BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Rokok

dokumen-dokumen yang mirip

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

TINJAUAN PUSTAKA. Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun. 2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

II. TINJAUAN PUSTAKA

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB I PENDAHULUAN. 2001) dan menurut infomasi tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk sudah

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

PRECONCEPTION ADVICE FOR MALE

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

TINJAUAN PUSTAKA Tauge

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.)

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

Tubulus Rektus Rete Testis Vas Eferens

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia saat ini, banyak sekali pasangan suami istri yang kehidupan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENYULUHAN KESEHATAN BAHAYA DAMPAK ROKOK BAGI KESEHATAN ANAK-ANAK TANJUNG DALAM KECAMATAN LEMBAH MASURAI KABUPATEN MERANGIN

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TOMAT (Solanum lycopersicum L.) TERHADAP SPERMATOGENESIS DAN KUALITAS SPERMATOZOA Rattus norvegicus L. PASCA PEMBERIAN NIKOTIN

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP. merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OH.

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Rokok Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003, rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat. Di dalam rokok terdapat kurang lebih 4000 macam zat kimia yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, penyakit jantung, bronchitis, impotensi, dan gangguan kehamilan (Anonim, 2003). Jumlah perokok aktif di Indonesia meningkat dengan sangat cepat dalam dua dekade terakhir. Data survei Kesehatan Nasional Tahun 2001 menunjukkan bahwa 54,5% laki-laki dan 1,2% wanita Indonesia berusia lebih dari 10 tahun merupakan perokok aktif. Penelitian di Jakarta pada tahun yang sama menunjukkan bahwa 64,8% pria dan 9,8% wanita dengan usia diatas 13 tahun adalah perokok aktif. Pada kelompok remaja, 49% pelajar pria dan 8,8% pelajar wanita di Jakarta merupakan perokok aktif (Tandra, 2003). Setiap satu batang rokok yang dibakar, akan mengeluarkan sekitar 4000 macam bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu komponen gas dan komponen padat. Komponen gas antara lain berupa karbon monoksida, karbon dioksida, oksida-oksida nitrogen, ammonia, hidrogen sianida, sianogen, senyawa-senyawa belerang, aldehid, dan keton. 5

Komponen padat berupa tar dan nikotin. Di antara bahan-bahan tersebut yang merupakan komponen toksik utama dalam asap rokok adalah karbon monoksida, nikotin, dan tar (Noortiningsih, 2004). a. Karbon Monoksida Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol dan bensen. Gravitasinya sebesar 0,96716, titik didihnya 190 0 C dan titik bekunya 207 0 C. Energi ikatan/kj adalah 1075. Karbon monoksida termasuk dalam zat kimia anorganik (Hawley, 1977). Karbon monoksida diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau oleh pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin. Secara alamiah karbon monoksida diproduksi oleh Hidrozoa (Siphonophores), suatu organisme laut, juga oleh reaksi-reaksi kimia yang terjadi di atmosfer (Slamet, 1994). Fardiaz (1992) menambahkan bahwa sumber lain dari karbon monoksida yang tidak kalah pentingnya adalah rokok. Asap rokok mengandung karbon monoksida dengan konsentrasi 20000 ppm. Selama dihisap, konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Pengaruh racun karbon monoksida terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara karbon monoksida dengan hemoglobin di dalam darah (Hb). Afinitas karbon monoksida terhadap hemoglobin 230-270 kali lebih tinggi daripada afinitas oksigen terhadap hemoglobin, akibatnya jika karbon monoksida dan oksigen terdapat bersama-sama di udara akan terbentuk HbCO dalam jumlah jauh lebih banyak daripada HbO 2 (Fardiaz, 1992). Konsentrasi karbon monoksida

