BAB IV. pihak lalai dalam pemenuhan hak dan kewajiban tersebut, maka masingmasing. dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan:

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Munakahat ZULKIFLI, MA

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

P U T U S A N Nomor : 0052/Pdt.G/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

Apakah Kawin Kontrak Itu?

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

Oleh: Hj. Sasa Esa Agustiana S.H. PROBLEMATIKA RUMAH TANGGA

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

P U T U S A N Nomor 0655/Pdt.G/2013/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

P U T U S A N Nomor 90/Pdt.G/2014/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

P U T U S A N Nomor : 1732/Pdt.G/2010/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

SALINAN PUTUSAN. Nomor 475/Pdt.G/2012/PA. Skh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

P U T U S A N. /Pdt.G/2014/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 146/Pdt.G/2012/PA.Blu. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTERI

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

P U T U S A N Nomor : 1496/Pdt.G/2011/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas

BAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

PUTUSAN Nomor: 221/Pdt.G/2010/PA.Pkc.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

P U T U S A N BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Contoh Format Gugatan / Permohonan. Diketik rangkap 7. {tab=cerai Gugat} Muntok, Hal : Cerai Gugat. Kepada. Yth. Ketua Pengadilan Agama Mentok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

P U T U S A N Nomor : 0679/Pdt.G/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 143/Pdt.G/2011/PA.Blu. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 1749/Pdt.G/2011/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

P U T U S A N Nomor : 2132/Pdt.G/2010/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

P U T U S A N. Nomor: 0133/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 2432/Pdt.G/2012/PA.Kbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

PUTUSAN Nomor :112/Pdt.G/2011/PA.DUM. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

PUTUSAN. Nomor: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

P U T U S A N Nomor 311/Pdt.G/2015/PA.Pkp DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor : 80/Pdt.G/2010/PA.Sgr BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Cerai Talak: Pemohon dibebani untuk membayar Nafkah Iddah dan Mut ah

BAB III PELAKSANAAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN LI AN

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

bismillahirrahmanirrahim

P U T U S A N. Nomor 420/Pdt.G/2014/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 1636/Pdt.G/2012/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sewaktu-waktu saya:

PUTUSAN Nomor : 1187/Pdt.G/2014/PA.Pas

S A L I N A N P U T U S A N

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

P U T U S A N Nomor 0281/Pdt.G/2013/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0050/Pdt.G/2015/PA. Pas

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PA BONDOWOSO NO. 1869/PDT.G/2014/PA.BDW TENTANG PENOLAKAN GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Terhadap Putusan Nomor: 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin Dalam masalah hak dan kewajiban suami isteri, sebenarnya telah jelas di atur di dalam perundang-undangan di Indonesia. Dan apabila salah satu pihak lalai dalam pemenuhan hak dan kewajiban tersebut, maka masingmasing dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Dengan semakin berkembangnya ilmu dan pengetahuan khususnya dalam bidang hukum, gugatan yang diajukan ke Pengadilan Agama juga berkembang. Jika zaman dahulu suami yang lebih banyak melakukan cerai talak kepada isteri, namun sekarang justru pihak isteri yang lebih dominan dalam pengajuan gugatan cerai dan isi dari gugatan tersebut juga sangat bermacam-macam. Selain gugatan nafkah lahir, Isteri juga menuntut hak nafkah batin yang dalam hal ini dikompensasikan menjadi materi (uang). Dalam perspektif Hukum Islam, nafkah yang wajib diberikan suami kepada isterinya adalah nafkah yang berupa kebutuhan fisik (lahir) seperti sandang, pangan dan papan. Sementara seperti kebutuhan psikis (batin) kurang memperoleh perhatian dari ulama fikih. Maka munculnya perkara tuntutan isteri mengenai ganti rugi untuk nafkah batin yang disebabkan oleh 65

