BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

UNJUK KERJA TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA THERMOSYPHON YANG BERISI PCM KAPASITAS 60 LITER SELAMA PROSES CHARGING TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN

Muhammad Nadjib 1), Suhanan 2) Jl. Grafika No. 2, Kompleks UGM, Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU TERMAL PEMANAS AIR TENAGA SURYA YANG BERISI PCM PADA UNIT TANGKI

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

9/17/ KALOR 1

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V DATA DAN ANALISA PERHITUNGAN. Seperti dijelaskan pada subbab 4.2 diatas, pengambilan data dilakukan dengan

Tabel 4.1 Perbandingan desain

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Terbit setiap APRIL dan NOVEMBER

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

BAB III PERANCANGAN.

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

Xpedia Fisika. Kapita Selekta Set Energi kinetik rata-rata dari molekul dalam sauatu bahan paling dekat berhubungan dengan

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

PENGUJIAN PROSES CHARGING KONTAINER INKUBATOR BAYI MENGGUNAKAN PCM DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

Dengan mengetahui bahwa massa jenis es balok pada temperatur 0 C adalah 916,2 kg/m 3, maka massa es balok:

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

ROOM FIRES (KEBAKARAN DALAM RUANGAN) HENY TRIASBUDI, IR., MSC. FIRE SAFETY SPECIALIST

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh termokopel dengan hasil seperti pada Tabel 4.1. sebagai berikut. Tabel 4.1. Kalibrasi Termokopel No Termokopel Posisi R² Kalibrasi 1 T1 masuk tangki 0,999 y = 1.220x - 5.505 2 T2 keluar tangki 0,999 y = 1.220x - 5.458 3 T5 PCM 0,999 y = 1.223x - 5.814 4 T6 PCM 0,999 y = 1.226x - 5.927 5 T7 PCM 0,999 y = 1.223x - 6.052 6 T8 PCM 0,999 y = 1.227x - 6.163 7 T9 PCM 0,999 y = 1.217x - 5.410 8 T10 PCM 0,999 y = 1.222x - 5.02 9 T11 HTF 0,993 y = 1.189x - 2.305 10 T12 HTF 0,999 y = 1.222x - 5.314 11 T13 HTF 0,999 y = 1.220x - 5.247 12 T14 HTF 0,999 y = 1.224x - 5.447 13 T15 HTF 0,999 y = 1.222x - 5.435 14 T16 HTF 0,998 y = 1.234x - 6.208 15 T17 HTF 0,998 y = 1.229x - 5.465 Letak dari ke-15 termokopel dipasang pada posisi yang berbeda-beda. T1 dan T2 masing-masing dipasang pada sisi masuk tangki TES dari kolektor dan sisi keluar tangki TES ke kolektor, sedangkan sisanya berada di dalam tangki TES. T5 T10 dipasang pada PCM dan T11-T17 dipasang pada HTF. Posisi termokopel di dalam tangki TES dapat dilihat pada Gambar 4.1. 36

37 (a) (b) Gambar 4.1. Sketsa letak termokopel di dalam tangki TES dari (a) tampak depan (b) tampak samping 4.2. Eksperimen Discharging kontinyu Discharging kontinyu merupakan metode discharging yang dilakukan dengan mengeluarkan air dari dalam tangki TES ke lingkungan secara konstan. Eksperimen dengan metode discharging kontinyu dilakukan pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 untuk mendapatkan kondisi yang berbeda-beda. Hasil eksperimen discharging kontinyu menggunakan Tugas Akhir Ghofar (2017) sebagai acuan penulisan. 4.2.1. Kondisi Lingkungan Kondisi cuaca sangat menentukan jumlah energi yang dapat diserap kolektor dari radiasi matahari. Potensi matahari direkam selama proses charging dan ditampilkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Intensitas radiasi dan temperatur udara luar proses charging pada eksperimen discharging kontinyu 38

39 Kondisi cuaca yang ditunjukkan pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 berbeda-beda. Potensi energi matahari paling besar dicapai pada tanggal 24 November 2016 dengan radiasi maksimal dan akumulasi energi radiasi masing-masing adalah 1006,9 W/m 2 dan 10,49 MJ/m 2, sedangkan potensi energi matahari terkecil dicapai pada tanggal 12 Desember 2016 dengan radiasi maksimal dan akumulasi energi radiasi masing-masing sebesar 600,6 W/m 2 dan 6,73 MJ/m 2. Selain itu, kondisi cuaca yang berbeda-beda juga mengkibatkan perbedaan durasi waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur yang steady pada HTF dan PCM. Durasi waktu selama proses charging ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Durasi waktu proses charging pada eksperimen discharging kontinyu No Hari/Tanggal Awal Charging Akhir Charging Durasi Waktu (WIB) (WIB) (menit) 1 Kamis/24-11-2016 Pk 8:29 Pk 14:44 376 2 Senin/12-12-2016 Pk 9:05 Pk 13:30 268 3 Sabtu/17-12-2016 Pk 8:07 Pk 12:12 246 4.2.2. Proses Charging Pada proses charging, radiasi matahari yang terpancar akan diubah menjadi energi termal di dalam kolektor. Setelah itu, energi termal di-transfer ke dalam tangki TES melalui HTF yang terus bersirkulasi di dalam sistem PATS. Di dalam tangki TES, sebagian energi termal di-transfer ke PCM. Perekaman terhadap evolusi temperatur HTF di dalam tangki TES dilakukan pada 7 termokopel, yaitu T11, T12, T13, T14, T15, T16 dan T17 yang ditampilkan pada Gambar 4.3.

