BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDAHULUAN. dan banyak penduduk masih bergantung pada sektor ini, sehingga di masa

BAB I PENDAHULUAN. berupaya memajukan perekonomiannya dengan berbagai faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

Keterlekatan (embeddesness)

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

Membangun Proposisi, Menemukan Kebenaran: 10 Kebenaran Tentang Kemiskinan di Pedesaan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. akan menyebabkan terjadinya regional disparity. Oleh karena itu, pedesaan haruslah

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi yang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua,

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

BAB I PENDAHULUAN. saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak diiringi dengan pengembangan sektor yang essensial yang berkaitan dengan pertanian itu sendiri, seperti pengembangan infrastruktur pertanian; pengelolaan pasca panen, peningkatan sumberdaya petani--terutama dalam pengembangan land tenure system--dan pengembangan pasar bagi produk pertanian itu sendiri. Ini berimplikasi terhadap kesejahteraan petani yang masih tetap rendah, dan petani tetap miskin. Bila dilihat, arah dan tujuan pembangunan pedesaan di Indonesia dari Pelita I sampai pada Pelita VI (PJP II) adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat di pedesaan melalui usaha-usaha yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan, peningkatan sumber daya alam secara optimal di sekitar pertanian, agroindustri dan mengembangkan hubungan antara pedesaan dan perkotaan yang saling menunjang serta saling menguntungkan (Pemda Tk. I Sumbar, Repelita VI, Buku II, 1994/1995-1998/1999). Terlihat bahwa kebijakan pembangunan pedesaan selama Pelita V, lebih banyak ditujukan kepada peningkatan pendapatan para petani dalam rangka memperbaiki kesejahteraan di pedesaan. Usaha ke arah itu dilakukan melalui peningkatan produktivitas pertanian. Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian, sejak Pelita I sampai Pelita V, ternyata telah mampu menunjukkan kemampuan dalam mendukung perekonomian. Hal ini terbukti mulai dari tahun 1969, produksi perkebunan secara keseluruhan adalah sebesar 69.894 ton, dan pada tahun 1993 meningkat menjadi 293.991 ton dengan pertumbuhan rata-rata 6,17 persen per tahun. Khusus pada Pelita V peningkatan rata-rata produksi perkebunan mencapai 9,47 persen per tahun. Namun dilihat dari segi nilai peningkatan yang terjadi ternyata tidak signifikan dengan peningkatan produksi. Pada tahun 1989, nilai produksi sebesar US $ 101.893.083, kemudian meningkat menjadi US $ 117.567.075 pada tahun 1993 dengan peningkatan rata-rata 3,64 persen per tahun. Pada hal untuk Pelita V, peningkatan rata-rata produksi mencapai 9,47 persen. Ini jelas telah terjadi penurunan harga jual di satu sisi, di sisi lain peningkatan produksi mampu dicapai dengan sangat signifikan. Kondisi ini, mengindikasikan bahwa 1

peningkatan produksi di tingkat petani tidak dibarengi dengan peningkatan nilai jual produksi itu sendiri. Secara teoritis, pembangunan pertanian yang mampu meningkatkan kesejahteraan di tingkat petani adalah di samping peningkatan produksi juga harus diiringi dengan peningkatan penerimaan di tingkat petani, sehingga surplus petani semakin meningkat. Faktanya selama ini, di saat produksi petani meningkat, harga cenderung menurun. Sementara permintaan tetap. Penurunan harga tersebut (disinyalir) disebabkan oleh terdistorsinya pasar (baik pasar lokal maupun nasional) sebagai outlet dari produk pertanian. Persoalan yang sama juga terjadi di Sumatera Barat, salah satunya untuk hasil komoditi tanaman perkebunan. Di mana, untuk komoditi kayu manis yang merupakan komoditi andalan perkebunan rakyat di Sumatera Barat, khususnya di kabupaten Tanah Datar, di saat petani melakukan panen kayu manis, harga di tingkat petani jatuh. Pada hal kabupaten Tanah Datar telah sangat gencarnya mempromosikan pada petani untuk menjadikan kayu manis sebagai komoditi andalan kabupaten Tanah Datar. Tetapi dari waktu ke waktu (1980-an hingga sekarang), harga produk kayu manis semakin jatuh. Apa yang sesungguhnya terjadi inilah yang perlu ditelusuri. Pemerintahan kabupaten Tanah Datar dengan giatnya telah melakukan kebijakan ekonomi dengan mendorong masyarakat pedesaan untuk meningkatkan produksi dari hasil usaha mereka. Khususnya di bidang pertanian rakyat, di pedesaan diberikan upaya peningkatan kualitas produksi, sehingga terjadi perubahan cara produksi dari cara tradisional ke cara moderen yang lebih komersial, sesuai dengan permintaan pasar. Kondisi ini juga diterapkan untuk sub sektor perkebunan rakyat, seperti perkebunan kayu manis, dengan dicanangkannya kabupaten Tanah Datar sebagai kabupaten kayu manis. Akibatnya hasil produksi kayu manis mengalami peningkatan yang terlihat dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 yang rata-rata mencapai 4.840, 25 ton per tahun, hasil dari luas lahan rata-rata 5.966, 25 ha (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2002). Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 1. Namun kenyataannya, dengan semakin meningkatnya produksi kayu manis, harga di tingkat petani semakin jatuh. Ini jelas merupakan persoalan yang sangat dilematis. Di satu sisi pemerintah mencanangkan kayu manis sebagai komoditi andalan dan meminta petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas 2

