarai dengan proses menelan, batuk, serta melemahnya otot dinding faring akibat proses peradangan lokal. Komplikasi yang dapat terjadi dari perforasi hipofaring bagian atas meliputi abses retrofaring, mediastinitis, dan fistulaesofagoarterial. Pada komplikasi yang lebih jauh dapat menyebabkan terjadinya bau tidak sedap dari mulut sebagai 23
Benda Asing Kawat... (Dimas Adityawardhana, Sri Herawati Juniati) pertanda terbentuknya abses dari benda asing tersebut yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Proses ini diikuti oleh gejala peningkatan suhu tubuh, krepitasi leher, dan pembengkakan leher yang merupakan tanda-tanda dari komplikasi. Dalam kasus ini tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi bakteri yang jelas seperti abses. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien adalah perempuan sehat dalam arti tidak ada riwayat penyakit sistemik (diabetes mellitus, TBC, hipertensi) yang sedikit-banyak akan mempengaruhi keadaan umum pasien. 5,6 Diagnosis berdasar pada anamnesis dan gejala. Di samping itu diperlukan pemeriksaan penunjang berupa laringoskopi indirek, foto polo sleher AP/lateral, foto toraks, CT-scan, dan endoskopi dengan alat endoskopi rigid atau fleksibel. Masing-masing diagnostik penunjang memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagian besar benda asing hipofaring terdeteksi oleh pemeriksaan laringoskopi indirek dan dapat dilakukan ekstraksi dengan anestesi lokal. Pada pasien ini, benda asing tidak didapatkan dengan pemeriksaan laringoskopi indirek hingga diperlukan pemeriksaan diagnostik lanjutan berupa foto servikal AP/lateral dan MSCT. 7 Foto radiologi polos memiliki manfaat mengevaluasi jaringan yang lebih lunak dan mendeteksi dugaan komplikasi pada jaringan lunak leher, mediastinum dan prevertebral. CT-scan leher dianggap sebagai modalitas pencitraan yang paling akurat untuk mendiagnosis keberadaan setiap benda asing dan lebih unggul dari radiografi polos. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas sinar X polos untuk mendeteksi benda asing berkisar antara 23,5% hingga 100%, sedangkan dengan CT-scan memiliki sensitivitas lebih dari 90% hingga 100%. Beberapa peneliti merekomendasikan penggunaannya dalam kasus yang rumit, sementara para ahli lainnya menganjurkan bahwa CT-scan harus dilakukan pada semua kasus yang dicurigai benda asing yang tidak dapat dideteksi melalui laringoskopi indirek. Dalam kasus ini, MSCT adalah metode diagnostik pilihan, karena benda asing dapat dideteksi di dalam jaringan posterior faring. 8,9 Pada benda asing bersifat radio-opak, dilakukan x-foto jaringan lunak leher lateral. Foto jaringan lunak leher sangat membantu dalam mendeteksi jenis dan lokasi benda asing, tunggal atau multiple atau ada tidaknya komplikasi seperti pneumotoraks, emfisema kutis dan abses. Foto juga sangat berperan mendeteksi kondisi fisik benda asing, misalnya tajam, halus, besar atau kecil yang berguna untuk menentukan metode dan alat yang tepat untuk ekstraksi benda asing. Pada benda asing yang tidak bersifat radio-opak dan berukuran kecil (duri ikan, potongan tulang, isi staples), umumnya tidak dapat dideteksi dengan foto polos hingga sebaiknya dilakukan x-foto esofagus dengan zat kontras barium. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan x-foto dengan kontras barium. 