dalam darah tergantung pada konsentrasi karbon monoksida dalam udara pernafasan, lama pemaparan, pergantian udara dalam paru-paru, dan juga tergantung pada aktivitas individu (Goldsmith dan Friberg, 1976). Efek karbon monoksida terhadap kesehatan berbeda-beda menurut tingkat pemaparannya, masing-masing kadar tersebut terutama mempunyai efek bagi tubuh. Menurut National Academy of Science (NAS) bahwa tidak ada kadar gas karbon monoksida dalam udara yang tidak menimbulkan efek bagi kesehatan (Wolf, 1973). Guyshochat (2001) menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan berkurangnya pengiriman dan pemanfaatan oksigen pada sel. Menurut Guyton dan Hall (1997) oksigen diperlukan untuk kegiatan metabolisme sel pada semua jaringan. Anonim (2002) menambahkan bahwa infertilitas pada pria salah satunya disebabkan karbon monoksida. b. Nikotin Nikotin merupakan zat cair seperti minyak, sedikit kuning, mudah menguap, sangat higroskopis, dan segera menjadi coklat apabila terkena cahaya. Nikotin mempunyai titik didih 247 o C, larut dalam air, etanol, eter, dan kloroform (Mursyidi, 1990). Nikotin merupakan bahan alkaloid yang bersifat toksik. Crenshaw dan Goldberg (1996) dalam Nugraheni dkk. (2003) menjelaskan bahaya nikotin terhadap sistem reproduksi pada pria yaitu menyebabkan penurunan densitas spermatozoa, penurunan motilitas spermatozoa, dan juga impotensi. Menurut Guyton dan Hall (1997), nikotin merupakan racun yang menyerang syaraf pusat.

Pendistribusian nikotin dalam tubuh berlangsung sangat cepat, dalam waktu 10 detik, nikotin didistribusikan ke otak, dan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 20 detik (Boughton, 2003). Nikotin juga merupakan penyebab ketagihan pada perokok (Tjay dan Rahardja, 2002). c. Tar Tar sebagai getah tembakau adalah zat berwarna coklat yang berisi berbagai jenis senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik, dan N_nitrosamin. Senyawa-senyawa tersebut berbahaya bagi tubuh karena bersifat karsinogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kanker (Anonim, 2004). 2. Perokok Pasif Rokok tidak hanya berbahaya terhadap kesehatan individu perokok, tetapi juga terhadap masyarakat. Rokok yang dibakar akan mengeluarkan asap yang menyebar ke lingkungan sekitar. Asap rokok dibedakan menjadi dua, yaitu asap utama (mainstream smoke) dan asap samping (sidestream smoke). Asap utama merupakan bagian asap rokok yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap rokok yang terus menerus keluar dari ujung rokok yang dibakar dan dapat dihirup oleh orang lain yang berada di ruang yang sama, yang dikenal sebagai perokok pasif (Noortiningsih, 2004). Asap samping sangat besar pengaruhnya bagi kesehatan perokok pasif karena jumlahnya cukup banyak dan kadar bahan berbahaya yang dikandungnya cukup tinggi. Dari sebatang rokok yang terbakar akan dihasilkan asap samping dua kali lebih banyak daripada asap utama (Noortiningsih, 2004). Menurut Tandra

(2003) asap samping dikeluarkan terlebih dahulu ke udara bebas sebelum dihirup oleh perokok pasif, tetapi karena kadar bahan berbahaya yang dikandungnya lebih tinggi maka perokok pasif mempunyai resiko terkena dampak negatif rokok yang hampir sama dengan perokok aktif. Asap samping mengandung karbon monoksida 5 kali lebih banyak daripada asap utama, nikotin 2 kali, dan tar 3 kali lebih banyak. 3. Sistem Reproduksi Jantan Pada manusia, sistem reproduksi jantan terdiri atas empat komponen fungsionalis utama yaitu testis, sistem duktus, kelenjar eksokrin, dan penis (Gambar 1) (Burkit dan Heath, 1993). Testis sebagai alat reproduksi mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa melalui proses spermatogenesis dan menghasilkan hormon testosteron oleh sel Leydig yang menopang proses spermatogenesis (Busman, 1999). Atropi testis berkaitan erat dengan spermatogenesis dan dicirikan dengan terjadinya degenerasi spermatozoa, aktivitas mitosis yang tidak sempurna sehingga jumlah spermatosit dan spermatid menurun (Nurcahyani, 1996). a. Testis Pada manusia dan kebanyakan mamalia lain, testis terletak di luar rongga badan dan dibungkus suatu kantong kulit yang disebut skrotum (Leeson et al., 1990). Dinding skrotum terdiri atas dua bagian, dinding luar terdiri dari kulit dan tunika dartos serta fasia parietalis superfisial dan dinding dalam terdiri dari fasia spermatika media dan modifikasi muskulus oblikuus abdominus interna yang