produksi mereka. Di sisi lain, petani merasa dirugikan dengan semakin jatuhnya harga komoditi yang mereka hasilkan. Mengapa ini terjadi dan faktor-faktor apa saja yang bermain dalam pembentukan harga di tingkat petani, nampaknya inilah yang perlu ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini. Tabel 1 Luas Lahan dan Produksi Kayu manis Sumatera Barat Produksi (ton) Tanah Datar Produksi (ton) Tahun Luas (Ha) Kenaikan Produksi Luas (Ha) Kenaikan Produksi (persen) (persen) 1998 39034 18317 na na na na 1999 42317 20499 8,50 5754 2678 na 2000 45539 25093 22,41 6668 4233 36, 73 2001 51216 36220 44, 34 5702 4493 5, 78 2002 52259 43398 19,81 5741 7957 43,53 2003 49220 48244 10,04 5255 14620 45,50 2004 57625 43389-11,20 9251 6000-58,96 Sumber: Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2002 dan BPS Sumbar, 2004 (data diolah). Dalam pendekatan ekonomi neo-klasik (Swedberg, 1994, 256-282), diyakini, kalau mekanisme pasar berfungsi dengan baik, maka sumberdaya akan digunakan secara efisien, ekonomi akan tumbuh dan hasil pertumbuhan ekonomi akan terdistribusi secara adil. Kalau skenario yang demikian tidak menjadi kenyataan maka orang akan melihat ke pasar untuk menyelidiki permasalahannya. Karena dalam pandangan ekonomi, tindakan ekonomi hanya dipengaruhi oleh pertimbangan rasional. Faktor atau pertimbangan non-rasional seperti politik, sosial, budaya atau norma-norma yang ada dalam masyarakat diabaikan atau dianggap sebagai sesuatu yang irrasional. Dalam mainstream ekonomi yang terbaru, New Institutional Economic, para ekonom melihat tingginya biaya transaksi yang terjadi di pasar. Tingginya biaya transaksi ini disebabkan oleh informasi yang tidak sempurna dan adanya struktur yang bermain di pasar, seperti struktur petani, struktur pedagang sebagai aktor ekonomi di pasar, sehingga informasi tidak sama (asymmetric information). Jadi New Institutional Economic (NIE) hanya sampai pada mengkuantifisir bahwa strukturlah yang menyebabkan biaya di pasar tinggi, sehingga perlu perubahan struktur di pasar untuk menekan tingginya biaya transaksi (North, 1990, Swedberg, 1994). 3

Dalam mainstream Sosiologi Ekonomi Baru (New Economic Sociology), yang dikembangkan Swedberg (1987, 1990, 1991), Granovetter (1985;1990), Granovetter dan Swedberg, (1992, 1985), Smelser dan Swedberg (1994), Evers (1994), Etzioni (1988), Nugroho (1993, 2001), dan Damsar (1998) --yang diilhami oleh pemikiran Weber--melihat bahwa pasar bagaimanapun berisi lebih dari tindakan pertukaran semata, sehingga adalah benar jika kita memasukkan faktor legal dan politis dalam menganalisis pasar. Jadi pasar tidaklah terdiri dari satu unsur, yakni pertukaran tetapi terdiri dari dua unsur yaitu pertukaran yang berkombinasi dengan kompetisi/persaingan. Kompetisi sebagai suatu kesatuan yang integral dari struktur pasar. Bahkan pasar adalah juga sebagai suatu jaringan kerja (Baker, 1981). Bagaimana jaringan kerja di pasar bekerja, dan mempengaruhi pertukaran yang terjadi di pasar sesungguhnya juga dipengaruhi oleh tipe jaringan yang terbentuk dipasar; tipe jaringan kerja kecil, dan tipe jaringan kerja luas atau besar (Baker 1981, dalam Swedberg (1994). Pemasaran juga salah satu bentuk jaringan kerja yang dapat ditemukan di pasar nagari. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aktor dalam melakukan pertukaran di pasar? Disinilah posisi penelitian ini dimaksudkan. Analisis juga difokuskan pada tindakan (action) yang dicirikan oleh hasil aktivitas dan perhitungan aktor (ekonomi moral) atau tindakan yang mempengaruhinya (Swedberg, 1994, DiMaggio, 1990, dan Zelizer, 1988). Jadi pasar tidak hanya sebagai mekanisme penentu harga, tetapi sebagai suatu fenomena sosial, yang dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, politik yang ada di dalam masyarakat (Swedberg, 1994; Hodgson, 1998). Dengan demikian jelas perlu untuk melihat saling hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara lebih luas, yakni meliputi interaksi saling hubungan antara ekonomi, sistem politik, dan budaya (nilai-nilai atau norma) yang lebih luas (Holton, 1992). Bagaimana ekonomi dan masyarakat berinteraksi lebih luas? Seberapa jauh kekuatan ekonomi menentukan bentuk masyarakat dan seberapa jauh kekuatan di luar ekonomi kembali mempengaruhi persoalan ekonomi? Secara keseluruhan ini dapat dikejar (dengan) melalui analisis kelembagaan pasar, sistem produksi bersamaan dengan makna kultural dan nilai yang dikaitkan dengan aktivitas ekonomi (Holton, 1992, DiMaggio, 1990). 4

