BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003). Pendidikan dasar merupakan bekal awal yang diperlukan hidup dalam menempuh pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar. Keberhasilan pendidikan khususnya pada pendidikan dasar ditentukan oleh faktor-faktor seperti guru, siswa, sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran serta sistem pembelajaran yang diterapkan. Pembelajaran menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat dari perlakuan guru. Siswa dioposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan utama, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa (Sanjaya, 2010:213). Proses pembelajaran yang diberikan pada siswa merupakan hal penting yang harus dipersiapkan adalah proses belajar yang relevan dan bermakna bagi siswa. Dewasa ini ada kecenderungan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat 1
2 jangka pendek (Majid, 2014:5). Proses pembelajaran yang diterapkan dengan memberikan langsung pada keadaan nyata terhadap peserta didik dirasa sangat sesuai dan lebih mudah untuk mereka dalam mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran penguasaan materi jangka panjang memerlukan kesesuaian antara pengalaman guru dengan siswa. Tugas guru dalam memberikan pembelajaran bukan lagi menerapkan paradigma lama yang menekankan siswa untuk mengerti seluruh materi dengan proses pembelajaran yang monoton. Mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang. Paradigma pemberian pembelajaran lama harus diganti dengan paradigma baru untuk menyesuaikan keadaan dan kebutuhan siswa. Sanjaya (2011:102) mengemukakan bahwa mengajar jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan guru diatas adalah pembelajaran tematik, dimana pembelajaran tersebut sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa dalam memperoleh pengajaran. Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006:5). Siswa diberikan pembelajaran yang bermakna dalam arti kontekstual terhadap kehidupan yang nyata. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep,
3 informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsepkonsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan (Majid, 2014:16). Pembelajaran yang kontekstual menurut Sanjaya (2011:255) memiliki 3 hal yang harus dipahami yakni kontekstual menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses secara langsung, kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan artinya pembelajaran tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu menurut Sukmadinata (2012:140) kelebihan dari pemberian belajar yang bermakna adalah hubungan suatu konsep yang dipelajari dengan bermakna dengan struktur kognitif menyebabkan konsep tersebut lebih lama dikuasai dalam ingatan. Pada belajar yang bersifat menghafal hubungannya tidak mendalam, karena terjadi hubungan secara arbitrer, terputusputus dan terisolasi. Pembelajaran yang diberikan kepada siswa melalui pembelajaran tematik diharapkan mampu mencakup tiga ranah Bloom. Menurut Bloom tiga ranah tersebut adalah ranah kognitif dengan sasaran hasil yang berhubungan dengan daya ingat tentang pengetahuan, keterampilan serta kemampuan intelektual, ranah afektif dengan sasaran hasil yang menguraikan perubahan-perubahan di dalam
4 sikap (minat, sikap dan nilai-nilai, penyesuaian diri serta pengembangan penghargaan) dan ranah psikomotor dengan sasaran keterampilan motorik. Taksonomi ini direvisi oleh Anderson dengan mengemukakan enam kognitif yakni mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi (Kuswana, 2012:12). Perkembangan berfikir peserta didik sekolah dasar juga dilandasi dengan karakteristik kematangan pertumbuhan fisiknya. Pada peserta didik kelas V khususnya dalam tahapan perkembangan berpikir yang konkret diharapkan berujuk pada keterampilan berfikir kritis dan kreatif. Secara teknis, kemampuan berpikir dalam taksonomi Anderson diartikan sebagai kemampuan intelektual, yaitu kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Pada setiap proses pembelajaran guru selalu berharap bahwa setiap peserta didik memiliki keterampilan berpikir yang kritis dalam menghadapi permasalahan yang dicantumkan pada latihan-latihan atau soal-soal. Tahapan penyelesaian tersebut melalui berpikir kritis dimulai dari bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji langkahlangkah penyelesaian dan membuat dugaan bila data yang disajikan kurang lengkap (Dewi, 2013:2). Menurut Paul (dalam Fisher 2009:4) berpikir kritis adalah model berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menagani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan penerapan standar-standar intelektual. Sedangkan menurut Santrock (dalam Kowiyah, 2012:177) berpikir kritis adalah memahami makna masalah secara lebih dalam, mempertahankan agar pikiran tetap terbuka
