BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Pada umumnya disusun secara tertulis (Darsono, 2010). mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dengan teori-teori berikut ini (Shield dan Shield, 1998 dalam Sumarno, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. disfungisional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Indriantoro dan

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang. penganggaran, pemprograman dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk angka atau yang kita kenal sebagai anggaran. Tanpa adanya anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bagian ini membahas mengenai teori-teori dan pendekatan yang

Mohamad Djasuli Novaria Isnaini Fadilah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi termasuk institusi pendidikan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian, maka perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih fleksibel dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menggabungkan pendekatan top down dengan pendekatan bottom up dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepentingan organisasi dibandingkan dengan tujuan-tujuan individu

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Scief dan

Rina Ismawati B

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

PENGARUH NILAI KONSUMEN TERHADAP MINAT MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER (Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen, peranan dalam hal merencanakan pembiayaan dan pendapatan pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesenjangan anggaran dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen [1997]). Proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu manajemen yang baik. Menurut Welsch (2000) misinya tanpa suatu manajemen yang baik.

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB II LANDASAN TEORI. principal dan agen. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Pertumbuhan yang pesat tersebut mengakibatkan terjadinya

BAB II DASAR TEORI Anggaran Definisi Anggaran. Anggaran menurut Henry Simamora (1999) merupakan suatu

Kata Kunci :partisipasi penyusunan anggaran, budgetary slack, komitmen organisasi, etika

PENGARUH MODERASI INFORMASI ASIMETRI DAN GROUP COHESIVENESS TERHADAP HUBUNGAN PARTISIPASI PENGANGGARAN DENGAN BUDGETARY SLACK

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. Semakin majunya dunia bisnis, semakin kompleks pula masalah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang berlangsung di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang

BAB I PENDAHULUAN. secara mandiri. Masing-masing daerah telah diberikan kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik pada dasarnya membutuhkan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebuah hubungan kontraktual antara dua pihak, yaitu antara pemilik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. anggaran. Anggaran merupakan sebuah rencana tentang kegiatan di masa datang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penjelasan mengenai konsep budgetary slack dimulai dari pendekatan agency

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. antara fakta dan teori. Keputusan tersebut merupakan penafsiran dari hal-hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara principal dan

BAB I PENDAHULUAN. serta tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Hansen dan Mowen, 2001).

CHRISTINE PRAMITA W.

Judul : Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran pada Kinerja Manajerial Dengan Self Efficacy dan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi telah memicu. terjadinya globalisasi. Globalisasi yang melanda hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perusahaan dalam jangka pendek yang dinyatakan dalam unit

BAB I PENDAHULUAN. bidang usaha bersaing dengan ketat. Bagi perusahaan, hal itu merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk beroperasi seefisien mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu

DESENTRALISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJERIAL

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Partisipasi Anggaran Anggaran adalah rencana tentang kegiatan perusahaan yang mencakup berbagai kegiatan operasional yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain sebagai pedoman untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran suatu organisasi. Pada umumnya disusun secara tertulis (Darsono, 2010). Kenis (1979) mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan perilaku para pelaksana anggaran dengan cara mempertimbangkan hal hal berikut ini: 1. Anggaran harus dibuat serealitas mungkin, secermat mungkin sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu tinggi hanyalah angan-angan. 2. Untuk memotivasi manajer pelaksana diperlukan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran. 3. Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan, sehingga pelaksana tidak merasa tertekan, tetapi termotivasi. 4. Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang akurat dan tepat waktu, sehingga apabila aterjadi penyimpangan yang memungkinkan dapat segera diantisipasi lebih dini. Menurut Brownell (1982), partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran, sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran. Kesempatan yang diberikan diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran. 9

