BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan, lattar, alur, dan sudut pandang. Berikut ini akan diuraikan teori pendukung dalam penelitian ini. A. Pengertian Novel Menurut Abrams secara harafiah istilah novella mengandung pengertian sama dengan istilah Indonesia novelette (inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Novel umumnya terdiri dari bab yang masing-masing berbeda isinya. Hubungannya antar bab kadang hanya merupakan hubungan kronologi biasa saja, bab yang satu merupakan kalangan bab yang lain. Novel menurut Moeliono (2007:788) adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Sedangkan novel menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro, 2000; 2-3) merupakan prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Dari pendapat yang telah dipaparkan mengenai novel maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan suatu cerita fiksi yang mengenai kehidupan seorang laki-laki maupun perempuan dengan menonjolkan sifat setiap saat. B. Hakekat Pendekatan Struktural
Sastra merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus menerus. Perkembangan studi sastra dapat kita lihat dengan munculnya berbagai jenis karya sastra, antara lain; novel, cerpen, puisi dan buku-buku sastra lain yang mendukung berkembangnya kesusastraan. Dalam memahami karya sastra kita harus menggunakan suatu teori atau pendekatan. Dalam analisis novel Pintu Terlarang ini penulis menggunakan pendekatan struktural, yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami karya sastra berdasarkan strukturnya. Jadi dalam memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur karya sastra. Atau prinsip yang lebih tegas lagi, analisis struktur bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterkaitan semua unsur karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktur bukanlah penjumlahan unsur-unsur melainkan yang penting adalah sumbangan apa yang diberikan oleh semua unsur pada keseluruhan makna dalam keterlibatannya dan keterjalinannya (Teeuw, 1984: 135). Ciri utama struktur adalah perhatiannya adalah totalitas lebih penting dari bagianbagiannya. Ciri-ciri lain adalah: 1) tidak menelaah struktur atau unsur berdasarkan permukaannya saja, namun juga yang ada hubungannya dengan kenyataan empiris, 2) analisis menyangkut unsur sinkronis sehingga perhatiannya lebih ditekankan pada hubungan yang ada pada suatu saat tertentu (Jabrohim, 2001: 38). C. Unsur-Unsur Karya Sastra Setiap karya sastra mempunyai dua unsur utama. Pertama, unsur ekstrinsik yaitu hal-hal yang mempengaruhi karya sastra yang berasal dari luar. Kedua, unsur intrinsik yaitu hal-hal yang membangun karya sastra itu dari dalam.
Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra yaitu faktor-faktor sosiologi, ideologi, politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain yang turut berperanan dalam penciptaan karya sastra. Unsur ekstrinsik itu merupakan latar belakang dan sumber informasi bagi karya sastra dan tidak dapat diabaikan karena mempunyai nilai, arti dan pengaruhnya.walaupun penting unsur-unsur ekstrinsik tidak menjadi dasar eksistensi sebuah karya sastra. Eksistensi karya sastra terletak pada unsur intrinsiknya tanpa mengabaikan unsur ekstrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik karya sastra yaitu faktor dari dalam yang aktif berperanan sehingga memungkinkan sebuah karangan menjadi karya sastra. Selanjutnya menurut Renne Wellek (1995: 85) mengatakan bahwa para kritikus sastra membedakan tiga macam unsur intrinsik karya sastra yaitu, plot, penokohan dan setting. Sedangkan Hutagalung (dalam Jabrohim, 2001:70) membagi unsur intrinsik menjadi: isi, plot, perwatakan, seting dan gaya bahasa. Tidak ketinggalan pula Jakob Sumardjo (dalam Yetti, 1998:25) mengatakan bahwa unsur intrinsik karya sastra adalah tema, karakter, plot, sudut pandang, setting dan suasana. Demikianlah berbagai pendapat mengenai unsur-unsur intrinsik karya sastra. Apabila diteliti terdapat kesamaan dan perbedaan diantara pendapat-pendapat itu, namun semuanya dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai karya sastra. Berdasarkan aneka pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur intrinsik karya sastra adalah: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar dan gaya bahasa (Fanani, 1994: 15-16). a. Unsur Intrinsik Karya sastra Unsur intrinsik adalah unsur dalam karya sastra yang ikut serta membangun karya sastra itu sendiri. Kehidupan di dalam karya sastra yang ikut serta membangun karya itu sendiri (Suroto, 1989: 88). Unsur intrinsik karya sastra antara lain.
