BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmah Novianti, 2014

BAB V PENUTUP. Akselerasi (Studi kasus di SMP Islam Pekalongan), maka dapat. 1. Desain pembelajaran PAI dalam program akselerasi.

SESI 1: HAKIKAT KEBERBAKATAN. Konsep, Oleh Drs.Yuyus Suherman,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN PENDIDIKAN ANAK GIFTED DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

139 Dwi Lestari Yuniawati, 2013 Manajemen Sekolah Berbasis Program Akselerasi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa yang akan datang. Pembahasan tentang pendidikan tentu tidak

2016 PROGRAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI SISWA BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SMA X MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua

Permasalahan Anak Berbakat Di Indonesia

Guru Pendidikan khusus Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, sehingga dapat memfungsikan diri sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. 2. berupaya untuk mencetak individu-individu yang berkualitas, salah satunya

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia secara garis besar masih lebih

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI

PENDIDIKAN ANAK DG POTENSI KECERDASAN & BERBAKAT ISTIMEWA. Oleh: H i d a y a t (Dosen PLB & Psikologi FIP UPI Bandung)

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

Akselerasi 05/23/11. A. Konsep Cerdas Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

I. PENDAHULUAN. keberadaanya. Sejak tahun 1970 para pembuat kebijakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah organisasi. Karena itu, sumber daya manusia perlu dikelolah secara. organisasi dalam memenangkan berbagai macam persaingan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bervariasi dalam suatu proses pembelajaran. Perbedaan tersebut dapat menjadi

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puncak dari seluruh kegiatan akademik di bangku kuliah adalah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan pribadi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mampu mencapai kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan. Namun, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan arus globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Untuk itu diperlukan upaya pengajaran. dimensi kehidupan terutama dibidang pendidikan.

I. PENDAHULUAN. dan berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TERMAN IQ RENZULI KECERD, TASK COMMIT & KREATIVITAS TYLER & TORRANCE IQ + KREATIVITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Task Commitment 2.1.1. Pengertian Task Commitment Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki oleh siswa berbakat menurut konsep The Three Ring Conception dari Renzulli. Menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), komitmen terhadap tugas (task commitment) merupakan suatu bentuk halus dari motivasi. Task commitment yang tinggi adalah level tinggi dari motivasi dan kemampuan untuk melihat suatu proyek sampai pada kesimpulan (Hallahan, 1988). Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses energi umum yang merupakan faktor pemicu pada organisme, task commitment merupakan suatu energi yang ditampilkan pada tugas tertentu yang spesifik (Hawadi, 2002). Tugas tertentu yang spesifik adalah tugas-tugas akademik yang diterima oleh siswa. Selain itu, Renzulli (1990) juga menerangkan pengertian dari komitmen terhadap tugas (task commitment), ada tiga hal yang menjadi sorotan, yang pertama, komitmen pada tugas (task commitment) adalah suatu kapasitas yang tinggi dari ketertarikan, antusias, daya tarik, dan keterlibatan dalam tugas dan masalah yang berkaitan dengan proses belajar. Kedua, komitmen pada tugas (task commitment) adalah kapasitas untuk tekun, bertahan pada tugas, keteguhan, bekerja keras pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya, disertai dengan kepercayaan diri, kemauan yang kuat dan dapat dipercaya dalam tanggung

jawabnya menyelesaikan tugas yang penting, juga terbebas dari perasaan tidak mampu. Sedangkan yang ketiga, bahwa komitmen pada tugas (task commitment) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dengan alasan yang khusus, kemampuan untuk menentukan pilihan yang utama, menentukan standar yang tinggi untuk satu tugasnya, membuka diri terhadap kritik dari luar dan mengembangkan keunggulan tentang tiap tugasnya. Lazear (1991) memberikan definisi dimana komitmen pada tugas (task commitment) merupakan ciri pribadi yang tekun dan ulet pada tugasnya, dengan meyusun tujuannya, memiliki keterlibatan yang dekat dan dalam pada tugas dan masalahnya, sangat antusias pada setiap aktivitasnya, hanya membutuhkan sedikit motivasi eksternal saat menyelesaikan tugasnya, memilih untuk berkonsentrasi pada tanggung jawabnya dan memiliki energi yang tinggi. Definisi komitmen terhadap tugas (task commitment) juga dikemukakan oleh Sutisna (dalam Syarifa, 2011) yaitu suatu energi dalam diri yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami macam-macam rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena individu tersebut telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendak sendiri. Berdasarkan paparan diatas, ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari task commitment adalah suatu bentuk halus dari motivasi intrinsik yang mengarahkan seseorang untuk terus terikat dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.

