BAB 1 PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga. harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS KEBUTUHAN SDM KESEHATAN DALAM MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG SINABUNG

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA

PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PENANGANAN DARURAT BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN LOMBOK UTARA. Oleh : Ir, Tri Budiarto, M.Si (Direktur Tanggap Darurat BNPB)

BAB I PENDAHULUAN. wisata pendakian Gunung Sinabung yang memberikan pesona alam tersendiri.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng. menjadi negara yang rawan terhadap bencana alam.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN DARURAT BENCANA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung?

Arahan Presiden RI pd Peninjauan Korban Gunung Sinabung, Tgl 23 Jan 2014, di Sumut Kamis, 23 Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. (Effendi 2009). Di awal tahun 2000 banyak terjadi bencana di Indonesia

MEMUTUSKAN ; Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROSEDUR PENGGUNAAN DANA SIAP PAKAI UNTUK TANGGAP DARURAT BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI BALI

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015 KONDISI MASYARAKAT KORBAN BENCANA GERAKAN TANAH SEBELUM DAN SETELAH RELOKASI PEMUKIMAN DI KECAMATAN MALAUSMA KABUPATEN MAJALENGKA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 297 / KPTS / M / 2013 TENTANG SATUAN TUGAS PENANGGULANGAN BENCANA DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA DI INDONESIA OKTOBER 2014

PENANGANAN PENGUNGSI PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA DAN TRANSISI DARURAT KE PEMULIHAN. Oleh : Direktur Tanggap Darurat

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAN PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 42 TAHUN 2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

2018, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penelitian ini berangkat dari kejadian bencana alam yang terjadi di Kabupaten Karo

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Powered by TCPDF (

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

Daerah bahaya Gunung Papandayan dibagi menjadi Daerah Bahaya I, Daerah Bahaya Lontaran dan Daerah Bahaya II.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR TETAP SIAGA DARURAT BENCANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007). Sejarah mencatat di indonesia pernah terjadi letusan gunung api terbesar di dunia yaitu gunung Tambora di pulau sumbawa Nusa tenggara Barat pada tahun 1815 yang memuntahkan sekitar 1,2 juta ton abu dan material vulkanik. Tahun 1883 gunung Krakatau juga meletus masih pada abad yang sama dan perkirakan Erupsi krakatau memiliki kekuatan sekitar 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghacurkan Hirosima pada perang dunia II (BNPB, 2010). Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 129 diantaranya aktif yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku merupakan sekitar 13 % dari sebaran gunung aktif dunia. Berdasarkan Sejarah letusannya gunung api di Indonesia dibagi dalam 3 kategori, yaitu tipe A, type B dan type C. Tipe A adalah gunung api yang tercatat pernah meletus sejak tahun 1600 yang berjumlah 79, type B tidak tercatat sejarah letusannya sejak tahun 1600 tetapi memiliki kawah aktif dan lapangan solfatara/fumorala,

jumlahnya 29 dan tipe C adalah gunung api yang berupa lapangan sulfatara/fumarola, jumlahnya 21 (BNPB, 2010). Gunung Sinabung secara geografis terletak di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara dengan puncak berada pada koordinat 3 o 10 LU, 98 o 23,5 BT dengan ketinggian 2.460 meter. Gunung Sinabung merupakan gunung api tipe B. Namun sejak letusan yang terjadi tanggal 27 Agustus 2010 status gunung Sinabung diubah tipenya dari tipe B menjadi tipe A. Erupsi gunung sinabung pada tahun 2013 terjadi sejak tanggal 3 september dan berlangsung hingga saat ini bahkan aktivitasnya semakin meningkat. Badan Geologi Energi dan Sumber Daya Mineral Repuplik Indonesia menetapkan status erupsi gunung sinabung yaitu : (1) Tanggal 03 Nopember 2013 status gunung sinabung WASPADA (level-ii) dengan rekomendasi masyarakat Desa Sukameriah, Bekerah, Simacem dan Mardinding diungsikan, (2) Tanggal 15 Nopember 2013 erupsi sinabung semakin meningkat status dinaikkan menjadi SIAGA (level-iii), dengan rekomendasi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di wilayah radius 3 km dari kawah gunung sinabung yaitu Desa Gurunkinayan, Ds Sukameriah, Ds. Berastepu, Dusun Sibintun, Ds Bekerah, Ds Gambar, Ds Simacem, Ds Mardinding dan Dusun Lau Kawar, harus diungsikan, (3) Pada tanggal 19 Desember 2013 status erupsi gunung sinabung ditingkatkan lagi menjadi AWAS (Level-IV) dengan rekomendasi masyarakat tidak dibenarkan melakukan aktivitas di radius 5 km dari kawah gunung sinabung sehingga sebanyak 17 Desa, 2 dusun dari radius 5 km serta 6 desa diluar radius 5 km diungsikan.

