BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL DAMPAK PENAHANAN PADA TINGKAT PENYIDIKAN TERHADAP KEJIWAAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

SKRIPSI DAMPAK PENAHANAN PADA TINGKAT PENYIDIKAN TERHADAP KEJIWAAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

berlandaskan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang Indonesia harus taat dan patuh terhadap hukum yang ada di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari tingginya angka kelahiran yang harus menjadi perhatian serius untuk memberikan kebutuhan, perlindungan, dan kesejahteraan kepada anak-anak. Anak membutuhkan perhatian khusus pada masa-masa perkembangannya yang pada masa perkembangan seorang anak dengan mudah mempelajari apa yang mereka lihat dan dengarkan dari lingkungan terintimnya yaitu keluarga. Keluarga merupakan kelompok masyarakat yang terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak yang akan mempengaruhi perilakunya. 1 Anak juga merupakan pribadi-sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Hanya dalam komunikasi dan relasi dengan orang lain (guru, pendidik, pengasuh, orang tua, anggota keluarga, kawan sebaya, kelompoknya, dan lain-lain) seorang anak dapat berkembang menuju kedewasaan. 2 1 Nashriana, S.H., M.Hum., Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2011, hlm. 40. 2 DR. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Mandar Maju, Bandung: 1999, hlm. 43.

2 Anak manusia kodratnya adalah makhluk sosial dapat dibuktikan pula bahwa ketidakberdayaannya (terutama pada usia bayi dan kanak-kanak) menuntut adanya perlindungan dan bantuan. Anak selalu membutuhkan tuntunan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia yang bulat paripurna. 3 Perhatian terhadap anak sudah lama sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari ke hari semakin berkembang. Anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental, dan spritualnya secara maksimal. 4 Anak merupakan harapan bagi orang tua, bangsa, dan negara karena mereka yang nantinya menjadi penerus bangsa. Mengingat besarnya harapan terhadap anak, maka pantas jika hak hidup yang dimiliki oleh seorang Anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya harus dijamin, tidak hanya oleh orangtua tetapi juga oleh negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amademen Keempat bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 5 Anak Indonesia dalam arti luas merupakan generasi penerus bangsa Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun negara dan bangsa Indonesia. Anak merupakan subyek dan obyek pembangunan. 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Lembaran Negara Nomor 3 Pasal 1 angka 1 mengatur bahwa Anak adalah orang yang dalam perkara 3 ibid 4 Darwin Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 2003, hlm. 4. 5 Undang-Undang Dasar 1945, Giri Ilmu, Solo, hlm. 19. 6 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta: 1985, hlm. 123.

3 Anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan) belas tahun dan belum pernah kawin. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Bukan hanya pengertian anak yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, hak-hak anak juga telah diatur secara universal dengan disahkannya Konvensi Hak Anak oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan telah diratifikasi oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Dalam substansi Konvensi Hak Anak melingkupi segenap hak yang secara tradisional melekat atau dimiliki anak sebagai manusia dan hak-hak anak sebagai anak yang memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. 7 Materi hukum mengenai hak yang melekat secara tradisional dikelompokkan dalam empat kategori yaitu hak terhadap kelangsungan hidup, hak terhadap perlindungan, hak untuk tumbuh kembang, dan hak untuk berpartisipasi. 8 Banyak peraturan perundang-undangan yang memuat tentang hak-hak anak, namun tetap banyak anak di Indonesia yang masih mengalami penindasan dan ketidaksejahteraan, sehingga anak-anak berpotensi meningkatkan kenakalan anak. Mencari sebab anak melakukan kenakalan akan sangat membantu dalam memberi masukan tentang apa yang sebaiknya diberikan terhadap anak 7 Muhammad Joni, S.H dan Zulchaina Z. Tanamas S.H., Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 1999, hlm. 34. 8 Muhammad Joni, S.H dan Zulchaina Z. Tanamas S.H., Ibid. hlm. 35.

