BAB I PENDAHULUAN. BNPB Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta. hlm

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

Powered by TCPDF (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak wilayah rawan bencana alam. Hal ini antara lain terbukti dengan Indeks Rawan Bencana (IRB) yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menunjukkan 27 provinsi di Indonesia mempunyai IRB tinggi dan enam provinsi berindeks sedang (BNPB, 2011). 1 Bencana alam yang melanda wilayah Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang tak sedikit pada manusia dan infrastruktur fisiknya. Selain itu, bencana alam juga dapat menimbulkan kerentanan baru bagi korbannya, dimana kerentanan tersebut belum tentu ada sebelum terjadi bencana alam. Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2 Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi,tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana alam yang hampir setiap musim melanda Indonesia adalah banjir. Indonesia sendiri mendapat rangking ke-6 dari 162 negara untuk resiko bencana 1 BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta. hlm. 16-46. 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. 1

banjir. 3 Kejadian bencana banjir sangat dipengaruhi oleh faktor berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang surut air laut. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan yaitu ulah manusia seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (permukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan permukiman di daerah dataran banjir. Namun, pada dasarnya 80% bencana terjadi karena adanya perubahan iklim (Climate Change). 4 Menurut Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITS Surabaya, Amien Widodo mengungkapkan bencana diakibatkan oleh perubahan iklim karena dipicu oleh kerusakan hutan dan lingkungan, sehingga upaya mengatasinya bisa dilakukan dengan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi. Hal tersebut menjadi tanggungjawab pemerintah beserta para stakeholders dan dibantu oleh masyarakat. Pemerintahan dan pemerintah daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, hal tersebut Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pemerintah memiliki wewenang untuk melaksanakan Penanggulangan bencana mulai dari prabencana, saat tanggap darurat, hingga pascabencana. Dalam penanggulangan bencana khususnya pascabencana yang disebutkan pada pasal 1 ayat 10 dan 11 bahwa pemerintah bertanggungjawab untuk melakukan rehabilitasi berupa perbaikan dan pemulihan semua aspek untuk normalisasi pada wilayah pasca bencana, serta melakukan rekonstruksi berupa 3 http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politisiana&i=25107potensi+bencana%2c+indon esia+rangking+1+dunia#.tkimfpyir5i.facebook 4 https://ugm.ac.id/id/berita/8496-80.persen.bencana.di.indonesia.akibat.perubahan.iklim 2

pembangunan kembali semua prasarana dan sarana guna kelangsungan hidup masyarakat untuk kehidupan selanjutnya. Yang mana proses penanggulangan itu nantinya bermanfaat untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di masa yang akan datang. Karena bencana yang terjadi siklus akan terus berlamgsung, namun setidaknya kita meminimalisir terjadinya suatu bencana dengan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan. Bencana alam yang terjadi di Indonesia tidak hanya melanda satu tempat saja, melainkan diberbagai daerah yang ada di Indonesia dimungkinkan dapat terjadi bencana. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan pasal 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Oleh karena itu, di masing-masing daerah perlu di bentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai jembatan dalam menanggulangi bencana. Kabupaten Sampang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Pulau Madura selain Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep. Kabupaten Sampang ini terhitung sering terjadi bencana salah satunya adalah banjir. Terbukti 3