66 kelalaian suami yang tidak mau memenuhi kewajibannya yaitu menggauli isteri merupakan masalah Ijtihadiyah karena tidak ada nash yang secara jelas mengaturnya. Salah satu perkara tentang gugatan kompensasi nafkah batin tersebut telah terjadi di Pengadilan Agama Bondowoso. Dalam perkara tersebut, tuntutan isteri mengenai ganti rugi untuk nafah batin ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Bondowoso. Dari hasil data penelitian yang penulis kumpulkan dari Pengadilan Agama Bondowoso, maka penulis akan menguraikan alasan-alasan dasar pemikiran hakim dalam menolak gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dalam perkara cerai gugat nomor: 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Berdasarkan putusan perkara nomor: 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw., hakim Pengadilan Agama Bondowoso menolak gugatan kompensasi materiil yang diajukan oleh pihak isteri kepada pihak suami dengan alasan tuntutan tersebut tidak jelas (absurd) dan tidak bisa dimaterikan serta tidak ada yang dapat dijadikan ukuran sebagaimana tuntutan nafkah madhliyah atau nafkah lahir lainya. Bapak A. Junaidi selaku ketua majelis hakim dalam perkara tersebut menambahkan bahwa Tidak ada hukum nash Al-Quran maupun Hadist apalagi di Perundang-undangan Indonesia bahwa nafkah batin dapat dikompensasikan menjadi uang. 1 1 A. Junaidi, Wawancara, Bondowoso, 22 Juni 2016

67 Selain tuntutan kompensasi materiil atas nafkah batin itu tidak jelas dan tidak ada barometernya. Majelis hakim menyatakan bahwa gugatan tersebut bukan kewenangan absolut Pengadilan Agama. Dalam hal ini Bapak A. Junaidi menerangkan bahwa Masalah ganti rugi itu bukan kewenangan Pengadilan Agama. Hal ini sama dengan hutang piutang yang seharusnya menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri. 2 Untuk memperkuat alasan hakim menolak gugatan ganti rugi nafkah batin Bapak Muslich selaku Hakim Anggota dalam perkara tersebut mengungkapkan bahwa Tidak ada hukumnya bagi urusan immateriil diubah menjadi materiil. Sebab hubungan suami isteri adalah kebutuhan bersama jadi apabila ingin melakukannya otomatis harus sama-sama mau dan apabila salah satu dari keduanya menolak maka tidak bisa diganti rugikan menjadi uang. Bahaya kalau seandainya itu bisa dimateriilkan. Sebab nanti semua orang mempersepsikan hubungan suami isteri dengan perzinaan atau prostitusi. 3 Oleh karena itu maka hakim Pengadilan Agama Bondowoso menolak gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin isteri kepada suaminya. Mengenai sanksi atau konsekuensi atas suami yang lalai dalam memenuhi kewajiban nafkah batinnya juga tidak ditemukan dasar hukumnya. Namun, menurut majelis hakim menambahkan dalam komentar beliau Jika isteri tetap menuntut ganti rugi nafkah batin maka sebagai gantinya adalah perceraian. Karena perceraian sudah menjadi solusi bahwa pihak isteri tidak akan menderita lagi atas kelalaian suaminya dalam nafkah batin tersebut. 2 A. Junaidi, Wawancara, Bondowoso, 22 Juni 2016 3 Musclih, Wawancara, Bondowoso, 22 Juni 2016

68 Hal ini berdasarkan pendapat salah satu imam madzhab yaitu Imam Syafi i bahwa hukumnya tidak wajib bagi suami mencampuri isteri, karena mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Namun, bila isteri menuntut hak nafkah batinnya maka solusinya adalah perceraian. Namun dalam sesi wawancara penulis menemukan pendapat dari hakim bahwa Meskipun hakim menolak, hakim tetap mempunyai sebuah pertimbangan. Sebagai majelis hakim kita harus cermat dalam memutuskan masalah. Tidak mungkin kita membiarkan saja para suami yang sudah meninggalkan dan menelantarkan istrinya terus memintai cerai begitu saja. Untuk menjaga keadilan agar tetap terjaga kita mempertimbangkan nafkah mu atnya yang dibesarkan. Artinya walaupun secara jelas kita menolak gugatan ganti rugi nafkah batin, kita akan menggantinya dengan nafkah mut ah. Namun, pertimbangan tersebut tidak lepas dari kemampuan suami dan kepatutan isteri yang ditinggalkan. 4 Dari keterangan dan argumen diatas hakim sangat yakin sekali bahwa gugatan kompensasi nafkah batin yang diajukan oleh Tergugat dalam hal ini adalah istri kepada Pengadilan Agama Bondowoso patut untuk ditolak. 4 Moh. Rasid, Wawancara, Bondowoso, 22 Juni 2016