Partisipasi manajer dalam proses penganggaran mengarah kepada seberapa besar tingkat keterlibatan manajer dalam menyusun anggaran serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran (Kenis, 1979). Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, para anggota organisasi terlibat dan mempunyai pengaruh dalam suatu pembuatan keputusan yang berkepentingan dengan mereka. Partisipasi dalam konteks penyusunan anggaran merupakan proses para individu, yang kinerjanya dieveluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan budget emphasis, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 1982). Sebagaimana yang dikemukakan Milani (1975), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dengan anggaran non partisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif, sehingga lebih memungkinkan bagi bawahan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai. Banyak penelitian bidang akuntansi manajemen yang menaruh perhatian terhadap masalah partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, karena anggaran partisipatif dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi. Partisipasi pekerja dalam proses penyusunan anggaran dapat mengakibatkan motivasi untuk mencapai target yang ditetapkan dalam anggaran, selain itu anggaran partisipatif juga menyebabkan sikap respek bawahan terhadap 10

pekerjaan dan perusahaan (Milani, 1975). Cherrington (1973) dalam Miyati (2014) menemukan hubungan yang positif antara partisipasi dengan kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Studi eksperimental tersebut menguji pengaruh pengendalian melalui anggaran dan pemberian penghargaan terhadap kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Menurut penelitian tersebut, ada tiga tujuan utama yang dapat dicapai melalui partisipasi penganggaran, yaitu : 1. Akseptasi anggota organisasi terhadap rencana kegiatan. 2. Peningkatan semangat kerja 3. Peningkatan produktivitas. Proses penyusunan anggaran suatu organisasi, merupakan kegiatan yang penting dan sangat kompleks, karena anggaran mempunyai kemungkinan dampak fungsional atau disfungsional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Milani, 1975). Argyris (1952) dalam Octavia (2014) yang melakukan penelitian empiris terhadap proses penyusunan anggaran pada empat perusahaan manufaktor skala menengah menemukan adanya disfungsional anggaran terhadap sikap dan perilaku. Anggaran yang terlalu menekan cenderung menimbulkan sikap agresi bawahan terhadap atasan dan menyebabkan ketegangan dan hal tersebut justru tidak memotivasi bawahan untuk meningkatkan kinerjanya, bahkan menyebabkan inefisiensi sebagai dampak dari penyusunan anggaran yang kaku dengan targetyang sulit dicapai. Disamping itu, Merchant (1981) menemukan hasil bahwa dengan partisipasi anggaran yang tinggi akan berdampak kepada menurunnya kinerja 11

yang dipengaruhi oleh kesenjangan anggaran yang timbul akan partipasi yang tinggi didalam penyusunan anggaran tersebut. Hal ini terjadi akibat terbuka seluas luasnya bagi bawahan untuk berpartisipasi terhadap proses penyusunan anggaran. Partisipasi memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama diantara para manajer. Betapa pun demikian, Bentuk keterlibatan bawahan/pelaksana anggaran disini dapat bervariasi, tidak sama satu organisasi dengan yang lain. Tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam mereka terlibat dalam pengambilan keputusan dan beberapa masalah menyangkut partisipasi (Siegel dan Ramanauskas-Marconi, 1989 dalam Octavia, 2014). Organisasi harus memutuskan sendiri batasanbatasan mengenai partisipasi yang akan mereka terapkan. Ada dua alasan utama mengapa partisipasi anggaran penitng dalam penyusunan anggaran, yaitu (1) keterlibatan atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran dalam partisipasi anggaran mendorong pengendalian informasi yang tidak simetris dan ketidakpastian tugas, (2) melalui partisipasi anggaran, individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, selanjutnya dapat mengurangi senjangan anggaran. 2.1.2. Kejelasan Sasaran Anggara Anggaran harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran harus bisa menggambarkan sasaran 12

kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung-jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh sebab itu, sasaran anggaran harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung-jawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Locke (1968) dalam Kenis (1979) menyatakan bahwa penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan spesifik. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Locke (1968) dalam Kenis (1979) mengatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti. 13

