LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

dokumen-dokumen yang mirip
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

Depresi pada Lansia. Masalah Keperawatan Risiko Bunuh Diri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BUKU PANDUAN LABORATORIUM KEPERAWATAN JIWA I

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

STASE KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI DUSUN SADANG TANJUNGHARJO, NANGGULAN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

PROSES KEPERAWATAN JIWA DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB IV PEMBAHASAN. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH DINAS KESEHATAN. Jl. Piere Tendean No. 24 Telp , fax Semarang, 50131

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

UNIT 1 PROSES KEPERAWATAN JIWA 1. PENGANTAR TUJUAN. 100 Menit

BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

2.1.2Faktor Penyebab Harga Diri Rendah 1. Faktor Predisposisi a). Perkembangan individu yang meliputi : 1). Adanya penolakan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB II TINJAUAN TEORI. Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau kelompok

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

Konsep diri, KDK, Sal

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

SISTEMATIKA PENYUSUNAN LAPORAN PRAKTEK BELAJAR INDIVIDU KLINIK MA. KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN SP DENGAN HALUSINASI

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ANXIETAS DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

Transkripsi:

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006). 2. Rentang Respon Sosial Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu : Respon Adaptif Respon Maladaptif Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi Otonomi Menarik diri Impulsif Bekerjasama Tergantung Narcissisme Saling tergantung Gambar 1. Rentang respon sosial

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon adaptif meliputi : a. Solitude atau menyendiri Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencanarencana. b. Autonomy atau otonomi Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri. c. Mutuality atau kebersamaan Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal. d. Interdependen atau saling ketergantungan Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut adalah : a. Manipulasi Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain. b. Impulsif Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.

c. Narkisisme Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain. Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu : a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung dengan orang lain, individu gagal mengembangkan rasa percaya diri. c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, orang lain hanya sebagai objek. d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan. 3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa. a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk : 1). Perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon maladaptif. 2. biologik Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum yang lalu dan sekarang.ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih perlu penelitian.

3. Sosiokultural Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. b. Faktor Presipitasi Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1). Stressor sosiokultural Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya. 2). Stressor Psikologik Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan cemas yang mengambang, merasa terancam. 4. Tanda dan Gejala Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata tidak, ya, atau tidak tahu.

Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005) isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi: Data Obyektif : 1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok) 2) Perilaku permusuhan 3) Menarik diri 4) Tidak komunikatif 5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant 6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur 7) Senang dengan pikirannya sendiri 8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti 9) Kontak mata tidak ada 10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan 11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera 12) Sedih, afek tumpul Data Subyektif: 1) Mengekpresikan perasaan kesendirian 2) Mengekpresikan perasaan penolakan 3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan 4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat 5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain 6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok kultur dominant 7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan 8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain 9) Tidak merasa aman di masyarakat

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Klien Dengan Menarik Diri Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1. Pengkajian a. Identitas klien 1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang : nama klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan. 2) Usia 3) Nomor rekam medik 4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat b. Keluhan utama/alasan masuk Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya. c. Faktor predisposisi Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu yang dilakukan, dialami, disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan. d. Aspek fisik Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya. e. Aspek psikososial 1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.

2). Konsep diri, meliputi : Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan singkat, meliputi : a). Citra tubuh Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai. b). Identitas diri Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-laki. c). Peran Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran. d). Ideal diri Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat). e). Harga diri. Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya. 3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit) a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau sokongan. b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat. c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat. 4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di rumah.

f. Status mental Nilai aspek-aspek meliputi : 1). Penampilan (rapi / tidak), penggunaan dan cara berpakaian. 2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan. 3). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan, agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif. 4). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir. 5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai. 6). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung. 7). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya. 8). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai pada tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-kali). 9). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya), pikiran magis dan waham. 10).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan orang. 11).Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi. 12).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan, tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.

13).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan kemampuan penilaian bermakna. 14).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan hal-hal di luar dirinya. g. Kebutuhan persiapan pulang Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar rumah h. Mekanisme koping Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan keadaan yang tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari lingkungan sosial). i. Aspek medik Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya. Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data yang disampaikan oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga.