69 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Penolakan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin Pada Putusan Nomor: 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Sebagai pasangan suami isteri sudah menjadi keharusan untuk saling memenuhi hak dan kewajiban. Baik itu hak dan kewajiban yang bersifat lahir maupun yang bersifat batin, agar dalam membangun sebuah rumah tangga tercipta suasana yang penuh kasih sayang dan harmonis. Dalam kasus yang sedang penulis teliti ini ada seorang suami yang tidak memberi nafkah batin isterinya selama delapan bulan. Secara otomatis keadaan ini telah menimbulkan penderitaan pada isterinya apalagi isteri masih mengharapkannya. Kemudian isteri mengajukan gugatan cerai kepada suaminya dan salah satu isi dari gugatan tersebut adalah meminta ganti rugi nafkah batin dengan materi (uang). Gugatan tersebut ditolak dengan dalih tidak ada hukumnya dan tidak ada ukuran bahwa nafkah batin bisa dinominalkan. Dalam undang-undang dan kitab fikih memang tidak ada satupun yang menjelaskan tentang hal tersebut. Selain itu hakim menyatakan bahwa perkara tersebut bukan wewenang absolut Pengadilan Agama. Pernyataan hakim diatas bertolak belakang dengan perkara yang penulis temukan. Yaitu perkara gugatan kompensasi nafkah batin yang terjadi di Pengadilan Agama Martapura dengan nomor registrasi: 0189/Pdt.G/2015/PA.Mtp. Dalam perkara tersebut majelis hakim Pengadilan Agama Martapura menerima dan memeriksa perkara tersebut. Dan majelis

70 hakim Pengadilan Agama Martapura jiga mengabulkan gugatan nafkah batin tersebut. Dalam memutuskan perkara tersebut hakim PA Martapura menggunakan dalail Al-Quran dan Hadis yang diantaranya adalah: 1. Surat Al-Baqarah ayat 222 223 yang artinya adalah: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-nya. dan berilah kabar gembira orangorang yang beriman. 2. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizdi dan Imam Bukhari yang artinya adalah: Rasulullah Saw., bersabda: Orang mukmin yang palin sempurna iamanya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang palng baik akhlaknya kepada isterinya. (H.R. Tirmidzi) Rasulullah SAW bersabda: Hai Abdullah, apakah tidak aku khabari sesungguhnya kamu berpuasa pada siang hari dan beribadah pada waktu malam? Aku menjawab : Benar Ya Rasulullah. Rasulullah berkata : Jangan kamu lakukan itu, berpuasalah dan berbuka, beribadahlah dan tidur, sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak atasmu, bagi dua matamu ada hak atasmu dan bagi isterimu ada hak atasmu. (H.R. Bukhari) Maka setelah melihat adanya putusan hakim Pengadilan Agama Martapura menurut penulis ada perbedaan yang cukup signifikan dalam perkara ganti rugi nafkah batin ini. Berkaitan dengan wewenang Pengadilan Agama khususnya dibidang perkawinan, apabila gugatan kelalaian atas kewajiban isteri pengajuanya

71 disertai dengan perkara cerai talak ataupun cerai gugat, artinya gugatan tersebut bersifat komulatif, seperti halnya gugatan soal pengasuhan anak, pemeliharaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, iddah, mut ah dan harta bersama sekaligus pada suami isteri, maka hal ini dibenarkan oleh undangundang. Dalam bab dua diterangkan bahwa dalam Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Th. 1970, pasal 14 ayat (1) jo. UU No. 35 Th. 1999 jo. UU No. 4 Th. 2004) terdapat ketentuan bahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan ketentuan ini, maka hakim dianggap memahami hukum dan andaikata ia tidak menemukan hukum tertulis, maka ia wajib menggali hukum tidak tertulis terutama nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat untuk memutuskan permasalahan berdasarkan hukum. Hal ini mengharuskan hakim mempelajari berbagai cara menemukan hukum yang memang sudah disediakan oleh ilmu hukum. Masalah kelalaian nafkah batin yang dilakukan baik oleh pihak suami terhadap isteri maupun sebaliknya bisa dikategorikan dalam KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga). Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti yaitu setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

72 kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Setelah melihat pengertian dari KDRT diatas maka telah ditemukan adanya kekerasan rumah tangga yang berbentuk seksual. Untuk mengetahui lebih jelas tentang bentuk-bentuk dalam KDRT maka penulis perlu menguraikannya lebih jelas lagi. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam empat macam yaitu: 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. 2. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang

73 termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau,menakutnakuti sebagai sarana memaksakan kehendak. 3. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. 4. Kekerasan ekonomi Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri. Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwasanya kelalaian dalam memberikan nafkah batin yang dalam bentuk konkritnya adalah hubungan seksual dapat dikategorikan sebagai tindakan KDRT dalam bentuk kekerasan psikologi dan kekerasan seksual. Dan kejahatan ini dapat dilaporkan dan dituntut di persidangan. Namun ini harus diajukan secara komulatif dengan pengajuan cerai talak atau gugat. Maka ini dapat menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama.