2.1.3. Group Cohesiveness Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan dalam sikap, perilaku, dan perbuatan. Kedekatan ini disebut sebagai Group Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan dorongan anggota untuk tetap bersama dalam kelompoknya dibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson, 1982). Selanjutnya Robbins (1996) mendefinisikan Group Cohesiveness merupakan suatu tingkat yang menggambarkan para anggotanya tertarik satu sama lain dan dimotivasi untuk tetap berada di dalam kelompok. Gibson (1982) mengemukakan bahwa ada banyak sumber daya tarik bagi suatu kelompok. Suatu kelompok dapat mempunyai daya tarik karena : 1. Tujuan kelompok dan tujuan para anggota dapat cocok dan ditentukan secara jelas. 2. Kelompok mempunyai seorang pemimpin yang berkarisma. 3. Reputasi atau nama baik kelompok menunjukkan bahwa kelompok menyelesaikan tugasnya dengan berhasil baik. 4. Kelompok itu cukup kecil yang memungkinkan para anggotanya dapat saling mendengar pendapat dan saling mengevaluasi. 5. Para anggotanya mempunyai daya tarik dalam arti bahwa mereka saling mendukung dan membantu mengatasi rintangan dan hambatan bagi perkembangan dan kemajuan pribadi. Selanjutnya Ikhsan dan Arfan (2005) dalam Falikhatun (2007) menyatakan bahwa tingkat kohesivitas ddipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di masa lalu. Semakin besar kesempatan bagi para anggota kelompok untuk bertemu dan berinteraksi satu sama lain, maka lebih besar juga kesempatan bagi anggota untuk menemukan minat yang sama dan menjadi tertarik satu sama lain. Semakin 14

sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka para anggotanya semakin menghargai keanggotaan yag mereka miliki. Konsep kohesivitas penting bagi pemahaman kelompok organisasi. Tingkat kohesivitas bisa mempunyai akibat positif atau negatif tergantung seberapa baik tujuan kelompok sesuai dengan tujuan organisasi formal. Bila kohesivitas tinggi dan kelompok menerima serta sepakat dengan tujuan formal organisasi, maka perilaku kelompok akan positif ditinjau dari sisi organisasi formal. Tetapi bila kelompok sangat kohesif tetapi tujuannya tidak sejalan dengan organisasi formal, maka perilaku kelompok akan negatif ditinjau dari sisi organisasi formal (Robbins, 1996). Selanjutnya bila suatu kelompok mempunyai kohesivitas rendah dan tujuan yang diinginkan anggota tidak sejalan dengan manajemen, maka hasilnya mungkin negatif dari sisi organisasi. Sebaliknya suatu kelompok bisa menjadi rendah kohesivitasnya, tetapi mempunyai tujuan anggota yang sejalan dengan organisasi formal, maka hasilnya mungkin positif meskipun lebih berdasarkan basis individu dibanding kelompok. 2.1.4. Informasi Asimetri Anthony dan Govindarajan (2001) menyatakan bahwa kondisi informasi asimetri muncul dalam teori keagenan (agency theory), yakni principal (pemilik/atasan) memberikan wewenang kepada agen (manajer/bawahan) untuk mengatur perusahaan yang dimiliki. Informasi asimetri adalah suatu kondisi apabila pemilik/atasan tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kinerja 15

agen/bawahan sehingga atasan tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan. Kondisi ketidakpastian lingkungan dapat menyebabkan informasi bawahan terhadap bidang teknisnya melebihi informasi yang dimiliki atasannya. Dunk (1993) dalam Falikhatun (2007) mendefinisikan informasi asimetri sebagai suatu keadaan apabila informasi yang dimiliki bawahan melebihi informasi yang dimiliki atasannya, termasuk lokal maupun informasi pribadi. Adanya asimetri informasi akan mendorong atasan untuk bertukar informasi dengan bawahannya. Oleh karena itu bawahan akan diikutsertakan dalam penyusunan anggaran. Kesenjangan informasi ini sering dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan individu di satu sisi, dan kerugian bagi organisasi di sisi lain. Selanjutnya Shields dan Young (1993) dalam Falikhatun (2007) mengemukakan beberapa kondisi perusahaan yang kemungkinan besar timbulnya informasi asimetri, yaitu : perusahaan yang sangat besar, mempunyai penyebaran secara geografis, memiliki produk yang beragam, dan membutuhkan teknologi. 2.1.5. Pertimbangan Etika Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya. Sedangkan menurut Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Miyati (2014) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau pedoman yang mengatur perilaku manusia baik yang harus dilakukan maupun 16

yang harus ditingalkan yang dianut oleh sekelompok orang atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Menurut Joko Widodo (2001), etika sektor publik didefinisikan sebagai pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik, dan dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik dapat dikatakan baik atau buruk. Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal. 1. Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan penutupan perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya. 2. Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada. 3. Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk 17

bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan. 4. Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar benar kualifaid. 5. Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh sales wanita maka akan berpengaruh negative pada masa depan karir para sales tersebut. 2.1.6. Budgetary Slack Senjangan anggaran (budgetary slack) adalah perbedaan jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi (Anthony dan Govindradjan, 2001). Dalam keadaan terjadinya senjangan anggaran bawahan cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang diajukan, sehingga target akan mudah dicapai. Schiff dan Lewin (1970) dalam Falikhatun (2007) menyatakan bahwa bawahan menciptakan budgetary slack karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian prestasi manajer ditentukan berdasarkan pencapaian 18

anggaran. Upaya ini dilakukan dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah (understated) dan biaya yang terlalu tinggi (overstated). Dalam proses partisipasi anggaran, budgetary slack merupakan ketidaksesuaian antara penggunaan dana yang lebih besar dari anggaran yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan tingginya budgetary slack akan mengakibatkan dua kemungkinan yaitu penambahan dana di luar rencana anggaran semula atau tetap sesuai dengan rencana anggaran dana yang ditetapkan tetapi menurunkan kinerja pelaksana anggaran. Di dalam penyusunan anggaran keterlibatan bawahan sangat diperlukan, berdasarkan Agency Theory bawahan akan membuat target anggaran yang lebih mudah dicapai, dengan cara membuat target anggaran yang rendah pada sisi pendapatan dan mengajukan biaya yang lebih (Ali Maskun, 2008) dalam (Miyati, 2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budgetary Slack : a. Faktor Internal Salah satu faktor yang diteliti dan dianggap memiliki terhadap budgetary slack adalah faktor individual seperti etika atau moral. Etika merupakan nilai, norma yang dianut individu memandang suatu permasalahan sebagai sesuatu yang baik atau tidak baik, jujur atau tidak jujur (Indrawati Yuhertiana, 2005) dalam (Miyati, 2014). Dari sudut pandang etika, budgetary slack sebagai sesuatu yang positif (etis) atau negatif (non-etis). Apabila individu menganggap budgetary slack sebagai sesuatu yang tidak etis, maka semakin rendah kecenderungan untuk menciptakan budgetary slack. Begitu pula sebaliknya, apabila individu 19

menganggap budgetary slack sebagai sesuatu yang etis maka semakin tinggi kecenderungan untuk menciptakan budgetary slack. Hal itu sejalan dengan pemikiran Douglas & Wier (2000) dalam Miyati (2014) bahwa budgetary slack can also be viewed as an ethical issue. b. Faktor Eksternal Budgetary slack tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal tetapi juga faktor eksternal. Faktor eksternal yang banyak diteliti dan dianggap memiliki pengaruh yang signifikan pada budgetary slack adalah partisipasi anggaran. Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan bawahan dalam proses penyusunan anggaran. Sebagian besar penelitian yang dilakukan pada sektor swasta mendukung hipotesis bahwa partisipasi anggaran dalam penyusunan anggaran akan menghasilkan budgetary slack seperti penelitian Young (1985), Arfan Ikhsan dan La Ane (2007), Falikhatun (2007), Andi Kartika (2010) dalam Miyati (2014), dan Karsam (2013). antara lain : Menurut Dunk (1993) dalam Miyati (2014) karakteristik budgetary slack a. Standar dalam anggaran tidak mendorong peningkatan produktivitas. b. Anggaran secara mudah untuk diwujudkan. c. Tidak terdapatnya batasan-batasan yang harus diperhatikan terutama batasan yang ditetapkan untuk biaya. d. Anggaran tidak menuntut hal khusus. e. Anggaran tidak mendorong terjadinya efisiensi. f. Target umum yang ditetapkan dalam anggaran mudah untuk dicapai. Menurut Hilton et al (2000) dalam Miyati (2014), alasan manajer menciptakan budgetary slack dalam proses penganggaran yaitu : Kesenjangan 20

