TINJAUAN PENGGUNAAN ABU BATU DAN ABU VULKANIK SEBAGAI FILLER TERHADAP DURABILITAS ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC WC) Hadi Ali 1)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN PENGGUNAAN ABU VULKANIK DAN ABU BATU SEBAGAI FILLER 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB III LANDASAN TEORI

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

PENGGUNAAN PASIR KUARSA GUNUNG BATU KECAMATAN BAULA KABUPATEN KOLAKA SEBAGAI AGREGAT HALUS TERHADAP CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS-WC)

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Pengaruh Suhu Pemadatan Campuran Untuk Perkerasan Lapis Antara (AC-BC) Budi Raharjo 1) Priyo Pratomo 2) Hadi Ali 3)

METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB III LANDASAN TEORI

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

Variasi Jumlah Tumbukan Terhadap Uji Karakteristik Marshall Untuk Campuran Laston (AC-BC) Antonius Situmorang 1) Priyo Pratomo 2) Dwi Herianto 3)

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

PENGARUH KANDUNGAN AIR HUJAN TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK MARSHALL DAN INDEKS KEKUATAN SISA (IKS) CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON (LASTON)

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL BETON DITINJAU DARI ASPEK PROPERTIES MARSHALL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Pengaruh Suhu Tumbukan pada Campuran Aspal Beton dengan Jenis Lapis AC-WC Gradasi Halus. Wahyudi 1) Priyo Pratomo 2) Hadi Ali 3)

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

Transkripsi:

TINJAUAN PENGGUNAAN ABU BATU DAN ABU VULKANIK SEBAGAI FILLER TERHADAP DURABILITAS ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC WC) Hadi Ali 1) Abstract Filler is component of pavement construction. The little prosentase of filler in the mixture has big effect in characters marshall also be mixture performance towards traffic load. The pavement construction in this research is asphalt concrete - wearing course (ac-wc), by using vulcanic ash and stone ash as filler in refusal density. In asphalt optimum content that is 6,00 % to filler of stone ash and 5,9 % to filler of vulcanic ash, in refusal density test 2x400 collision, fulfil spesification and both types of collision be correlate of marshall parameter with longly soaking 0, 1, 2, and 3 days. The result that got after soaking, pavement structural with filler of vulcanic ash has stability 1084,307 kg and flow 3,55 mm, while a with filler of stone ash has stability 1077,842 kg and flow 3,6 mm. Test of durability that mixture with filler of vulcanic ash has value better from in stone ash, the Retained stability index of mixture with filler of vulcanic ash has prosentase 99,08262 %, while in filler of stone ash 98,84916 %. keywords: filler, stone ash, vulcanic ash. Abstrak Filler adalah salah satu komponen dalam campuran yang mempunyai peranan pada lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan. Prosentase yang kecil pada filler terhadap campuran bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat Marshall yang juga merupakan kinerja campuran terhadap beban lalulintas. Lapis perkerasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Lapis Beton Aspal jenis Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC), dengan menggunakan abu vulkanik dan abu batu sebagai filler pada kepadatan mutlak. Pada Kadar Aspal Optimum yaitu 6,00 % untuk filler abu batu dan 5,9 % untuk filler abu vulkanik, pada uji kepadatan mutlak 2x400 tumbukan, sudah memenuhi spesifikasi dan uji tumbukan tersebut merupakan hubungan parameter Marshall dengan lama perendaman dalam jangka waktu 0, 1, 2, dan 3 hari. Hasil yang diperoleh setelah perendaman, lapis perkerasan dengan filler abu vulkanik mempunyai stabilitas 1084,307 kg dan kelelehan 3,55 mm, sedangkan filler abu batu mempunyai stabilitas 1077,842 kg dan kelelehan 3,6 mm. Uji durabilitas campuran dengan filler abu vulkanik mempunyai nilai yang lebih baik dari pada abu batu, indeks stabilitas sisa campuran dengan filler abu vulkanik mempunyai prosentase 99,08262 %, sedangkan pada abu batu 98,84916 %. Kata kunci: Filler, abu batu, abu vulkanik. 1. PENDAHULUAN Lapis perkerasan jenis Laston Lapis Aus 2 (AC-WC), adalah salah satu jenis lapis perkerasan yang sesuai pada jenis perkerasan lentur yang sebagian besar digunakan sebagai perkerasan jalan di Indonesia. Keuntungan jenis perkerasan ini diantaranya memiliki stabilitas yang tinggi, kedap air dan dapat memikul beban yang besar. Akan tetapi hal ini tidak selalu dapat dipenuhi karena pengaruh beberapa hal seperti cuaca, beban yang melebihi beban rencana, atau kualitas aspal dan gradasi agregat yang tidak baik. Kemampuan perkerasan lentur jalan untuk menahan hambatan dan kerusakan secara 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung. Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro No 1 Gedong Meneng, Bandar Lampung. Surel: hadiali48@gmail.com.