40 Gambar 4.3. Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada eksperimen discharging kontinyu Selain pada HTF, evolusi temperatur pada PCM juga direkam dengan menggunakan 6 termokopel, yaitu T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Ke-6 termopel dipasang pada 3 pipa PCM berbeda. T5 dan T6 dipasang pada pipa PCM di bagian atas; T7 dan T8 dipasang pada PCM yang berada di tengah; T9 dan T10

41 dipasang pada PCM bagian bawah. Evolusi temperatur PCM selama proses charging dapat dilihat pada Gambar 4.4. sebagai berikut. Gambar 4.4. Evolusi temperatur PCM selama proses charging pada eksperimen discharging kontinyu

42 Temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir yang dicapai pada tanggal 24 November 2016 adalah 54 C dan 53,85 C, sedangkan temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir yang dicapai pada tanggal 17 Desember 2016 adalah 60,19 C dan 60,1 C. Jika melihat kembali pada Gambar 4.2., temperatur tertinggi seharusnya dapat dicapai pada tanggal 24 November 2016 dengan akumulasi energi radiasi lebih tinggi daripada akumulasi energi radiasi yang diperoleh pada tanggal 17 Desember 2016. Akan tetapi, temperatur rata-rata HTF dan PCM akhir pada tanggal 17 Desember 2016 lebih tinggi daripada tanggal 24 November 2016. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan intensitas radiasi dan temperatur udara lingkungan pada tanggal 17 Desember 2016 meningkat secara stabil hingga akhir proses charging dilakukan, sedangkan intensitas radiasi dan temperatur udara lingkungan pada tanggal 24 November 2016 berfluktuasi tajam dari awal proses charging dan menurun di akhir proses charging. Menurunnya temperatur lingkungan saat temperatur sedang tinggi di dalam tangki TES mengakibatkan besarnya heatloss yang terjadi. 4.2.3. Proses Discharging Proses discharging dilakukan dengan mengisi air di dalam tangki dan mengeluarkannya ke lingkungan dengan kecepatan 2 LPM. Discharging akan terus dilakukan hingga temperatur air di dalam tangki hampir sama dengan termperatur sumber air yang digunakan untuk mengisi tangki. Oleh karena itu, durasi waktu proses discharging pada tiap percobaan berbeda-beda seperti pada Tabel 4.3. No Tabel 4.3. Durasi waktu proses discharging kontinyu Hari/Tanggal Awal Discharging (WIB) Akhir Discharging (WIB) Durasi Waktu (menit) 1 Kamis/24-11-2016 Pk 14:46 Pk 16:56 131 2 Senin/12-12-2016 Pk 13:32 Pk 17:02 211 3 Sabtu/17-12-2016 Pk 12:13 Pk 16:30 258

43 Perekaman pada temperatur HTF selama proses discharging dilakukan oleh T11, T12, T13, T14, T15, T16, dan T17. Kemudian, perekaman temperatur PCM selama proses discharging dilakukan oleh T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Evolusi temperatur HTF dapat dilihat pada Gambar 4.5. dan evolusi temperatur PCM ditunjukkan pada Gambar 4.6 sebagaimana di bawah ini. Gambar 4.5. Evolusi temperatur selama proses discharging kontinyu pada HTF

