TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae : Amastigomycota : Deutromycota : Deutromycetes : Moniliales : Moniliales : Cercospora : Cercospora oryzae Miyake Penyebab penyakit bercak coklat sempit pada tanaman padi adalah jamur C. oryzae membentuk konidiofor berwarna coklat, keluar melalui mulut kulit, sendiri-sendiri atau berkumpul sampai 3, dengan ukuran 88-140 x 4-5 µm (Gambar 1). Konidium berbentuk gada terbalik, bersekat 3-10 dengan ukuran 20-60 x 5 µm (Semangun, 1993). Jamur C. oryzae memiliki aerial miselium. Jamur ini berwarna coklat, pendek, sederhana dan langsung tumbuh dari permukaan benih kebanyakan satu atau dalam dua atau tiga grup. Miselium hyaline ke olive cerah, konidiofor coklat dan semakin cerah di ujung, memiliki tiga septa atau lebih dan tidak bercabang (Mew dan Gonzales, 2000).
a a b Gambar 1. C. oryzae Miyake a. Konidia, b. Konidiofor Sumber: Siahaan (2007) Gejala Serangan Jamur ini muncul pada padi dengan gejala pendek, linear, lesio coklat dan kebanyakan terdapat pada daun tapi juga terdapat pada pelepah daun dan pedisel (Gambar 2). Penyakit ini mampu mengurangi efektivitas area daun tanaman dan menyebabkan prematur pada daun dan pelepah daun yang terinfeksi. Penyakit ini juga mampu menyebabkan kekurangan hasil pada produksi padi di Asia sebesar 0,1% (Mew dan Gonzales, 2000). Gejala penyakit ini adalah bercak lurus sempit berwarna coklat pada helaian daun bendera, pada fase tumbuh sampai pemasakan. Gejala juga dapat terjadi pada pelepah dan kulit gabah. Infeksi yang terjadi pada pelepah dan batang menyebabkan batang dan pelepah daun busuk sehingga tanaman menjadi rebah (Bank Pengetahuan Padi Indonesia, 2009).
Gambar 2. Gejala Serangan C. oryzae Miyake Sumber: Bank Pengetahuan Padi Indonesia (2009) Daur Hidup Penyakit Konidium jamur disebarkan oleh angin dan infeksi terjadi melalui mulut kulit. Gejala baru tampak 30 hari atau lebih setelah infeksi. Ini menyebabkan lambatnya gejala di lapang, meskipun infeksi dapat terjadi pada daun muda maupun daun tua. C. oryzae mempertahankan diri dari musim ke musim pada bijibiji dan jerami. Diduga jamur dapat bertahan pada rumput-rumput liar; antara lain di India jamur dapat menginfeksi lempuyangan (Panicum repens) (Semangun, 1993). Jamur C. oryzae mampu bertahan dari satu musim ke musim berikutnya pada daun, batang dan biji. Saat biji kontaminan ditanam, jamur akan menghasilkan lesio pada kotiledon. Dalam beberapa hari pertumbuhan jamur akan memproduksi konidia untuk memulai infeksi sekunder (Lucas, dkk, 1985). Konidia hanya dihasilkan saat permukaan daun basah atau kelembaban relatifnya 98% atau lebih, namun dapat bertahan paling tidak selama sebulan dan satu lesio dapat memproduksi sebanyak 30 spora dari tanaman berurutan.
Perkecambahan konidia hanya pada permukaan air lalu kemudian melambat. Hal ini memerlukan waktu sedikitnya 24 jam bahkan didaerah kondisi paling disukai. Berkebalikan dengan konidia, perkecambahan askospora terjadi selama 4-5 jam dibawah kondisi yang disukai dan dapat menginfeksi daun selama satu atau dua malam (Wheeler, 1975). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Penyakit ini dipengaruhi oleh varietas tanaman yang dipergunakan seperti PB 26, PB 28, PB 30 yang sangat rentan terhadap bercak coklat sempit. Pada musim kemarau maka keparahan penyakit akan meningkat (Semangun, 1993). Pengendalian Penyakit Penyakit ini dapat dikendalikan dengan: Penanaman varietas tahan, seperti Ciherang dan Membrano. Pemupukan berimbang yang lengkap, yaitu 250 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCl per ha. Penyemprotan fungisida dengan bahan aktif Difenoconazol (Bank Pengetahuan Padi Indonesia, 2009). Pengendalian penyakit C. oryzae dilakukan dengan penggunaan fungisida dan minyak mineral. Bordeaux yang pertama kali memakai dan diaplikasikan pada alat konvensional. Lalu Guyot pada 1952 mencoba dampak dari beberapa fungisida yang disatukan dalam minyak mineral. Guyot menemukan bahwa dengan minyak saja, diaplikasikan dalam satuan yang kecil, kurang dari 50µ untuk membentuk kabut terang, dengan nyata dapat mengurangi keparahan penyakit. Sejak saat itu sejumlah minyak serupa telah digunakan secara luas untuk mengendalikan penyakit ini (Wheeler, 1975).