nyata, berhubungan dengan durabilitas yaitu kemampuan dari suatu lapisan untuk menahan pengaruh udara, air, perubahan suhu dan keausan akibat gesekan roda kendaraan. Durabilitas dapat diartikan juga sebagai kemampuan dari suatu campuran untuk mencegah terjadinya perubahan pada aspal seperti oksidasi, kehancuran agregat dan pengelupasan selimut aspal pada permukaan agregat (Shell, 1990 dalam Hadi YM, 2001). Akibat oksidasi dan penguapan dengan udara, aspal akan mengalami proses pengerasan dan mengakibatkan campuran beraspal menjadi getas dan rapuh. Akibat pengaruh air pada campuran beraspal akan menyebabkan hilangnya daya adesi antara aspal dengan agregat sehingga terjdi agregat mudah saling melepas satu sama lainnya. Tingkat durabilitas yang rendah adalah salah satu alasan kerusakan penurunan kinerja perkerasan lentur (Craus, 1981 dalam Ricky Kusmawan, 2000). Filler merupakan salah satu bahan yang berfungsi sebagai pengisi rongga-rongga dari suatu campuran beraspal. Disamping itu filler berfungsi pula sebagai media untuk pelumasan aspal terhadap permukaan agregat. Prosentase yang kecil pada filler terhadap campuran bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat Marshall yang juga merupakan kinerja campuran terhadap beban lalulintas (Putrowijoyo R, 2006). Penelitian penggunaan jenis filler sebagai bahan campuran perkerasan telah banyak dilakukan seperti semen, kapur, fly ash, serbuk genting, lanau dan sebagainya. penggunaan filler dengan berat jenis yang jauh lebih kecil dari pada berat jenis agregat kasar dan halusnya akan menyebabkan campuran menjadi kurang aspal, yang ditandai dengan nilai rongga dalam campuran (VIM) yang lebih besar dari batas spesifikasi atas dan nilai rongga terisi aspal (VFA) yang lebih kecil dari batas spesifikasi bawah (Widodo S, 2000). Sedangkan menurut Pratomo (1999), bahwa bahan semen dan abu batu (fly ash) merupakan bahan terbaik yang boleh dipakai sebagai filler, sedangkan kapur sebagai bahan filler membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak untuk bisa menghasilkan nilai stabilitas yang tinggi. Bahan lain yang belum digunakan sebagai bahan filler adalah Abu vulkanik yaitu salah satu jenis tephra (ekstrusi vulkanik udara), yang biasanya merusak (destruktif) pada awalnya, tetapi dalam waktu tertentu dapat berguna. Dalam pengertian lain bahwa Abu vulkanik atau Pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan keudara saat terjadi letusan gunung berapi. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan km dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin (Sudaryo dkk, 2009). Ukuran partikel abu yang jatuh ke tanah umumnya menurun secara eksponensial dengan semakin jauh jaraknya dari gunung berapi, juga rentang ukuran butir abu vulkanik biasanya berkurang melawan arah angin dari gunung berapi menjadi semakin kecil. Ukuran partikel pasir dan lumpur berkisar 0,001 mm hingga 2 mm. Dengan ukuran partikel abu vulkanik tersebut, sangat memungkinkan untuk material yang dapat digunakan sebagai bahan filler. Namun keberadaan material tersebut cukup langka dan tidak mudah mendapatkanya. Kelangkaan material abu tersebut merupakan kelemahan, sehingga tidak banyak yang melakukan penelitian terhadap penggunaan abu vulkanik sebagai bahan lapis perkerasan. Oleh karena itu berdasar fungsi tersebut perlu adanya penelitian tentang penggunaan filler abu vulkanik sebagai bahan Campuran Aspal Panas jenis Asphalt Concrete - Wearing Course (AC- WC) terhadap karakteristik campuran dan potensi durabilitasnya. 2. METODE PENELITIAN. 2.1 BAHAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat kasar, agregat halus, aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik dan abu batu. 2 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu...