Sampang memiliki skor 58 dalam indeks kerawananan bencana. 5 Sejarah banjir besar di Sampang sendiri yang masih kita ingat terjadi pada tahun 1921, tahun 1991 tahun 2002 dan 19 Desember 2013 mengakibatkan seluruh Kota Sampang dan sekitarnya tergenang air setinggi 1,5 5,5 m dengan debit banjir sekitar 542,12 m3/det. 6 Banjir dikala itu memang terjadi karena disebabkan oleh musim penghujan dengan intensitas hujan yang tinggi. Dan banjir pada saat itu merupakan banjir tahunan saja. Namun, seiring dengan adanya perubahan iklim sejak tahun 2013 banjir di Sampang cukup sering terjadi. Dan pada 27 Februari 2015 banjir besar kembali terjadi. Sampai tahun 2016 ini terhitung banjir yang terjadi kurang lebih 15 kali dalam satu tahun. Banjir di Kabupaten Sampang disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama, adalah jika curah yang terjadi di daerah utara tinggi selama 2 jam tanpa henti seperti di Kecamatan Sokobanah, Kecamatan Kedungdung, Kecamatan Omben, dan Kecamatan Karangpenang. Namun, untuk Kecamatan Sampang sendiri jika terjadi hujan, belum tentu terjadi banjir.yang kedua adalah letak Kabupaten Sampang berada pada -8 di atas permukaan laut dan bentuk kota yang seperti mangkuk. Menurut Fuad Keberadaan Sampang lebih rendah dari permukaan laut, jadilah seperti mangkuk yang dituang air. 7 Banjir Sampang merupakan banjir kiriman, yang disebabkan oleh luapan Sungai Kalikemuning yang tidak mampu lagi menahan debit air yang sangat tinggi. Untuk sampai ke Kecamatan Sampang sendiri air tidak langsung menggenangi 5 http://nasional.kompas.com/read/2016/10/31/05240831/kampung.siaga.bencana.akan.dibentuk. di.sampang.post. Senin, 31 Oktober 2016 05:24 WIB 6 http://jember.timesindonesia.co.id/read/4643/20160228/081404/sampang-kota-bahari-bukankota-banjir-setiap-hari/ 7 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/741364-kali-kemuning-sampang-meluap-madurasurabaya-lumpuh 4

daerah terdampak namun memerlukan waktu kurang lebih 6-8 jam. Karena dari Sungai Kalikemuning sendiri, ada beberapa anak sungai yang bentuknya menyerupai akar pohon beringin dengan jumlah kurang lebih 72 anak sungai. 8 Air sungai yang tinggi disertai dengan air laut pasang akan sangat cepat memicu terjadinya banjir. Menurut data yang diperoleh dari BPBD banjir di Kabupaten Sampang dari tahun ke tahun masyarakat di beberapa daerah terdampak selalu disapa oleh genangan yang tingginya tergantung dari intensitas curah hujan saat itu. Daerah terdampak banjir di Sampang ini pada tahun-tahun berikutnya semakin meluas, bukan hanya di daerah terdampak saja melainkan yang biasanya tidak banjir menjadi terendam banjir bahkan sampai menelan korban jiwa. Yang sebelumnya hanya 8 Desa menjadi 13 desa/kelurahan yang terdampak banjir. Tercatat banjir yang terjadi di Sampang pada tahun 2016 sampai bulan Oktober dengan lokasi terdampak masih sama yaitu Desa Kamoning, Desa Tanggumung, Desa Pasean, Desa Panggung, Desa Gunung Maddah, Kelurahan Dalpenang, Kelurahan Rongtengah, Kelurahan Karangdalam, Kelurahan Polagan, Kelurahan Banyuanyar dan Kelurahan Gunung Sekar. Dari wilayah itu, dua wilayah yang mengalami ketinggian air tertinggi yaitu Desa Gunung Maddah dan Kelurahan Dalpenang. 9 Banyak kerugian seperti kerusakan jalan, kerugian ekonomi masyarakat, dll. Jika bisa kita lihat lagi wilayah yang mengalami kerusakan paling parah baik segi infrastruktur maupun spikologis warga yaitu di Kelurahan Dalpenang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Kerusakan tersebut berupa kerusakan 8 Hitungan manual peta oleh Dinas Pengairan Kabupaten Sampang 9 http://m.suarasurabaya.net/app/kelanakota/detail/2016/179260-kembali-alami-banjir,-8- Kawasan-di-Sampang-Tergenang 5