anggaran akan membuat kinerja seolah-olah terlihat baik di mata pimpinan jika mereka dapat mencapai target anggaran. a. Kesenjangan anggaran digunakan untuk mengatasi ketidakpastian memprediksi masa yang akan datang. b. Pengalokasian sumber daya yang akan dilakukan berdasarkan proyeksi anggaran biaya, sehingga adanya kesenjangan membuat lebih fleksibel. 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliatian Falikhatun (2007) meneliti tentang Interaksi Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, dan Group Cohesiveness Dalam Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dan Budgetary Slack (Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Se Jawa Tengah). Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack serta menguji informasi asimetri, budaya organisasi, dan Group Cohesiveness sebagai variabel pemoderasi dalam memperkuat pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Hasil penelitian yang diperoleh adalah partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack, informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi asimetri merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary clack, sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi yang berorientasi pada orang bukan merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. 21

Group Cohesiveness yang tinggi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, sehingga dapat disimpulkan bahwa Group Cohesiveness merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Penelitian Yohanes (2012) meneliti tentang Pengaruh Moderasi Informasi Asimetri dan Group Cohesiveness Terhadap Hubungan Partisipasi Anggaran Dengan Budgetary Slack. Penelitian ini menguji efek moderasi informasi asimetri dan kekohesifan kelompok terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan budgetary slack. Sampel penelitian ini adalah manager-manager fungsional perusahaan dealer dan servis mobil. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel asimetri informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan budgetary slack, sehingga asimetri informasi bukan merupakan variabel moderat. Variabel group cohesiveness juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan budgetary slack, sehingga group cohesiveness bukan merupakan variabel moderat. Penelitian Mohamad Djasuli (2011) meneliti tentang Efek Interaksi Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, Group Cohesiveness dan Motivasi dalam Hubungan Kausal Antara Budgeting Participation dan Budgetary Slack. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budgeting participation terhadap budgetary slack yang dimoderasi oleh informasi asimetris, budaya organisasi, group cohesiveness dan motivasi. Penelitian dilakukan pada seluruh SKPD Kabupaten Bangkalan. Hasil analisis data dalam penelitian ini 22

menunjukkan bahwa partisipasi anggaran memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap budgetary slack, maksudnya bahwa partisipasi anggaran akan meningkatkan budgetary slack di SKPD Bangkalan. Informasi asimetri merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Informasi asimetri membuat pegawai lebih berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan kesenjangan anggaran. Budaya organisasi bukan merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Group cohesiveness merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di SKPD Bangkalan. Dalam kaitannya dengan Budgetary Slack, proses pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi. Motivasi merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Jadi motivasi yang tinggi dapat meningkatkan slack anggaran. Penelitian Rahmi (2012) meneliti tentang Pengaruh Interaksi Budaya Organisasi, dan Group Cohesiveness dalam Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran dan Senjangan Anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris tentang pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran, pengaruh budaya organisasi memoderasi hubungan partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran, pengaruh Group Cohesiveness memoderasi hubungan partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran. 23

Hasil penelitian adalah partisipasi penganggaran berpengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran, budaya organisasi yang berorientasi pada pekerjaan tidak dapat memperkuat hubungan partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran, group cohesiveness tidak dapat memperkuat hubungan partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Karsam (2013) dalam Jurnal Internasional Aplikasi Bisnis dan Keuangan. Penelitian Karsam meneliti tentang Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran terhadap Budget Slack dengan Informasi Asimetri sebagai Variabel Moderating dan Dampaknya terhadap Kinerja Manajerial (Studi pada Yayasan Pendidikan dan Koperasi di Provinsi Banten, Indonesia). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat Budgetary Slack dalam anggaran Yayasan Pendidikan dan Koperasi di Provinsi Banten. Kasus ini diduga karena informasi asimetri diantara atasan dan bawahan serta adanya adverse selection, dimana manajer dan orang-orang dalam mengetahui prospek agency dan juga karena moral buruk manajer yang bertindak tanpa sepengetahuan pemegang saham dan pemilik perusahaan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat informasi asimetri dalam hubungan antara penganggaran partisipatif terhadap budgetary slack adalah 24%, sisanya 76% merupakan variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Untuk meningkatkan efektivitas anggaran, manajemen harus menyerahkan otoritas, mengevaluasi, dan memastikan bahwa tim penyusunan anggaran telah mempertimbangkan secara menyeluruh informasi asimetri, serta kinerja manajerial diukur dengan perencanaan dan penganggaran. 24

