BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

DUKUNGAN DENGAN BEBAN KELUARGA MENGIKUTI REGIMEN TERAPEUTIK ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB III KERANGKA PENELITIAN. pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Di dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

HUBUNGAN PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN PENGENDALIAN DIRI PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif dan delirium (Purba,dkk, 2010). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu, berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien (Purba,dkk, 2010). Keberadaan klien halusinasi dengan prilakunya yang cukup beragam di dalam keluarga menimbulkan stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarganya karena keluarga merupakan suatu sistem dan akan menimbulkan masalah atau beban bagi keluarganya (Ngadiran, 2006). Perilaku pasien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya apakah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, penglihatan, penghidu, pengecapan, perabaan dan sinestetik.

Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut secara nyata. Sama halnya seperti seseorang yang mendengarkan siaran ramalan cuaca dan tidak lagi meragukan orang berbicara tentang ramalan tersebut. Ketidakmampuannya untuk mempersepsikan stimulus secara nyata dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Sangat penting untuk memberi kesempatan klien menjelaskan tentang halusinsi yang dialaminya secara leluasa. Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara tentang halusinsi, karena dengan percakapan halusinasi dapat menjadi indicator sejauhmana gejala psikotik pasien di atasi. (Purba,dkk, 2010). Pasien yang mengalami halusinasi juga membutuhkan dukungan dari keluarga. Fungsi dan tugas keluarga adalah pendewasaan kepribadian dari para anggota keluarga, pelindung dan pemberi keamanan bagi anggota keluarga, fungsi sosialisasi yaitu kemampuan untuk mengadakan hubungan antar anggota keluarga dengan keluarga lain/ masyarakat (Suliswati,dkk, 2005). Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat

sulit.oleh karena itu perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan jiwa dirumah ( Fitria, 2009). Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010). Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan masalah halusinasi mempunyai tuntutan pengorbanan ekonomi, sosial dan psikologis yang telah lebih besar daripada yang normal. Dukungan keluarga pada klien halusinasi dapat diwujudkan dengan adanya upaya perawatan keluarga pada klien halusinasi ini berkaitan erat dengan masalah yang dihadapi oleh klien itu sendiri. Dukungan keluarga terhadap klien halusinasi sangat penting dilakukan dalam upaya peningkatan status kesehatan klien halusinasi. Klien bisa semangat dan termotivasi sehingga menjadikan kehidupan klien halusinasi lebih berharga dan berarti serta bermakna bagi keluarganya, dan klien halusinasi akan merasakan bahwa dirinya masih sangat dibutuhkan oleh orang lain khususnya oleh keluarga dimana klien halusinasi tersebut tinggal (House dan kahn, 1985 dalam friedman, 2010).

Bila penderita tidak dirawat di institusi rumah sakit, keluarga sangat dibutuhkan untuk menjamin pemberian obat di rumah. Salah satu anggota keluarga harus dapat melakukan hal tersebut dengan baik, juga untuk membawa penderita pada pemeriksaan lanjutan (Depkes RI, 1995). Dengan demikian penatalaksanaan regimen terapeutik keluarga sangat diperlukan untuk masalah klien dengan halusinasi ini. Keluarga menghadapi situasi penuh stress dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stress ini diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatan, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga dalam krisis psikologis. Keberadaan stres seperti halnya terjadi pada individu, begitupun dalam sebuah keluarga pada awalnya membantu keluarga untuk memobilisasi sumbersumbernya dan untuk bekerja guna memecahkan masalah. Stres menyebabkan keseimbangan antara keadaan stabil menjadi berbahaya atau terancam; pada kasus ini anggota keluarga pada awalnya mengluarkan banyak upaya untuk mendapatkan kembali keseimbangan dalam keluarga. Akan tetapi, jika upaya awal untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan mengalami kegagalan, stres akan meningkat. Seringkali suatu stressor pada awalnya mempengaruhi individu, diikuti dengan sebuah subsistem keluarga terpengaruh (ripple effect).