2.1.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Task Commitment Keterikatan atau kemampuan seseorang untuk bisa berkomitmen terhadap tugasnya tentu ada hal-hal yang mempengaruhinya untuk selanjutnya dapat tumbuh atau berkembang. Hal-hal tersebut dapat bersumber dari dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal) siswa tersebut. Menurut Hawadi (dalam Saam, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap tugas (task commitment) antara lain: a. Faktor individual Faktor individual pertama mencakup persepsi terhadap diri yaitu bagaimana remaja bersekolah memandang dan memahami kemampuan dirinya. Kedua, persepsi terhadap peran dan tugasnya sebagai siswa. Faktor individual yang ketiga adalah sikap orang tua. Sikap orang tua yang memfokuskan pada hasil tugas akhir, akan menghasilkan siswa yang lebih memiliki motivasi eksternal, sedangkan orang tua yang menghargai proses belajar dan berpendapat bahwa prestasi merupakan hasil dari proses belajar, maka akan membuat siswa memiliki komitmen yang lebih baik pada setiap tugasnya. b. Faktor situasional Yang termasuk faktor situasional yaitu besar kecilnya kelas. Besar kecilnya kelas akan menentukan persaingan antar siswa sehingga ikut mempengaruhi keinginan siswa untuk menonjol. Guru juga mempengaruhi bagaimana siswa berkomitmen terhadap tugasnya. Sikap dan perilaku guru ikut mempengaruhi siswa dalam menumbuhkan motivasinya.

2.1.3. Ciri-ciri Task Commitment Berikut ciri aspek keberbakatan task commitment yang dijabarkan oleh Hawadi (2002): 1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus untuk waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai). 2. Ulet (tidak lekas putus asa bila menghadapi kesulitan). 3. Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain. 4. Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan di dalam kelas (ingin mengetahui banyak bahan dari sekedar diajarkan oleh guru). 5. Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya). 6. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang dewasa (misalnya terhadap pembangunan, agama, politik, ekonomi, korupsi dan keadilan). 7. Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat. 8. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin (dalam pelajaran maupun pekerjaan). 9. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin dengan sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut). 10. Menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai tujuan di kemudian hari.

2.2. Academic Self Concept 2.2.1. Pengertian Academic Self Concept Konsep diri adalah salah satu komponen pembentuk self seseorang. Dalam Baron, dkk (2006) dikemukakan bahwa pengertian dari konsep diri adalah identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisasi. Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, apa yang orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri juga didefinisikan sebagai pemahaman seseorang atas kekuatan atau kelemahan, kemampuan, sikap, dan nilai sendiri (Slavin dalam Niyoko, 2010). Seseorang yang memiliki status sebagai siswa atau pelajar, selain memiliki konsep diri secara keseluruhan, ia juga memiliki konsep diri secara lebih spesifik yaitu konsep diri akademik (academic self concept). Academic self concept merupakan suatu penilaian terhadap diri sendiri dalam ruang lingkup akademis. Menurut Byrne (dalam Marsh, dkk, 2005), academic self concept merupakan salah satu komponen dalam peningkatan prestasi akademis. Menurut Marsh, dkk (2003), academic self concept meliputi bagaimana individu bersikap, merasa, dan mengevaluasi kemampuannya. Oleh karena itu, Marsh, dkk (2003) mengungkapkan bahwa academic self concept dapat mempengaruhi individu menjadi lebih percaya diri dan merasa yakin akan kemampuan yang mereka miliki. Maka dari itu, academic self concept yang dimiliki oleh setiap siswa memiliki hubungan terhadap akademis siswa itu sendiri. Pengertian lain dari