4 yang telah melakukan kenakalan. Artinya, berbicara tentang kenakalan anak tidak terlepas dari faktor-faktor pendorong atau motivasi sehingga seorang anak melakukan kenakalan, dan pada akhirnya dapat menentukan kebutuhan apa yang diperlukan oleh seorang anak dalam memberi reaksi atas kenakalannya. 9 Motivasi anak menjadi nakal dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik sangat berkaitan dengan pribadi dan tumbuh kembangnya seorang anak seperti faktor intelegensi, faktor umur, faktor kelamin, dan faktor kedudukan si anak dalam keluarga. Hal yang menjadi motivasi ektrinsik lebih berkaitan dengan lingkungan tumbuh kembang si Anak yang mempengaruhi kehidupan sosialnya, termasuk diantaranya adalah faktor lingkungan rumah tangga anak dibesarkan, faktor lingkungan pergaulan anak, dan faktor media massa yang banyak tidak mendidik. Tidak adanya penanganan dari buruknya faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi perkembangan anak dan terutama kejiwaannya, dan tidak dapat dihindari bahwa anak dapat melakukan tindak pidana yang juga dilakukan oleh orang dewasa. Dalam hal ini bukan tidak mungkin seorang anak dapat berhadapan dengan hukum atas tindak pidana yang dilakukan oleh dirinya. Yang harus diperhatikan disini yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh anak berkaitan dengan persoalan kedewasaan yang belum dicapai. Kedewasaan berintikan tanggung jawab. 10 Unsur kedewasaan merupakan salah satu unsur pemidanaan yang penting untuk menentukan subjek hukum 9 Nashriana, S.H., M.Hum., Op. cit. hlm. 35. 10 Drs. B. Simandjuntak, S.H., Dasar-Dasar Psychologi-Kriminil, Tarsito, Bandung: 1975, hlm. 101.

5 pidana. Suatu perkara dapat diproses dan diadili secara hukum apabila pelakunya mampu dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukannya. 11 Anak merupakan individu yang belum dapat menyadari secara penuh atas tindakan dan/atau perbuatan yang dilakukannya, sehingga belum mampu mempertanggungjawabkan tindakannya termasuk tindakan yang menyimpang dan/atau melanggar hukum, ini disebabkan karena anak merupakan individu yang belum matang dalam berpikir dan bertindak. Tanpa disadari, anak yang berhadapan dengan hukum tentu saja menimbulkan dampak psikologis yang hebat bagi anak yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan mental dan jiwa dari si Anak tersebut. Dengan memperlakukan anak sama dengan orang dewasa sangat dikhawatirkan si Anak akan dengan cepat meniru perlakuan dari orang-orang yang ada di dekatnya. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak untuk mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan. Anak yang melakukan tindak pidana dikenal sebagai Anak nakal. Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak. Menghadapi dan menanggulanggi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas, karena itu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah mengatur secara spesifik 11 Drs. Bunadi Hidayat, S.H., M.H., Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, PT Alumni, Bandung: 2014, hlm. 33.

6 terkait dengan sanksi yang dapat diberikan terhadap Anak yang melakukan perbuatan pidana. Menjatuhkan penahanan terhadap anak adalah upaya hukum yang bersifat ultimum remedium yang artinya penahanan terhadap anak merupakan upaya terakhir setelah tidak ada lagi upaya lain yang dapat menguntungkan untuk si anak. Penahanan terhadap anak harus memperhatikan pengaturan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa: 1. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat. 2. Alasan penahanan harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. 3. Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan dewasa. Untuk memperbandingkan dengan Undang-Undang Pengadilan Anak, penahanan terhadap seorang anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Bab III Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) bahwa: 1. Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. 2. Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. 3. Syarat penahanan harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Pengaturan terhadap penahanan terhadap anak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jauh lebih baik