74 Kalau dilihat dari perspektif hukum Islam seorang isteri yang tidak mendapat nafkah batin dari suaminya maka boleh mengajukan gugatan cerai kepada suaminya. Hal ini berdasarkan keterangan yang dikemukakan oleh para ulama fikih. Diantaranya yang penulis jelaskan pada bab dua yaitu: 1. Imam Malik mengatakan wajib suami mengauli isterinya jika tidak dalam keadaan mudharat. Jika suami tidak mau mengauli isterinya maka dipisahkan saja keduanya. Dipisahkan dalam artian cerai. 2. Imam Syafi i berkata: hukumnya tidak wajib, karena mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Namun, bila isteri menuntut hak nafkah batinnya maka solusinya adalah perceraian. 3. Imam Ahmad bin Hanbal menetapkan bahwa mengumpuli isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat bulan, karena Allah menetapkan sebagai hak bagi orang yang meng-ila isterinya, demikian pula untuk lainya. Apabila seorang pergi meninggalkan isterinya dan tidak ada halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk membatasinya selama empat bulan, kemudian suami diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak isteri itu rela. Seperti yang sudah dijelaskan diawal tadi, bahwa ketentuan mengenai nafkah batin kurang mendapat perhatian dari para ulama fikih. Padahal telah disepakati oleh hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan, dengan demikian apabila kewajiban nafkah lahir sebagai wujud prestasi dari ikatan

75 (perjanjian) nafkah lahir, maka kewajiban nafkah batin seharusnya menjadi wujud prestasi dari ikatan batin itu sendiri. Hal ini sejalan dengan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 228 yang lebih tepatnya pada potongan ayat disana dijelaskan bahwa para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Disini sangat jelas sekali bahwa Al-Quran mempunyai tujuan sang sangat kuat demi terciptanya rasa keadilan bagi sesama khususnya pada pasangan suami dan isteri. Lebih jauh lagi dalam surat An-Nisa ayat 19 yang potongan ayatnya adalah Al-Quran mengajak para manusia khususnya para suami agar berbuat baik kepada isterinya. Lebih tepatnya ada kesan ikhsan disana, yaitu manusia harus berbuat baik kepada siapapun meski orang lain tidak berbuat baik kepada kita.maka oleh sebab itu kewajiban memenuhi nafkah batin sejatinya merupakan bagian dari kewajiban (umum) suami untuk memberikan nafkah kepada isterinya karena tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan suami isteri dapat menjadi kebutuhan pokok manusia. Jadi sudah sepatutnya ketentuan nafkah batin harus diperhatikan lebih baik lagi. Selain nafkah batin sangat penting dalam membangun kehidupan rumah tangga juga agar tidak ada perbedaan antara suami dan istri dalam masalah hak dan kewajiban. Apabila isteri dituntut untuk melakukan

76 kewajibannya dengan baik maka sebaliknya seorang suami juga harus demikian. Namun dalam perkara ini seorang isteri menuntut hak ganti rugi atas nafkah batin yang dilalaikan oleh suaminya dengan sejumlah uang. Gugatan isteri dalam hal ini tidak bisa dibenarkan sebagaimana dalam perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw sebab nafkah batin merupakan suatu hal abstrak dan tidak mungkin dinilai dengan harta (uang). Dan akan sulit menetukan harga nafkah betin itu sendiri. Terlebih nafkah batin tidak bisa diukur secara kualitatif (kepuasan) maupun kuantitatif (frekuensi berhubungan suami isteri). Mengikuti dari pendapat Bapak Muslich selaku hakim anggota dalam perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw bahwa Akan menjadi bahaya kalau seandainya nafkah batin dalam hal ini adalah hubungan seksual bisa dimateriilkan. Sebab nanti semua orang mempersepsikan hubungan suami isteri dengan zina atau prostitusi. Dan tentunya hal ini sangat jauh sekali dengan spirit Al-Quran dan Hadist tentang tujuan pernikahan. Dan yang lebih ditakutkan lagi adalah kemungkinan isteri menggunakan haknya demi menuntut nafkah batin agar dikompensasikan menjadi uang. Dan juga bisa menimbulkan kesan amoral bahwa hubungan suami isteri yang awalnya adalah bernilai ibadah dan mengikuti sunnah Rasulullah akan disamakan dengan pelacur yang menjual kepuasan seksualnya demi harta.

