RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional I. PEMOHON 1. dr. Sarsanto W. Sarwono, Sp.Og sebagai Pemohon I; 2. Anis Su adah sebagai Pemohon II; 3. Dra. Sukarni sebagai Pemohon III; 4. Rr. Esti Sutari, S.Pd, MM. sebagai Pemohon IV; 5. Emmanuela Lupy Ragawidya sebagai Pemohon V; 6. Ragil Prasedewo sebagai Pemohon VI; 7. Anggun Pertiwi sebagai Pemohon VII. KUASA HUKUM Febi Yonesta, S.H. dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 17 Desember 2014. II. III. OBJEK PERMOHONAN 1. Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003) Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Sebagai pengawal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal undang-undang agar
berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi. Tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap konstitusionalitas pasal-pasal undang-undang tersebut merupakan tafsir satu-satunya (the sole interpreter of constitution) yang memiliki kekuatan hukum. Sehingga terhadap pasal-pasal yang memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multi tafsir dapat pula dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah Konstitusi; 5. Berdasarkan uraian diatas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili permohonan pengujian undang-undang ini pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon I adalah Badan hukum Privat; Pemohon II sampai dengan Pemohon VII adalah perorangan warga negara Indonesia. Para Pemohon merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adapun kerugian konstitusional yang diderita para Pemohon adalah sebagai berikut: Pemohon I, mengalami kerugian atas hak kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 dan hak atas informasi pada Pasal 28F UUD 1945; Pemohon II, mengalami kerugian konstitusional yakni hak atas informasi dalam memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta hak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi; Pemohon III, mengalami kerugian konstitusonal yakni atas hak atas kepastian hukum dan hak untuk berkomunikasi, dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta hak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi; Pemohon IV, mengalami kerugian konstitusional yakni hak atas kepastian hukum dan hak untuk berkomunikasi, dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta hak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi; Pemohon V, mengalami kerugian konstitusional yakni hak atas pendidikan kesehatan reproduksi, hak atas informasi dan hak atas rasa amannya; Pemohon VI, mengalami kerugian konstitusional yakni atas hak atas pendidikan, hak atas informasi dan hak atas rasa aman; Pemohon VII, mengalami kerugian konstitusional yakni hak atas pendidikan, hak atas informasi dan potensi kerugian atas hak atas rasa aman.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: Pasal 37 ayat (1) huruf h UU 20/2003 (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:..; h. pendidikan jasmani dan olahraga. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pembukaan UUD 1945 Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat penidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28F UUD 1945 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri sendiri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi Pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD 1945 (1) setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara; (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) UU 20/2003 dengan tidak menyertakan ketentuan materi tentang kesehatan reproduksi kedalam sistem pendidikan nasional, baik yang diatur dalam batang tubuh maupun penjelasan UU 20/2003, hal ini bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat mengenai frasa mencerdaskan kehidupan bangsa, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3); 2. Bahwa menurut Pemohon dalam kurun waktu 10-18 tahun adalah sebagai masa perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional, kurun waktu tersebut juga dapat diartikan sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dalam masa tumbuh kembang anak dihadapkan
kepada kebiasaan yang tidak sehat dan juga dihadapkan kepada prilaku seks yang beresiko, untuk itu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan dan sebagaimana diatur dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945; 3. Bahwa berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang frasa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, selanjutnya dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sepanjang frasa setiap orang berhak untuk memperoleh informasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi, dan dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sepanjang frasa Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana kesehatan reproduksi dengan melihat kedua ketentuan tersebut para Pemohon berpendapat pentingnya memasukan materi kesehatan reproduksi kedalam sistem pendidikan nasional; 4. Bahwa menurut para Pemohon saat ini anak Indonesia mengandalkan informasi mengenai pendidikan reproduksi dari sumber-sumber yang tidak bertanggung jawab, tidak komprehensif dan kredibel hal ini bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945; 5. Bahwa menurut para Pemohon pendidikan kesehatan penting diberikan kepada anak untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual, mencegah anak untuk melakukan hubungan seksual dini, mencegah anak dari penularan bahaya penyakit menular seksual; 6. Bahwa menurut para Pemohon, menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak berarti juga adalah bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa, peningkatan kualitas hidup anak dan membantu meningkatkan keimanan, ketaqwaan serta ahlak mulia pada anak. VII. PETITUM Berdasarkan dalil-dalil yang telah kami uraikan di atas, maka dengan ini kami mohon agar Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili perkara ini dan memutus sebagai berikut : 1. Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa ketentuan Pasal 37 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib dimaknai juga pendidikan kesehatan reproduksi; 3. Menyatakan bahwa ketentuan Pasal 37 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4301) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib dimaknai juga pendidikan kesehatan reproduksi; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain Pemohon mohon keadilan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).