1. Tema Pada hakekatnya, tema itu merupakan suatu ide pokok. Boleh juga dikatakan tema itu merupakan pikiran atau perasaan pengarang karena di dalam sebuah cerita terdapat suatu bayangan mengenai pandangan hidup atau citra pengarang tentang cara memperlihatkan masalah. Masalah itu bisa terwujud tentang apa saja sesuai dengan kehendak pengarang. Jadi pengarang itu berhak menampilkan apa yang dialaminya Pradopo (dalam Fanani, 1994: 4-5). Tema berarti pokok pikiran; dasar cerita, latihan menerjemahkan dari bahasa sendiri ke bahasa asing, Poerwadarminta (dalam Mido, 1994: 15-16), sedangkan Boens Oemarjati berpendapat bahwa tema adalah persoalan yang telah menduduki tempat khas dalam pemikiran pengarang. Dalam tema tersirat tujuan cerita, tetapi bukan tujuan itu sendiri. Hutagalung menyusul pendapat mengenai tema, ia menegaskan bahwa tema adalah persoalan yang berhasil menduduki tempat utama dalam cerita. Penentuan tema itu bukan tergantung pada yang mana yang paling penting bagi pengarang, tetapi persoalan penafsiran kita sebagai penelaah. Tentu saja dengan alasan-alasan yang kuat (Mido, 1994 :17-18). Tema adalah persoalan yang telah berhasil menduduki tempat yang khas dalam pemikiran pengarang dengan visi, pengetahuan, imajinasi dan emosi menjurus pada suatu penyelesaian. Jadi dalam tema terimplisit tujuan cerita, tetapi bukan tujuan itu sendiri. Cara yang tepat dalam menentukan amanat sebuah karya sastra adalah dengan melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam karya sastra itu. 2. Amanat Amanat di dalam sebuah cerita kadang-kadang diketahui secara eksplisit, yakni amanat itu berupa suatu ajaran atau petunjuk yang ditunjukan langsung kepada
pembaca. Kemungkinan lain amanat itu dinyatakan dengan implisit. Dalam hal ini amanat dalam cerita itu tidak dapat diketahui dengan jelas, biasanya perilaku tokoh merupakan sumber utama yang dapat menentukan amanat sebuah cerita. Amanat itu dilukiskan dengan halus, melalui tingkah laku atau watak para tokoh yang berperan dalam sebuah cerita. Amanat itu akan dipertahankan kehadirannya di dalam sebuah cerita jika unsur-unsur yang lain, seperti alur dan tokoh itu turut mendukung (Wellek dan Warren, 1995: 282). 3. Latar Latar di dalam sebuah karya sastra merupakan tempat peristiwa sebuah cerita itu berlangsung. Latar juga boleh diartikan waktu atau berlangsungnya suatu peristiwa karena latar itu sekaligus merupakan lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonomia, atau metafora untuk mengekspresikan para tokoh (Wellek, dan Waren 1995:290-300). Menurut Hutagalung latar adalah gambaran tempat dan waktu segala situasi ditempat terjadinya peristiwa di dalam karya sastra. Sedangkan Murphy berpendapat bahwa latar adalah hidup para tokoh/pelaku. Jakob Sumardjo mengemukakan pendapatnya bahwa latar adalah tempat bermainnya cerita. Ada tiga unsur latar yaitu; waktu, tempat dan suasana. Unsur inilah yang membentuk latar, ketiganya tidak dapat dipisahkan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan padu, Murphy (dalam Fanani,1994:51-52). 4.Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh yang dijadikan pelaku dalam karya sastra hendaknya tokoh yang hidup bukan tokoh mati yang merupakan boneka
ditangan pengarang. Tokoh hidup adalah tokoh yang berpribadi, berwatak dan memiliki sifat tertentu. Penokohan di dalam karya sastra adalah cara seorang pengarang untuk menampilkan para pelaku melalui sifat, sikap dan tingkah lakunya. Menurut cara pengungkapannya, penokohan dapat dicapai dengan dua cara: cara analitik/langsung dan dramatik/tidak langsung. Pada cara analitik pengarang mengisahkan secara langsung sifat-sifat, tabiat, latar belakang, pikiran dan perasaan tokoh. Sedangkan penokohan secara dramatik dapat diungkapkan melalui berbagai cara. Antara lain melalui pengungkapan lingkungan hidup tokoh, dialog yang satu dengan yang lain, perbuatan tokoh dan lain-lain, Mochtar Lubis (dalam Eneste, 1989:24-25). Bentuk penokohan yang paling sederhana ialah memberi