academic self concept juga dikemukakan oleh Carlock (1999) yang menyatakan bahwa academic self concept pandangan diri yang meliputi pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki. Dari uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa academic self concept merupakan pandangan umum individu yang mencakup pengetahuan, harapan, dan penilaian individu terhadap kemampuan akademis yang dimiliki. 2.2.2. Aspek-aspek Academic Self Concept Carlock (1999) mengungkapkan bahwa aspek-aspek academic self concept juga memiliki tiga aspek dan tidak berbeda dengan aspek-aspek konsep diri, yaitu adanya pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut. a. Pengetahuan Pengetahuan meliputi apa yang dipikirkan individu tentang diri sendiri. Dalam hal kemampuan akademis, individu dapat saja memiliki pikiranpikiran mengenai kemampuannya tersebut, seperti pelajaran yang dikuasai, nilai, dan sebagainya (Carlock, 1999). Individu juga mengidentifikasi kemampuan dirinya dalam satu kelompok. Kelompok tersebut memberinya sejumlah informasi lain yang kemudian menjadikan perbandingan antara dirinya dan orang lain. b. Harapan Ketika individu mempunyai suatu pandangan tentang siapa dirinya, ia juga mempunyai suatu pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan ia akan menjadi apa di masa depan. Carlock (1999) menyatakan bahwa individu

memiliki harapan mengenai kemampuan akademis yang dimiliki seperti halnya harapan terhadap dirinya secara keseluruhan. Harapan atau tujuan individu, tentunya akan membangkitkan kekuatan yang mendorong dirinya untuk mengembangkan kemampuannya tersebut. c. Penilaian individu Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari. Hasil pengukuran ini disebut dengan harga diri. Jika dihubungkan dengan bidang akademisnya, menurut Marsh (2003), hal ini berarti seberapa besar individu menyukai kemampuan akademisnya. 2.2.3. Jenis-jenis Academik Self Concept Carlock (1999) menyatakan academic self concept terbagi atas konsep diri akademis positif dan konsep diri akademis negatif. Siswa yang memiliki konsep diri akademis yang positif akan membawa perasaan nyaman bagi siswa dalam menjalankan tugas belajarnya. Untuk siswa dengan konsep diri akademis negatif memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam berbuat kecurangan dalam tes daripada siswa dengan konsep diri akademis positif. Ini dikarenakan siswa yang memiliki konsep diri akademis positif umumnya cukup mampu menerima dirinya apa adanya. Mereka menyadari dengan baik kekuatan dan kelemahannya untuk berkembang dan memperbaiki diri.

2.3. Siswa Program Akselerasi 2.3.1. Pengertian Program Akselerasi Program percepatan belajar (akselerasi) adalah salah satu program perencanaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan anak berbakat (Hallahan, 1988). Layanan program percepatan belajar yang ada di Indonesia adalah program dengan jenis telescoping curriculum dimana siswa menggunakan waktu yang lebih sedikit daripada waktu belajar pada umumnya untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada (Hawadi dalam Misero, 2012). Pada program percepatan belajar jenis ini, waktu belajar di SMP atau SMA yang umumnya ditempuh selama tiga tahun, hanya ditempuh selama dua tahun (Hawadi dalam Misero, 2012). Dalam program percepatan belajar untuk SD, SLTP, dan SMU yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefinisikan sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Respati, 2007). Program akselerasi terdapat dalam dua bentuk, yaitu (1) Percepatan kelas - siswa melompat kelas, biasanya di sekolah dasar atau sekolah tingkat menengah; dan (2) Percepatan Konten - siswa melewati pelajaran dengan tingkat yang setara dengan kemampuan intelektual dan kapabilitasnya. Depdiknas (2001) menyebutkan program akselerasi dapat tampil dalam beberapa bentuk sebagai berikut: (a) masuk sekolah TK dalam usia yang jauh lebih muda dari pada anak rata-rata umumnya; (b) loncat kelas, umumnya berkisar

