KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan) Qoriana Maulani 1, Jakarta 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email : qorianamaulani@gmail.com Abstrak Wilayah Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di wilayah tropis sering terjadi fenomena cuaca ektrem. Kejadian hujan lebat yang sering terjadi di Indonesia dan memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat termasuk fenomena cuaca ekstrem. Hujan lebat terjadi di wilayah Tanjungpandan pada tanggal 28 Desember 2013 dengan curah hujan diatas 100 mm akan menjadi obyek penelitian ini. Dalam penelitian hujan lebat ini menggunakan data TRMM, data reanalysis ECMWF, data satelit MT-SAT dan data observasi permukaan Stasiun Meteorologi Tanjungpandan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa pada kejadian hujan lebat terlihat dari pola angin terjadi konvergensi di lapisan 850 700 mb dan divergensi di lapisan 500 mb di sekitar wilayah Tanjungpandan, nilai kelembapan relatif cukup tinggi berkisar antara 60 100 % dan pola tutupan awan yang mendukung untuk terjadinya hujan lebat serta nilai suhu puncak awan rendah mencapai -80.4 C dan kondisi atmosfer yang bersifat labil ditunjukkan oleh nilai indeks stabilitas. Satelit TRMM tidak dapat menggambarkan dengan baik curah hujan yang terjadi di Tanjungpandan sesuai dengan data observasi. Kata kunci : Cuaca ekstrem, Hujan lebat Abstract Indonesian as one of the countries which are in the tropics frequent extreme weather phenomena. Heavy rain events that often occur in Indonesia and has an impact on people's lives including extreme weather phenomena. Heavy rains occurred in the Tanjungpandan on December 28, 2013, with rainfall above 100 mm would be the object of this study. In heavy rain study using the TRMM data, ECMWF reanalysis data, MT-SAT satellite and surface observation data Tanjungpandan Meteorological Station. Based on the results of the analysis showed that the incidence of heavy rainfall seen from the wind patterns converge in layers 850-700 mb and divergence in layers of 500 mb around the area Tanjungpandan, the value of the relative humidity is quite high ranging between 60-100% and patterns of cloud cover support for the occurrence of heavy rain and low clouds peak temperature values reach -80.4 C and unstable atmospheric conditions that are indicated by the index value stability. TRMM satellite can not describe with good rainfall occurs in accordance with observation data Tanjungpandan Keywords : Extreme weather, Heavy rain 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan wilayah dengan karakteristik cuaca dan iklim yang unik. Sebagai salah satu wilayah negara di daerah tropis, Indonesia berpotensi terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat. Kejadian hujan lebat dengan curah hujan tinggi yang berasal dari proses konvektif dapat berdampak pada terjadinya banjir di beberapa wilayah Indonesia (Tjasyono, 2007). Kejadian hujan lebat biasanya disebabkan oleh adanya curah hujan yang turun dengan intensitas tinggi ditambah 1
dengan keadaan topografi suatu wilayah, luasan daerah serapan air, system drainase dan kebiasaan masyarakat (Suyono dkk, 2009). Wilayah Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di wilayah tropis sering terjadi fenomena cuaca ektrem. Kejadian hujan lebat yang sering terjadi di Indonesia dan memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat termasuk fenomena cuaca ekstrem. Telah terjadi hujan lebat di wilayah Tanjungpandan dengan curah hujan lebih dari 100 mm pada tanggal 28 Desember 2013. Berdasarkan hasil observasi di Stasiun Meteorologi Tanjungpandan, tercatat bahwa curah hujan 152 mm. Menurut BMKG hujan yang turun dengan intensitas lebih besar sama dengan 50 mm per hari tergolong kondisi cuaca ekstrem. Maka pada penelitian ini akan membahas tentang penyebab terjadinya hujan ekstrem di Tanjungpandan pada tanggal 28 Desember 2013 dengan menganalisis dari berbagai parameter. Selain itu kajian tentang hujan lebat khususnya di wilayah Tanjungpandan juga belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Untuk menganalisis studi kasus dari kejadian hujan lebat ini, maka perlu kiranya dilakukan kajian pemanfaatan data pendukung parameter meteorologi berupa data yang diambil dari citra satelit, data unsur cuaca permukaan, dan data reanalysis. 