a.agregat kasar, halus maupun filler memenuhi standar SNI yang bersumber dari Pedomam Konstruksi dan Bangunan, Dikjen-Binamarga, 2006, untuk lapis perkerasan jenis Laston. b.aspal yang digunakan jenis aspal keras dengan Penetrasi 60. c.abu Vulkanik yang digunakan berasal dari letusan gunung merapi (Yogjakarta). Diambil pada bulan November 2010, dari daerah Sleman yang berjarak ± 9 km dari puncak letusan. 2.2. PROPORSI AGREGAT CAMPURAN. Proporsi agregat campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang tertera pada Tabel : 1 dibawah. Tabel 1. Proporsi Campuran benda uji Saringan Diameter % Lolos %Tertahan ABU BATU ABU VULKANIK 3/4" 19,05 100,00 0,00 0,00 0,00 1/2" 12,70 92,00 8,00 92,82 93,05 3/8" 9,53 82,75 9,25 107,33 107,59 No. 4 4,76 56,25 26,50 307,47 308,24 No. 8 2,38 37,75 18,50 214,65 215,19 No. 16 1,19 24,5 13,25 153,74 154,12 No. 30 0,60 16,75 7,75 89,92 90,15 No. 50 0,30 11,75 5,00 58,01 58,16 N. 200 0,075 4,50 7,25 84,12 84,33 PAN - 0,00 4,50 52,21 52,34 Jumlah (Gram) 1160,27 1163,17 Berat Jenis teori Maks. (gr/cm3) 2,475 2,48 Berat Aspal (Gram) 74,06 72,93 KAO 6,0 % 5,9 % 2.3. PEMBUATAN BENDA UJI. Pada percobaan ini menggunakan benda uji standar berupa sebuah cetakan yang berdiameter 101,6 mm (4inci) dan tinggi 75 mm (3inci). Benda uji didapatkan dengan menggunakan alat pemadat Marshall (Marshall Compaction Hummer) dengan berat 4,54 kg, diameter 3. 7/8 inci dan tinggi jatuh 457 mm (18 inci). Pemadatan dilaksanakan dengan pemadatan manual standar Marshall dengan 2 x 400 tumbukan. Secara scematik jenis dan jumlah benda uji dapat dilihat dalam Tabel.2. dibawah Tabel 2. Jenis dan jumlah benda uji. PENGUJIAN Marshall dengan Kepadatan Mutlak & Durabilitas Modif Peren daman (Hari) PENGGUNAAN FILLER JUMLAH BENDA UJI Abu Batu. (KAO = 6,0%) Abu Vulkanik (KAO = 5,9%) 0 3 3 6 1 3 3 6 2 3 3 6 3 3 3 6 Jumlah Total 24 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu... 3

3. HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1. UJI KARAKTERISTIK MARSHALL Hasil pengujian benda uji yang diperlakukan modifikasi perendaman selama 1 hari, 2 hari, 3 hari dan setiap hari diberi pemanasan dengan suhu 60º C ± 1 selama 10 jam, hal ini disesuaikan dengan kondisi alam yaitu panas pada siang hari dan dingin pada malam hari. Hasil pengujian seperti pada Tabel 3. dibawah. Kepadatan (gr/cm3) Stabilitas (kg) Kelelehan /Flow (mm) Tabel 3. Hasil Pengujian Benda Uji dengan pendekatan Kepadatan Mutlak. Sifat Campuran Marshall Quotient (kg/mm2) Rongga diantara mine- ral agregat /VMA (%) Rongga terisi aspal /VFA (%) Rongga dalam campuran/vim(%) Jenis Filler LAMA RENDAMAN (Hari) Abu Batu 2,429 2,4287 2,427 2,425 anik 2,439 2,435 2,433 2,429 Abu Batu 1151,069 1137,822 1121,943 1077,842 anik 1153,067 1142,489 1131,910 1084,307 Abu Batu 3,300 3,300 3,400 3,600 anik 3,150 3,200 3,350 3,550 Abu Batu 351,201 344,362 331,520 300,994 anik 353,795 361,855 341,197 305,438 Abu Batu 17,433 17,562 17,712 17,865 anik 16,885 17,169 17,359 17,715 Abu Batu 84,133 84,027 83,833 83,600 anik 85,841 85,280 84,968 84,221 Abu Batu 2,766 2,810 2,871 2,938 anik 2,390 2,526 2,611 2,797 Pada Tabel.3 diatas terlihat bahwa nilai kepadatan penggunaan filler abu batu lebih rendah dari pada filler abu vulkanik dan hal ini terjadi pada seluruh lamanya perendaman. Kepadatan terendah terjadi pada perendaman selama 3 hari sebesar 2,425575 gr/cm3 untuk filler abu batu dan 2,429067 gr/cm3 untuk filler abu vulkanik. Demikian pula nilai yang dihasilkan pada stabilitas Marshall yaitu stabilitas penggunaan filler abu batu lebih rendah dari pada filler abu vulkanik dan cenderung menurun sesuai dengan lama perendaman. Stabilitas terendah terjadi pada perendaman selama 3 hari sebesar 1077,842 kg untuk filler abu batu dan 1084,307 kg untuk filler abu vulkanik. Sedangkan pada nilai kelelehan (flow), penggunaan filler abu batu lebih tinggi dari pada filler abu vulkanik dan kedua jenis filler cenderung meningkat sesuai dengan lamanya perendaman. Nilai Flow terendah terjadi pada lama perendaman 1 hari sebesar 3,3 mm untuk filler abu batu dan 3,2 mm untuk abu vulkanik Namun terlihat pada nilai Marshall Quotient, bahwa penggunaan filler abu batu maupun filler abu vulkanik cenderung menurun sesuai dengan lamanya perendaman, tetapi nilai untuk filler abu batu lebih tinggi dari pada filler abu vulkanik. Nilai terendah terjadi pada perndaman selama 3 hari sebesar 300,9948 kg/mm2 untuk filler abu batu dan 305,4385 kg/mm2 untuk filler abu vulkanik. Rongga diantara mineral agregat (VMA) pada Tabel.3 terlihat bahwa nilai VMA dengan penggunaan filler abu batu memiliki nilai lebih besar dari pada abu vulkanik, namun masing-masing jenis filler cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan lamanya perendaman. Nilai terendah sebesar 17,43309 % untuk filler abu batu dan 16,8825 % untuk filler abu vulkanik, kedua jenis bahan filler masih memenuhi batas yang disyaratkan (VMA minimum 16 %). Demikian pula pada rongga udara dalam campuran (VIM) bahwa penggunaan filler abu batu memiliki nilai lebih besar dari pada abu vulkanik, namun masing-masing jenis filler cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan lamanya perendaman. Sedangkan Rongga terisi aspal (VFA) terlihat bahwa penggunaan filler abu batu dan filler abu vulkanik cenderung menurun sesuai lamanya perendaman namun nilai VFA 4 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu...

untuk filler abu batu lebih rendah dari pada filler abu vulkanik. Hasil analisis hubungan sifat-sifat campuran Marshall dengan lamanya perendaman pada pendekatan kepadatan mutlak dapat dilihat dalam Gambar 1. berikut. Kepadatan (gr/cm3) 2,48 2,47 2,46 2,45 2,44 2,43 2,42 2,41 2,4 Gambar a : Hub. Poly. Kepadatan () vs lama Poly. () rendaman. Stabilitas (gr) 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 Gambar b : Hub. Poly. Stabilitas () vs lama rendaman. Poly. () Marshall Quetient (kg/mm 400 375 350 325 300 275 250 225 200 Flow (mm 4 3,75 3,5 3,25 3 2,75 2,5 Gambar : Hub. Marshal Q vs lama rendaman. Gambar.d : Hub. Flow vs lama rendaman. VMA (%) 20 19,5 19 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 VFA (% 100 95 90 85 80 75 70 65 60 Gambar e : Hub. VMA vs lama rendaman. Gambar f : Hub. VFA vs lama rendaman. VIM (%) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 Poly. () Poly. () Gambar g : Hub. VIM vs lama rendaman. Gambar 1. Grafik Hubungan sifat-sifat campuran dengan lama perendaman pada KAO dengan Kepadatan Mutlak. Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu... 5