2. Pohon Masalah Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu: Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri Akibat Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik Gangguan sensori/persepsi: halusinasi pendengaran Isolasi sosial: menarik diri Masalah utama Gangguan Penyebab pemeliharaan kesehatan Defisit perawatan diri: Mandi dan berhias Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis Penyebab Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005) 1. Diagnosa Keperawatan Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri, sebagai berikut : a. Isolasi sosial b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi d. Koping individu tidak efektif e. Defisit perawatan diri f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Intervensi Keperawatan

Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu : a. Diagnosa 1. Isolasi Sosial Tujuan: Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap I. Pasien SP 1 (pasien) : 1.1. Membina hubungan saling percaya 1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien. 1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. 1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain. 1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang. 1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian. SP 2 (pasien) : 2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang. 2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. SP 3 (pasien) : 3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih. 3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. II. Keluarga SP 1 (keluarga) : 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya.

1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial SP 2 (keluarga) : 2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial. 2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial. SP 3 (keluarga) : 3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning). 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang. b. Diagnosa 2. Perubahan konsep diri : harga diri rendah Tujuan: Pasien mempunyai konsep diri yang positif I. Pasien SP 1 (Pasien) 1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. 1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan. 1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien. 1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan. 1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 2 (Pasien) 2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan 2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. II. Keluarga SP 1 (Keluarga) 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya 1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah

SP 2 (Keluarga) 2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah 2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien harga diri rendah SP 3 (Keluarga) 3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (Discharge planning) 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang c. Diagnosa 3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi Tujuan : Pasien dapat mengontrol halusinasinya. I. Pasien SP 1 (Pasien) 1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien 1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien 1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien 1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi 1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik 1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 2 (Pasien) 2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain 2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 3 (Pasien) 3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa dilakukan pasien). 3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

II. SP IV (Pasien) 4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip 5 benar minum obat) 4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian Keluarga SP 1 (Keluarga) 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya 1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi SP 2 (Keluarga) 2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi 2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi SP 3 (Keluarga) 3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang d. Diagnosa 4. Koping individu tidak efektif Tujuan : Koping individu kembali efektif I. Pasien SP 1 (Pasien) 1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan. 1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan. 1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis. 1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta, menolak, dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara baik). 1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan. SP 2 (Pasien)

2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya. 2.2. Melatih koping: beraktivitas. 2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan. SP 3 (Pasien) 3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya. 3.2. Melatih koping: olah raga. 3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan. SP 4 (Pasien) 4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya. 4.2. Melatih koping: relaksasi. 4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan. II. Keluarga SP 1 (Keluarga) 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya 1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu inefektif SP 2 (Keluarga) 2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping individu inefektif 2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien koping individu inefektif SP 3 (Keluarga) 3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat 3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga e. Diagnosa 5. Defisit perawatan diri Tujuan: Pasien dapat mandiri melakukan perawatan diri I. Pasien SP 1 (Pasien) 1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri 1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri 1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 2 (Pasien) 2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 2.2. Menjelaskan cara makan yang baik 2.3. Melatih pasien cara makan yang baik 2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 3 (Pasien) 3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik 3.3. Melatih cara eliminasi yang baik. 3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. II. SP 4 (Pasien) 4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 4.2. Menjelaskan cara berdandan 4.3. Melatih pasien cara berdandan 4.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Keluarga SP 1 (Keluarga) 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya 1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri SP 2 (Keluarga) 2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri 2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri SP 3 (Keluarga) 3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (Discharge planning) 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

f. Diagnosa 6. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan Tujuan: Pasien dapat mengontrol resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. I. Pasien SP 1 (Pasien) 1.1. Mengidentifikasi penyebab PK 1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK 1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan 1.4. Mengidentifikasi akibat PK 1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK 1.6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam). 1.7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 2 (Pasien) 2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 2.2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukul bantal / kasur / konversi energi). 2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 3 (Pasien) 3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 3.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta, menolak dan mengungkapkan marah secara baik). 3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 4 (Pasien) 4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 4.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa, berwudhu, sholat). 4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. SP 5 (Pasien) 5.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 5.2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5 benar minum obat). 5.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian II. Keluarga

SP 1 (Keluarga) 1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK. 1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK. SP 2 (Keluarga) 2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK. 2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK. SP 3 (Keluarga) 3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning). 3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.