sebuah nama kepada seseorang atau nama sebuah tempat. Penyebutan nama itu merupakan bentuk atau cara untuk memberikan kepribadian atau menghidupkan para pelaku di dalam sebuah cerita (Wellek, 1995:287). Hutagalung (Mido, 1994:60 menyatakan bahwa penokohan merupakan proses perwujudan kualitas individual sebuah peran tertentu dalam karya sastra. Peran itu akan terlihat dalam aktivitas tokoh. Pada hakikatnya, penokohan dan alur cerita dalam sebuah karya sastra tidak dapat dibicarakan secara terpisah karena kedua unsur itu mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama. Sebuah cerita tidak akan mungkin terbentuk apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Oleh karena itu, antara tokoh dan alur cerita saling berkaitan dan hubungannya pun sangat erat. Dalam penelitian ini pendekatan atau teori yang digunakan adalah teori struktural. Masalah struktur, Wellek dan Waren (1995: 78) memberi batasan bahwa struktur
pengertiannya dimasukan kedalam isi dan bentuk sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan eseptik. Jadi sruktur karya sastra terdiri dari bentuk dan isi. 5. Alur Plot atau alur sebuah cerita adalah struktur naratif sebuah novel (Wellek dan Warren, 1995: 284). Dapat dibagi menjadi: a. Pemaparan atau pendahuluan, yaitu: bagian cerita tempat pengarang mulai mendiskusikan suatu keadaan yang menjadi awal cerita. b. Penggawatan, yaitu bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak, sehingga bagian ini akan terasa adanya konflik. c. Penanjakan, yaitu bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik yang memulai memuncak. d. Puncak atau klimaks yaitu bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan masalah dari semua cerita atau bagian-bagian sebelumnya. Menurut W.H Hudson (dalam Faruk, 2005; 41-42) berpendapat bahwa alur adalah rangkaian hal-hal yang diderita dan dikerjakan oleh pelaku dan sepanjang roman/novel bersangkutan. M. Saleh Saad menyusul dengan pendapat bahwa alur adalah sambungsinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Jadi alur adalah peristiwa yang bersambung-sambung dalam sebuah cerita berdasarkan sebab akibat. Alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Suroto, 1989: 89). Ada beberapa jenis alur, yaitu alur linear, sorot balik/flash back, dan alur datar. Alur linear adalah alur yang terdapat sebuah cerita yang peristiwanya susul menyusul secara temporal. Alur sorot balik atau flash back adalah alur yang disusun
menurut urutan kronologis, peristiwa yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya. Alur dikatakan datar jika hampir tidak terasa adanya gawatan, klimaks dan leraian. 6. Sudut Pandang Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam pengisahan cerita karta sastra. Dimana pengarang dapat mengisahkan posisinya dengan dua cara yaitu 1) dengan metode orang pertama, 2) dengan metode orang ketiga. Apabila dalam karya sastra pengarang menggunakan kata ganti orang pertama (aku, saya) berarti karya sastra tersebut menggunakan sudut pandang orang pertama. Dan apabila dalam karya sastra pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga (dia, mereka) atau menggunakan nama orang, maka karya sastra tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga (Suroto, 1989: 96-97). Sudut pandang adalah cara seseorang memandang peristiwa yang ada dalam suatu cerita. Cara memandang setiap orang biasanya berbeda tergantung dari mana orang tersebut memandang, dari sudut konflik dalam cerita, tema, pengarang, bahkan pembaca. Tetapi biasanya yang dimaksud dengan sudut pandang dalam karya sastra kaitannya dengan posisi pengarang di dalam cerita (Yetti, 1998: 60) b. Unsur Ekstrinsik Karya Sastra Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur pembangun karya sastra yang berada di luar karya sastra, namun turut menentukan bentuk dan isi suatu karya sastra atau cerita. Antara lain unsur politik, agama, sosial, budaya, psikologi dan lain sebagainya yang biasa membangun karya sastra tersebut Semi (1993: 60).