Status erupsi gunung sinabung yang sampai saat ini tidak jelas kapan akan berakhir dan telah mengalami beberapa kali perpanjangan masa tanggap darurat (hingga penelitian ini dituliskan sudah 8 kali perpanjangan masa tanggap darurat). Pengungsi juga terus bertambah serta kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Laporan kunjungan kerja Presiden RI ke Kabupaten Karo menyebutkan kerusakan akibat erupsi gunung sinabung, yaitu: Sektor pertanian (komoditi pertanian mengalami fuso 10.408 Ha, komoditi perikanan mengalami gagal panen 19,78 Ha), Rumah hunian rusak total 921 unit, rusak sedang dan ringan 1.288 unit, Balai pertemuan (Jambur) 5 unit, Rumah ibadah Gereja 7 unit dan Mesjid 3 unit, Sarana dan Prasarana Kesehatan 22 unit terdiri dari 2 Puskesmas dan 20 Puskesmas Pembantu, sarana pendidikan 79 ruang, sarana jalan sepanjang 5 km dan sarana pariwisata meliputi shelter dan toilet. Badan Geologi ESDM Republik Indonesia juga telah merekomendasikan akibat dari erupsi gunung sinabung 3 desa yang berada di radius 3 km harus direlokasi yaitu Desa Bekerah, Desa Sukameriah dan Desa Simacem karena berada dekat dengan mulut kawah gunung sinabung. Dampak bencana erupsi gunung Sinabung cukup besar namun menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB bencana gunung sinabung belum dikategorikan sebagai bencana Nasional sebab belum memenuhi persyaratan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan dianggap Pemerintah Kabupaten Karo masih mampu mengatasinya serta tidak banyak korban jiwa dibandingkan dengan bencana erupsi di gunung merapi tahun 2010 yang memakan korban jiwa mencapai 114 orang, 218 luka bakar dan 300 ribu orang mengungsi.

Komandan Tanggap Darurat erupsi gunung sinabung juga telah beberapa kali berganti. Bupati Kabupaten Karo mengganti Komandan Tanggap Darurat dari Dandim 0205 Tanah Karo karena pindah tugas ke Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Karo tanggal 5 Januari 2014, 3 hari berikutnya diganti lagi dengan Plt. Asisten II Setda Kabupaten Karo. Kondisi seperti ini sangat bepengaruh terhadap penanganan bencana, terlebih banyak pengungsi baru akibat erupsi sinabung, yang datang tidak bisa langsung di tindak lanjuti Namun saat ini yang menjabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Pemkab. Karo erupsi Gunung Sinabung adalah Dandim 0205 Tanah Karo, Komandan Satgas Nasional erupsi gunung sinabung adalah Kepala BNPB Pusat serta BPBD Provinsi Sumatera Utara sebagai pendamping. Menurut data Media Centre Pos Komando Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung jumlah pengungsi erupsi terus meningkat, penduduk yang mengungsi sampai dengan tanggal 5 Januari 2013 sebanyak 20.491 Jiwa (6.387 KK). Hingga tanggal 9 Februari 2014 pengungsi berjumlah 33.3210 jiwa (10.297 KK) dengan kelompok rentan Lansia 2.406 jiwa, Bumil 231 jiwa dan Bayi 1.294 jiwa. Mereka berasal dari empat Kecamatan dan 34 Desa. Jumlah pengungsi ini kemungkinan akan terus bertambah jika aktivitas erupsi Gunung Sinabung tidak menunjukkan penurunan. Bahkan BNPB memprediksi jumlah pengungsi sebanyak 61.001 penduduk dengan wilayah peta terdampak radius 10 km, yang berasal dari 7 kecamatan dan 59 desa di Kabupaten Karo. Banyaknya