antara satu kelas atau lebih di atas teman-teman seusianya; (c) akselerasi dalam subjek-subjek tertentu; (d) mentoring, waktu bekerja/belajar bersama seorang ahli dalam satu bidang (ahli tersebut bisa guru atau orang luar). Program percepatan untuk siswa berbakat harus mempertimbangkan hal-hal berikut, antara lain kebutuhan emosional siswa berbakat, kebutuhan untuk interaksi dengan teman sebaya, dan penataan kembali kurikulum untuk memasukkan keterampilan dan konsep dengan tingkat yang lebih tinggi. Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Respati, 2007), sekolah penyelenggara program percepatan belajar adalah sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa yang memiliki keberbakatan intelektual tinggi. Beberapa sarana belajar yang diharapkan tersedia diantaranya kelengkapan sumber belajar (seperti buku paket, buku pelengkap, buku referensi, buku bacaan, majalah, modul, lembar kerja, kaset video, VCD, CD-ROM), media pembelajaran (seperti radio, casette recorder, TV, OHP, wireless, slide projector, LD/LCD/VCD/ DVD Player, Komputer), serta adanya sarana Information Technology (IT) : seperti jaringan internet, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa paparan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa program percepatan belajar (akselerasi) adalah suatu program pendidikan yang dirancang untuk anak dengan keberbakatan intelektual tinggi, dimana anak dapat menyelesaikan studinya dengan waktu yang lebih cepat dari yang seharusnya.

2.3.2. Pengertian Siswa Program Akselerasi Seperti yang telah dijelaskan bahwa program percepatan belajar (akselerasi) dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak (siswa) yang memiliki keberbakatan intelektual yang tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan intelektual rata-rata atau dibawah rata-rata tidak dapat mengikuti program pembelajaran akselerasi ini karena program ini hanya dirancang bagi siswa-siswa yang memiliki kelebihan dalam kemampuan intelektualnya. Menurut Munandar (1999) anak yang disebut gifted dan talented adalah mereka yang didefinisikan oleh profesional atas dasar kemampuan mereka yang luar biasa dan kecakapan mereka dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas tinggi sehingga dapat mewujudkan atau memberi sumbangan baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Menurut Depdikbud (dalam Hawadi, 2002), seorang dinyatakan sebagai siswa akseleran, jika siswa tersebut memiliki taraf inteligensi atau IQ di atas 140, atau siswa yang oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasikan sebagai siswa yang mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai. Salah satu konsep yang sangat terkenal yang menjelaskan mengenai keberbakatan adalah konsep The Three Ring Conception oleh Renzulli. Seorang yang berbakat memiliki tiga karakteristik dalam dirinya, yaitu kemampuan di atas rata-rata, memiliki task commitment yang tinggi, dan memiliki kreativitas (Renzulli dalam Hawadi, 2002). Renzulli menegaskan bahwa diantara tiga

karakteristik tersebut, tidak ada karakteristik tunggal yang menciptakan keberbakatan, melainkan interaksi antar ketiganya sangat penting untuk memunculkan perilaku keberbakatan. Karakteristik pertama, kemampuan di atas rata-rata (high average) dalam bidang intelektual adalah kemampuan yang meliputi kemampuan daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik kedua, kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasangagasan yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Karakteristik yang ketiga yaitu adanya komitmen terhadap tugas (task commitment). Seseorang yang memiliki task commitment memiliki sifat tekun dan ulet, meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, tetap menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena sudah mengikat diri pada tugas tersebut atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan beberapa paparan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa program akselerasi adalah siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, kreativitas, dan task commitment sehingga memang layak untuk mengikuti program percepatan belajar (akselerasi). 2.4. Hubungan antara Academic Self Concept dengan Task Commitment Menurut Renzulli (1990), seorang siswa berbakat harus memiliki tiga karakteristik yang saling berhubungan yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, dan komitmen terhadap tugas (task commitment) yang tinggi. Task