akses jalan raya sepanjang jalan panglima sudirman, imam bonjol, dan beberapa wilayah cakupan kelurahan dalpenang jalannya terkelupas. Bukan hanya akses jalan saja bahkan beberapa sekolah seperti SDN Dalpenang 1 Jalan Imam Bonjol mengalami kerugian sebanyak 1 unit pengeras suara dan 1 paket buku perpustakaan. 10 Dan beberapa kerusakan lain seperti taman dan saluran lingkungan (plat beton). Sehingga masyarakat sekitar sudah terbiasa dengan keadaan tersebut dan menunggu tindakan selanjutnya dari pemerintah. Kemudian mengenai masyarakat Sampang sendiri sudah mempunyai kesadaran dan kesiapan menghadapi bencana melalui komunikasi dengan kerabat dekat yang berada di Kecamatan Sokobanah dan sekitarnya. Dengan perkiraan ketinggian air banjir dan waktu datangnya banjir. Tidak heran jika masyarakat sudah terbiasa dengan keadaan banjir tersebut, bahkan tidak sedikit dari mereka yang tetap mengamankan barang-barangnya ke tempat yang lebih tinggi dan tidak menatanya kembali. Karena jika curah hujan tinggi, banjir bisa saja terjadi dua kali dalam satu minggu. Kemudian pada pasca banjir mereka akan senantiasa melakukan gotong-royong membersihkan lingkungan sekitar atau saling membantu mengamankan barang berharga ketika banjir akan datang lagi. Harapan yang diinginkan oleh masyarakat Sampang melalui BPBD seharusnya Pemkab Sampang bersama dengan dinas terkait seperti Dinas Sosial dan Dinas Pengairan menangani dengan cepat masalah terhadap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana banjir yang berkelanjutan guna Pengurangan Resiko Banjir. Seperti pembangunan reservoir pengendali banjir yang bertujuan menahan aliran air sungai beserta sedimennya. Namun, upaya yang dilakukan belum 10 Data Inventarisasi Kerusakan dan Kerugian Akibat Banjir BPBD Kabupaten Sampang Tahun 2016 6

sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Terdapat kendala yang mungkin dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Sampang dalam melaksanakan pemulihan dan perbaikan pasca bencana banjir. Dengan melihat realita yang ada, penelitian ini dirasa penting untuk dilaksanakan karena sudah berbagai penanggulangan bahkan upaya meminimalisir bencana banjir yang telah dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang bekerja sama dengan Pemkab Sampang dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana banjir. Mulai dari normalisasi di Sungai Kalikemuning yang dianggap sebagai pusat penampungan dengan melakukan pengerukan sungai serta adanya pelebaran kali-kali di sepanjang daerah yang terdampak banjir. Namun pada kenyataannya dari tahun ke tahun bencana banjir masih belum teratasi. Bahkan masyarakat Sampang dikatakan sebagai masyarakat yang tangguh bencana. 1.2 Rumusan Masalah Dari penjabaran latar belakang penelitian diatas maka peneliti menarik suatu kesimpulan berupa rumusan masalah dari penelitian ini. Rumusan masalah dimaksudkan untuk mengetahui inti dari permasalahan dari penelitian ini. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peran BPBD dalam upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir di Kabupaten Sampang? 2. Apa saja kendala yang dihadapi BPBD dalam upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir di Kabupaten Sampang? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada Rumusan Masalah penelitian, maka Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 7

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran BPBD dalam upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir di Kabupaten Sampang. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis manajemen pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana banjir Sampang 3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi BPBD dalam upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir di Kabupaten Sampang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi ilmu pemerintahan sebagai tambahan kekayaan intelektual secara umum dan dalam bidang ilmu pemerintahan secara khusus serta untuk perkembangan keilmuan dalam ruang lingkup ilmu sosial dan ilmu politik. Memperkaya informasi pengetahuan ilmu pemerintahan dan menjadi rujukan untuk akademisi ilmu sosial dan ilmu politik mengenai praktek dari ilmu pemerintahan sehingga berguna untuk melakukan penelitian lanjutan terutama yang berhubungan dengan peran pemerintah dalam upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan ide atau pemikiran berupa pemecahan masalah yang berhubungan dengan tindakan pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sampang dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perumusan kebijakan dalam rangka penanggulangan bencana. 8