menjadi muskulus kremaster eksterna skrotum (Sukra, 2000). Skrotum bereaksi terhadap rangsangan seksual dengan cara vasokongesti dan kontraksi serabutserabut otot polos dari tunika dartos, sehingga skrotum menjadi tebal dan mengencang. Adanya testis yang terletak di luar rongga badan dan terbungkus oleh skrotum menyebabkan suhunya rata-rata 2,2 0 C lebih rendah daripada suhu badan (Effendi, 1981). Permukaan luar testis dilapisi oleh peritoneum yang disebut tunika vaginalis propia, dan di sebelah dalamnya ada jaringan pengikat serta tunika albuginea. Tunika albuginea mempunyai beberapa penjuluran jaringan pengikat yang arahnya menuju ke suatu tempat yang disebut hilus testis. Hilus merupakan tempat pembuluh darah masuk dan keluar, pembuluh limfa, dan serabut syaraf. Tunika albuginea di daerah hilus menebal membentuk mediastinum testis. Penjuluran-penjuluran jaringan pengikat dari tunika albuginea menyebabkan seluruh bagian dalam testis terbagi menjadi beberapa petak yang disebut lobuli testis (Sukra, 2000). Gambar 1. Skema Sistem Reproduksi Jantan pada Mamalia (Paulsen, 2000)

Menurut Hardjopranjoto (1995), testis terdiri atas tubulus seminiferus, stroma atau jaringan pengikat, dan sel interstitial Leydig. Epitel tubulus seminiferus terdiri dari dua macam sel yaitu sel Sertoli dan sel spermatogenik. Semua tipe sel spermatogenik yaitu spermatogonia, spermatosit primer dan sekunder, spermatid, dan spermatozoa terdapat di dalam tubulus (Nalbandov, 1990). Sel-sel germinal yang paling muda (spermatogonia) ditutupi oleh dasar elemen-elemen somatik yang sangat besar yang disebut sel Sertoli (Turner dan Bagnara, 1988). Sel Sertoli berbentuk panjang seperti piramid, terletak diantara sel spermatogenik, dan bersifat fagosit karena memakan spermatozoa yang telah mati atau yang mengalami degenerasi, selain itu sel Sertoli juga berfungsi memberikan nutrisi kepada spermatozoa yang masih muda (Hardjopranjoto, 1995). Diperkirakan bahwa kepala spermatozoa yang menempel pada sel Sertoli mengalami pemasakan di dalam sel Sertoli, maka sel Sertoli yang ditemukan di sepanjang membrana basalis tubulus disebut sel induk spermatozoa (Nalbandov, 1990). Stroma atau jaringan pengikat di luar tubulus seminiferus banyak mengandung pembuluh darah, limfa, sel syaraf, dan sel makrofag (Hardjopranjoto, 1995). Interstitium banyak mengandung pembuluh darah dan limfa, namun tubuli sama sekali tidak berpembuluh. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh komponen epitel tubulus mendapatkan makanan dan dipelihara kebutuhan zat-zat esensialnya secara difusi (Turner dan Bagnara, 1988). Sel Leydig berfungsi menghasilkan hormon testosteron. Aktivitas sel Leydig dalam menghasilkan hormon testosteron dipengaruhi oleh hormon LH

