BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan yang baik akan membentuk pribadi yang baik, sementara lingkungan yang buruk akan membentuk sifat dan perilaku yang buruk pula. Sebagaimana dinyatakan oleh Henrik, 1984 dalam Aminuddin, (1993) bahwa lingkungan khususnya lingkungan sosial dengan kata lain lingkungan akan mengubah dan membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Menurut Rachmad, (2008) lingkungan sosial (social enviroment) adalah manusia baik secara individu atau perorangan maupun kelompok yang ada di luar diri kita seperti keluarga, teman, para tetangga, penduduk sekampung sampai manusia antar bangsa yang mempengaruhi terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan kita. Lingkungan pondok pesantren sebagai wadah pendidikan tidak akan lepas dari lingkungan sosial dan non sosialnya. Keadaan lingkungan pondok pesantren merupakan lingkungan sehari-hari yang di dalamnya terdiri dari kiai, ustadz/ustadzah dan santri. Biasanya santri terdiri dari dua kelompok, yaitu santri mukim dan non mukim, Nursai, (2007). Santri non mukim merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri non mukim biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah
putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri, kareana memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren (Nursai, 2007). Lingkungan sosial pondok pesantren yang memiliki komponen-komponen tersebut akan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan dan perilaku manusia. Secara umum untuk meningkatkan dan mengembangkan perilaku manusia adalah dengan meningkatkan pengetahuan santri. Perilaku di dalam aspek kesehatan dibagi menjadi tiga yaitu : perilaku sehat, perilaku peran sakit, dan perilaku sakit. Perilaku sehat sendiri mendapat perhatian oleh pemerintah dalam mewujudkan derjat kesehatan. Untuk meningkatkan derajat kesehatan santri perlu adanya upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satunya melalui program perilaku hidup bersih dan sehat (phbs) (Depkes, 2000). Perilaku hidup bersih dan sehat untuk selanjudnya di singkat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (sosial support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Adapun tujuan perilaku hidup bersih dan sehat menurut (Amalia, 2009) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal.
Dalam kehidupan sosial di lingkungan pesantren perilaku hidup bersih dan sehat perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri (Depkes, 2000). Sebagaimana dinyatakan oleh (Nugraheni, 2008) bahwa tinggal bersama sekelompok orang seperti pesantren memang pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, Lingkungan pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan kurang teratur, ukuran kamar 3x3 berisi lima belas orang, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi yang buruk. Selain itu, kesadaran dan kebiasaan santri untuk berperilaku hidup bersih dan sehat kurang baik, seperti membuang sampah sembarangan, menggantungkan pakaian di kamar dan bertukar pakaian benda pribadi sesama teman. Hal ini di pengaruhi oleh lingkungan sosial yang kurang baik. Sebagaimana dinyatakan oleh (Marsono, 2008). Perilaku manusia tidak bisa dipisahkan dari kontek setting sosialnya. Berdasarkan hasil observasi awal terhadap perilaku hidup bersih dan sehat di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan diketahui bahwa 70% santri tidak menerapkan PHBS, dan 30% santri sudah menerapkan PHBS dengan baik. Ditinjau dari perilaku kebersihan perorangan santri terhadap berperilaku hidup bersih dan sehat di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, santri mempunyai kebiasaan seperti mebuang sampah sembarangan, menggantung pakaian kotor di kamar, saling bertukar barang pribadi seperti pakaian, sisir dan handuk. Hal ini menjadi pemandangan perilaku yang tidak baik bagi santri di pondok pensantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Observasi awal ini dilakukan pada 10 santri lakilaki. Hal ini dikarenakan peraturan yang berlaku di lingkungan pondok pesantren ada batasan antara pria dan wanita maka peniliti memutuskan untuk memilih santriwan sebagai responden dalam penelitian karena peneliti berjenis kelamin laki-laki dan