Unsur ekstrinsik karya sastra merupakan unsur yang ada di luar karya sastra tetapi pada dasarnya ikut serta membangun cerita di dalam karya sastra itu sendiri Suroto (1989: 70). Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur karya sastra yang berada di luar karya sastra tetapi ikut membangun terbentuknya karya sastra itu sendiri (Wellek dan Waren 1995: 79). c. Pengajaran Sastra di SMA. Mulyasa (2007: 13) tujuan KTSP mengacu pada tujuan umum pendidikan. Tujuan umum pendidikan yang terdapat dalam KTSP bagi SMA adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruan. Standar kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada suatu pendidikan tertentu. Dalam struktur kurikulum dijelaskan bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang masih berlaku. Fungsi Standar Kompetensi Lulusan (SKL), ialah suatu pedoman yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada satuan pendidikan menengah umum yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan umum, pengetahuan, kepribadian yang baik, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) mata pelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam KTSP: 1. Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan menyampaikan berita, laporan, pidato, wacana, diskusi, seminar, drama, dan novel. 2. Berbicara Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi, hasil penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama. 3. Membaca Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan membaca cerita pendek, novel, hikayat, puisi, dan drama. 4. Menulis Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, novel, drama, cerita rakyat, menulis resensi, esai, dan kritik sastra melayu klasik. (Mulyasa, 2007: 45) Standar Kompetansi Lulusan di atas kemudian dikembangkan kedalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Untuk lebih jelasnya dibawah ini dijelaskan kutipan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam pengembangan silabus mata pelajaran Bahasa Sastra Indonesia yang sesuai dengan pengajaran sastra. Silabus Mata Pelajaran Bahasa, Sastra Indonesia SMA kelas XI. Kelas XI Semester 1 Standar Kompetensi (SK) Memahami berbagi hikayat, novel, Indonesia/ novel terjemahan Semester 2 Standar Kompetensi (SK) Memahami buku biografi, novel, dan hikayat Kompetensi Dasar (KD) a. Menemukan usur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat b. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ novel terjemahan Kompetensi Dasar (KD) a. Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh b. Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan (Depdiknas. 2006: 132)
d. Kriteria Pemilihan Bahan Pengajaran Bahan pengajaran adalah bagian integral dalam kurikulum sebagaimana yang telah ditentukan dalam garis-garis besar program pengajaran. Itu sebabnya dapat dikatakan, bahwa bahan pengajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri (Hamalik, 2006: 132). Sedangkan menurut Ibrahim (2003: 102) kriteria pemilihan bahan ajar adalah materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tercapainya tujuan instruksional, materi pelajaran hendaknya sesuai tingkat pendidikan siswa pada umumnya, bahan pengajaran hendaknya terorganisasi secara sistemik dan berkesinambungan, dan bahan pengajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual maupun kontekstual.