(Luteinizing Hormone) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior, sedangkan fungsi sel Sertoli dipengaruhi oleh hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) (Hardjopranjoto, 1995). FSH berfungsi untuk merangsang sintesis protein pengikat androgen oleh tubulus seminiferus (Hadley, 2000). b. Sistem Duktus Sistem duktus terdiri atas duktus efferent, epididimis, duktus defferent, dan duktus ejakulatorius. Epididimis merupakan lanjutan dari duktus efferent yang terbungkus jaringan ikat dan berkelok-kelok (Leeson et al., 1990). Epididimis terdiri dari bagian kepala (permulaan) dan bagian ekor (ujung akhir). Selama berada dalam epididimis, spermatozoa mengalami perubahan bentuk, kemampuan gerak, ukuran, daya tembus membran, kepekaan terhadap suhu, dan fungsi metabolisme (Bavelender dan Ramaley, 1988). Epididimis adalah organ yang sangat penting dalam proses pematangan spermatozoa secara fungsional. Di dalam epididimis ini disekresi zat-zat yang penting dalam menunjang proses pematangan spermatozoa seperti ion-ion anorganik, enzim, dan protein (Chuthbert dan Wong, 1986 dalam Nurhuda dkk., 1995). Lanjutan epididimis adalah duktus defferent, sebelum masuk ke badan kelenjar prostat membesar membentuk ampula. Vesikula seminalis yang terletak di sisi-sisi prostat, bermuara dalam ujung prostatik ampula, dan isi dari kedua ampula dan vesikula seminalis berjalan masuk duktus ejakulatorius yang masuk ke dalam badan kelenjar prostat untuk bermuara ke dalam uretra interna. Duktus prostatikus selanjutnya bermuara ke dalam duktus ejakulatorius (Guyton dan Hall, 1997).

c. Kelenjar Eksokrin Setiap vesikula seminalis merupakan tubulus berlokus dan berkelok yang dilapisi oleh epitel sekretorik yang mensekresi bahan-bahan mucus yang mengandung banyak fruktosa, asam sitrat, dan bahan nutrisi lainnya, demikian juga dengan prostaglandin dan fibrinogen. Fruktosa dan zat gizi lainnya dalam cairan seminal merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh spermatozoa yang diejakulasikan sampai salah satu dari spermatozoa tersebut membuahi ovum (Guyton dan Hall, 1997). Fruktosa merupakan sumber energi utama bagi spermatozoa di dalam plasma semen (Purwaningsih, 1995). Kelenjar prostat mensekresi cairan encer seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas spermatozoa (Guyton dan Hall, 1997). d. Penis Penis disusun oleh tiga bangunan erektil berbentuk silinder, sepasang di bagian dorsal yaitu korpus kavernosa dan satu di bagian ventral yaitu korpus spongiosum (Guyton dan Hall, 1997). Penis berfungsi sebagai saluran keluar air kemih, cairan semen, dan sebagai alat kopulasi (Leeson et al., 1990). 4. Spermatogenesis Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang terjadi dalam tubulus seminiferus. Pada proses ini terjadi serangkaian tahapan

pembentukan sel-sel yang terdiri dari sel spermatogonia, spermatosit, dan spermatid (Frandson, 1993). Proses spermatogenesis pada mamalia terdiri atas empat tahapan. Tahap pertama, merupakan tahap proliferasi yang dimulai sejak sebelum lahir sampai beberapa waktu setelah lahir. Bakal sel kelamin (primordium) yang ada pada membrana basalis dari tubulus seminiferus akan melepaskan diri dan membelah secara mitosis hingga menjadi banyak sel spermatogonia. Pada tahap tumbuh, spermatogonia membelah secara mitosis sebanyak 4 kali sehingga dihasilkan 16 spermatosit primer. Tahap ini berlangsung selama 15-17 hari pada manusia. Tahap selanjutnya adalah tahap menjadi masak. Pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis sehingga sel spermatosit primer berubah menjadi sel spermatosit sekunder dan jumlah kromosom menjadi setengahnya. Tahap ini berlangsung selama 15 hari pada manusia. Beberapa jam kemudian spermatosit sekunder akan berubah menjadi spermatid. Tahap terakhir adalah spermiogenesis yaitu terjadinya proses metamorfosis seluler dari sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa, dari satu sel spermatogonium akan terbentuk 64 buah spermatozoa. Tahap ini berlangsung sekitar 15 menit pada mamalia jantan (Hardjopranjoto, 1985). Spermatogenesis dimulai dengan gonosit selama periode janin, sel ini diubah menjadi spermatogonium setelah kelahiran. Spermatogonium tetap dorman hingga pubertas, saat aktivitas proliferatif dimulai lagi. Beberapa spermatogonium berkembang biak membentuk spermatogonium lain sementara yang lainnya mengalami pematangan menjadi spermatozoa. Setelah meninggalkan testis, spermatozoa disimpan dalam epididimis dan mengalami perubahan bentuk untuk