Pemasaran 1 juga satu unsur yang ikut mempengaruhi pasar sebagai sebuah institusi ekonomi. Pemasaran merupakan salah satu penerapan bentuk jaringan kerja yang dilakukan aktor di pasar. Artinya, luas atau sangat bervariasinya jaringan kerja yang terbentuk akan semakin mempengaruhi atau memperumit pemasaran suatu produk. Bila itu terjadi jelas akan berdampak pada pembentukan harga yang sekaligus juga berpengaruh terhadap penerimaan di tingkat petani. Menurut Zusmelia (2000), faktor yang sangat mempengaruhi petani dalam menghasilkan kualitas kayu manisnya adalah faktor harga. Maksudnya belum ada perbedaan harga yang objektif terhadap kualitas yang dihasilkan petani (masalah tingkah laku pedagang). Masalah pola dan saluran pemasaran yang ada, ternyata telah ikut mempengaruhi pendapatan petani. Bahkan kelembagaan lokal terutama pasar nagari dan Pasar Lelang Lokal (PLL) yang ada sekarang ini ternyata tidak efisien dan tidak mampu meningkatkan pendapatan di tingkat petani produsen. Faktanya petani kayu manis dalam posisi tawar-menawar tidak berdaya mempengaruhi pembentukan harga di pasar. 1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dilatarbelakangi oleh semakin kuatnya semangat menyambut gerakan otonomi daerah di Sumatera Barat ternyata telah membangkitkan ego kultural dengan gerakan kembali ke pemerintahan nagari. Artinya otonomi daerah dimaknai dengan keinginan untuk kembali dalam sistem pemerintahan nagari yang dianggap sebagai republik-republik kecil, sehingga euforia kebebasan, dari sistem sentralistik dan kebutuhan akan kedaulatan daerah terpenuhi seketika. Sejalan dengan kebutuhan tersebut, persoalan yang mendesak (urgent) untuk diselesaikan negara antara lain membangun kembali perekonomian daerah, melalui pemberdayaan perekonomian masyarakat nagari. Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan menggali kembali potensi ekonomi nagari yang menjadi basis perekonomian masyarakat nagari. Potensi ekonomi yang menjadi pilar 1 Pemasaran merupakan suatu keragaman semua kegiatan bisnis yang mencakup pengaliran barang dan jasa yang bermula dari titik produksi sampai ke titik konsumen akhir. Jasa yang dimaksud disini adalah mencakup semua fungsi yang merupakan suatu benda dalam bentuk waktu, tempat dan milik. Titik produksi adalah tempat atau waktu dimana biasanya terjadi suatu transaksi awal setelah barang di produksi atau suatu titik dimana suatu hasil pertanian biasanya di jual produsen.titik konsumsi adalah bilamana produksi itu dimakan atau dikonsumsi (Kotler, 1998). Bila dilihat lebih jauh, titik konsumen ini berlapis-lapis, mulai dari tingkat/lapisan lokal, regional dan sampai pada lapisan internasional. 5