2. DATA DAN METODE Beberapa data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut : 1. Data citra satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) tanggal 28 Desember 2013 yang tersedia secara online pada situs : http://disc2.nascom.nasa.gov/giovanni/t ovas/realtime.3b42rt.2.shtml 2. Data citra satelit MTSAT (Multi Functional Transport Satellite) citra IR format *.z tanggal 28 Desember 2013 yang diperoleh dari Sub Bidang Citra Satelit BMKG. 3. Data reanalysis ECMWF (European Center for Medium Range Weather Forecasts) berupa relative humidity, U component of wind, V component of wind, tiap enam jam yang tersedia secara online pada situs : http://apps.ecmwf.int/datasets/data/inter im_full_daily/ pada tanggal 28 Desember 2013. 4. Data pengamatan udara permukaan berupa: curah hujan, suhu udara, dan kelembapan udara dari Stasiun Meteorologi Tanjungpandan pada saat kejadian hujan lebat tanggal 28 Desember 2013. Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Data-data tersebut di atas kemudian dikumpulkan lalu diolah melalui software khusus yang telah disiapkan. Pengolahan data reanalysis ECMWF (Khrisnamurti dkk, 2006) menggunakan software GrADS guna memetakan kondisi regional. Data satelit MTSAT citra IR diolah menggunakan software SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis) melalui program GMSLPW untuk melihat kondisi awan yang terjadi serta parameter lain yang mendukung adanya pertumbuhan awan. Dan yang terakhir adalah pembuatan grafik dari data pengamatan sinoptik menggunakan software Microsoft Excel. 2
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Stasiun Meteorologi Tanjungpandan mencatat bahwa telah terjadi hujan lebat disertai guntur yang berlangsung secara terusmenerus pada tanggal 28 Desember 2013 dimulai jam 12.00 UTC hingga jam 00.00 UTC di hari berikutnya. Total curah hujan pada periode tersebut mencapai sebesar 152 mm. Pada pengukuran curah hujan jam 15.00 UTC menunjukan angka 86 mm, pada pengukuran tiga jam berikutnya jam 18.00 UTC curah hujan bertambah sebesar 43 mm dan pengukuran jam 21.00 UTC curah hujan bertambah sebesar 10 mm. Selanjutnya pada pengukuran jam 00.00 UTC tanggal 29 Desember 2013, curah hujan menjadi sebesar 152 mm. Menurut data sinoptik, curah hujan tertinggi terjadi antara jam 15.00 UTC hingga jam 18.00 UTC dengan jumlah curah hujan sebesar 86.0 mm dan 43.0 mm. Namun terlihat pada gambar citra satelit TRMM jam 15.00 UTC menunjukkan hujan di atas wilayah pulau Belitung hanya berkisar antara 45.0 mm hingga 52.0 mm sedangkan hujan pada jam 18.00 UTC hanya berkisar antara 32.0 mm hingga 39.0 mm. Hal ini menunjukkan bahwa citra satelit TRMM dapat mengestimasi curah hujan yang terjadi di Tanjungpandan namun curah hujan yang ditangkap oleh citra satelit TRMM masih tidak sesuai dengan data pengamatan curah hujan yang sebenarnya. b. Streamline Berdasarkan data streamline di lapisan 850 mb yang dihasilkan dari data reanalysis ECMWF. Gambar 2. Grafik Curah Hujan Tiga Jam Tanggal 28 Desember 2013 (mm) a. Satelit TRMM Hasil pengolahan data satelit TRMM pada saat kejadian hujan lebat tanggal 28 Desember 2013 di Tanjungpandan. Gambar 4. Pola angin lapisan 850 mb (knot) Pola angin yang terjadi di lapisan 850 mb menggambarkan adanya belokan angin yang