1.5 Definisi Konseptual 1.5.1 Peran Badan Penanggulangan Bencana Daaerah Kabupaten Sampang Peran pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai peran yang sangat penting, mulai dari prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. 11 Sebagaimana yang dilakukan pada saat tanggap darurat meliputi kegiatan yang dilakukan dengan segera kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan meliputi pemenuhan kebutuhan dasar, membuat dapur umum, penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, serta penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana yang ada. Sedangkan sesuai dengan fokus penelitian pada saat pasca bencana atau biasa disebut dengan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi yaitu saat dimana bencana sudah selesai yang kemudian mengembalikan fungsinya kembali pada kehidupan yang lebih baik. Dan yang terakhir pemulihan dan perbaikan itu harus dilaksanakan secara berkelanjutan untuk Pengurangan Resiko Bencana. 1.5.2 Upaya Rehabilitasi dan Rekontruksi Pascabencana Menurut Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Kerusakan lingkungan, kerugian harta, serta timbulnya korban jiwa pada pasca bencana, menurut Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 Pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi 11 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana 9

adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik. Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik. 1.5.3 Manajemen Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sesuai dengan Perka BNPN No. 15 Tahun 2013, pada saat pasca bencana perlu adanya pengkajian kebutuhan pascabencana atau yang biasa disebut dengan Jitu-Pasna. Mulai dari pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. 10

Untuk pengkajian akibat bencana yaitu kita melihat mulai dari kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi, dan peningkatan resiko terjadinya kembali bencana. Pada pengkajian dampak bencana dapat dilihat dari ekonomi dan fiskal, sosial-budaya dan politik, pembangunan manusia, dan kualitas lingkungan. Sedangkan untuk pengkajian kebutuhan yang sekiranya benar perlu dilaksakan pembangunan, penggantian, penyediaan bantuan, pemulihan fungsi, serta pengurangan resiko bencana di masa yang akan datang. Yang mana dari pengkajian tersebut diproses melalui rencana aksi dengan koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Gambar 1.1 Alur Proses PDNA Sumber : Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pedoman JITU PASNA 1.6 Definisi Operasional Definisi Operasional merupakan unsur penelitian untuk mengukur variabel sehingga diketahui indikator-indikator dari variabel tersebut. Penelitian ini tentunya terdapat indikator-indikator dari variabel sehingga diketahui batasan dari variabel dari permasalahan dalam penelitian ini. Definisi operasional dari penelitian ini 11

adalah Peran BPBD Kabupaten Sampang dalam Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Banjir, meliputi : 1.6.1 Pelaksanaan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (JITU-PASNA) Ada tahap yaitu Persiapan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan adalah dengan melakukan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau yang biasa disingkat dengan JITU-PASNA. Sesuai dengan Perka BNPN No. 15 Tahun 2013, pada saat pasca bencana perlu adanya pengkajian kebutuhan pascabencana atau yang biasa disebut dengan Jitu-Pasna. Pada tahap ini akan mengkaji akibat yang ditimbulkan oleh bencana, dampak apa saja dialami, dan apa saja kebutuhan untuk pemulihan pascabencana. Pengkajian tersebut meliputi pemukiman warga, infrastruktur publik, ekonomi masyarakat yang produktif, sosial, dan lintas sektor. Yang kemudian disusun untuk menuju tahap berikutnya yaitu tahap pelaksanaan. 1.6.2 Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Pada tahap Penyusunan Rencana Aksi ini yaitu berupa penyusunan program kerja apa saja yang akan dilakukan dan wilayah mana saja yang diperlukan pemulihan serta perbaikan terlebih dahulu. Penyusunan rencana aksi tersebut juga disesuaikan dengan anggaran dana yang dibutuhkan untuk kemudian diajukan berupa proposal yang diajukan kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. untuk di verifikasi menuju tahap pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. 1.6.3 Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Pada tahap pelaksanaan ini merupakan bagian yang dari sangat sensitif karena dlihat dari berbagai aspek meliputi rehabilitasi baik dari segi fisik seperti sarana dan prasaran umum, intansi pemerintahan, akses jalan yang yang memang 12