77 Maka gugatan kompensasi nafkah batin yang diajukan oleh pihak isteri sudah sepatutnya untuk ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Bondowoso. Pada akhirnya penulis menarik kesimpulan dan ini sebagai tambahan bahwa nafkah batin tidak bisa dimateriilkan dengan uang, akan tetapi sebagai balasan istri dapat menuntut perceraian. Pendapat penulis sejalan dengan Bapak A. Junaidi selaku ketua majelis dalam perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Bahwa sebuah perceraian akan mengurangi beban isteri yang menderita akibat ditelantarkan dan diabaikan nafkah batinya. Akan tetapi apabila kelalaian suami itu disengaja agar pihak isteri menderita dan penderitaan yang dialami sangatlah merugikan. Disinah peran hakim dalam memutuskan perkara akan diuji. Tidak mungkin majelis hakim membiarkan seorang suami yang menelantarkan isterinya begitu saja kemudian dengan seenaknya meminta cerai. Maka oleh sebab itu kecermatan hakim dalam menanggapi sebuah perkara akan sangat diperlukan, dan sudah sepatutnya juga hakim mengadili dengan seadil-adilnya. Pertimbangan hakim bisa berbeda-beda tergantung daerah yuridis dan keadaan yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya tambahan dari penulis, bahwa penulis lebih cocok pada salah satu ulama mazdhab yaitu imam Ahmad bin Hambal beliau berpendapat bahwa mengumpuli isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat bulan, karena Allah menetapkan sebagai hak bagi orang yang meng-ila isterinya, demikian pula untuk lainya. Apabila seorang suami

78 pergi meninggalkan isterinya dan tidak ada halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk membatasinya selama empat bulan, kemudian suami diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak isteri itu rela. Lebih lanjut terkait dalam kasus ini penulis setuju dengan keputusan hakim ini, bahwa tidak perlu adanya sanksi sebagai konsekuensi kelalaian nafkah batin. Dan penulis juga melihat bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Agama Bondowoso dengan No.1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena memang ketentuan nafkah batin ini tidak diatur dalam hukum Islam. Akan tetapi lebih lanjut penulis menyadari bahwa akan ada diskursus atau wacana tentang kemungkinan pengembangan sanksi sebagai konsekuensi bagi suami yang melalaikan kewajiban nafkah batin kepada isteri. Dalam hal ini berbeda dengan pandangan dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Martapura penulis lebih condong pada putusan hakim Pengadilan Agama Bondowoso, bahwa tidak perlu adanya perumusan untuk ketentuan nafkah batin ini dengan berbagai alasan diantaranya adalah: 1. Adanya undang-undang ketentuan nafkah batin akan menekan dan mempersulit majelis hakim dalam memutuskan perkara. 2. Dengan adanya undang-undang ini dikhawatirkan pihak isteri akan menggunakan haknya demi menuntut nafkah batin agar dikompensasikan menjadi uang.

79 3. Dikhawatirkan akan timbul banyaknya kesalahfaham bagi masyarakat dalam memahami nafkah batin tersebut. Sebab bagaimanapun juga nafkah batin tidak bisa diukur dengan materi. Walaupun tidak ada sanksi secara nyata di dunia bagi suami yang melalaikan kewajiban nafkah batin kepa isteri, namun penulis tetap meyakini dan menyarankan bahwa sebaiknya adanya sosialisasi dan bimbingan bagi suami isteri bahwa kewajiban ketika dilanggar akan ada konsekuensinya paling tidak dari sisi agama. Sama halnya dengan kita sebagai muslim yang berkewajiban menunaikan sholat, apabila kewajiban sholat tersebut dilanggar negara tidak perlu ikut campur dalam masalah ini. Namun harus diyakini bahwa meninggalkan kewajiban agama akan ada konsekuensinya nanti di akhirat. Sebaiknya para hakim juga mempertimbangkan rasa keadilan kalaupun tidak dengan dikompensasikan menjadi materil karena memang tidak ada dalam hukum Islam maupun hukum positif maka bisa dengan strategi yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Bondowoso.