Berikut adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pengaruh Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Aggaran, Group Cohesiveness, Informasi Asimetri dan Budgetary Slack yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini : No Nama Peneliti 1 Falikhatun (2007) 2 Yohanes (2012) 3 Mohamad Djasuli Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Judul Variabel Penelitian Penelitian Hasil Penelitian Interaksi Variabel Partisipasi penganggaran Informasi Independen: berpengaruh positif Asimetri, Informasi signifikan terhadap Budaya Asimetri, budgetary slack, informasi Organisasi, Budaya asimetri mempunyai dan Group Organisasi, pengaruh negatif tetapi Cohesiveness dan Group signifikan terhadap Dalam Cohesiveness hubungan partisipasi Hubungan penganggaran dengan Antara Variabel budgetary slack, Budaya Partisipasi Dependen: organisasi tidak mempunyai Anggaran dan Partisipasi pengaruh terhadap Budgetary Anggaran dan hubungan partisipasi Slack Budgetary penganggaran dengan ( Studi Kasus Slack budgetary clack,. Group pada Rumah Cohesiveness yang tinggi Sakit Umum mempunyai pengaruh Daerah Se positif dan signifikan Jawa Tengah) terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, Pengaruh Hasil uji statistik regresi Moderasi moderasi menunjukkan Informasi Asimetri dan Group Cohesiveness Terhadap Hubungan Partisipasi Anggaran Dengan Budgetary Slack Efek Interaksi Informasi Variabel Dependen: Partisipasi Anggaran dan Budgetary Sloack Variabel Moderating: Informasi Asimetri dan Group Cohesiveness Variabel Independen: bahwa asimetri informasi dan kekohesifan kelompok tidak terdukung sebagai variabel moderasi. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan 25

(2011) Asimetri, Budaya Organisasi, Group Cohesiveness dan Motivasi dalam Hubungan Kausal Antara Budgeting Participation dan Budgetary Slack. 4 Rahmi (2012) Pengaruh Interaksi Budaya Organisasi, dan Group Cohesiveness dalam Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran dan Senjangan Anggaran Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, Group Cohesiveness dan Motivasi. Variabel Dependen: Budgeting Participation dan Budgetary Slack. Variabel Independen: Budaya Organisasi, dan Group Cohesiveness. Variabel Dependen: Partisipasi Penganggaran dan Senjangan Anggaran bahwa partisipasi anggaran memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap budgetary slack, Informasi asimetri membuat pegawai lebih berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan kesenjangan anggaran. Budaya organisasi bukan merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Group cohesiveness merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di SKPD Bangkalan. Motivasi merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Partisipasi penganggaran berpengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran, budaya organisasi yang berorientasi pada pekerjaan tidak dapat memperkuat hubungan partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran, group cohesiveness tidak dapat memperkuat hubungan partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran. 5 Karsam (2013) Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran Variabel Independen: Partisipasi Penganggaran Hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat informasi asimetri dalam hubungan antara 26

terhadap Budget Slack dengan Informasi Asimetri sebagai Variabel Moderating dan Dampaknya terhadap Kinerja Manajerial (Studi pada Yayasan Pendidikan dan Koperasi di Provinsi Banten, Indonesia) Variabel Dependen: Budget Slack Variabel Moderating: Informasi Asimetri penganggaran partisipatif terhadap budgetary slack adalah 24%, sisanya 76% merupakan variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. 27

2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan landasan teori dan masalaah penelitian, maka peneliti mengembangkan kerangka konsep penelitian yang akan diuji secara simultan dan parsial sebagaimana telihat pada gambar 2.1. Partisipasi Anggaran (X1) H1 H5 Pertimbangan Etika (Z) Kejelasan Sasaran Anggaran (X2) Group Cohesiveness (X3) H2 H3 H6 H7 H8 Budgetary Slack (Y) Informasi Asimetris (X4) H4 Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Kerangka pemikiran adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting telah diketahui dalam suatu masalah yang akan menghubungkan secara teoritis antara variabel variabel penelitian dan dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil dapat lebih efektif. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu Partisipasi Anggaran (X1), Kejelasan Sasaran Anggaran (X2),Group Cohesiveness (X3) dan Informasi Asimetri (X4) sedangkan variabel dependen (Y) yang digunakan adalah 28