perlu untuk dilakukan rehabilitasi. Tidak hanya segi fisik saja, melainkan juga rehabilitasi non fisik juga perlu, seperti rehabilitasi sosial ekonomi dan budaya yang diharapkan kembali ke kehidupan sedia kala sebelum bajir. Harapan atas rehabilitasi juga untuk Pengurangan Resiko Bencana di Masa berikutnya. Dan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut melibatkan berbagai kelompok atau instansi yang berwenang sehingga tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Semuanya memerlukan koordinasi dari berbagai pihak baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder, serta masyarakat agar rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut terlaksana sebagaimana mestinya. 1.6.4 Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Pada tahapan yang terakhir adalah melakukan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan melihat bagaimana hasilnya serta manfaat bagi kehidupan di masyarakat setelah pelaksanaan rehaabilitasi dan rekonstruksi pascabencana banjir di Kabupaten Sampang dengan harapan pengurangan resiko bencana. Karena bencana siklusnya akan terus berlanjut di masa yang akan datang. 1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menggambarkan dan menjabarkan tentang fenomena sosial yang diangkat dalam suatu penelitian. Dilakukan dengan mengklasifikasi dan mencari seluas-luasnya tentang fenomena sosial tanpa melalui pengukuran korelasi statistik. Penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi 13

sewajarnya dalam suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis (Miles dan Hubermen (1984)) 1.7.2 Lokasi Penelitian Lokasi adalah tempat dimana peneliti mampu menangkap fenomena yang akan diteliti dan harus dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan tujuan penelitian. Relevansi data yang akan dibutuhkan berkenaan dengan upaya rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana banjir, dapat diambil di : 1. Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sampang. 2. Kelurahan Dalpenang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. 3. Masyarakat terdampak oleh banjir, serta mengamati langsung kondisi daerah yang terkena dampak pasca bencana banjir sampang. 1.7.3 Subjek Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sumpling yaitu peneliti memilih informan yang diaggap mengetahui dan memahami permasalahan yang akan diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya menjadisumber data yang tepat. Adapun subyek penelitian yang akan diambil adalah : a. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sampang. b. Kepala Bidang Rehabilitasi dan rekontruksi DPBD Kabupaten Sampang. c. SKPD terkait yaitu Dinas Pengairan, Dinas PU, dan Dinas Sosial Kabupaten Sampang. d. Lurah Dalpenang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang sebagai satu kelurahan yang mengalami dampak paling parah. 14

e. Masyarakat Kelurahan Dalpenang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang yang terkena dampak banjir sampang. 1.7.4 Sumber Data a. Data Primer Adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari sumber-sumber, pihak-pihak yang menjadi obyek penelitian ini antara lain data yang didapat langsung dari pemerintah daerah tepatnya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sampang atau yang lebih khusus Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Sampang. Selain itu, peneliti juga melakukan pengamatan langsung di daerah terdampak banjir khususnya di Kelurahan Dalpenang Kec.Sampang Kabupaten Sampang. b. Data Sekunder Adalah data data yang diperoleh dari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sampang terutama yang berkenaan dengan arsip-arsip laporan, buku-buku literature, majalah, internet, dan data yang menunjang. 1.7.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dimaksudkan menjelaskan cara atau metode dalam pengumpulan data, sehingga mendapatkan data yang akurat dan sistematis. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah: a. Wawancara atau Interview Penelitian ini melakukan wawancara dengan Obyek Penelitian seperti yang telah disebutkan yaitu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau yang mewakili, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait tentang 15