Gambar 4.6. Evolusi temperatur selama proses discharging kontinyu pada PCM 44

45 Berdasarkan hasil eksperimen discharging kontinyu pada tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016, penurunan temperatur di awal eksperimen berlangsung cepat yang menandakan pelepasan kalor di awal eksperimen besar. Kemudian, pelepasan kalor akan menurun seiring dengan waktu. Penyebab turunnya pelepasan kalor karena PCM telah memasuki fase solidification cooling stage. Akan tetapi, penurunan temperatur tidak berlangsung stabil. Berfluktuasinya penurunan temperatur di dalam tangki disebabkan oleh sirkulasi yang tidak merata di seluruh bagian tangki TES. Stratifikasi termal tetap terlihat selama proses discharging sama seperti pada proses charging. Termokopel T11 dan T12 pada HTF yang berada di dalam tangki bagian atas menunjukkan bahwa temperatur pada bagian atas tangki menurun lebih lambat dibandingkan bagian bawah. Begitu pula pada PCM, termokopel T9 dan T10 yan dipasang pada PCM di bagian bawah tangki menunjukkan temperaturnya lebih cepat menurun dibandingkan termokopel T5, T6, T7, dan T8 yang dipasang pada PCM dengan posisi lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena karakter stratifikasi termal air yang cenderung mentransfer kalor ke bagian atas. 4.2.4. Kapasitas Penyimpanan Energi Termal Kapasitas penyimpanan energi termal adalah jumlah energi termal yang dapat disimpan pada tangki PATS. Energi tersebut dapat disimpan pada air, paraffin, dan kapsul. Energi yang tersimpan dapat berupa kalor sensibel air, kalor sensibel paraffin, kalor laten paraffin, dan kalor sensibel kapsul yang disajikan pada Gambar 4.7. Pada tanggal 24 November 2016, diketahui bahwa massa air (m w ) 47,84 kg, massa paraffin (m p ) 7,76 kg, massa kapsul (m c ) 11,45 kg, temperatur air awal (T w,i ) 30,37 C, temperatur air akhir (T w (t)) 54,01 C, temperatur awal paraffin (T p,i ) 29,27 C, temperatur akhir paraffin (T p,am (t)) 53,86 C, kalor laten pelelehan (L) 173 kj/kg, titik lebur paraffin (T m (t)) 52 C, kalor jenis PCM padat 2 kj/kg. C, kalor jenis PCM cair 2 kj/kg. C dan kalor jenis dinding kapsul 0,38 kj/kg. C,

46 maka secara teoritis, kapasitas penyimpanan energi termal (E) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4. Suku pertama pada persamaan 2.4 adalah kalor yang tersimpan di air sehingga Q sensibel air didapatkan dengan Untuk mengetahui harga c p,w digunakan persamaan 2.9. c p (T) = 4,2174356 0,0056181625T + 0,0012992528T 1,5 0,00011535353T 2 + 0,00000414964T 2,5 Harga Q sensibel air menjadi Suku kedua pada persamaan 2.4. merupakan kalor yang tersimpan di paraffin. Penyimpanan paraffin terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Q sensibel paraffin padat, Q sensibel paraffin cair, dan Q laten paraffin. Harga Q sensibel paraffin padat adalah

47 Harga dari Q sensibel paraffin cair adalah Harga dari Q laten paraffin adalah Suku ketiga pada persamaan 2.4. merupakan kalor yang tersimpan di permukaan kapsul sehingga Q sensibel kapsul didapatkan dengan persamaan berikut. T p,am (t) didapatkan dari rata-rata temperatur akhir air dan paraffin, sedangkan T p,i merupakan rata-rata temperatur awal air dan paraffin. Harga Q sensibel kapsul menjadi

48 Penjumlahan dari kalor sensibel air, sensibel paraffin padat, sensibel paraffin cair, laten paraffin dan sensibel kapsul akan mendapatkan kapasitas penyimpanan energi termal dari tangki TES. Gambar 4.7. Kapasitas penyimpanan energi teoritis pada eksperimen discharging kontinyu

49 Peran PCM masing-masing adalah sebesar 27,91% dengan total kalor 6,55 MJ pada tanggal 24 November 2016, 31,07% dengan total kalor 5,78 pada tanggal 12 Desember 2016, dan 23,91% dengan total kalor 8,27 MJ pada tanggal 17 Desember 2016. Berdasarkan keterangan di atas, peran PCM dalam penyimpanan termal tergantung dari jumlah energi kalor yang disimpan. Semakin banyak jumlah energi yang disimpan, maka semakin sedikit peran dari PCM sebagai penyimpan energi termal. Energi yang dapat disimpan PCM hanya sekitar 1,8-2 MJ, sedangkan sisanya akan disimpan pada HTF. 4.2.5. Energi Tersimpan Energi tersimpan sesaat merupakan kalor yang tersimpan sesaat di dalam tangki sebelum bersikulasi ke dalam kolektor. Jumlah energi yang tersimpan dapat dihitung berdasarkan temperatur air yang masuk ke tangki PATS dan keluar dari tangki TES selama proses charging. Energi tersimpan sesaat yang terjadi disajikan pada Gambar 4.8. Diketahui bahwa pada jam 08:49 tanggal 24 November 2016 massa air (m w ) 47,84 kg, luas permukaan kolektor yang digunakan (A c ) 1,9 m 2 temperatur air masuk (T w,in ) 49,7 C, temperatur air keluar (T w,out ) 29,05 C, temperatur awal (T w,1 ) 32,9 C, tmperatur akhir (T w,2 ) 33,1 C, dan radiasi matahari (I c ) 736,9 W/m². Sebelum mencari harga energi tersimpan sesaat (Q st ), perlu diketahui terlebih dahulu harga C p,c dan C p,w dengan persamaan 2.9. berikut ini. C p (T) = 4,2174356 0,0056181625T + 0,0012992528T 1,5 0,00011535353T 2 + 0,00000414964T 2,5 C p,c = 4,2174356 0,0056181625 (T w,in T w,out ) + 0,0012992528 (T w,in T w,out ) 1,5 0,00011535353 (T w,in T w,out ) 2 + 0,00000414964(T w,in T w,out ) 2,5 C p,c = 4,2174356 0,0056181625 (49,7 C 29,05 C) + 0,0012992528 (49,7 C 29,05 C) 1,5 0,00011535353 (49,7 C 29,05 C) 2 + 0,00000414964 (49,7 C 29,05 C) 2,5 C p,c = 4,18 kj/kg. C