7 dibandingkan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Apabila ditelusuri, alasan utama pengganti undang-undang tersebut dikarenakan Undang-Undang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat karena secara komprehensif belum memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum. 12 Yang lebih penting untuk diperhatikan yaitu kejiwaan anak tersebut bila ditempatkan di rumah tahanan untuk penyidikan. Anak harus terpisah oleh orangtuanya dan bertemu hingga beradaptasi dengan orang baru. Berada dalam situasi seperti itu bukan tidak mungkin kejiwaan seorang anak akan sangat terganggu, untuk itu diperlukan perhatian khusus untuk anak pada saat penyidikan. Berdasarkan uraian tersebut dengan membatasi penelitian di Kota Yogyakarta, maka penulis menulis skripsi dengan judul dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan Rumusan Masalah: bagaimana dampak penahanan di tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah, tujuan dari penelitian ini yaitu : untuk mengetahui dampak dari penahanan di tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. 12 Dr. Lilik Muladi, S.H., M.H. dalam Seminar Nasional Menyongsong Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Seraut Wajah Terhadap Eksistensi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak: Normatif, Praktik, dan Permasalahannya, Penyelenggara Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta bekerjasama dengan YPKK DIY, LP3NI, dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, 26 Maret 2013.

8 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Obyektif Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta dampak pelaksanaan hukum terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana dan pentingannya melihat kejiwaan anak yang ditahan. 2. Manfaat Subyektif a. Bagi penyidik Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penegak hukum khususnya Penyidik POLRI untuk mempertimbangkan dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. b. Bagi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. c. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan kepada masyarakat lebih memahami memberikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak agar anak tidak melakukan perbuatan melanggar hukum sehingga harus berhadapan dengan sistem peradilan, maka masyarakat diharapkan peka dan bekerja

9 sama memberikan pendidikan sejak dini terhadap anak tentang berperilaku sesuai norma yang ada didalam masyarakat. d. Bagi penulis Hasil penelitian diharapkan dapat lebih memperdalam pengetahuan penulis mengenai dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. E. Keaslian Penelitian Penulisan hukum ini merupakan hasil karya penulis, dan bukan merupakan duplikasi atau plagiasi dari karya penulis lain. Penelitian yang penulis teliti berjudul Dampak Penahanan Pada Tingkat Penyidikan Terhadap Kejiwaan Anak belum pernah ditulis sebelumnya. Letak kekhususannya adalah untuk mengetahui dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. Adapun judul penulis yang mirip adalah : 1. Stefi Pritasari, Nomor Mahasiswa 070509644, Fakultas Hukum Tahun 2013, Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak Dalam Proses Penyidikan. Tujuan dari penelitian hukum adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap tersangka anak dalam proses penyidikan serta hambatan yang dihadapi Kepolisian dalam memberikan perlindungan hukum terhadap tersangka anak dalam proses penyidikan. Hasil penelitian adalah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak Penyidik meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan (BAPAS) dan apabila perlu juga

10 dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.serta faktor yang menjadi hambatan yaitu datang dari pihak Penyidik antaranya kurangnya profesionalisme, pengetahuan dan pengalaman Penyidik, dan pihak tersangka anak yang tidak mau diajak bekerja sama karena keadaan psikologi anak yang tertekan. 2. Enid Yustiono Barkah, Nomor 040508656, Fakultas Hukum Tahun 2010, Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Perlakuan Dan Kendala Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Proses Peradilan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami jaminan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses peradilan serta faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses peradilan. Hasil penelitian adalah perlindungan yang diberikan kepada anak sebagai pelaku tindak pidana yaitu pengembalian kepada orang tua masing-masing tanpa perlu melalui proses persidangan. Faktor kendala yang dihadapi dalam proses peradilan terhadap anak pelaku tindak pidana yaitu dalam proses penyidikan, anak bersikap diam dan tidak adanya pendampingan dari psikolog anak pada waktu penyidikan. Dalam proses penuntutan, kurangnya profesionalisme, pengetahuan dan pengalaman. Dan dalam proses peradilan, kurangnya sarana dan prasarana untuk melakukan persidangan anak.