penanggulangan bencana banjir yang telah dilakukan oleh pemerintah dan dampak yang dirasakan masyarakat mengenai bencana banjir yang seringkali terjadi dikotanya. b. Observasi Observasi dalam penelitian dimaksudkan untuk melihat secara langsung tentang fenomena sosial yang sedang diteliti oleh peneliti, sehingga dapat diketahui secara jelas bagaimana berlangsungnya kejadian tersebut. Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap objek penelitian sehingga dapat diperoleh data sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik obesrvasi langsung. Hamdi menjelaskan maksud dari observasi bahwa observasi atau dikenal dengan pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh panca indera. Jadi observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, dan perabaan. 12 Dari pernyataan ini bahwa observasi tidak hanya sebatas mengamati objek penelitian akan tetapi dapat dilakukan dengan menggunakan seluruh panca indera c. Dokumentasi Arsip-arsip ataupun dokumen-dokumen merupakan data yang sangat penting, untuk itu peneliti melakukan pengumpulan data dengan dokumentasi. Dokumentasi merupakan pencarian data tentang kejadian-kejadian atau pertanyaan yang telah terjadi yang berhubugan dengan masalah dalam penelitian. Penelitian ini 12 Hamdi, Ach. 2007. Studi Korelatif: Pengaruh Manajemen Administrasi Sekolah Terhadap Kelancaran KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) Marhalah Aliyah TMI Putra Al-Amien Prenduan. Sumenep. Halaman 54. 16

mendapat data dokumentasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan kantor kelurahan yang terjangkit bencana banjir di kabupaten sampang. 1.7.6 Teknik Analisa Data Setelah data dikumpulkan kemudian data yang ada dianalisa untuk kemudian disajikan sebagai kesimpulan. Data yang dianalisa berupa data primer dan data sekunder yang didapat dari sumber data melalui teknik pengumpulan data. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran fakta yang terjadi di lapangan sehingga data tersebut memiliki nilai dan makna untuk dijadikan kesimpulan dalam penelitian. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, maka setelah proses penelitian dari pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data dilakukan penarikan kesimpulan dari penelitian ini. Penyajian data dengan melakukan penarikan kesimpulan dilakukan dengan mendeskripsikan dan menggambarkan hasil penelitian. Pada penelitian ini pengambilan kesimpulan hanya berupa deskripsi dari hasil penelitian. Penelitian deskriptif mendeskripsikan hasil temuan penelitian dengan menyederhanakan data-data yang telah diverifikasi sesuai dengan aturan-aturan dalam metode penelitian. Membuatnya kedalam bentuk catatan-catatan dan penyuntingan sebagai jawaban dari rumusan permasalahan dari penelitian ini, sehingga pertanyaan-pertanyaan dari rumusan masalah dapat terjawab sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian kualitatif menyajikan kesimpulan dengan cara membuat gambaran secara terperinci sesuai dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan sehingga hasil tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki kesimpulan yang kuat sesuai dengan yang diperoleh. 17

a) Reduksi Data Kegiatan ini merupakan suatu bentuk analisis untuk mempertegas, memeperpendek, membuat fokus dari data-data kemudian menghilangkan data yang dianggap tidak penting. Dengan cara mengedit data tersebut sehingga menghasilkan data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Teknik ini dilakukan terusmenerus selama penelitian berlangsung. b) Display Data Display data merupakan rangkaian teknik analisa data dengan membuat kesimpulan dari data-data lapangan. Dari data-data tersebut kemudian menggolongkan kedalam tabel sehingga data dapat disajikan untuk kemudian diambil suatu hasil kesimpulan dari data-data yang sudah didapat. c) Klasifikasi Data Kegiatan ini merupakan mendeteksi data-data yang diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenis dari data tersebut. Memilih data yang sesuai dengan jenisnya kemudian mengklasifikasikan sesuai dengan penggolongan data tersebut. Mengklasifkasikan data yang kemudian dijadikan alternatif untuk dijadikan suatu kesimpulan. Pengelolaan data bertujuan untuk mengambil alternatif-alternatif terbaik kemudian dijadikan bahan penyampaian informasi dan pengambilan keputusan. d) Pengambilan Kesimpulan Setelah seluruh data semua terkumpul, baik melihat observasi, wawancara dan dokumentasi, selanjutnya perlu diolah dan dianalisis untuk menjawab penelitian. Untuk menjawab rumusan masalah diatas penulis menggunakan analisa data kualitatif deskriptif pada penelitian ini tidak bermaksud untuk menghubung 18

satu variabel dengan variabel yang lainnya. Maksud utama adalah memberikan gambaran, mendeskripsikan keadaan obyek atau permasalahan. Dengan kata lain penelitian deskriptif adalah untuk perencanaan secara sistematis factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat masyarakat pada daerah tertentu. 19