jumlah pengungsi dan lamanya tinggal dipengungsian tentunya akan berdampak pada kondisi kesehatan para pengungsi. Selama masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo terus melakukan perbaikan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi baik dari segi pelayanan medis maupun data dan informasi. Sejak tanggal 15 Januari 2014 data dan informasi pelayanan kesehatan sudah dapat diakses di Media Centre Sinabung Emergency Respone, Pos Kesehatan Komando sudah didirikan di Pos Komando tanggap darurat erupsi gunung sinabung yang sebelumnya tidak ada. Laporan masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo di Media Centre Total jumlah kunjungan pasien di pos pelayanan kesehatan mulai 3 Nopember 2013 s/d 7 Februari 2014 sebanyak 121.731 kunjungan dengan rincian: penyakit ISPA 77.000 orang (63,2%), Gastritis 22.591 orang (18,5%), Diare 3.998 orang (3,2%), Hipertensi 3.513 orang (2,9%), Conjungtivitis 3.248 orang (2,6%), Anxietas 1.415 orang (1,25) dan penyakit lain 9.966 orang (8,1%). Total jumlah pasien pengungsi rawat jalan yang dirujuk ke RS Kabanjahe mulia September 2013 hingga 15 Januari 2014 sebanyak 301 orang, diagnosa pasien relatif tinggi yaitu conjungtivitis. Korban meninggal 57 orang, terdiri dari 40 orang karena sakit selama dipengungsian yang sebelumnya telah mendapat perawatan di RSU Kabanjahe, RS Adam Malik, RS Evarina Ethaham dan RS Simon. Penyebab kematian pada pengungsi relatif tinggi yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan 17 orang meninggal karena awan panas erupsi gunung sinabung. Kejadian ini sangat mengejutkan karena sejak ditetapkan masa tanggap darurat dampak langsung belum

pernah sampai menelan korban jiwa. Situasi ini memicu kepanikan masyarakat, pengungsi dan Pemerintah Kabupaten Karo khususnya Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang harus menangani korban awan panas. Kejadian bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan manusia. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan yang berkompeten untuk selalu siap bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja. Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan dari tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas kerja seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009). Pelayanan kesehatan saat bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Kendala yang sering dijumpai salah satunya adalah sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap difungsikan. Hal ini terkesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana (Depkes RI, 2006). Pos kesehatan pengungsi adalah sarana kesehatan yang bertanggung jawab dalam memberi pelayanan kesehatan dasar bagi pengungsi dengan tujuan untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan di lokasi pengungsi dan sekitarnya, terselenggaranya pelayanan rawat jalan, pelayanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan

reproduksi, pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan gizi, kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pémantauan dan pencegahan penyakit menular di lokasi pengungsi (Depkes. RI, 2011). Masalah SDM Kesehatan yang dihadapi dalam penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia, antara lain; (1) minimnya informasi tentang peta kekuatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana, (2) belum semua tenaga setempat termasuk Puskesmas mampu melaksanakan penanggulangan bencana, (3) masih sedikit peraturan yang mengatur penempatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana (4) distribusi SDM Kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah bencana (5) kurangnya minat SDM Kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan (6) belum semua daerah mempunyai Tim Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat bencana (7) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihanpelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana (8) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana (9) pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana seringkali terhambat karena masalah kekurangan SDM Kesehatan (10) butuh waktu yang cukup lama untuk pemulihan bagi SDM Kesehatan yang menjadi korban bencana sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah bencana (Depkes, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Guspianto (2012) yang menyatakan pentingnya data dan informasi tentang ketersediaan tenaga yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 9 Januari 2014 di Kabanjahe titik pengungsi Mesjid Agung, terdapat jumlah pengungsi sebanyak 805 jiwa, GBKP Kota kabanjahe jumlah pengungsi 1.107 jiwa, UKA (Universitas Karo) 1.125 jiwa. Terlihat lokasi pengungsian yang sempit, persediaan air bersih serta MCK yang kurang baik, tidak sebanding dengan banyaknya pengungsi, saluran pembuangan air tersumbat, kebersihan lingkungan pengungsian kurang, sampah dibeberapa tempat terlihat berserakan menambah aroma yang tidak sedap. Selain itu pengungsi juga masih banyak yang membutuhkan bantuan baik selimut, pakaian maupun obat-obatan. Tidak sedikit dari pengungsi mengeluh tidak bisa tidur karena menggigil kedinginan. Udara dingin dan bercampur abu merupakan ancaman bagi kesehatan para pengungsi terutama kelompok rentan bayi, balita, lansia dan ibu hamil. Pemenuhan kebutuhan akan gizi bagi para pengungsi juga masih jauh dari yang diharapkan. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya bukan hanya sebagai penyambung hidup dan pengobat lapar saja tetapi memenuhi aturan gizi seimbang. Siagian (2014) mengatakan Kesulitan yang paling menonjol pada pengungsian erupsi gunung sinabung adalah penginapan, fasilitas mandi cuci kakus serta kebutuhan makanan dan minuman yang layak untuk para pengungsi khususnya kelompok risiko tinggi. Masa tanggap darurat yang panjang mulai September 2013 hingga Februari 2014 berdampak pada pengungsi korban erupsi gunung sinabung yang sangat memprihatinkan, para pengungsi mengalami gejala depresi dan stres, umumnya muncul dari para pengungsi akibat dari ketidakpastian sampai kapan mereka harus