11 3. Yohanes Eko Saputro, Nomor Mahasiswa 040508701, Fakultas Hukum Tahun 2010, Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Penyidikan Terhadap Anak Pelaku Perbuatan Cabul Di Wilayah Hukum Poltabes Yogyakarta. Tujuan dari penelitian hukum adalah untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan terhadap anak pelaku perbuatan cabul di wilayah hukum poltabes Yogyakarta serta kendala yang dihadapi penyidik dalam melakukan penyidikan. Hasil penelitian adalah dalam proses penyidikan terhadap anak, penyidik harus merahasiakan data yang berkaitan dengan anak tersebut, hal ini untuk upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak dan hak anak sebagai tersangka diperhatikan serta tidak ada penekanan. Kendala yang dihadapi yaitu anak tidak mau memberiakn keterangan di karenakan anak merasa asing terhadap penyidik dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa anak. Berbeda dengan ketiga hasil penelitian di atas, penelitian penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. Penelitian ini berbeda dengan ketiga penelitian di atas dapat dilihat bahwa peneliti juga membahas mengenai kejiwaan anak, adanya dampak dari penahanan pada tingkat penyidikan pastinya akan mempengaruhi kejiwaan seorang anak yang seharusnya anak masih harus dalam perlindungan orang tuanya dan tingkah laku seorang anak yang belum dewasa harusnya menjadi tanggungjawab kedua orangtuanya. Apapun pelanggaran maupun tindakan

12 yang dilakukan seorang belum seharusnya anak tersebut bertanggungjawab. F. Batasan Konsep 1. Dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. 2. Penahanan menurut Pasal 1 angka21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 3. Penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 1 Angka 1 Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981 adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 4. Kejiwaan yaitu tingkat kecerdasan, sifat dan perilaku, serta kepribadian seperti emosi, adaptasi, dan minatnya terhadap sesuatu. 5. Anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997adalah adalah orang yang dalam perkara Anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

13 Dengan demikian yang dimaksud dengan dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif dari penempatan tersangka di tempat tertentu oleh penyidikuntuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi yang mempengaruhi sifat dan perilaku, serta kepribadian dalam perkara Anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif dan dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan berkaitan dengan permasalahan hukum yang diteliti. 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder atau bahan hukum sebagai data utama, yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer Sumber data yang berupa peraturan perundang-undangan, berupa: 1) Undang-Undang Dasar 1945 Bab Pasal 28B Ayat (2) tentang hak anak atas hidup, tumbuh, berkembang, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

14 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 tentang pengertian penyidik, Pasal 1 angka 2 tentang pengertian penyidikan, Pasal 1 angka 3 tentang penyidik pembantu, Pasal 1 angka 4 tentang pengertian penyelidik, Pasal 1 angka 5 tentang pengertian penyelidikan, Pasal 1 ayat 21 tentang pengertian penahanan, Bab IV Penyidik Dan Penuntut Umum Pasal 4 tentang pejabat yang dapat menjadi penyelidik, Pasal 5 tentang wewenang dan tindakan penyelidik, Pasal 6 tentang pejabat yang dapat menjadi penyidik, Pasal 7 tentang wewenang penyidik, Pasal 8 tentang tugas penyidik, Pasal 9 tentang penyelidik dan penyidik mempunyai wewenang dan tugas masing-masing sesuai di daerah hukum di mana ia diangkat,pasal 10 tentang pejabat yang dapat menjadi penyidik pembantu, Pasal 11 tentang wewenang penyidik pembantu, Pasal 12 tentang tugas penyidik pembantu, Bab V Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah, Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Pasal 20 tentang tujuan penahanan, Pasal 21 tentang syarat-syarat penahanan, Pasal 22 tentang jenis penahanan, Pasal 23 ayat (1) tentang penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan, dan Pasal 24 tentang jangka waktu penahanan yang diberikan oleh penyidik. 3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 tentang pengertian anak, Pasal 1

