BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Karena dalam pengertian di atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERIAN NAMA JALAN DAN TEMPAT-TEMPAT UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

KEMACETAN LALULINTAS PADA RUAS JALAN VETERAN KOTA BREBES

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dapat salah satu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa peristiwa diwaktu yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

PERENCANAAN TRANSPORTASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. 2.2. Pengertian Kemacetan Lalu lintas Kemacetan lalu lintas terjadi bila ditinjau dari tingkat pelayanan jalan yaitu pada kondisi lalu lintas mulai tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. Pada kondisi ini nisbah volume-kapasitas lebih besar atau sama dengan 0,80 (V C > 0,80) jika tingkat pelayanan sudah mencapai E aliran lalu lintas menjadi tidak stabil sehingga terjadilah tundaan berat yang disebut dengan kemacetan lalu lintas (Nahdalina,1998:105). Untuk ruas jalan perkotaan, apabila perbandingan volume per kapasitas menunjukkan angka di atas 0,85 sudah dikategorikan tidak ideal lagi yang secara

9 fisik dilapangan dijumpai dalam bentuk permasalahan kemacetan lalu lintas. Jadi kemacetan adalah turunnya tingkat kelancaran arus lalu lintas pada jalan yang ada dan sangat mempengaruhi para pelaku perjalanan, baik yang menggunakan angkutan umum maupun angkutan pribadi, hal ini berdampak pada ketidaknyamanan serta menambah waktu perjalanan dan biaya operasional bagi pelaku perjalan. Kemacetan mulai terjadi jika arus lalu lintas mendekati besaran kapasitas jalan. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat (Tamin,2000:99). Lalu lintas tergantung kepada kapasitas jalan, banyaknya lalu lintas yang ingin bergerak tetapi kalau kapasitas jalan tidak bisa menampung maka lalu lintas yang ada akan terhambat dan akan mengalir sesuai dengan kapasitas jaringan jalan maksimum (Sinulingga,1999:70). Jadi faktor yang mempengaruhi kemacetan adalah besarnya volume arus lalu lintas dan besarnya kapasitas jalan yang dilalui. 2.3. Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan). Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, jalan khusus

10 adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan : a. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. b. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan. c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. 2.4. Pengertian Jalan Kota Segmen jalan kota adalah jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 selalu digolongkan dalam kelompok ini, jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 juga dikelompokkan dalam golongan ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus (MKJI,1997:5-3). 2.5. Pengertian Arus Lalu lintas Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik pada jalan persatuan waktu.

11 Dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu lintas Harian Rata rata Tahunan ) (MKJI, 1997:1-7). 2.6. Guna Lahan dan Interaksinya dengan Transportasi Guna lahan untuk fasilitas transportasi cenderung mendekati jalur pergerakan barang dan orang, sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat dijangkau dari kawasan permukiman dan tempat kerja. Fasilitas pendidikan cenderung berlokasi pada lokasi yang mudah dijangkau (Chapin,1979:80). Secara umum jenis guna lahan suatu kota ada 4 jenis, yaitu: permukiman, jaringan transportasi, kegiatan industri/komersial, dan fasilitas layanan umum (Chapin, 1979:120). Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat dinamis dan kompleks, interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan sebaliknya. Didalam kaitan ini Black menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan serta moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan lahan di atasnya, sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981:99). Untuk menjelaskan interaksi yang terjadi, Mejer menunjukkan kerangka sistem interaksi guna lahan dan transportasi. Perkembangan guna lahan akan membangkitkan arus pergerakan, selain itu perubahan tersebut akan mempengaruhi pula pola persebaran dan pola permintaan pergerakan. Sebagai

12 konsekuensi dari perubahan tersebut adalah adanya kebutuhan sistem jaringan dan prasarana transportasi. Sebaliknya konsekuensi dari adanya peningkatan penyediaan sistem jaringan serta sarana transportasi akan membangkitkan arus pergerakan baru, (Meyer dan Meler, 1984:63) seperti terlihat pada Gambar 2.1. Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black dalam Tamin, 2000:32). Pola penyebaran tata guna lahan dapat diprediksikan sebagai berikut: a. Intensitas (tingkat penggunaan) lahan: semakin berkurang/rendah, dengan semakin jauh jaraknya dari pusat kota. AKSESIBILITAS SISTEM AKTIFITAS SISTEM TRANSPORTASI Keputusan berlokasi oleh lembaga /individu Keputusan pemilihan lintas pergerakan Pola guna lahan Kebutuhan sarana dan prasarana transportasi Perkembangan lahan Penambahan prasarana dan saranan transportasi Sumber: Meyer dan Meler, 1984 Gambar 3.1 Interaksi tata guna lahan dengan transportasi

13 b. Kepadatan (banyak kegiatan/jenis kegiatan): semakin berkurang/sedikit atau homogen, semakin jauh jarak kegiatan tersebut dari pusat kota. Kajian-kajian dalam perencanaan transportasi : 1. Bangkitan Perjalanan (Trip Generation). Bangkitan perjalanan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah perjalanan/pergerakan/lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu Zona (kawasan) persatuan waktu. Dari pengertian tersebut, maka bangkitan perjalanan merupakan tahap pemodelan transportasi yang bertugas untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona/kawasan/petak lahan dan jumlah perjalanan yang datang/tertarik ke suatu zona pada masa yang akan datang persatuan waktu. Dalam prosesnya dianalisis secara terpisah menjadi 2 bagian yaitu: 1. Produksi Perjalanan/Perjalanan yang di hasilkan (Trip Production). 2. Penarik perjalanan/ Perjalanan yang tertarik (Trip Atraction). 2. Sebaran Perjalanan (Trip Distribution). Sebaran perjalanan merupakan jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar kebanyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah perjalanan/ yang datang engumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal (Fidel Miro, 2002:150). 2.7. Jaringan Jalan Menurut UU No.38 tahun 2004 Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan jalan sekunder, yaitu :

14 a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan, yaitu : a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalanmasuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkuta setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan kedalam jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa, yaitu :

15 a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. b. Jalan propinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis propinsi. c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada jalan nasional dan propinsi yang menghubungkan ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, dengan pusat kegiatan lokal. d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota. e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman dalam desa, serta jalan lingkungan.