50 Persamaan digunakan kembali dengan mengganti harga T w,in dan T w,out masingmasing dengan T w,1 dan T w,2 sehingga harga C p,w = 4,18 kj/kg. C. Kemudian, untuk mengetahui efisiensi kumulatif (η collect ) digunakan persamaan 2.5. Dengan asumsi bahwa radiasi matahari selama 1 menit dianggap konstan, maka harga Q incident menjadi Q collect dan Q incident yang digunakan untuk mengitung efisiensi kumulatif merupakan nilai kumulatif yang dihitung sejak awal eksperimen sampai waktu tertentu. Contoh langkah penjumlahan untuk mendapatkan nilai kumulatif dari Q collect dan Q incident disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perhitungan kumulatif harga Q collect dan Q incident Waktu Q collected (kj) Q incident (kj) Sesaat Kumulatif Sesaat Kumulatif 8:44 39,39 505,52 389,37 1271,1 8:49 197,73 544,91 64,63 1691,13

51 Harga menjadi % Efisiensi kumulatif sudah diketahui sehingga dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa (ṁ w ) dengan menggunakan persamaan 2.5., yaitu parameter-parameter yang dibutuhkan dalam mencari Q st telah diketahui, maka dengan menggunakan persamaan 2.3. nilai dari Q st adalah

Gambar 4.8. Energi tersimpan sesaat dan intensitas radiasi proses charging pada eksperimen discharging kontinyu 52

53 Sebagaimana terlihat pada Gambat 4.7., energi yang tersimpan pada tiap waktu selalu berubah-ubah mengikuti intensitas radiasi matahari yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa energi yang dapat disimpan saling berkesinambungan dengan intensitas radiasi yang terjadi. Jumlah energi yang tersimpan selama proses charging dapat diketahui dengan menjumlahkan energi tersimpan sesaat yang terjadi pada tiap waktunya. Perbandingan akumulasi energi tersimpan terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 4.9. Energi yang tersimpan pada eksperimen tanggal 24 November, 12 Desember, dan 17 Desember 2016 berturut-turut adalah 6,38 MJ, 4,59 MJ, dan 7,22 MJ. Jumlah energi tersimpan tertinggi terjadi pada tanggal 17 Desember 2016. Akan tetapi, total energi radiasi yang terpancar selama proses charging pada tanggal 24 November 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang terjadi pada tanggal 17 Desember 2016. Meskipun begitu, eksperimen proses charging pada tanggal 24 November 2016 menunjukkan waktu eksperimen terlama dengan durasi waktu eksperimen selama 376 menit. Lamanya durasi waktu eksperimen proses charging pada tanggal 24 November 2016 memperbesar heatloss yang terjadi sehingga energi yang tersimpan berkurang. Gambar 4.9. Akumulasi energi tersimpan selama proses charging

54 4.2.6. Energi Ekstraksi Energi ekstraksi adalah energi yang dilepas di dalam tangki akibat dialirkannya air ke lingkungan dan menggantinya dengan air dingin. Energi ekstraksi merupakan kebalikan dari energi tersimpan sehingga besarnya dapat dihitung dengan persamaan yang sama dengan energi tersimpan sesaat. Energi ekstraksi sesaat dapat dihitung jika mengetahui massa air (m w ) temperatur air awal (T w,1 ), dan temperatur air akhir (T w,2 ) seperti pada contoh perhitungan pada tanggal 24 November 2016 saat pukul 15:22 WIB. Massa air (m w ) = 47,83 kg temperatur air awal (T w,1 ) = 54,75 C temperatur air akhir (T w,2 ) = 43,3 C Kalor jenis air (C p,w ) dapat diketahui dengan persamaan 2.9 sehingga harga C p,w adalah 4,18 kj/kg. C. Oleh karena itu, nilai energi ekstraksi sesaat (Q st ) menjadi Untuk mendapatkan nilai kumulatif, energi ekstraksi sesaat dijumlahkan pada tiap waktunya sehingga menghasilkan grafik seperti pada Gambar 4.10. Energi ekstraksi yang terjadi selama proses discharging berfluktuasi. Berfluktuasinya energi ekstraksi diakibatkan karena aliran air yang terus bersirkulasi secara tidak beraturan di dalam tangki TES. Selain energi ekstraksi yang berfluktuasi, Gambar 4.10. menunjukkan penurunan energi ekstraksi seiring berjalannya waktu. Selisih temperatur yang semakin mengecil menjadi penyebab mengecilnya laju transfer kalor.