memperoleh kapasitas fertilitas dan kemudian dipindahkan ke sistem reproduksi betina (Lu, 1995). 5. Spermatozoa a. Morfologi Spermatozoa Morfologi spermatozoa sebagai salah satu parameter dalam pemeriksaan semen penting peranannya dalam menentukan keberhasilan proses pembuahan, karena morfologi spermatozoa terutama morfologi kepala erat kaitannya dengan kemampuan spermatozoa mengadakan reaksi akrosom (Purwaningsih, 1996). Spermatozoa normal terdiri atas kepala, leher, badan, dan ekor. Di antara kepala dan badan terdapat sambungan pendek, yaitu leher. Bagian badan dimulai dari leher dan berlanjut ke cincin sentriol. Bagian badan dan ekor mampu bergerak bebas, meskipun tanpa kepala. Ekor, serupa cambuk, membantu mendorong spermatozoa untuk bergerak maju (Salisbury dan Vandemark, 1985). Kepala spermatozoa mengandung lapisan tipis sitoplasma dan sebuah inti. Inti dilapisi oleh seludang perisai di depan dan di belakang. Selubung depan disebut dengan tudung depan atau akrosom dan yang di belakang disebut tudung belakang (Yatim, 1984). Tempat sambungan dasar akrosom dan kepala disebut cincin nukleus (Salisbury dan Vandemark, 1985). Pada bagian kepala terdapat nukleus yang di dalamnya mengandung bahan genetik yang dibutuhkan untuk pembuahan ovum. Nukleus spermatozoa haploid mengandung separuh jumlah DNA dari nukleus diploid pada sel somatik (Frandson, 1993).

Bentuk kepala spermatozoa bervariasi tergantung spesiesnya. Pada unggas, kepala berbentuk silinder memanjang, pada mencit dan tikus ujung kepala berbentuk kait. Pada sapi, domba, babi, dan kelinci berbentuk bulat telur pipih, sedangkan pada manusia berbentuk bulat (Nalbandov, 1990). Di leher bagian depan terdapat sentriol depan dan di bagian belakang terdapat filamen poros. Pada badan spermatozoa terdapat filamen poros, mitokondria, dan sentriol belakang yang berbentuk cincin. Di bagian ekor terdiri dari dua daerah, yaitu bagian utama dan bagian ujung. Pada bagian ekor hanya sedikit mengandung sitoplasma dan hampir seluruhnya terdiri atas filamen poros (flagellum) dan di bagian ujung tidak mengandung sitoplasma sama sekali (Yatim, 1984). Leher dan ekor tersusun oleh beberapa berkas fibril yang dibungkus oleh suatu selubung. Pada puncak ekor, selubung menghilang dan fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang (Nalbandov, 1990). b. Motilitas Spermatozoa Adanya motilitas pada spermatozoa merupakan cara untuk memindahkan spermatozoa melalui saluran reproduksi betina. Selain itu ada juga kemungkinan motilitas berfungsi sebagai faktor penembus kepala spermatozoa masuk ke dalam ovum. Pada manusia, motilitas normal spermatozoa dibagi menjadi tiga tipe garakan yaitu gerak maju, gerak berputar, dan gerak di tempat (Salisbury dan Vandemark, 1985). Menurut Fitria (2000) dalam Siswanti dkk. (2003), kecepatan gerak spermatozoa merupakan variabel penting untuk menguji kemampuan motilitas spermatozoa. Sperma yang normal pada manusia bergerak dalam garis lurus