5 terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima pernyataan-pernyataan dan melaksanakan prosedur-prosedur tanpa pemahaman dan evaluasi yang signifikan. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara meluas dan terbuka terhadap pernyataan atau permasalahan secara terstruktur dan reflektif. Keterampilan berpikir sejalan dengan wacana meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan tujuan atau hasil belajar. Oleh sebab itu, perlu suatu pendekatan, stategi, metode yang selaras dengan kebutuhan pencapaian tujuan dan potensi peserta belajar (Kuswana, 2011:23). Salah satu model pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran tematik, dimana pada model pembelajaran tersebut memberikan pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan serta kebutuhan anak usia sekolah dasar, kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar bertahan lama serta membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa (Depdiknas, 2006:6). Sekolah alam merupakan salah satu konsep pendidikan yang mengajarkan siswa untuk belajar secara praktik langsung dengan model pembelajaran tematik yang membelajarkan siswa dengan pengalaman secara nyata dan bermakna. Sekolah Alam Pacitan merupakan salah satu sekolah alam yang menerapkan model pembelajaran tematik tersebut. Pembelajaran tematik sangat berkaitan dengan terbentuknya keterampilan berpikir yang dimiliki siswa. Pada dasarnya usia siswa kelas V merupakan usia perkembangan kognitif konkrit sehingga melalui konsep pendidikan sekolah alam dan diajarkan melalui model
6 pembelajaran tematik sangat berperan dalam membentuk keterampilan berpikir kritis yang dimiliki. Penting bagi siswa untuk memiliki keterampilan berpikir kritis karena di era pendidikan modern dan perkembangan zaman seperti sekarang ini banyak sekali pengaruh-pengaruh dari segi positif maupun negatif pada tumbuh kembang anak terutama perkembangan pola pikir. Oleh karena itu siswa dibentengi melalui pengembangan keterampilan berpikir kritisnya dengan penerapan model pembelajaran tematik di sekolah alam. Paradigma pendidikan yang terjadi sekarang ini masih sangat kurang dalam menanamkan dan menumbuhkan pada diri siswa untuk berpikir secara kritis dan kreatif. Pola berpikir kritis diharapkan dimiliki siswa terutama usia sekolah dasar dan dapat berkembang jika nanti siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang dirancang dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena itu keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar intelektual yang sangat penting bagi siswa. Berkaitan dengan hal tersebut pembelajaran tematik sangat dibutuhkan khususnya bagi sekolah alam yang lebih banyak menerapkan pembelajaran kontekstual dengan menghadirkan pengalamanpengalaman nyata bagi siswa daripada teori. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sholihah (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran tematik yang dilaksanakan pada sekolah tersebut masih kurang efektif karena masih menonjolkan mata pelajaran. Selain itu dari segi penyediaan media dan sumber belajar masih kurang mendukung pembelajaran. Sehingga berkaca dari penelitian ini pelaksanaan pembelajaran tematik untuk kelas atas misalnya kelas V perlu diteliti dan pengaruhnya terhadap faktor lain seperti keterampilan berpikir kritis siswa kelas V.
7 Berdasarkan hasil observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V Sekolah Alam Pacitan bahwa pada Sekolah Dasar Alam Pacitan sebelum adanya kurikulum 2013 yang menerapkan tematik, sekolah tersebut sudah mentematikkan pembelajaran yang diberikan kepada siswa. Pembelajaran tematik yang diajarkan berbeda dengan sekolah konvensional pada umumnya karena Sekolah Alam Pacitan lebih banyak memberikan program-program pembelajaran di lapangan sebagai bentuk pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa. Melalui latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pelaksanaan pembelajaran tematik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V Sekolah Dasar Alam Pacitan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran tematik pada kelas V di Sekolah Dasar Alam Pacitan? 2. Bagaimana peran pembelajaran tematik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V di Sekolah Dasar Alam Pacitan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan tentang pelaksanaan pembelajaran tematik, maka tujuan penelitian adalah. 1. Mendeskripsikan sejauh mana pelaksanaan pembelajaran tematik yang diterapkan pada siswa kelas V di Sekolah Dasar Alam Pacitan.
8 2. Mendeskripsikan peran pembelajaran tematik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V di Sekolah Dasar Alam Pacitan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dibagi menjadi dua yakni manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan atau pembaharuan yang bersifat teoritik dalam segi pendidikan bagi sekolah dasar berbasis alam terutama pada pelaksanaan pembelajaran tematik sehingga siswa memiliki kemampuan masing-masing dalam pengetahuan dan membekali karir hidupnya melalui keterampilan berpikir kritis. 2. Praktis Pada manfaat secara praktis, penelitian ini memberikan pengalaman mengenai pelaksanaan pembelajaran tematik bagi : a. Guru Penelitian ini memberikan masukan bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tematik terpadu di Sekolah Dasar berbasis alam. b. Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tematik yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.
9 c. Peneliti lain Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat di jadikan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis. 1.5. Definisi Istilah dan Definisi Operasional Agar permasalahan ini tidak meluas, maka perlu adanya batasan istilah maka peneliti memberi batasan istilah sebagai berikut. 1. Pengertian Analisis Analisis adalah metode penelaahan dan penguraian data hingga menghasilkan simpulan (KBBI Pusat Bahasa, 2008: online). 2. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Majid, 2014:80) 3. Keterampilan Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher, 2009:10).