Gambar 4.10. Energi ekstraksi sesaat dan akumulasi selama proses discharging Kontinyu 55

56 4.2.7. Efisiensi Sistem PATS Efisiensi merupakan salah satu cara menentukan performa suatu alat. Efisiensi pada PATS dapat dihitung dengan membandingkan nilai kapasitas penyimpanan energi, energi tersimpan kumulatif dan energi ekstraksi kumulatif. Harga efisiensi charging, efisiensi discharging dan efisiensi penyimpanan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 2.8, persamaan 2.9 dan persamaan 2.10 sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Efisiensi energi termal di dalam tangki TES pada eksperimen discharging kontinyu 24 November 2016 12 Desember 2016 17 Desember 2016 Kapasitas penyimpanan energi (MJ) 6,55 5,79 8,27 Energi tersimpan kumulatif (MJ) 6,38 4,6 7,22 Energi ekstraksi kumulatif (MJ) 4,56 3,48 5,9 Efisiensi charging (%) 97,40 79,45 87,30 Efisiensi discharging (%) 71,47 75,66 81,72 Efisiensi penyimpanan (%) 69,62 60,11 71,34 Berdasarkan pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa efisiensi discharging terkecil didapatkan pada tanggal 24 November 2016, sedangkan efisiensi discharging terbesar terjadi pada tanggal 17 Desember 2016. Pada pengujian tanggal 24 November 2016, proses charging dilakukan hingga perbedaan temperatur HTF pada tiap lapisan kecil, sedangkan pada tanggal 12 Desember dan 17 Desember 2016 terlihat perbedaan temperatur HTF yang cukup besar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan efisiensi discharging akan lebih baik jika terbentuk stratifikasi termal yang besar. Efisiensi charging tertinggi terjadi pada eksperimen tanggal 24 November 2016. Kecepatan angin rata-rata pada tanggal 24 November 2016 adalah 1,07 m/s, sedangkan pada tanggal 12 Desember dan 17 Desember 2016 masing-masing adalah 1,15 m/s dan 0,7 m/s sehingga eksperimen tanggal 17 Desember 2016 seharusnya memiliki heatloss terkecil terhadap pengaruh angin. Di sisi lain,

57 temperatur lingkungan pada tanggal 24 November 2016 menurun saat temperatur HTF dan PCM tinggi, sedangkan temperatur lingkungan yang stabil berfluktuasi ditunjukkan pada tanggal 12 Desember 2016 dan temperatur lingkungan yang terus meningkat hingga akhir proses charging ditunjukkan pada tanggal 17 Desember 2016. Efisiensi charging yang tinggi dengan kondisi lingkungan yang kurang memadai kemungkinan terjadi karena kolektor tidak dapat menyerap radiasi matahari secara maksimal yang diakibatkan oleh radiasi matahari yang terus-menerus berfluktuasi tajam. Kemungkinan yang lain adalah sirkulasi di dalam tangki TES tidak berjalan dengan baik sehingga laju aliran HTF tidak dapat mengimbangi energi yang diserap kolektor. 4.2.8. Hasil Pengujian Dengan Kondisi Terbaik Pengkajian ulang pada pengujian dengan hasil penyimpanan termal terbaik dilakukan untuk mengkaji lebih dalam proses discharging kontinyu dan hubungannya dengan proses charging. Hasil pengujian terbaik terlihat pada tanggal 17 Desember 2016 dengan temperatur rata-rata HTF mampu mencapai 60,19 C. Tingginya temperatur yang dapat dicapai HTF dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Intensitas radiasi yang tinggi dengan rata-rata 551,67 W/m² dan temperatur udara lingkungan yang meningkat seiring dengan waktu mengakibatkan rendahnya heatloss. Berdasarkan pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa efisiensi discharging dan efisiensi penyimpanan tertinggi dicapai pada tanggal 17 Desember 2016. Pada Gambar 4.11. dapat terlihat bahwa temperatur udara lingkungan yang tinggi terekam hingga proses charging telah selesai sehingga dapat disimpulkan temperatur udara lingkungan tetap tinggi saat proses discharging berlangsung. Dengan tingginya temperatur udara lingkungan, selisih temperatur di dalam tangki dan lingkungan mengecil. Oleh karena itu, heatloss yang terjadi kecil.