dengan kecepatan 1 sampai 4 mm/menit. Kecepatan ini memungkinkan spermatozoa untuk bergerak melalui saluran reproduksi wanita untuk mencapai ovum (Guyton dan Hall, 1997). Motilitas spermatozoa terjadi karena adanya gerakan ekor spermatozoa. Gerakan ini disebabkan adanya fibril-fibril yang bersifat kontraktil pada bagian ekor spermatozoa (Frandson, 1993). c. Viabilitas Spermatozoa Spermatozoa yang hidup dapat dibedakan dengan spermatozoa yang mati karena adanya perbedaan afinitas menghisap zat warna. Spermatozoa yang mati akan menyerap zat warna. Hal ini disebabkan permeabilitas membran sel spermatozoa yang telah mati meningkat terutama pada daerah kepala yang tidak tertutup akrosom, sedangkan pada spermatozoa hidup membran sel utuh dan sukar ditembus zat warna (Nalbandov, 1990). Jika jumlah spermatozoa yang mati kecil maka tidak mempengaruhi fertilitas yang normal, tetapi jika jumlahnya mendekati 50% dari jumlah seluruhnya, maka menunjukkan adanya gangguan fertilitas maupun sterilitas yang sempurna. Spermatozoa yang mati atau abnormal berpengaruh buruk terhadap kemampuan fertilisasi sel yang normal dan spermatozoa abnormal merupakan petunjuk melemahnya kemampuan spermatozoa yang nampaknya normal (Nalbandov, 1990). d. Abnormalitas Spermatozoa Guyton dan Hall (1997) menyatakan bahwa pada umumnya, semua penyimpangan morfologis dari bentuk normal spermatozoa dianggap sebagai

bentuk-bentuk abnormal. Jika jumlah spermatozoa abnormal mendekati 50% dari total spermatozoa, maka dikatakan steril (Nalbandov, 1990). Abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer terjadi karena kelainan-kelainan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi sesudah spermatozoa meninggalkan tubulus seminiferus. Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar (macrocephalic), kepala terlampau kecil (microcephalic), kepala pendek melebar, pipih memanjang dan piriformis, kepala rangkap, ekor berganda, bagian tengah melipat, membengkok, membesar, filiformis, atau bertaut abaksial pada pangkal kepala, dan ekor yang melingkar, putus atau terbelah. Abnormalitas sekunder meliputi ekor yang terputus, kepala tanpa ekor, adanya butiran-butiran protoplasma proksimal atau distal, dan akrosom yang terlepas (Toelihere, 1985). B. Kerangka Pemikiran Semakin tingginya angka yang menunjukkan jumlah perokok aktif menyebabkan semakin banyak pula orang yang terpapar asap rokok, yaitu yang biasa dikenal dengan sebutan perokok pasif. Perokok pasif mempunyai resiko terkena dampak negatif dari rokok yang hampir sama dengan perokok aktif. Dampak negatif rokok terhadap sistem reproduksi pria yaitu mempengaruhi spermatogenesis dan kualitas spermatozoa. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema (Gambar 2).

Rokok Asap rokok Perokok pasif Sidestream smoke Mainstream smoke Perokok aktif Lebih banyak mengandung karbon monoksida, tar, dan nikotin Radikal bebas Inhalasi Aliran darah Testis Spermatogenesis Kualitas spermatozoa Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis Berdasarkan pustaka yang telah disebutkan di atas dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Perlakuan paparan asap rokok dapat menghambat proses spermatogenesis pada mencit (Mus musculus L.) 2. Perlakuan paparan asap rokok dapat menurunkan kualitas spermatozoa pada mencit (Mus musculus L.) yang meliputi morfologi, motilitas, viabilitas, dan kecepatan gerak