15 angka 2 tentang pengertian anak nakal, Pasal 1 angka 4 tentang pengertian penahanan, Bab V Acara Pengadilan Anak Pasal 41 tentang pejabat yang melakukan penyidikan terhadap Anak nakal beserta syarat-syarat dan tugas penyidik, Pasal 42 tentang proses pemeriksaan terhadap Anak nakal, Pasal 44 tentang tujuan penahanan terhadap Anak nakal beserta jangka waktu penahanannya, dan Pasal 45 tentang syaratsyarat penahanan. 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2002 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 tentang pengertian Anak, Bab III Hak Dan Kewajiban Anak Pasal 4 tentang hak anak untuk hidup dan tumbuh, Pasal 10 tentang hak anak untuk menyatakan dan didengarkan pendapatnya, Pasal 11 tentang hak anak untuk memanfaatkan waktu luang dan bergaul dengan teman sebaya, Pasal 13 tentang hak anak dalam pengasuhan orangtua atau walinya berhak mendapatkan perlindungan dari perilaku ketidakadilan, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, Pasal 14 tentang hak anak untuk diasuh oleh orangtuanya kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah untuk memisahkan anak dengan orangtuanya, Pasal 15 tentang hak anak mendapat perlindungan dari penyalahgunaan dan pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, Pasal 16 tentang hak anak untuk memperoleh perlindungan dari penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi termasuk penangkapan dan penahanan merupakan upaya

16 hukum yang terakhir, Pasal 17 tentang hak anak yang dirampas kebebasannya untuk diperlakukan secara manusiawi dan memperoleh bantuan hukum serta keadilan, dan Pasal 18 tentang Anak yang menjadi pelaku tindak pidana berhak mendapat bantuan hukum. 5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Lembaran Negara Nomor 153 Tahun 2012 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, Bab II Diversi Pasal 13, Bab III Acara Peradilan Pidana Anak Pasal 32. 6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Bab II Syarat Kepangkatan dan Pengangkatan Penyidik Pasal 2 tentang syarat dan pengangkatan penyidik dan Pasal 3 tentang syarat dan pengangkatan penyidik pembantu. b. Bahan hukum sekunder Sumber data berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku dan website yang berhubungan dengan dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. c. Bahan hukum tersier, yaitu merupakan Kamus Besar Bahasa Indonesia 3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara: 1) Studi kepustakaan, adalah dengan mempelajari, membaca, memahami perundang-undangan, buku-buku, pendapat hukum, dan website yang

17 berhubungan dengan permasalahan tentang dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. 2) Wawancara Wawancara dilakukan kepada narasumber, yaitu: 4. Analisis bahan hukum Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisis kualitatif. Yang dimaksud dengan analisis kualitatif adalah analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif. Analisis ini menggunakan beberapa tahap yaitu: 1) Deskripsi hukum positif, adalah proses memaparkan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. 2) Sistematika hukum positif, dilakukan untuk menganalisasi hukum positif, yaitu secara vertikal dan secara horizontal. Secara vertikal dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28B bahwa Anak memiliki hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 20 ayat (1) bahwa penahanan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 44 ayat (1) bahwa Anak dapat ditahanan untuk kepentingan penyidikan dan penyidik karena kewenangannya. Secara vertikal tidak ada sinkronisasi. Sistematisasi ini menggunakan prinsip