58 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Gambar 4.11. Hasil pengujian tanggal 17 Desember 2016 pada (a) temperatur HTF saat charging (b) temperatur PCM saat charging (c) temperatur HTF saat discharging (d) temperatur PCM saat discharging (e) kondisi lingkungan (f) energi tersimpan (g) energi ekstraksi (h) kapasitas penyimpanan

59 Tabel 4.6. Efisiensi tangki TES pada pengujian tanggal 17 Desember 2016 Terlihat pada Gambar 4.11, temperatur PCM mampu mengikuti temperatur HTF saat charging. Sistem thermosyphon yang hanya mengandalkan konveksi natural memiliki laju aliran massa yang kecil. Oleh karena itu, meskipun luas permukaan material hanya diperbesar dengan menggunakan kapsul tanpa sirip, transfer kalor yang terjadi dari HTF ke PCM sudah mampu mengimbangi laju transfer kalor yang terus bersirkulasi di dalam sistem PATS. Sama seperti halnya proses charging, tidak terlihat perbedaan temperatur yang signifikan antara HTF dan PCM selama proses discharging. Laju debit air sebanyak 2 LPM ternyata mampu diimbangi laju transfer kalor dari PCM ke HTF. 4.3. Eksperimen Discharging bertahap Discharging bertahap dilakukan dengan mencampurkan air panas dan air dingin untuk mencapai temperatur kebutuhan mandi air panas (45 C). Pencampuran air panas dan air dingin dilakukan setiap beberapa menit dengan interval waktu yang sama. Eksperimen discharging bertahap dilakukan pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 untuk membandingkan kondisi yang berbeda-beda. 4.3.1. Kondisi Lingkungan Sama seperti halnya kondisi lingkungan pada eksperimen discharging kontinyu, kondisi lingkungan pada eksperimen discharging bertahap direkam selama proses charging. Lamanya proses charging dapat dilihat pada Tabel 4.7, sedangkan hasil perekaman kondisi lingkungan ditampilkan pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Intensitas radiasi matahari dan temperatur udara luar proses charging pada eksperimen discharging bertahap 60

61 Tabel 4.7. Durasi waktu proses charging pada eksperimen discharging bertahap No Hari/Tanggal Awal Charging Akhir Charging Durasi Waktu (WIB) (WIB) (menit) 1 Selasa/06-12-2016 Pk 7:54 Pk 13:04 311 2 Kamis/08-12-2016 Pk 7:34 Pk 12:49 318 3 Jum'at/16-12-2016 Pk 7:40 Pk 13:35 356 Potensi matahari paling besar ditunjukkan paling besar ditunjukkan pada tanggal 16 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 11,12 MJ/m 2. Kemudian, potensi terbesar kedua ditunjukkan pada tanggal 6 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 8,75 MJ/m 2. Potensi energi matahari terkecil ditunjukkan pada tanggal 8 Desember 2016 dengan akumulasi energi radiasi sebesar 7,25 MJ/m 2. Berdasarkan hal tersebut, kondisi lingkungan pada ketiga eksperimen menggambarkan kondisi yang berbeda-beda. 4.3.2. Proses Charging Dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, distibusi temperatur yang terjadi pada HTF dan PCM akan berbeda pula. Metode proses charging dilakukan dengan cara yang sama dengan eksperimen discharging kontinyu. HTF direkam dengan menggunakan termokopel T11, T12, T13, T14, T15, T16, dan T17. Hasil perekaman temperatur HTF ditampilkan pada Gambar 4.13, Gambar 4.14, dan Gambar 4.15. Gambar 4.13. Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 6 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap

62 Gambar 4.14. Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 8 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap Gambar 4.15. Evolusi temperatur HTF selama proses charging pada tanggal 16 Desember 2016 untuk eksperimen discharging bertahap Temperatur rata-rata akhir HTF pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 berturut-turut adalah 55,07 C, 50,62 C, dan 61,01 C. Temperatur akhir saat proses charging pada ketiga eksperimen sudah melebihi standar kebutuhan air panas untuk mandi (45 C) sehingga eksperimen discharging bertahap memungkinkan untuk dilakukan. Perekaman temperatur PCM dilakukan termokopel T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Jumlah PCM yang dipasangi termokopel ada 3 buah sehingga terdapat 2

63 termokopel pada 1 pipa PCM. Evolusi temperatur yang terjadi pada PCM selama proses charging ditunjukkan pada Gambar 4.16. Gambar 4.16. Evolusi temperatur PCM selama proses charging pada eksperimen discharging bertahap

64 4.3.3. Proses Discharging Proses discharging bertahap dilakukan dengan mengalirkan air panas ke dalam bak penampung dengan interval 15 menit. Selama proses pengeluaran air panas ke dalam bak penampung, air dingin dialirkan ke dalam tangki TES dengan debit 4 LPM. Kemudian, air panas di dalam bak penampung akan dicampur dengan air dingin untuk menghasilkan temperatur 45 C dengan volume akhir 20 liter. Proses discharging bertahap cenderung dapat selesai dalam kurun waktu ± 1 jam. Berdasarkan hal tersebut, proses discharging bertahap lebih cepat daripada proses discharging kontinyu. Penyebabnya bukan karena heatloss atau pelepasan energi termal yang lebih cepat, melainkan pengeluaran air dari dalam tangki TES yang lebih cepat dibandingkan discharging kontinyu. Lamanya proses discharging bertahap dapat dilihat pada Tabel 4.8. No Tabel 4.8. Durasi waktu proses discharging bertahap Hari/Tanggal Awal Discharging (WIB Akhir Discharging (WIB) Durasi Waktu (menit) 1 Selasa/06-12-2016 Pk 13:05 Pk 13:49 45 2 Kamis/08-12-2016 Pk 12:54 Pk 13:47 54 3 Jum'at/16-12-2016 Pk 13:38 Pk 14:41 64 Pada Gambar 4.17. ditunjukkan evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap dilakukan. Temperatur HTF turun secara drastis saat air panas digunakan untuk mengisi bak penampung. Setelah pengisian air panas di bak penampung selesai, temperatur meningkat secara perlahan seiring dengan waktu. Kemudian, peningkatan temperatur akan berhenti setelah air panas digunakan kembali untuk mengisi bak penampung sehingga grafik berbentuk patahan-patahan yang terjadi karena perubahan antara saat pengeluaran HTF ke dalam bak penampung dan saat pengisian air panas telah selesai. Akan tetapi, perbedaan karakteristik evolusi temperatur HTF ditunjukkan pada tangki bagian atas dengan tangki bagian tengah dan bawah. Temperatur HTF pada bagian atas