dikarenakan keterbatasan peneliti. Observasi ini dilakukan selama 3 (tiga) hari, mulai tanggal 15 sampai tanggal 17 April 2013. Penyakit yang biasa di derita oleh santri yang berada di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan antara lain alergi gatal (skabies), diare, gastritis, typoid, obs febris, ispa, konjungtivitis, herpes, dan cacar. Berdasarkan data dari Puskesmas Bangkalan tahun 2011 sampai 2012, santri yang berkunjung ke puskesmas dengan observasi dan diagnosa sementara, didapatkan 19 santri menderita konjungtivits, 45 santri menderita dermatitis, 64 santri menderita GEA, 84 santri menderita alergi, 18 santri menderita scabies, 65 santri menderita gastritis, 101 santri menderita typoid, 121 santri menderita ISPA, dan 352 santri menderita obs febris. Dari jumlah 2000 santri laki-laki dan perempuan. Upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat khususnya di lingkungan santri yang berada di sebuah pondok pesantren. perlu mendapatkan perhatian seksama, baik dari kalangan psikologi kesehatan, sosiologi kesehatan, atau tenaga kesehatan itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. 1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. 2. Apakah ada perbedaan perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengindentifikasi karakteristik santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan? 2. Mengindentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan? 3. Menganalisis perbedaan perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona moh. Cholil bangkalan? 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman proses belajar mengajar khususnya dalam melakukan penelitian dan untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan komunitas. 2. Bagi Santri Para santri mukim dan non mukim dapat mengetahui kebiasaankebiasan perilaku yang kurang baik terhadap kesehatan di lingkungan sosial pondok pesantren yang dapat menyebakan penyakit dan juga
harapannya santri dapat menanamkan pola perilaku hidup bersih dan sehat tentang kebersihan diri dan lingkungan sekitar Asrama sehingga terbebas dari penyakit. 3. Bagi Pondok Pesantren Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi informasi kepada pengurus pondok pesantren, khususnya pengurus bagian kesehatan untuk meningkatan mutu pelayanan dan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dengan memberikan fasilitas di pondok yang sesuai kepada santrinya. 4. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumbangan referensi dan kepustakaan jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMM. 1.5 Keaslian Penelitian Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ma rufi, (2005), di dapat kan hasil bahwa faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit Skabies dikalangan para santri Ponpes di Kabupaten Lamongan adalah sanitasi Ponpes (terutama sanitasi dan ventilasi kamar tidur para santri), perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat terhadap penyakit Scabies, serta hygiene perorangan Variabel yang digunakan dalam penelitian. Variabel independen terdiri dari : 1. Sanitasi lingkungan Pondok pesantren yang terdiri dari lokasi dan konstruksi Ponpes, penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, pengelolaan sampah, system pembuangan air limbah, sanitasi dan kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar santri, dan sanitasi masjid Pondok pesantren.
2. Higiene perorangan meliputi frekuensi mandi, sabun dan handuk yang di pergunakan, kebiasaan sikat gigi, cuci tangan setelah kegiatan, dan mencucipakaian. 3. Perilaku santri mencakup pengetahuan, sikap dan praktek yang mencegah penularan penyakit Scabies. Variabel dependen adalah angka prevalensi penyakit Scabies pada santri. Pada penelitian tersebut, peneliti menggunakan rancangan penelitian observasional yang dilakukan secara cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara multistage random sampling. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit Scabies dikalangan para santri Ponpes di Kabupaten Lamongan adalah sanitasi Pondok pesantren (terutama sanitasi dan ventilasi kamar tidur para santri), perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat terhadap penyakit Scabies, serta hygiene perorangan yang buruk dari para santri. 1.6 Batasan Penelitian Peneliti membatasi masalah penelitian ini hanya pada perbedaan perilaku hidup bersih dan sehat antara santri mukim dan non mukim di pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. 1. Perilaku hidup bersih dan sehat yang diteliti Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan
pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sehingga, perilaku hidup bersih dan sehat yang akan diteliti adalah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan rumah tangga dan tatanan pondok pesantren. Sedangkan, indikator yang akan diteliti adalah kebersihan perorangan. 2. Santri yang di teliti adalah santri mukim dan non mukim. a. Santri mukim Santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren (Nursai, 2007). b. Santri non mukim Santri non mukim merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri non mukim biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang (Nursai, 2007).