10,11 Pada pasien ini dilakukan foto servikal berulang kali untuk mengevaluasi posisi benda asing serta memastikan posisi benda tetap berada di posisi semula atau berpindah tempat. Di samping itu untuk mendeteksi apakah benda tersebut berpindah posisi oleh karena tindakan esofagoskopi (iatrogenik) atau bukan. Posisi benda asing tidak berubah setelah dilakukan esofagoskopi eksplorasi sebanyak dua kali. Hal ini menguatkan dugaan bahwa benda asing kemungkinan besar masuk ke dalam mukosa. Selain itu ditemukan bekas lesi berwarna keputihan daerah krikofaring yang diduga adalah lokasi masuknya benda asing ke dalam mukosa. Evaluasi dengan foto servikal secara simultan cukup penting untuk mendeteksi kemungkinan benda tersebut turun ke saluran makanan bawah atau tidak hingga tindakan selanjutnya dapat ditentukan. 10 Manajemen klinis dampak benda asing di hipofaring dan esofagus bagian atas berfokus pada mempertahankan jalan napas, menghilangkan benda asing, dan mencegah komplikasi. Pada kasus ini dilakukan esofagoskopi yang bertujuan menegakkan diagnosis dan terapi. Esofagoskopi dapat dikerjakan dengan esofagoskop rigid atau fleksibel menggunakan alat Transanasal Esofagoscopy (TNE) dan masing-masing alat memiliki keunggulan serta bersifat saling melengkapi. Esofagoskopi rigid memiliki keunggulan hal ekstraksi benda asing maupun tindakan biopsi, sedangkan pada TNE memiliki keunggulan dari segi visualisasi untuk tindakan 24
Jurnal THT - KL Vol.10, No.1, Januari - April 2017, hlm. 21-26 diagnostik. Pada esofagoskopi rigid memiliki resiko komplikasi sekitar 50% dari seluruh tindakan, meliputi aspirasi, oversedasi, hipoventilasi dan sumbatan jalan nafas, sedangkan pada TNE resiko tersebut dapat diminimalisir. 11,12 Pada kasus ini, pasien dilakukan pendekatan secara internal dengan esofagoskopi rigid. Pada esofagoskopi pertama menggunakan teleskop namun kondisi teleskop kurang baik hingga sulit dilakukan eksplorasi. Pada esofagoskopi kedua menggunakan teleskop yang lebih baik tetapi benda asing tetap tidak tampak saat eksplorasi dan diputuskan untuk digunakan C- arm di IRD, namun saat itu alat rusak dan tidak dapat digunakan. Pada esofagoskopi ketiga menggunakan panduan C-arm di GBPT dan dilakukan insisi kecil pada daerah posterior faring serta ekstraksi benda asing menggunakan forsep biopsi. Saat evaluasi tidak didapatkan tanda-tanda komplikasi. Prosedur bedah dengan eksplorasi leher merupakan sebuah pendekatan alternatif bila pendekatan secara internal tidak berhasil atau bila timbul komplikasi. Sebuah diagnosis yang tepat dan intervensi terapi awal diperlukan untuk meminimalkan tindakan yang bersifat invasif hingga menghindari tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 13,14 laringoskopi indirek dan ekstraksi secara lokal. Pada kasus yang lain dilakukan dengan pendekatan anestesi umum apabila posisi benda asing terlalu dekat di daerah krikofaring dan pada pasien yang kurang kooperatif. Pada kasus ini dilakukan esofagoskopi dengan panduan C-arm untuk mengevaluasi posisi benda asing dan memastikan kemungkinan jika benda asing sebagian bermigrasi dan tertanam. Pada kasus ini dapat diambil sebagai pelajaran adalah: 1. Perlunya pemeriksaan radiologis secara simultan untuk evaluasi posisi benda asing sebelum dan setelah tindakan. 2. Selalu menggunakan teleskop saat eksplorasi. 3. Pemeriksaan dengan C-arm pada kasus ini disarankan mengingat sulitnya menentukan posisi yang tepat untuk dilakukan ekstraksi. 