tinggal dipengungsian, kehilangan keluarga, mata pencaharian, harta benda, tempat tinggal yang rusak, bahkan ada yang berusaha untuk bunuh diri. Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena memerlukan penanganan yang serius, terencana dan terpadu. Hasil wawancara dengan koordinator bidang laporan data dan informasi bencana gunung sinabung (Kepala Bidang Pengendalian dan PSM) Dinas Kesehatan Kabupaten Karo pada survey pendahuluan tanggal 24 Desember 2013 dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung belum mendapat kendala serius. Menindak lanjuti Surat Keputusan Bupati Kabupaten Karo Tentang Satgas penanggulangan bencana gunung sinabung, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo membentuk Satuan Tugas Tim Kesehatan Tanggap Darurat Penanganan Bencana Gunung Sinabung yang dibuat dalam bentuk SK Kepala Dinas Kesehatan Nomor 2.1.1330/SK/XI/2013 ditetapkan Nopember 2013. Namun dalam pelaksanaanya Satgas yang dibentuk lebih banyak mengerjakan tugas struktural yang melekat pada jabatan mereka diluar Tugas pokok dan fungsi sebagai Satgas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Gunung Sinabung. Saat survey awal ini dilakukan Pos Kesehatan Komando tidak ada di Pos Komando tanggap darurat melainkan di Dinas Kesehatan, rapat evaluasi yang dilakukan di Pos Komando tanggap darurat tidak diikuti oleh Dinas Kesehatan, data dan informasi terkait dengan kesehatan tidak bisa diakses di Media Centre Sinabung Emergency Respone, hal ini tentu akan mempersulit koordinasi, penyapaian laporan ataupun keluhan dari pengungsi terkait dengan masalah kesehatan termasuk penyaluran bantuan kesehatan.

Satgas Kesehatan yang tersusun dalam SK juga tidak menetapkan Tim Penanggulangan Krisis yang seharusnya terdiri dari Tim Reaksi Cepat, Tim Penilaian Cepat (Repid Healt Assesment/RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan serta tupoksi dari masing-masing bidang, sehingga pada pelaksanaanya menjadi tidak sesuai. Pelayanan kesehatan pengungsi dilakukan oleh SDM kesehatan yang ada di Puskesmas. Dinkes sebagai koordinator, memantau dan memfasilitasi pelaksanaan pelayanan. Sementara SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas belum terlatih untuk Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana sebab Dinkes. sendiri belum pernah mengadakan pelatihan ataupun gladi terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Permasalahan yang terkait dengan ketersediaan SDM kesehatan yang ditemukan pada saat survey awal ke beberapa titik pengungsian yaitu petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi adalah tenaga perawat sedangkan dokter yang ditugaskan tidak selalu berada (stand by) di posko kesehatan karena secara bersamaan juga harus memberikan pelayanan di puskesmas. Pos kesehatan pengungsi hanya diisi oleh petugas kesehatan (perawat) sebanyak 3 orang dengan pembagian 1 orang shif pagi, 1 orang shif siang dan 1 orang shif malam ditambah petugas pendukung. Depkes RI,(2006) telah menetapkan Pedomon pada masa tanggap darurat bencana bahwasannya untuk pelayanan kesehatan bagi pengungsi dengan jumlah sampai 5000 orang dengan pelayanan 24 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut, dokter 2 orang, perawat 6 orang, bidan 2

orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, meningkatknya aktivitas erupsi gunung sinabung pada radius 5 km mengakibatkan jumlah pengungsi terus bertambah, masalah kesehatan yang dihadapi juga bertambah, diantaranya (1) meningkatnya angka kesakitan, (2) sanitasi kurang, (3) jumlah MCK dan air bersih tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi, (4) tempat pengungsi tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi yang ditampung, (5) masalah gizi (gizi seimbang) kuhususnya kelompok risiko tinggi bayi, balita, ibu hamil dan lansia, (6) masalah psikologis/psikososial pengungsi, dan (7) SDM Kesehatan yang bertugas kurang memadai baik dari jumlah, jenis serta kompetensinya. Seiring dengan peningkatan jumlah pengungsi tentunya akan meningkatkan beban kerja yang berdampak pada peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan. Indriana (2009) mengatakan bahwa kebutuhan SDM kesehatan akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja yang diterima. Peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan juga harus dibarengi dengan ketersediaan SDM Kesehatan yang memadai dan berkompetensi dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi pada wilayah terdampak radius 5 km tahun 2013/2014 serta kebutuhan SDM Kesehatan bila erupsi meluas sampai wilayah radius 10 km. Analisa kebutuhan ini dihitung berdasarkan Pedoman Manajemen Sumber Daya

Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Nomor 066 Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas ditemukan masalah bahwa SDM kesehatan yang bertugas dipelayanan kesehatan pengungsian dan yang tergabung dalam Satgas kesehatan penanggulangan bencana gunung sinabung masih jauh dari standar Pedoman SDM Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Tahun 2006, secara kuantitatif ketersediaan SDM kesehatan di pengungsian terlihat kurang karena hanya ada 1 orang perawat/shif yang ditempatkan di setiap pos, apalagi bila erupsi terjadi pada wilayah terdampak 10 km yang otomatis membutuhkan SDM kesehatan lebih banyak untuk menangani pengungsi. Fenomena ini ditambah lagi dengan permasalahan kualitas yaitu SDM Kesehatan yang bertugas di pos pelayanan kesehatan pengungsi belum pernah mengikuti pelatihan dan gladi penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dan ada faktor yang menunjukkan peningkatan status Gunung Sinabung yang akan berdampak pada peningkatan jumlah pengungsi dengan peta terdampak radius 5 km menjadi 10 km. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi pada wilayah terdampak radius 5 km tahun 2013/2014 serta kebutuhan SDM Kesehatan bila erupsi meluas sampai wilayah radius 10 km sehingga judul proposal yang peneliti ajukan adalah Analisa Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam menghadapi erupsi Gunung Sinabung.

1.3 Tujuan Penelitian 1. Menggambarkan ketersediaan SDM kesehatan dalam menghadapi erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo 2. Menggambarkan realisasi penempatan SDM kesehatan di pos-pos pengungsian akibat erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo 3. Memperkirakan kebutuhan SDM kesehatan pada radius 5 km menurut Kepmenkes RI No. 66 Tahun 2006 secara umum berdasarkan jumlah pengungsi yang terpusat disatu lokasi penampungan, perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar di pos-pos pengungsian dan perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar berdasarkan wilayah/zona pelayanan kesehatan. 4. Memperkirakan kebutuhan SDM kesehatan pada radius 5 km menurut Kepmenkes RI No. 66 Tahun 2006 secara umum berdasarkan jumlah pengungsi yang terpusat disatu lokasi penampungan, perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar di pos-pos pengungsian dan perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar berdasarkan wilayah/zona pelayanan kesehatan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat erupsi Gunung Sinabung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo dalam upaya menyesuaikan jumlah SDM kesehatan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.