Walaupun stres dapat dialami oleh semua subsistem, setiap subsistem dapat mentoleransi dan menangani stres secara berbeda. Ketidakmampuan satu anggota keluarga secara signifikan mempengaruhi keluarga dan fungsinya, sebagaimana perilaku dan anggota keluarga secara simultan mempengaruhi perjalanan dan karakteristik ketidakmampuan. Berdasarkan asumsi timbal balik, jelas bahwa ketidakmampuan seseorang sangat mempengaruhi perkembangan keluarga dan juga anggota keluarga, terutama anggota keluarga yang tidak mampu. Seringkali ketika suatu keluarga terlambat dalam memenuhi tugas perkembangannya keluarganya, terdapat interaksi antara tuntutan atau stressor situasional dalam keluarga secara berlebih. Bertambahnya stres keluarga yang diciptakan oleh adanya kedua jenis stressor sering kali menghasilkan rendahnya fungsi keluarga, sementara tugas perkembangan keluarga menjadi terganggu atau terhambat. Ketika suatu keluarga yang salah satu anggota keluarganya memiliki ketidakmampuan, misalnya salah satu anggota keluarga mengalami halusinasi, membandingkan tugas perkembangan keluarga yang ideal dalam tahap siklus kehidupan keluarga dengan perilaku aktual keluarga akan sangat berguna. Perbandingan ini berguna dalam mengevaluasi kemungkinan dampak dari ketidakmapuan pada keluarga. Regimen terapeutik merupakan suatu cara terapeutik yang dapat menyembuhkan klien halusinasi. Pengobatan dapat berupa terapi pengobatan yang diberikan pada pasien halusinasi. Dalam regimen terapeutik ini juga dibutuhkan peran serta keluarga sebagai pendukung.

Dari hasil penelitian Rahmadhani Pane (2007), menunjukkan mayoritas keluarga telah memberikan dukungan psikososial efektif (40%) yang terdiri dari dukungan informasional (60%), dukungan penilaian (31,1%), dukungan instrumental (55,6%), dan dukungan emosional (11,1%). Tetapi dalam penelitian ini tidak diteliti tentang bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan proses penyembuhan pasien gangguan halusinasi melalui pengobatan. Dari hasil survey awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa daerah Propinsi Sumatera Utara, didapat data jumlah penderita gangguan jiwa dengan halusinasi pada tahun 2011 dimulai dari bulan Januari 2011 sebanyak 32 orang, Februari sebanyak 251, Maret sebanyak 282 orang, April sebanyak 259 orang, Mei sebanyak 254 orang, Juni sebanyak 270 orang, Juli sebanyak 266 orang, Agustus sebanyak 289 orang, dan September sebanyak 301 orang sebagai perbandimgan pada tahun 2010 terdapat data jumlah penderita halusinasi 2.585 orang yang dirawat inap, sedangakan dari data 3 bulan terakhir pasien yang kontrol obat di poliklinik jiwa berjumlah 334orang. Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan.

2. Perumusan masalah Berdasarkan dari latar belakang yang peneliti paparkan dapat dirumuskan permasalahan penelitian tentang bagaimanakah hubungan antara dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan? 3. Tujuan Penelitian 3.1. Tujuan Umum Mengidentifikasi Hubungan dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan. 3.2. Tujuan Khusus 3.2.1 Mengidentifikasi dukungan keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan. 3.2.2 Mengidentifikasi beban keluarga dalam mengikuti regimen terapeutik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan. 3.2.3 Mengidentifikasi tentang hubungan dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Propsu Medan.

4. Manfaat Penelitian 4.1. Praktik Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dasar untuk perawat dalam melakukan intervensi keperawatan kepada keluarga dan bertujuan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi. 4.2. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan pengetahuan bagi perawat mengenai hubungan antara dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan. 4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal tentang penelitian adanya hubungan antara dukungan dengan beban keluarga dalam mengikuti regimen terapetik pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi di RSJ Daerah Pemprovsu Medan. sehingga penellitian yang dilakukan selanjutnya dapat menigkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada keluarga dan klien. 4.4. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Sehingga meningkatkan motivasi pada keluarga untuk meningkatkan dukungan keluarga pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi dalam mengikuti regimen terapeutik.