Patogen C. lunata (Wakk) Boed. Biologi Menurut Mew dan Misra (2000), penyakit bercak Curvularia diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Ascomycota : Deuteromycotina : Euascomycetes : Pleosporales : Pleosporaceae : Curvularia : Curvularia lunata (Wakk) Boed. Konidiofor berwarna coklat, sederhana atau terkadang bercabang. Konidia berwarna gelap, memiliki 3-5 sel, dengan sel akhir yang paling terang (Gambar 3), biasanya bengkok atau melengkung dengan sel sentral yg membesar (Westcott, 1971). Jamur ini memiliki aerial miselia. Miselia bersepta, bercabang, subhyaline berwarna coklat terang dan terkadang coklat gelap. Konidiofor soliter atau dalam grup, berwarna coklat gelap, tidak bercabang, bersepta, terkadang bengkok, sederhana dan tumbuh langsung dari permukaan biji. Konidia berwarna coklat gelap, berbentuk seperti perahu, melingkar di ujung, dengan tiga septa (Mew dan Gonzales, 2000). Koloni jamur ini cepat tumbuh, berwarna coklat hingga coklat gelap dengan warna hitam dibaliknya. Konidianya berwarna coklat pucat, dengan tiga
atau lebih septa yang terbalik dan berbentuk apikal di sepanjang pore (poroconidia). Konidia silindris atau agak sedikit berlengkung, dengan satu sel sentral yang makin besar dan gelap (Ellis, dkk, 2007). Gambar 3. C. lunata (Wakk) Boed. (d) miselia, (e) konidiofor, (f) konidia Sumber: Mew dan Gonzales (2000) Gejala Serangan Bintik C. lunata pada daun atau batang berbentuk lonjong, coklat gelap, nampak pada kedua sisi daun, bertepi dengan cincin coklat, agak sedikit tertekan dan dengan daerah kekuningan sempit diantara bintik dan warna hijau daun (Westcott, 1971). Gejala penyakit C. lunata mirip dengan gejala bercak daun Cercospora dan hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis. Cendawan ini dilaporkan di Malaysia, dapat menyerang bunga dan menyebabkan hawar bunga (Dewi, 2009). Curvularia sp. menyebabkan sedikit atau tidak ada kehilangan hasil pada produksi normal padi. Jamur ini menginfeksi biji (Gambar 4), setelah digosok, mampu menghasilkan bercak hitam yang mengurangi harga di pasaran (Mew dan Gonzales, 2000).
Gambar 4. Gejala Serangan C. lunata (Wakk) Boed. Sumber: Rice Knowledge Bank (2009) Daur Hidup Penyakit Kelembaban tinggi dan suhu panas selama pertumbuhan tanaman sesuai dengan pertumbuhan C. lunata dan perkembangan penyakit ini (Mew dan Misra, 2000). Penyakit ini merupakan penyakit penting pada biji dan penyakit tular tanah yang lazim pada daerah panas. Penyakit ini menghasilkan nekrotis dengan halo yang berwarna cerah; lesio sebesar 0.5 cm per bintik (Akinbode, 2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Lesio berwarna coklat hingga hitam tak beraturan muncul pada kormus dan berkembang selanjutnya di penyimpanan. Jamur ini mampu bertahan pada kormus dari satu musim ke musim berikutnya. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini adalah 23,89 0 C hingga 29,44 0 C dan tidak ada infeksi penyakit ini pada suhu dibawah 12,78 0 C. Bintik pada daun nampak pada 4-5 hari, bintik pada batang hanya 2-3 hari. Daur hidupnya sama pendek dengan minggu pada cuaca hujan yang hangat dan jamurnya dapat bertahan di tanah selama tiga tahun (Westcott, 1971).
Pengendalian Penyakit Penyakit C. lunata dapat dikendalikan dengan penyemprotan dengan fungisida berspektrum luas yang efektif dapat menahan infeksi di seluruh bagian tanaman. Untuk perlakuan benih diberikan mancozeb yang telah terbukti efektif (Mew dan Misra, 2000). Jamur Endofit Endofit adalah semua jenis organisme yang mengkolonisasi jaringan dalam tanaman. Kemudian definisi diperluas menjadi semua organisme yang hidup dalam organ tanaman yang mengkolonisasi jaringan tanaman tanpa mengakibatkan kerugian yang nyata terhadap inang tanaman. Organisme endofit mempunyai fase epifit yang cukup panjang dan dalam perkembangan siklus hidupnya beberapa organisme kadang-kadang menyebabkan patogenik pada tanaman (Petrini, 1992). Endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman sehat yang bersifat netral atau menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat tinggi memiliki beberapa mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder. Bahan aktif yang dihasilkan mikroorganisme endofit ini diperkirakan memiliki kemampuan yang sama dengan bahan aktif yang dihasilkan oleh tanaman induknya. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi mikroorganisme endofit pada beberapa tanaman, misalnya pada tanaman obat dan tanaman budidaya, seperti padi (Lingga, 2009). Jenis agens hayati yang banyak dikembangkan adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai saprofit di tanah, air dan bahan organik, maupun yang hidup
dalam jaringan tanaman (endofit) yang bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan patogen sasaran, dan bersifat menginduksi ketahanan tanaman (Carrol, 1988). Secara alamiah, dalam suatu ekosistem terdapat hubungan (simbiosis) antara suatu mikroorganisme, tanaman dan lingkungannya. Mikroorganisme yang hidup dalam tanaman inang ada yang bersifat merugikan dan menguntungkan. Selain itu, ada mikroorganisme yang tidak menimbulkan efek merugikan pada inang tanaman, seperti organisme endofit yang dapat hidup dalam organ tanaman dan kadang-kadang mampu mengkolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menyebabkan kerusakan pada inangnya. Banyak kelompok cendawan endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama genus Coniothrium dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992). Jamur endofit tergolong pada Ascomycotina atau Deuteromycotina. Jamur endofit dapat menginfeksi tumbuhan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam simbiosis ini, jamur dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman inang dari serangan penyakit, dan hasil fotosisntesis dapat dipergunakan cendawan untuk mempertahankan hidupnya (Lingga, 2009).