Berdasarkan pada Gambar 1, lama perendaman akan berpengaruh terhadap sifa-sifat campuran beraspal sebagaimana dalam penjelasan berikut. 1.Kepadatan. Terlihat bahwa kedua jenis filler memiliki tingkat kepadatan yang cenderung menurun sesuai dengan lamanya perendaman (Gambar 1.a). Namun tingkat kepadatan yang dimiliki filler abu vulkanik lebih tinggi/ lebih baik dari pada filler abu batu. Terjadinya penurunan kepadatan pada campuran yang diakibatkan oleh lamanya perendaman tersebut akibat dari disintegrasi mineral agregat pada campuran, terutama pada lapisan briket bagian luar (Putrowijoyo, 2006) 2.Stabilitas. Grafik Stabilitas seperti yang terlihat dalam Gambar 1.b, memperlihatkan penurunan yang tidak drastis untuk kedua jenis filler. Namun setelah dua hari perendaman, penurunan stabilitas untuk kedua jenis filler cukup besar. Hal ini dapat terjadi karena geseran antar butir agregat dan penguncian antar butir agregat serta daya ikat dari lapisan aspal berkurang.. 3.Marshall Quotient. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Lama Perendaman (Gambar 1.c) terlihat bahwa nilai MQ untuk kedua jenis filler cenderung menurun sesuai dengan lamanya perendaman. Namun nilai MQ untuk filler abu vulkanik lebih tinggi dari pada filler abu batu. Hal ini menunjukan bahwa perkerasan dengan campuran filler abu batu lebih rentan terhadap deformasi dari pada filler abu vulkanik. Menurut Kusmawan R, (2000), Marshall Quotient memprediksikan fleksibilitas bahan, campuran dengan Marshall Quotien yang rendah akan menjadikan campuran lebih rentan terhadap deformasi dan bila campuran Marshall Quotient lebih tinggi akan menjadikan campuran lebih kaku 4.Kelelehan (Flow). Nilai Kelelehan (Flow) seperti dalam Gambar 1.d, terlihat bahwa nilai flow untuk kedua jenis filler cenderung meningkat sesuai dengan lamanya perendaman. Namun nilai flow filler abu batu lebih tinggi dari pada filler abu vulkanik. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat kelenturan perkerasan dengan campuran filler abu batu lebih rendah dari pada filler abu vulkanik. Peningkatan kelelehan tersebut disebabkan lekatan aspal dan filler terhadap batuan berkurang. 5.Rongga Didalam Campuran.(VMA, VFA dan VIM) Grafik hubungan antara VMA dengan lama Perendaman (Gambar 1.e) terlihat bahwa nilai VMA untuk kedua jenis bahan filler cenderung meningkat seiring dengan lamanya perendaman. Peningkatan ini terjadi karena adanya desakan air dan masuk kedalam rongga agregat. Namun nilai VMA jenis bahan filler abu batu dalam lama perendaman yang sama lebih tinggi dari pada bahan filler abu vulkanik. Hal ini terjadi karena berat jenis filler abu batu lebih kecil dari pada filler abu vulkanik. Dalam berat yang sama, volume abu batu akan lebih besar dari pada volume abu vulkanik, sehingga banyaknya rongga agregat semakin besar. Pada Gambar 1.f. yaitu Grafik hubungan antara VFA dengan lama perendaman terlihat bahwa kedua jenis bahan filler cenderung menurun sesuai dengan lamanya perendaman. Hal ini disebabkan karena nilai VMA yang cenderung meningkat. Namun dalam Grafik tersebut terlihat bahwa nilai VFA untuk filler abu batu lebih rendah dari pada filler abu vulkanik, hal ini memperlihatkan bahwa filler abu batu mengisi rongga diantara agregat lebih banyak dari pada filler abu vulkanik karena volume filler abu batu lebih besar dari pada volume filler abu vulkanik. Pada Grafik hubungan antara VIM dengan lama perendaman (Gambar 1.g) terlihat bahwa kedua jenis filler cenderung naik sesuai dengan lamanya perendaman. Hal ini terjadi adanya air yang mengisi rongga udara dan meresap diantara butiran agregat. Disamping dalam Grafik tersebut terlihat pula bahwa nilai VIM untuk filler abu batu lebih tinggi dari 6 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu...