Budgetary Slack, dan menambah satu variabel lagi yaitu variabel moderating, yang digunakan dalam variabel moderating (Z) adalah Etika. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris (Erlina, 2011). Untuk itu, peneliti merumuskan hipoteseis sebagai berikut: 2.4.1. Hubungan partisipasi anggaran dengan budgetary slack Anggaran merupakan kelengkapan penting yang digunakan oleh perusahaan untuk perencanaan dan pengendalian. Semakin kompleks masalah yang dihadapi perusahaan menyebabkan kegiatan harus dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang cermat. Begitu halnya dengan kemampuan manajer dalam menetapkan anggaran sering terjadi keselisihan (slack). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Young (1985) bahwa senjangan budgetary slack didefinisikan sebagai besaran dimana para manajer dengan sengaja memasukkan sumber daya yang berlebihan kedalam anggaran atau dengan sadar tidak menyatakan kemampuan produktif yang sesungguhnya. Penelitian tentang hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti diantaranya: hasil penelitian Falikhatun (2007) menunjukkan partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2007) yang menguji secara parsial pengaruh variabel partisipasi penganggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran memperoleh hasil yang signifikan dengan arah negatif. 29

Dengan kata lain semakin tinggi partisipasi penganggaran diikuti dengan semakin rendahnya senjangan anggaran yang terjadi. Penelitian lain mengenai partisipasi penganggaran terhadap senjangan anggaran juga dilakukan oleh Lira (2013) dalam Falikhatun (2007) yang mengindikasikan bahwa variabel independen berupa partisipasi anggaran mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap budgetary slack. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti di atas maka penulis dapat menarik sebuah hipotesis yaitu : H1: Partisipasi anggaran berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.2. Hubungan Kejelasan sasaran anggaran terhadap budgetary slack Kenis (1979) menjelaskan bahwa kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran berimplikasi pada manajemen untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai suatu instansi. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan meyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini meyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Penelitian penelitian mengenai hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan senjangan anggaran belum memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Locke (1967), Kenis (1979), Darma (2004) dan Abdullah (2004) dalam Restu (2013) menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran mempengaruhi kinerja 30

manajerial dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara positif. Namun sebaliknya, penelitian Jumirin (2001) dan Adoe (2002) dalam Restu (2013) menyatakan bahwa kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. sedangkan Suhartono dan Solichin (2006) dalam Restu (2013) menyatakan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran (budgetary slack). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti di atas maka penulis dapat menarik sebuah hipotesis yaitu : H2: Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.3. Hubungan group cohesiveness dengan budgetary slack Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan dalam sikap, perilaku, dan prestasi. Kedekatan ini disebut sebagai Group Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan dorongan anggota untuk tetap bersama dalam kelompoknya dibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson, 1993). Selanjutnya Robbins (1996) mendefinisikan Group Cohesiveness merupakan suatu tingkat yang menggambarkan para anggotanya tertarik satu sama lain dan dimotivasi untuk tetap berada di dalam kelompok. Teori Alvin Zander (1979), dalam Falikhatun (2007) yang menyatakan bahwa Group Cohesiveness yang kuat akan meningkatkan kepuasan dan mengurangi absenteisme serta tingkat pergantian karyawan. Di lain pihak, Group Cohesiveness berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan Budgetary Slack, proses 31

pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi. Jika sikap tersebut menguntungkan dan tingkat kohesivitas tinggi, maka efisiensi dan efektifitas pengambilan keputusan juga tinggi, sebaliknya jika sikap tersebut tidak menguntungkan tetapi tingkat kohesivitas tinggi, maka tingkat efisiensi dan efektifitas akan menurun. Hasil penelitian Falikhatun (2007) menyatakan bahwa Group Cohesiveness yang tinggi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap budgetary slack, sehingga penulis menarik sebuah hipotesis yaitu : H3: Group Cohesiveness berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.4. Hubungan informai asimetri dengan budgetary slack Informasi asimetri menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Falikhatun (2007) bahwa informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap budgetary slack. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wartono (1998) dalam Falikhatun (2007) yang menyatakan bahwa informasi asimetri berpengaruh sebagai variabel yang memoderasi pada hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack. Dengan demikian penulis menarik sebuah hipotesisi yaitu : H4: Informai asimetri berpengaruh terhadap budgetary slack 2.4.5. Etika memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dengan budgetary slack Etika sektor publik didefinisikan sebagai pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam menjalankan 32