terjadi di lapisan 850 mb pada jam 00.00 UTC, 06.00 UTC dan 12.00 UTC menyebabkan mengumpulnya massa udara dan mendukung pertumbuhan awan di Tanjungpandan. Angin bertiup dengan kecepatan 10 15 knot pada jam 00.00 UTC dari arah tenggara. Kecepatan angin melambat menjadi 5 10 knot dengan arah dari tenggara pada jam 06.00, 12.00 dan 18.00 UTC sehingga mulai terjadi konvergen pada lapisan 850 mb. Hal ini menggambarkan terjadinya konvergensi pada lapisan 850 mb yang juga mendukung terbentuknya awan konvektif dan cenderung menyebabkan hujan lebat. Gambar 3. Citra Satelit TRMM (mm) 3
Gambar 5. Pola angin lapisan 700 mb (knot) Pola angin yang terjadi pada lapisan 700 mb menggambarkan adanya belokan angin yang bertiup dari arah timur dengan kecepatan 10 15 knot pada jam 00.00 UTC, belokan angin juga terjadi pada jam 06.00 UTC dengan kecepatan sebesar 5 10 knot yang menunjukkan terjadinya konvergensi. Kecepatan angin melambat pada jam 12.00 UTC dan 18.00 UTC sebesar 5 10 knot dari arah timur. Hal ini menunjukkan adanya pengumpulan massa udara yang dapat membentuk awan. Gambar 7. Kelembapan udara lapisan 850 mb (%) Kelembapan udara di lapisan 700 mb menunjukkan pada jam 00.00 UTC, 12.00 UTC dan 18.00 UTC kelembapan udara berkisar antara 70% hingga 95% ini menunjukkan kandungan air di lapisan ini lembab. Kelembapan udara terendah terjadi pada jam 06.00 UTC sebesar 60% hingga 70%. Gambar 8. Kelembapan udara lapisan 700 mb (%) Gambar 6. Pola angin lapisan 500 mb (knot) Pola angin yang terjadi pada lapisan 500 mb menggambarkan secara umum pola angin yang terjadi membentuk divergensi dengan kecepatan angin sebesar 15 20 knot dari arah tenggara pada jam 00.00 UTC hingga 18.00 UTC. c. Kelembapan Udara Kelembapan udara pada lapisan 850 mb di Tanjungpandan pada tanggal 28 Desember 2013. Nilai kelembapan udara pada lapisan ini berkisar antara 80% hingga 100%, hal ini menunjukkan tingginya kandungan uap air yang mendukung pembentukan awan konvektif di Tanjungpandan. Nilai yang ditunjukkan pada gambar 9 merupakan kelembapan udara di lapisan 500 mb. Kandungan uap air di lapisan ini masih bersifat lembab yang ditunjukkan dengan nilai kelembapan udara sebesar 70% hingga 90%. Sehingga medukung untuk terjadinya petumbuhan awan awan konvektif. Gambar 9. Kelembapan udara lapisan 500 mb (%) 4
d. Citra Satelit MT-SAT Dari citra satelit IR pada gambar 9 dapat dilihat bahwa di wilayah Tanjungpandan tertutup awan mulai dari jam 00.00 UTC hingga jam 23.00 UTC dan terus berkembang dan apabila dilihat dari jam ke jam luasan awan tersebut terus bertambah dan semakin tebal di mana konsentrasi awan yang paling lebat terlihat pada periode jam 15.00 UTC hingga jam 21.00 UTC. Gambar 10. Citra Satelit kanal IR Gambar 11. Suhu Puncak Awan ( C) Pada tanggal 28 Desember 2013, suhu puncak awan mulai dari jam 08.00 UTC terus meningkat yang ditunjukan pada grafik gambar 10. Nilai suhu puncak awan di wilayah Tanjungpandan berkisar antara -20 C hingga -80.4 C. Dari data observasi Stasiun Meteorologi Tanjungpandan, hujan disertai thunderstorm (TS) terjadi pada jam 12.00 UTC hingga jam 15.00 UTC namun hujan masih terjadi hingga jam 21.00 UTC tetapi tidak disertai dengan thunderstorm. Nilai suhu puncak awan mulai mengalami peningkatan yang besar pada jam 14.00 UTC dan mengalami puncak tertinggi 5