65 tangki (T11) terlihat turun secara perlahan dan stabil. Terjadinya perbedaan karakteristik temperatur pada HTF kemungkinan dikarenakan sifat stratifikasi air yang cenderung menyimpan energi termal pada bagian atas. Gambar 4.17. Evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap

66 Naiknya temperatur HTF terjadi karena transfer kalor yang diberikan PCM akibat adanya perbedaan temperatur antara PCM dan HTF. PCM yang memiliki temperatur lebih tinggi akan mensuplai energinya ke HTF yang memiliki temperatur lebih rendah. Temperatur PCM direkam selama proses discharging bertahap dan ditunjukkan pada Gambar 4.18. Gambar 4.18. Evolusi temperatur PCM selama proses discharging bertahap

67 Pada Gambar 4.18, penurunan temperatur PCM selama proses discharging memiliki karakteristik berbentuk patahan-patahan sama seperti halnya pada HTF. Akan tetapi, bentuk patahan-patahan pada evolusi temperatur PCM tidak seekstrim seperti pada HTF. Penyebabnya karena jumlah energi termal yang dilepas ke lingkungan lebih besar dibandingkan laju transfer kalor PCM untuk mensuplai energi ke HTF. Oleh karena itu, apabila interval waktu pada tiap tahapan terlalu cepat, maka PCM tidak akan mampu mensuplai kalor yang cukup ke HTF. 4.3.4. Pencampuran Air Panas dan Air Dingin Pencampuran dari air panas dan air dingin akan menghasilkan suatu air campuran. Volume dari air panas dan air dingin yang dimasukkan ke dalam bak penampung dapat dihitung berdasarkan temperatur dan volume air campuran yang diinginkan sesuai dengan contoh perhitungan tahapan pertama pada tanggal 6 Desember 2016 di bawah ini. Diketahui : 20 liter 55,03 C 45 C 27,71 C Ditanya : Volume air panas (V p ) Jawab : Sebelum menghitung V p, pertama-tama digunakan persamaan 2.8. untuk mengetahui harga ρ d dan ρ p. Persamaan 2.8. diulangi kembali dengan mengganti harga T d dengan T p agar didapatkan harga ρ p = 985,65 kg/m 3. Dengan persamaan 2.9., harga c p,ap dan c p,ad

68 diketahui masing-masing adalah 4,183 kj/kg.k dan 4,179 kj/kg.k. Kemudian dengan persamaan 2.7. harga V p adalah Volume air dingin (V d ) menjadi Tabel 4.9. Hasil pencampuran air panas dan air dingin Temperatur air campuran yang diinginkan pada eksperimen discharging bertahap adalah 45 C. Temperatur air rata-rata di dalam tangki yang lebih rendah dari 45 C seharusnya tidak memungkinkan untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Akan tetapi pada tahapan terakhir Tabel 4.9, 20 liter air panas dimasukkan ke dalam bak penampung tanpa adanya air dingin menghasilkan temperatur campuran yang lebih tinggi daripada temperatur air panas.