commitment merupakan bentuk halus dari motivasi instrinsik siswa dalam menjalankan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Dalam berkembangnya komitmen terhadap tugas (task commitment) pada diri siswa program akselerasi tidak terlepas dari pengaruh internal maupun eksternal dirinya. Seperti yang dikemukakan dalam Hawadi (2002), bahwa persepsi terhadap diri dan persepsi terhadap peran dan tugas di sekolah merupakan hal yang mempengaruhi task commmitment siswa di sekolah. Siswa akselerasi yang menjalani proses percepatan belajar, memiliki beban akademik yang lebih berat daripada siswa reguler. Beban-beban tersebut seperti jadwal sekolah yang lebih lama, materi pelajaran yang dipadatkan, serta tugastugas sekolah ataupun pekerjaan rumah. Oleh karena itu, perlu adanya tingkat task commitment yang tinggi untuk memenuhi beban akademik mereka terebut. Dengan adanya beban akademik seperti itu, siswa akselerasi yang memiliki academic self concept yang positif akan dapat melihat dirinya dengan baik. Selain itu, mereka juga akan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri sehingga dapat menginformasikan pendapat mereka terhadap tugas-tugas akademik mereka (Wilson, 2009). Konsep diri adalah salah satu komponen pembentuk self seseorang. Dalam Baron, dkk (2006) dikemukakan bahwa pengertian dari konsep diri adalah identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisasi. Ketika konsep diri membicarakan diri (self) secara keseluruhan, ketika individu mengetahui, memiliki harapan, dan menilai dirinya secara akademik, konsep tersebut

dinamakan sebagai academic self concept. Menurut Carlock (1999), academic self concept memiliki tiga aspek, yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian individu terhadap dirinya di bidang akademis. Ketika siswa akselerasi memenuhi ketiga aspek ini dalam menjalani akademisnya, ia akan mampu menilai kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya sehinggap dapat mengontrol dan merancang tujuan akademisnya. Ketika siswa akselerasi dapat mengontrol akademisnya, seperti tugas-tugas atau peran-peran yang harus dipenuhinya, hal itu merupakan ciri-ciri yang menggambarkan adanya task commitment pada siswa. Jadi, siswa akselerasi yang memiliki academic self concept yang positif akan cenderung memiliki task commitment yang baik, sehingga mereka dapat memenuhi tugas-tugas akademik yang mereka miliki walaupun dengan beban akademik yang banyak. Academic self concept mempengaruhi siswa dalam proses pembelajarannya maupun prestasi mereka di sekolah. Academic self concept sebagai ukuran kepercayaan siswa dalam kemampuan mereka, menginformasikan pendapat mereka tidak hanya tentang tugas mereka saat ini dan kegiatan yang berkaitan dengan sekolah, tetapi juga tujuan masa depan mereka (Wilson, 2009). Konsep diri siswa adalah bagaimana siswa memandang dirinya sendiri sebagai mahasiswa dalam program akademis (Wilson, 2009). Konsep ini berfokus pada seberapa baik seorang siswa melakukannya dalam konteks khusus sekolah ataupun kursus (Wilson, 2009). Konteks sekolah tidak terlepas dari konteks tugas-tugas akademik mereka di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa pendapat atau pandangan mereka mengenai tugas juga ditentukan oleh academic self concept yang mereka miliki.

Task commitment, yang notabene adalah motivasi instrinsik yang mengarahkan perilaku siswa akselerasi terhadap tugas-tugas akademiknya, menurut hasil penelitian dari Liu (2010) bahwa selain self concept secara keseluruhan, academic self concept juga memiliki korelasi yang positif terhadap motivasi belajar pada siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara berkembangnya perilaku task commitment yang dimiliki oleh siswa akselerasi. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan oleh Ahmed & Bruinsma (2006), dalam berkembangnya motivasi, hal tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh self concept. Hal tersebut juga didukung oleh Gage & Berliner (1984) yang menyatakan bahwa untuk membantu siswa dalam menampilkan seluruh potensi yang dimiliki, maka siswa perlu memiliki konsep diri yang positif, khususnya konsep diri akademik. Sedangkan menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), untuk menampilkan potensi bagi siswa berbakat diperlukan task commitment pada diri siswa. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa antara task commitment dan self concept memiliki keterkaitan satu sama lain. Melalui paparan di atas, peneliti menjadi tertarik untuk melihat sejauh mana hubungan antara academic self concept siswa SMA program akselerasi dengan task commitment mereka.

2.5.Hipotesis Penelitian Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment pada siswa SMA program akselerasi.