kebijakan kebijakan publik, dan dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku aparatur pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan publik dapat dikatakan baik atau buruk (Joko Widodo, 2001). Hasil penelitian Miyati (2014) menunjukkan bahwa pertimbangan etika bukan sebagai variabel moderasi. Akan tetapi Budgetary slack dapat dikurangi jika para manajer memiliki pertimbangan etika. Pertimbangan etika yang rendah mampu mengurangi budgetary slack, apalagi manajer memiliki pertimbangan etika yang tinggi maka akan mengurangi budgetary slack. Dalam partisipasi anggaran, semakin bawahan tersebut memperhatikan etika maka slack yang dibuatnya akan semakin kecil dibanding orang yang tidak peduli dengan etika, orang tersebut akan semakin jujur dan bertanggung jawab akan apa yang ia lakukan dan putuskan serta tidak akan mengutamakan kepentingan sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis dapat menarik sebuah hipotesis yaitu : H5: Etika memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dengan budgetary slack 2.4.6. Etika memoderasi hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan budgetary slack Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas tercapainya sasaran anggaran tersebut. 33

Kejelasan sasaran anggaran akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dimana dengan mengetahui sasaran anggaran tingkat kinerja dapat tercapai. Dalam hal ini diperlukan pertimbangan etika untuk mengatur perilaku pegawai dengan sangat baik agar menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam bekerja. Dengan etika yang tinggi akan mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya dan rekan sejajarnya. H6: Etika memoderasi hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan budgetary slack 2.4.7. Etika memoderasi hubungan antara group cohesiveness dengan budgetary slack Group cohesiveness adalah sejauh mana anggota merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam kelompok tersebut (Robbins, 2001). Kelompok kerja merupakan bagian dari kehidupan organisasi, salah satu dorongan karyawan untuk bertahan dalam suatu kelompok kerja adalah karena adanya etika yang selaras diantara anggotanya. Dengan adanya pertimbangan etika yang tinggi maka akan mendorong semangat kerja karyawan, karena anggota kelompok menikmati interaksi satu sama lain dalam bekerja. Dalam Group Cohesiveness semakin karyawan memperhatikan etika maka slack yang dibuatnya akan semakin kecil dibanding orang yang tidak peduli dengan etika, menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka dalam meminimalisir budgetary slack. 34

H7: Etika memoderasi hubungan antara group cohesiveness dengan budgetary slack 2.4.8. Etika memoderasi hubungan antara informasi asimetri dengan budgetary slack Etika merupakan studi bagaimana keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi orang lain (Stoner, Freeman dan Gilbert, 1995) dalam Miyati (2014). Untuk menetapkan keputusan yang tepat haruslah mempunyai informasi yang dapat diandalkan. Informasi asimetri merupakan kondisi dimana bawahan memiliki informasi lebih dari pada atasan mengenai suatu unit organisasi atau suatu pusat pertanggungjawaban bawahan (Dunk, 1993). Adanya informasi asimetri akan mendorong atasan untuk bertukar informasi dengan bawahan. Oleh karena itu bawahan diikut sertakan dalam penyusunan anggaran. Pertimbangan etika di rasa perlu untuk menghindari terjadinya informasi asimetri, karena kesenjangan informasi ini sering dimanfaatkan bawahan untuk mendapatkan keuntungan individu di satu sisi, dan kerugian bagi organisasi di sisi lain. Atasan akan berusaha bertukar informasi dari bawahannya dengan cara mendesain dan menawarkan kepada bawahannya kontrak insentif guna mewujudkan keselarasan tujuan yang efisien dan dapat memotivasi bawahan untuk menghindari budgetary slack. H8: Etika memoderasi hubungan antara informasi asimetri dengan budgetary slack 35