pada filler abu vulkanik. Hal ini disebabkan karena volume filler abu vulkanik lebih sedikit dalam mengisi rongga udara sehingga rongga terisi aspal akan lebih besar dari pada filler abu batu. 3.2. HASIL ANALISIS DURABILITAS Kriteria mekanis untuk durabilitas adalah dengan stabilitas Marshall yang dilakukan terhadap benda uji setelah mendapat perlakuan dalam perendaman selama 0 hari, 1 hari, 2 hari dan 3 hari serta setiap hari mendapat pemanasan 60º C selama 10 jam.(pukul : 07.00 s/d 17.00). Indek Stabilitas Sisa (Index of Retained Stability / IRS) ditentukan untuk mengevaluasi ketahanan terhadap pengrusakan air dan efisiensi daya adhesi dari bahan ikat dan agregat. Perendaman lebih lama menyebabkan air terserap kedalam spesimen meningkat dan menembus kebagian antar permukaan aspal-agregat dan pori-porinya. Kehadiran air pada bagian permukaan antar permukaan-aspal dan pori-pori ini pada akhirnya akan mengarah pada pengelupasan aspal dari permukaan agregat dan menyebabkan berkurangnya kekuatan campuran. Indek Durabilitas Pertama (r) didefinisikan sebagai jumlah kemiringan dari setiap bagian yang berurutan dari kurve durabilitas. Secara praktis indek durabilitas pertama ini menggambarkan persentase kehilangan kekuatan yang dibobotkan untuk pengujian satu hari. Indeks (r) dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : i=n 1 r= i=0 ( S S i i+1 [1] t i+1 t i ) Keterangan : r = Nilai Penurunan stabilitas (kg) S i = persen kekuatan yang tersisa pada waktu ti S i+1 = persen kekuatan yang tersisa pada waktu ti+1 t i, t i+1 = waktu perendaman (mulai dari awal pengujian) Indek Durabilitas Kedua (a) didefinisikan sebagai rata-rata luasan kehilangan kekuatan yang dibentuk antara kurva durabilitas dan garis S0 = 100 persen. Indeks (a) ini dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : a= 1 i=n a t 1 + 1 n i=1 2t n i=n 1 i=0 ( S i S i+1 [2] 2t n (t i +t i+1 )) Indeks durabilitas kedua juga menggambarkan suatu ekivalensi kehilangan kekuatan satu hari. Nilai positif dari (a) mengindikasikan kehilangan kekuatan, nilai negatif berarti penambahan kekuatan. Dengan definisi ini maka a < 100 dan konsekuensinya memungkinkan untuk menampilkan persen equivalen kuat sisa satu hari (Sa) = (100 a). Hasil Analisis Indek-indek Durabilitas tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4. dibawah Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu... 7

Tabel 4. Hasil Analisis Durabilitas modifikasi Marshall. Sifat Marshall Stabilitas (Kg) % Sisa Sta -bilitas (Kg) Durabilitas IRS (%) r (%) a (%) Sa (%) Jenis Filler Lama Perendaman (Hari) Hasil Abu Batu 1151,069 1137,822 1121,943 1077,842 anik 1153,067 1142,489 1131,91 1084,307 Abu Batu 100 98,84916 97,46966 93,63835 anik 100 99,08262 98,16515 94,03677 Abu Batu 98,84916 anik 99,08262 Minimal 75 Abu Batu 0 0,048972 0,057479 0,159638 0,266089 anik 0 0,039037 0,038228 0,172016 0,249281 Abu Batu 0 0,959036 0,68975 0,638551 2,287338 anik 0 0,764483 0,458733 0,688064 1,91128 Abu Batu 97,71266 anik 98,08872 Kriteria Indek Durabilitas Pertama (r) mengindikasikan bahwa antara campuran dengan bahan filler abu batu dan filler abu vulkanik tidak memiliki perbedaan persen kehilangan kekuatan yang signifikan. Perbedaan yang terjadi bahan filler abu batu sedikit lebih tinggi dari pada bahan filler abu vulkanik yaitu sebesar 0,266089 % untuk filler abu batu dan 0,249281 % untuk filler abu vulkanik. Indek Durabilitas Kedua (a) seperti dalam Tabel 4. terlihat bahwa campuran dengan bahan filler abu batu memiliki nilai (a) lebih tinggi dari pada bahan filler abu vulkanik yaitu sebesar 2,287338 % untuk bahan filler abu batu dan 1,91128 % untuk bahan filler abu vulkanik. Sedangkan persen equivalen kuat sisa (Sa) untuk bahan filler abu batu sebesar 97,71266 % sedangkan filler abu vulkanik 98,0887 %, seperti yang terlihat dalam Gambar 2 dibawah. Persen Stabilitas Marshall 100 99 98 97 96 95 94 93 100 100 98,84916 99,08262 97,46966 98,16515 93,63835 Ab.Bt Ab.Vulk 94,03677 Gambar 2. Kurva Durabilitas Persen Sisa Stabilitas masing-masing bahah filler menunjukan sedikit perbedaan pada perendaman 1 dan 2 hari, sedangkan perendaman pada hari ketiga, kedua jenis bahan filler mengalami penurunan persen sisa durabilitas yang cukup besar, namun kedua jenis bahan filler tersebut tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. 8 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu...

4. KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1. KESIMPULAN Sifat campuran yang dilakukan uji Marshall dengan 2 x 400 tumbukan dan disertai modifikasi perendaman memberikan hasil : a.kadar Aspal Optimum (KAO) untuk campuran dengan filler abu batu lebih tinggi 1,6667 % dari pada filler abu batu yaitu 6,0 % untuk filler abu batu dan 5,9 % untuk abu vulkanik. b.lama perendaman akan mengakibatkan peningkatan nilai Rongga Mineral Agregat (VMA) dan Rongga Udara dalam Campuran (VIM) namun mengakibatkan pula penurunan terhadap nilai Rongga terisi Aspal (VFA). c.persen Sisa Stabilitas masing-masing bahah filler menunjukan sedikit perbedaan pada perendaman 1 dan 2 hari, namun perendaman pada hari ketiga, kedua jenis bahan filler mengalami penurunan persen sisa durabilitas yang cukup besar yaitu 93,63835 % untuk filler abu batu dan 94,03677 % untuk filler abu vulkanik, atau filler abu batu tingkat penurunan stabilitas lebih tinggi 0,4237 % dari pada abu vulkanik. 4.2. SARAN-SARAN. Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini seperti lingkup batas kajian, kelengkapan Laboratorium, sehingga penelitian ini masih perlu kajian lebih lanjut, terutama pemanfaatan bahan vulkanik secara optimal dan prosedur penelitiam yang benar oleh karena itu disarankan : a. Dalam penggunaan material vulkanik tidak sebatas pada filler, namun perlu dilakukan sieve analisis dan digunakan sebagai fraksi material gabungan dengan material lain. b. Perlu dilakukan tahapan uji perendaman untuk mendapatkan stabilitas sisa pada suhu 60 ± 1º C selama 24 jam. c. Perlu penelitian lebih lanjut dalam variasi lama perendaman yang disertai pemanasan dalam suhu tertentu hingga lebih dari 3 hari. DAFTAR PUSTAKA. Anonim, 1999, Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kimbangwil Pusat Penelitian dan Pemgembangan Teknologi dan Prasarana Jalan, No.023/T/BM/1999 SK.No.76/ KPTS/Db/ 1999, Bandung, hal. 1 85. Anonim, 2006, Pedoman Konstruksi dan Bangunan No: 001-03 / BM / 2006, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta, hal. 1 53. Hadi, Y. M. 2001, Permeabilitas Dan Pengaruhnya Terhadap Durabilitas Campuran Beraspal, Tesis Magister Bidang Khusus Rekayasa Transportasi, Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung, hal. 1-96. Kusmawan R. 2000, Pengaruh Jenis Filler dan Gradasi Agregat Terhadap Potensial Durabilitas dari Campuran Stone Mastic Asphalt (SMA), Prosiding Simposium III FSTPT, UGM, 15 November 2000, hal. 1-10. Pratomo P. 1999, Campuran Hot Rollewsd Sheet Dengan Berbagai Jenis Filler, Prosiding Simposium I Studi Transportasi Perguruan Tinggi, ITB, Bandung, hal. 353-358. Putrowijoyo R. 2006, Kajian Laboratorium Sifat Marshall dan Durabilitas Asphalt Concrete Wearing Course (AC - WC) Dengan Membandingkan Penggunaan antara Semen Portland dan Abu Batu sebagai Filler, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, hal. 1 133. Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu... 9

Sudaryo dan Sucipto, 2009, Identifikasi dan Penentuan Logam Pada Tanah Vulkanik didaerah Cangkringan Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat, Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 5 November 2009, 7 Hal. Widodo S. 2000, Pengaruh Berat Jenis Filler terhadap Karakteristik Campuran Split Mastic Asphalt, Prosiding Simposium III FSTPT, ISBN NO. 979-96241-0-X, hal. 1 9. 10 Hadi Ali, Tinjauan Penggunaan Abu Batu...