PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). Sedangkan kehutanan adalah suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem tersebut mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang terdiri atas pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama kuat dan seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi, dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi (Arief, 2001). Pengembangan Tanaman Kehutanan. Tujuan pembangunan hutan tanaman adalah untuk meningkatkan potensi hutan tanaman yang dibangun dalam kawasan hutan produksi dalam rangka meningkatkan produksi hasil hutan dan meningkatkan partisipasi masayarakat dalam pembangunan kehutanan (Pamulardi, 1995). Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan satu modal dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Hutan dan ekosistemnya sebagai salah satu sumber kekayaan
alam dengan berbagai fungsinya yang serba guna dan serba neka dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya (Pamulardi, 1995). Dalam perkembangannya hutan telah dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, antara lain pemanfaatan hutan dalam bidang Hak Pengusaan Hutan, Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang masing-masing pelaksanaanya berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 UUPK, PP Nomor 21 Tahun 1970 jo PP Nomor 18 Tahun 1975, PP Nomor 28 Tahun 1985 dan PP Nomor 7 Tahun 1990 juga Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Pamulardi, 1995). Jenis-jenis pohon yang ditanam pada kegiatan Hutan Kemasyarakatan adalah jenis pohon serba guna atau pohon kehidupan yang sesuai dan cocok dengan kondisi tanah dan lingkungannya. Dengan penanaman serba guna tersebut, di harapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan (seperti, mede, kemiri, durian, aren dll); getah-getahan (seperti damar, jelutung, lak, pinus) ; rotan ; gaharu ; dan sebagainya. Dalam hal ini, yang dimaksud pohon serba guna adalah tanaman tahunan atau pohon yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat disamping dapat meningkatkan mutu hutan. Kriteria pemilihan jenis pohon serba guna adalah: 1. Mempunyai fungsi konservasi (tata air dan konservasi tanah), 2. Kesesuaian tempat tumbuhan, 3. Disukai masyarakat,
4. Mempunyai nilai ekonomis, 5. Kemudahan dalam pemasaran. Jenis-jenis pohon serba guna dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu : 1. Kelompok pangan ; 2. Kelompok buah ; 3. Kelompok getah dan 4. Kelompok daun/bunga (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan kemasyarakatan adalah suatu bentuk Perhutanan Sosial yang dilaksanakan di dalam kawasan Hutan, terutama kawasan hutan yang mendapat tekanan berat dan diutamakan untuk dilaksanakan pada kawasana Hutan disekitar desa-desa tertinggal. Dalam pelaksanaan kegiatan Hutan Kemasyarakatan, masyarakat memerlukan pendukung mulai dari pengadaan dan peredaran input, produksi sampai dengan pemasarannya. Untuk itu perlu dibentuk pola dan hubungan kemitraan usaha yang dapat menjamin peningkatan pendapatan masyarakat. Mitra usaha masyarakat dalam usaha pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan dapat terdiri dari unsur-unsur Pemerintah Pusat/daerah; Perguruan Tinggi; Lembaga Swadaya masyarakat (LSM); BUMN; swasta, baik swasta kehutanan (HPH, HPHTI) maupun non-kehutanan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Tujuan jangka panjang program Perhutanan Sosial (PS) adalah memperbaiki lahan kritis, partisifasi aktif masyarakat lokal dalam pembangunan hutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, menyediakan kebutuhan masyarakat lokal, dan konservasi sumber daya alam. Sedangkan tujuan jangka
pendek Perhutanan Sosial adalah pembentukan kelompok Tani Hutan (KTH), peningkatan keberhasilan tanaman (Kehutanan dan Pertanian) dan peningkatan pendapatan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) (Nurrochmad, 2005). Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dan Kegiatan Bina Desa Hutan (BDH) yang dikenakan pada setiap pengusahaan hutan tujuan utamanya adalah mensejaterakan masyarakat lokal, dimana masyarakat diberdayakan sesuai dengan fungsi pokok hutannya (Sardjono, 2004). Pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakana semakin menigkat. Jika semula hutan masih digunakan sebagai sumber bahan makan/buah-buahan, berburu binatang, sumber bahan bakar dan lain-lain maka dengan berkembangnya kebudayaan dan ekonomi, hutan dimanfaatkan lebih intensif sebagai masukan/bahan mentah (Reksohadiprodjo dkk, 1998). Hutan Rakyat Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa serta rekreasi alam.bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain: hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, khepong adat, khepong campuran, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi (disebut Parak), dan hutan adat campuran (Awang dkk, 2001). Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk didominasi tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Pohon ini ditanam biasanya sebagai