18 penalaran hukum derogasi yaitu menolak suatu aturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Dalam hal ini terdapat antinomi atau konflik hukum, sehingga diperoleh asas hukum yaitu asas Lex superior derogat legi inferiori, artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B telah ada sinkronisai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4 yaitu Anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sistematisasi ini menggunakan prinsip penalaran hukum secara subsumsi yaitu adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan aturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah. Sistematisasi secara horizontal terdapat antinomi atau konflik hukum antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 24 ayat (2) yang mengkaji tentang jangka waktu perpanjangan penahanan pada tingkat penyidik adalah empat puluh hari, sedangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 44 ayat (3) mengkaji jangka waktu perpanjangan penahanan terhadap anak di tingkat penyidikan adalah 10 hari. Secra sistematisasi horizontal, prinsip penalaran hukum yang digunakan adalah prinsip penalaran non kontradiksi, yaitu tidak boleh menyatakan ada tidaknya suatu kewajiban dikaitkan dengan situasi yang sama. Asas hukum yaitu asas Lex spesialis derogate legi generalis, artinya

19 peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyisihkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum. Dalam menggunakan asas ini tingkatan kedua perundang-undangan ini harus sama. Maka dari itu ditemukan aturan hukum yang berlaku sebagai dasar hukum apabila menyangkut permasalahan tentang hukum acara anak, maka peraturan yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997. 3) Interpretasi hukum digunakan untuk memperoleh kejelasan terhadap suatu masalah yang diteliti, yaitu dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. Interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Interpretasi hukum gramatikal, yaitu mengartikan suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. b) Interpretasi hukum sistematis, yaitu terjadi suatu undang-undang selalu berkaitan dan berhubungan dengan peraturan perundangundangan lain, dan tidak ada undang-undang yang berdiri sendiri atau lepas sama sekali dari keseluruhan perundang-undangan. c) Interprestasi hukum teleologis, yaitu setiap interprestasi pada dasarnya teleologis adalah makna undang-undang ini ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. 13 Selanjutnya adalah menilai hukum positif sehingga dapat diketahui nilai-nilai yang terkandung 13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta: 1985, hlm. 55.

20 dalam peraturan-peraturan hukum positif yang terkait mengenai dampak penahanan pada tingkat penyidikan serta dampak penahanan terhadap kejiwaan anak, yaitu nilai kepentingan yang terbaik bagi anak. Yang dimaksud dengan kepentingan yang terbaik untuk anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Dengan membandingkan antara bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder untuk memperoleh sinkronisasi atau perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku dan website, sehingga diperoleh data tentang dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. Penarikan kesimpulan dengan deduktif yaitu penarikan kesimpulan yang bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui, diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus. Dalam hal ini yang umum berupa peraturan perundangundangan mengenai Hukum Acara Pidana, Pengadilan Anak, dan Perlindungan Anak ke hal-hal yang khusus yaitu dampak penahanan di tingkat penyidikan mempengaruhi kejiwaan anak.

21 H. Sistematika Penulisan Hukum BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Metode Penelitian yang diuraikan tentang jenis penelitian, narasumber, serta metode analisis data. BAB II : PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang: A. Dampak penahanan pada tingkat penyidikan yang meliputi: pengertian dampak, pengertian penyidikan, tugas dan wewenang penyidik, tujuan penyidikan, dan dampak dari penyidikan. B. Penahanan dan kejiwaan anak yang meliputi: pengertian penahanan, pihak yang berwenang menahan, tujuan penahanan, syarat penahanan, serta jangka waktu penahanan. Pengertian kejiwaan, kaitan kejiwaan dengan ilmu kejiwaan, ilmu kejiwaan terhadap anak, pengertian anak, hak-hak anak, pengaruh kejiwaan anak dengan penahanan. C. Hasil penelitian tentang dampak penahanan pada tingkat penyidikan terhadap kejiwaan anak. BAB III : PENUTUP Bab ini berisi jawaban dari rumusan masalah yang berupa kesimpulan dan saran. Bagian akhir penulisan hukum ini terdiri

22 dari daftar pustaka, peraturan-peraturan hukum yang terkait serta lampiran-lampiran yang dipakai dan berkaitan dengan penulisan hukum ini.