69 Meningkatnya temperatur air panas pada bak penampung dikarenakan posisi saluran air keluar yang berada di bagian atas tangki. Dengan adanya stratifikasi di dalam tangki, temperatur pada bagian atas lebih tinggi daripada bagian bawah tangki, sedangkan temperatur air yang digunakan merupakan rata-rata temperatur pada tiap lapisan-lapisan temperatur di dalam tangki sehingga temperatur yang didapatkan lebih tinggi daripada temperatur yang seharusnya. Oleh karena itu, apabila temperatur air panas di dalam tangki mendekati temperatur 45 C, maka air panas untuk kebutuhan mandi tetap dapat terpenuhi. Temperatur rata-rata eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 masing-masing adalah 46,35 C, 43,75 C, dan 46,08 C. Temperatur tersebut sudah mendekati kondisi air untuk kebutuhan mandi orang dewasa, yaitu 20 liter total air campuran dengan temperatur 42-45 C. Jika pencampuran air dengan menggunakan air panas tanpa campuran air dingin dihitung, eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 berturut-turut dapat dilakukan 3 kali, 2 kali, dan 5 kali untuk menghasilkan temperatur 45 C. Hal ini berarti bahwa eksperimen pada tanggal 6 Desember, 8 Desember, dan 16 Desember 2016 masing-masing dapat digunakan untuk mandi sebanyak 3 orang, 2 orang, dan 5 orang dengan volume air 20 liter. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, evolusi temperatur HTF selama proses discharging bertahap berbentuk patahan-patahan. Patahan terbentuk karena terjadi perubahan antara pengeluaran air panas dari dalam tangki TES ke dalam bak penampung dan saat menunggu pengisian bak penampung berikutnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat Gambar 4.19. Jumlah tahapan dalam tiap eksperimen sama dengan jumlah patahan yang ada pada Gambar 4.19.

70 Gambar 4.19. Evolusi temperatur HTF rata-rata selama proses discharging bertahap 4.3.5. Hasil Pengujian Dengan Kondisi Terbaik Pengkajian ulang pada pengujian dengan hasil penyimpanan termal terbaik dilakukan untuk mengkaji lebih dalam proses discharging bertahap dan hubungannya dengan proses charging. Hasil pengujian terbaik ditunjukkan pada tanggal 16 Desember 2016 dengan temperatur rata-rata HTF mampu mencapai 61,17 C. Kondisi ini dapat dicapai saat intensitas radiasi rata-rata sebesar 514,89 dan temperatur udara lingkungan rata-rata sebesar 31 C. Pada pengujian tanggal 16 Desember 2016, tangki TES dapat digunakan untuk kebutuhan mandi air panas sebanyak 5 kali. Berdasarkan pada Tabel 4.10, penurunan temperatur di dalam tangki TES kurang lebih sebesar 4 5 C setiap kali dilakukan pengambilan air panas. Hasil pengujian tanggal 16 Desember 2016 ditampilkan pada Gambar 4.20.

71 (a) (b) (b) (d) (e) Gambar 4.20. Hasil pengujian tanggal 16 Desember 2016 (a) temperatur HTF saat charging (b) temperatur PCM saat charging (c) temperatur HTF saat discharging (d) temperatur PCM saat discharging (e) kondisi lingkungan Tabel 4.10. Hasil pencampuran air dingin dan air panas pada tanggal 16 Desember 2016

72 Stratifikasi termal pada HTF terlihat kecil di awal proses discharging dan terus membesar seiring dengan waktu. Membesarnya stratifikasi pada sistem TES memberi keuntungan pada sistem. Dapat dilihat pada Tabel 4.10, pencampuran air panas pada tahap terakhir proses discharging bertahap menggunakan air panas dengan temperatur rata-rata 42,21 C. Akan tetapi, saat dilakukan pengukuran pada bak penampung, temperatur meningkat menjadi 45,42 C. Hal ini terjadi karena posisi kran air panas yang berada pada tangki bagian atas. Pada eksperimen discharging bertahap, air panas dikeluarkan dari dalam tangki TES dengan debit 4 LPM. Jumlah ini dua kali lipat lebih cepat daripada pembuangan air panas pada eksperimen discharging kontinyu. Penurunan temperatur PCM tidak se-ekstrem seperti halnya pada HTF. Akan tetapi, temperatur PCM tidak berbeda jauh dengan temperatur HTF. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa transfer kalor dari PCM masih mampu mengimbangi kecepatan kalor yang dibuang pada eksperimen discharging bertahap. Meskipun begitu, sistem TES memerlukan jeda waktu untuk mentransfer kalornya dari PCM ke HTF. 4.4. Perbandingan Karakteristik Evolusi Temperatur HTF pada Metode Discharging Kontinyu dan Bertahap Metode discharging kontinyu dan discharging bertahap memiliki karakteristik perubahan temperatur yang berbeda. Temperatur air di dalam tangk saat proses discharging menggunakan metode discharging kontinyu selalu mengalami penurunan hingga temperatur air mendekati temperatur lingkungan. Penurunan temperatur terjadi secara cepat pada seluruh bagian air di dalam tangki. Proses discharging menggunakan metode discharging bertahap mengalami penurunan dan kenaikan temperatur air. Meskipun begitu, kenaikan temperatur terjadi dengan sangat perlahan. Akan tetapi, evolusi temperatur air pada bagian atas tangki mengalami penurunan temperatur yang perlahan dan cencerung stabil dan pada bagian tengah dan bawah mengalami penurunan temperatur dengan cepat. Hal ini baik karena posisi kran keluar dari tangki berada

73 pada posisi tangki bagian atas. Perbandingan evolusi temperatur HTF dapat dilihat pada Gambar 4.21. (a) (b) Gambar 4.21. Evolusi temperatur HTF dengan menggunakan metode (a) discharging kontinyu (b) discharging bertahap