batas luar/pagar pemilikan lahan yang membatasi satu pemilik dengan pemilik lainnya, sehingga lebih lazim disebut pagar hidup. Selain itu juga ditanam bersama tanaman palawija yang dikenal dengan nama tumpangsari. Jenis pohon yang dikembangkan pada hutan rakyat adalah sengon (Paraserianthes falcataria) kayu putih (Melaleuca leucadendron), aren (Arenga pinata), akasia (Acacia sp), kemiri (Aleurites moluccana), jabon (Anthocepallus cadamba), mahoni (Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), jati putih (Gmelina arborea), johar (Cassia siamena), kapuk randu (Ceiba petandra), sungkai (Peronema canescens) dan lainlain (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Hutan rakyat dikelola oleh masing-masing pemilik dengan basis Sistem Hutan Rakyat (SHR). Selama ini hutan rakyat hanya dilihat sebagai kumpulan pohon-pohon yang tumbuh dan berkembang diatas lahan milik rakyat, sehingga banyak dijumpai dalam kalkulasi ekonomi hutan rakyat yang muncul ke permukaan adalah soal yang berkaitan dengan hasil kayu saja (Awang dkk, 2001). Pada umumnya petani (pemilik lahan) tidak hanya mengusahakan satu jenis komoditi saja, tetapi pada saat yang sama dan dalam sebidang hamparan lahan milik, yang bersangkutan menanam lebih dari satu komoditi. Komposisi jenis yang diusahakan bisa bervariasi dan merupakan kombinasi antara tanaman tahunan (kayu-kayuan, perkebunan dan buah-buahan) (Awang dkk, 2001). Pengelolaan Hutan Pengelolaan hutan (forest management) adalah praktek penerapan prinsipprinsip dalam bidang ekologi, fisika, kimia, analisis kwantitatif, manajemen,
ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam rangkaian kegiatan membangun atau meregenerasikan, membina, memanfaatkan dan mengkonservasikan hutan untuk mendapatkan tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dengan tetap mempertahankan produktivitas dan kwalitas hutan. Pengelolaan hutan mencakup pengelolaan terhadap keindahan (aesthetics), ikan dan fauna air lain pada sungaisungai di dalam hutan, rekeasi, nilai-nilai atau fungsi hutan untuk wilayah perkotaan, air, kehidupan liar, kayu dan hasil hutan bukan kayu lainnya, serta berbagai nilai lain yang termasuk dalam kelompok sumber daya hutan (Suhendang, 2002) Helms (1998) dalam Suhendang (2002) menyatakan bahwa perencanaan kehutanan (forestry planning) merupakan rangkaian kegiatan yang lengkap, mencakup tahapan-tahapan: pemantauan (monitoring), penilaian (assesmenmt), pengambilan keputusan (decision making) dan penerapan (implementation) yang dilakukan dalam rangka pengelolaan hutan. Sesuai dengan pasal 23 bahwa 23 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariaannya. Sehingga telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan penggunaan Kawasan Hutan (Departemen Kehutanan, 2004). Pada dasarnya pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
Koperasi, Badan Usaha Milik Swasta Indonesia, Perorangan, Lembaga Pendidikan, Lembaga Penelitian dan Masyarakat Hukum Adat dengan mempedomani ketentuan dan per-undang-undangan yang berlaku (Departemen Kehutanan, 2004). Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mewujudkan tuntutan pengelolaan hutan secara adil dan berkelanjutan senantiasa menghadapi tantangan dan kendala yang terkait dengan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan. Kejelasan hak dan kewajiban yang ada pada masyarakat akan menumbuhkan suasana yang aspiratif dan partisipatif yang menempatkan masyarakat sebagai basis pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat secara sadar akan berperan dan berfungsi dalam pengelolaan hutan yang lestari sehingga menjamin berkembangnya kapasitas dan pemberdayaan masyarakat serta distribusi manfaat hutan (Affandi, 2005). Beberapa Badan Usaha Milik Negara yang berperan dalam pengelolaan kehutanan adalah: 1. Perusahaan Umum (Perum) Perhutani 2. PT Inhutani 3. Hak Pengusahaan Hutan (HPH)/ Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) 4. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), 5. Hak Pengusahaan Hutan Bina Desa Hutan (HPH Bina Desa). (Pamulardi, 1995).