untuk membangun kembali perekonomian nagari adalah pasar nagari yang merupakan sub bagian dari kelembagaan ekonomi masyarakat nagari. Keberadaan pasar nagari sebagai urat nadi perekonomian masyarakat nagari saat ini masih sangat dibutuhkan, sekalipun pasar nagari sekarang ini tidak lagi sebagai satu-satunya outlet bagi pendistribusian produk pertanian masyarakat nagari. Faktanya, monetisasi yang telah sampai ke tingkat rumahtangga petani, sebagai salah satu bias dari kekuatan ekonomi global tidak bisa kita pungkiri tentu akan membawa perubahan dalam pasar nagari itu sendiri, baik dari segi aktor yang terlibat, regulasi yang tercipta ataupun jaringan kerja sosial yang hidup dan terbina di dalamnya. Bagaimana pasar nagari--sebagai sub bagian dari kelembagaan ekonomi masyarakat nagari--bisa bertahan dalam proses perubahan yang terjadi, bagaimana proses perubahan itu terjadi, kenapa demikian, dan bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan pasar dan ekonomi masyarakat nagari di Minangkabau, disinilah kiranya posisi penelitian ini ditempatkan. Artinya fokus dari penelitian ini adalah untuk mengkaji ketahanan (persistence) pasar nagari di Minangkabau dalam ekonomi dunia. Dalam kaitannya dengan produksi kayu manis dengan terjadinya berbagai perubahan di pasar, jelas akan membawa perubahan kepada pemasaran kayu manis di pasar nagari. Bagaimana pasar kayu manis bertahan menghadapi semua perubahan yang tengah berlansung, persoalan inipun perlu untuk ditelusuri. Terutama dalam kaitannya dengan relasi-relasi pertukaran yang dibangun oleh aktor ekonomi di pasar, jaringan kerja sosial dan pola-pola perilaku aktor ekonomi dalam melakukan tindakan ekonomi. Dilatarbelakangi oleh persoalan di atas, sejumlah pertanyaan akan diajukan berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan yang di maksud dalam studi ini: 1. Siapa saja aktor yang ikut bermain di Pasar Nagari khususnya pasar kayu manis dan bagaimana regulasi pasar dibentuk dan dimiliki sebagai sebuah institusi ekonomi? Mengapa demikian? 2. Bagaimanakah pola-pola perilaku aktor dalam melakukan tindakan ekonomi terutama bagaimana ekonomi moral dan rasional yang dianut dalam kaitannya dengan proses adaptasi dengan lingkungan sosialnya? Mengapa demikian? 6

3. Bagaimanakah pemasaran kayu manis dan Pasar Nagari melekat (embeddedness) di dalam masyarakat secara keseluruhan, dan bagaimana jaringan sosial personal terbentuk di dalamnya? 4. Bagaimanakah proses pembentukan harga di pasar? Dan bagaimana kaitannya dengan bentuk perjuangan dan kompetisi yang terjadi di pasar diantara para aktor yang terlibat dan kenapa demikian? 5. Bagaimana interrelasi antara pasar di tingkat lokal dengan pasar di tingkat supra lokal, dan kaitannya dengan pembentukan harga dan bagaimana kekuatan politik, kekuasaan bermain di dalamnya serta kenapa demikian? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimana pasar nagari sebagai sub bagian dari kelembagaan ekonomi masyarakat nagari bisa bertahan dalam proses perubahan yang terjadi? Bagaimana proses perubahan itu terjadi, dan kenapa demikian? Untuk lebih jelasnya tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui para aktor yang bermain di pasar dan bentuk regulasi yang tercipta dan dimiliki sebagai sebuah institusi ekonomi. 2. Mengkaji pola-pola perilaku aktor dalam melakukan tindakan ekonomi dan kaitannya dengan ekonomi moral dan rasional yang dianut dan proses adaptasi dengan lingkungan sosialnya. 3. Mengetahui bentuk pemasaran kayu manis dan pasar nagari dan keterlekatannya di dalam masyarakat secara keseluruhan, serta jaringan sosial personal yang terbentuk di dalamnya. 4. Mengkaji proses pembentukan harga di pasar, dan kaitannya dengan bentuk perjuangan dan kompetisi yang terjadi di pasar diantara para aktor ekonomi yang terlibat. 5. Menelusuri interrelasi antara pasar di tingkat lokal dengan pasar di tingkat supra lokal, terutama dalam kaitannya dengan proses pembentukan harga, kekuatan politik dan kekuasaan yang bermain di dalamnya. Diharapkan pertanyaan yang diajukan ini mampu untuk mengarahkan studi pada tujuan yang diinginkan dan sekaligus memungkinkan peneliti untuk mengambil semacam kesimpulan yang valid. 7

1.4. Kegunaan Penelitian Secara keseluruhan hasil studi ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pasar dan pemasaran hasil perkebunan rakyat yang mengarah pada penciptaan regulasi pasar yang menguntungkan semua pihak. Sehingga posisi tawar yang seimbang, efisien dari masing-masing aktor di pasar dapat terwujud, dan pada gilirannya akan menciptakan keadilan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di tingkat lokal. 8