sebesar -80.4 C pada jam 17.00 UTC. Kemudian nilai suhu puncak awan mulai mengalami penurunan seiring dengan penurunan curah hujan yang terjadi pada jam selanjutnya. Awan yang meliputi wilayah Tanjungpandan pada saat terjadi hujan adalah awan Cumulonimbus (CB) karena suhu puncak awan menunjukan di bawah -60 C. e. Indeks Stabilitas Indeks stabilitas digunakan untuk mengetahui kondisi stabilitas atmosfer yang berkaitan dengan lapisan atas. Informasi indeks stabilitas dapat menjelaskan dengan baik tentang ketidakstabilan kondisi cuaca suatu wilayah. Dalam penelitian ini nilai indeks stabilitas yang digunakan berasal dari pengolahan model GMSPLW dengan data citra satelit MT-SAT. Indeks stabilitas yang biasa digunakan dalam memprakirakan atau menganalisa kejadian cuaca buruk antara lain Showalter Index, K index, SWEAT Index, Convective Available Potensial Energy (CAPE). Nilai indeks stabilitas terlihat pada gambar 12 bahwa nilai SI sebesar -0,5ºC hingga -1,1ºC dimana nilai SI tersebut masuk pada kategori kedua. Kondisi atmosfer di wilayah Tanjungpandan menunjukkan Unstable (TS Probably) sehingga kondisi atmosfernya cukup labil yang mendukung adanya pertumbuhan awan sehingga berpotensi terjadi badai guntur dan hujan. Nilai K-Indeks dari gambar diatas sebesar 34,5ºC hingga 35,3ºC yang termasuk dalam kategori konvektifitas tinggi. Dari nilai tersebut maka kondisi atmosfer di Tanjungpandan cukup labil sehingga mendukung terjadinya badai guntur dan hujan. Terlihat pada gambar 4.30 nilai CAPE sebesar 536 J/kg hingga 670 J/kg nilai ini termasuk dalam kategori tidak stabil namun konvektif lemah. 4.KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, didapatkan kesimpulan bahwa pada saat kejadian hujan lebat pola angin menunjukan adanya daerah konvergensi di lapisan 850 mb 700 mb serta divergensi di lapisan 500 mb sehingga terjadi pertemuan massa udara di lapisan bawah yang memaksa udara naik ke atas di wilayah Tanjungpandan. Nilai kelembapan udara pada lapisan 850 mb berkisar antara 80-100 %, pada lapisan 700 mb berkisar antara 60-95%, pada lapisan 500 mb berkisar antara 70-90%. Hal ini menunjukkan kandungan uap air di atmosfer bersifat lembab atau basah, sehingga mengindikasikan terjadinya pembentukan awan konvektif yang dapat menyebabkan hujan lebat dan badai petir. Suhu puncak awan mencapai -80.4 C yang mengakibatkan hujan yang sangat lebat terjadi. Semakin rendah suhu puncak awan, semakin tinggi potensi hujan yang dihasilkan. Pola tutupan awan terdiri dari awan konvektif Cumulonimbus. Nilai SI berkisar antara - 0,1 C hingga -1,3 C, nilai KI berkisar antara 34,5 C hingga 36,3 C. Sehingga kondisi atmosfernya cukup labil dan terjadi konvektifitas yang mendukung adanya pertumbuhan awan yang berpotensi terjadi hujan dan badai guntur. Satelit TRMM tidak dapat menggambarkan dengan baik curah hujan yang terjadi di Tanjungpandan sesuai dengan data observasi karena satelit TRMM menggambarkan hujan rata-rata pada wilayah tersebut. Gambar 12. Indeks Stabilitas 6
DAFTAR PUSTAKA BMKG. 2010. Keputusan No.009 Tentang Prosedur Standart Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi cuaca ekstrim. BMKG: Jakarta. Fadholi, A. 2014. Kajian Meteorologi Terkait Hujan Lebat di Pulau Bangka Tanggal 28-29 Desember 2013, Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan. Harsa, H., Linarka, U.A., Kurniawan, R., dan Noviati, S. 2011. Pemanfaatan SATAID Untuk Analisa Banjir dan Angin Puting Beliung: Studi Kasus Jakarta dan Yogyakarta, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol.2, no. 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Marpaung, D. 2014. Kajian Hujan Ekstrim Menggunakan SATAID di Batam (Studi Kasus Tanggal 30 Januari 2011, 13 Maret 2012, 3 Desember 2013, 11 Januari 2014), Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan. Suyono, H., Satyaning, A., Boer, R., Agus, P., Ribudiyanto, K., Supiatna, J., Subarna, Leni, Linarka, U., Satyaningsih, R., Noviati, S., Kumalawati, R. 2009. Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia Jakarta: Puslitbang BMKG Tjasyono, B., Juaeni, I., dan Harijono, S. W. B. 2007. Proses Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika. Vol. 8 No. 2. Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K. 2010. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 7