4. Pada kasus ini sebisa mungkin dilakukan ekstraksi secara minimal invasive dengan pendekatan internal untuk menghindari komplikasi dan tindakan bedah sebagai alternatif. RINGKASAN Telah dilaporkan kasus benda asing hipofaring berupa kawat halus yang pada awalnya sulit untuk dideteksi. Pada esofagoskopi dan eksplorasi dengan teleskop, benda asing hampir tidak terlihat karena posisinya yang telah masuk ke dalam jaringan lunak hipofaring. Pada kasus ini, telah dilakukan foto berulang kali sebelum serta sesudah tindakan dan didapatkan masih tetap pada posisi semula. Kemudian diputuskan untuk dilakukan esofagoskopi ekplorasi dengan panduan C-arm dan dilakukan ekstraksi melalui pendekatan internal dengan melakukan insisi kecil pada daerah lesi. Benda asing berhasil dikeluarkan. Gambar 5. C-arm 13 Pada kasus ini ditangani dengan cara yang bervariasi. Ekstraksi benda asing hipofaring umumnya dilakukan dengan pendekatan panduan 25
Benda Asing Kawat... (Dimas Adityawardhana, Sri Herawati Juniati) DAFTAR PUSTAKA 1. Frank H. Netter, MD. Pharynx: Median Section and Pharynx: Opened Posterior View. In: Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Section 1 Head and Neck;2006.p.63, 66. 2. Joshi AS. Pharynx Anatomy, 2011. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/19 49347-overview#showall Accessed: October 26th, 2014. 3. Feled C, Smith M, Handler J, Gilliam M, Foreign Body in Throat, 2013. Available from: http://http://www.ncemi.org/cse/cse0313. htm. Accessed October 19th, 2014. 4. Panigrahi R, Sarangi TR, Behera SK, Biswal RN. Unusual foreign body in throat. Indian Journal Otolaringology Head and Neck Surgery; 2007:59.p.384-5. 5. Karol C, Slobodan M, Jovancevic L. Complicated hypopharyngeal perforation caused by a foreign body. Medicinski pregled; 2007; 60.p. 391-6. 6. Mehta AK, Panwar SS, Verma RK. Retropharyngeal foreign body. Medical Journal Armed Force India; 2004; 60.p.390-1. In: Wetmore RF, ed. Pediatric otolaryngology-the requisites in pediatrics. Philadelphia: Mosby Inc, 2007;.p. 163-7. 10. Chee LW, Sethi DS. Diagnostic and therapeutic approach to migrating foreign bodies. The Annals of otology, rhinology, and laryngology; 1999;108.p.177-80. 11. Herawati S. Esofagoskopi rigid. Dalam Herawati S, eds Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL: Esofagus ed. 2. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR, 2013. hal. 113-25. 12. Elluru RG, Wilging JP. Endoscopy of the pharynx and esophagus. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey PH,eds. Cummings Otolaryngology-Head and Neck Surgery4th ed. Vol 1. Philadelphia: Elsevier Mosby /inc, 2005; p.1825-34. 13. Bhatt C, Reddy NV, Reddy TN.Removal of sub-mucosal foreign body (metal wire) from the pharynx using image intensifier. The Journal of Laryngology and Otology; 2003;117.p. 902-4. 14. Chiu HS, Chung CH.Management of foreign bodies in throat: an emergency department s perspective. Hongkong Journal Emergency Medicine; 2002 vol 9:3.p.126-9. 7. Murthy PSN, Bipin TV, Ranjit R, Murty KD, George V, Mathew KJ. Extraluminal migration of swallowed foreign body into the neck. AmericanJournal of Otolaryngology; 1995; 16.p.213-5. 8. Freidman EM, Calzada G. Caustic ingestion and foreign bodies in the aerodigestive tract. In: Bailey BJ, Calhoun KH, Healy GB, Johnson JT, Jackler RK, Pillsbury HC, et al. Head and neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams abd Wilkins, 2006;.p. 925-40. 9. Samadi DS. Foreign bodies of the upper aerodigestove tract and caustic ingestion. 26