1. Proses Simbolisasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 MADIUN pada bulan April semester genap tahun ajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data mengenai letak dan penyebab kesalahan yang. persamaan linier dua variabel adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. bab ini akan dikemukakan pembahasan dan diskusi hasil penelitian yang menyangkut

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang secara sistematis diarahkan pada suatu tujuan. Proses

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Profil Kemampuan Penalaran Matematika Siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekolah, yang turut andil dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sebagaimana

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. bahwa kemampuan representasi matematis siswa kelas XI-TSM 2 SMK Ngunut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa. simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STATISTIK PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

(PTK Siswa Kelas VII Semester II di SMP N 2 Banyudono Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Tabel 4.1 Data pretest menurut jenis-jenis kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran membutuhkan strategi yang tepat. Kesalahan

I. PENDAHULUAN. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksikan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. menurut National Council of Teachers of Mathematics tahun 1989 (dalam Yuliani,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi belajar merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR KELAS I - SEMESTER 1

I. PENDAHULUAN. untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat komunikasi sangat dibutuhkan untuk beraktivitas. Seseorang

BAB V PEMBAHASAN. mengintegrasikan bahasa verbal atau nonverbal. Anak yang memiliki kesulitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA. Oleh :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Tabel 4 Hasil Pekerjaan Siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada penalaran verbal dan pemikiran logis, pada tugas-tugas yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat yang menuntut setiap manusia untuk bersaing dan berkompetisi

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan kurikulum, latihan kerja guru, penyediaan sarana, pengadaan alat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi lingkungannya.

BAB V PENUTUP A. Simpulan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAMMATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah matematika itu bisa merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

JURNAL PROFIL KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS SMK PGRI 4 KEDIRI

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA SMP

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

tuntut menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, terjadi proses

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan di bahas dan di diskusikan hasil penelitian berdasarkan kesimpulan data (1) Semiotik siswa dengan kemampuan bahasa tinggi dalam pemecahan masalah program linier, (2) Semiotik siswa dengan kemampuan bahasa sedang dalam pemecahan masalah program linier, (3) Semiotik siswa dengan kemampuan bahasa rendah dalam pemecahan masalah program linier. A. Semiotik Siswa dengan Kemampuan Bahasa Tinggi Dalam Pemecahan Masalah Program Linier Berikut ini akan di bahas semiotik siswa dengan kemampuan bahasa tinggi dalam pemecahan masalah program linier berdasarkan setiap proses yang ada di dalamnya. 1. Proses Simbolisasi Berdasarkan kesimpulan data semiotik siswa dalam dengan kemampuan bahasa tinggi memandang bacaan dari masalah yang disajikan sebagai tanda yang berisikan informasi. Tanda tersebut memiliki arti tersendiri guna membantu dan memberikan petunjuk dalam proses simbolisasi. Hal ini sejalan dengan teori Pierce yang mengatakan bahwa penalaran manusia dilakukan melalui tanda 61. Dalam pemberian tanda pertidaksamaan, siswa melakukan analisis pada permasalahan yang disajikan. Dalam menuliskan simbol ke grafik siswa melakukan penandaan. Penandaan yang dilakukan memiliki arti sendiri yang dibentuk oleh dirinya bertujuan untuk 61 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3. 174

175 mempermudahnya dalam menyelesaikan masalah. Simbolisasi dengan membentuk sistem pertidaksamaan tersebut sesuai dengan teori Saussure yang menyatakan bahwa suatu tanda bukanlah makna bawaan melainkan dihasilkan lewat sistem tanda yang dibentuk oleh seseorang 62. Dalam mengubah simbol matematika menjadi bahasa verbal tersebut siswa mengembalikan ke pemisalan awal sehingga kesimpulan akhir tersebut berupa bahasa verbal. memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu pada ketiga aspek tersebut dalam proses simbolisasi. Pada aspek memahami pengertian sederhana, siswa mulai memahami masalah yang disajikan. Siswa memahami setiap tanda yang terdapat pada masalah tersebut, baik itu berupa bacaan dalam bentuk bahasa verbal maupun angka. Tanda tersebut kemudian diubah menjadi bentuk simbol matematika. Pada aspek memahami makna, siswa mulai memahami maksud dari permasalahan yang disajikan. Siswa mulai memahami makna dari setiap bacaan untuk melakukan simbolisasi. Aspek memahami makna ini terlihat ketika siswa melakukan simbolisasi berupa pemberian tanda pertidaksamaan. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa mulai melakukan penilaian kembali terhadap seluruh pekerjaan yang dilakukan, serta mengubah kesimpulan dari simbol matematika ke bentuk bahasa verbal. Jadi siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu dalam melakukan proses simbolisasi. 62 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3.

176 2. Proses Pengkodean melakukan proses pengkodean dalam memecahkan masalah yang diberikan. Proses pengkodean awal dengan membentuk sebuah pemisalan dan tabel. Dalam hal ini tabel digunakan sebagai alat pengkodean. Dalam membentuk tabel tersebut subyek melakukan analisis dan pengelompokkan bahan-bahan berdasarkan kesamaan yang dimiliki. Pada proses pengkodean yang kompleks siswa melakukan identifikasi hubungan antara variabel yang dituliskan dengan jumlah barang yang dibutuhkan. Hubungan tersebut dijadikan acuan sebagai pembentukan sistem pertidaksamaan. Rangkaian proses pengkodean tersebut bertujuan untuk mempermudahkan dalam menarik sebuah informasi dari tanda yang dibentuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Tinarbuko. Dalam bukunya Tinarbuko menyatakan bahwa pengkodean dilakukan dengan cara mengkombinasikan tanda untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi. 63 Dalam melakukan pengelompokkan, siswa melakukan penandaan berupa bentuk lingkaran, bulat dan lain sebagainya sebagai penanda. Tanda yang diberikan merupakan tanda simbolik. Tinarbuko mengemukakan bahwa tanda simbolik merupakan kode yang berkaitan dengan suatu unsur yang memiliki makna yang dibentuk oleh seseorang. 64 memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu dalam ketiga aspek pada proses pengkodean. Pada aspek memahami pegertian sederhana, siswa memahami masalah yakni 63 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17. 64 Ibid hal 18

177 dengan membedakan bahan yang dijadikan variabel sebagai bentuk pemisalan Pada aspek memahami makna, siswa melakukan identifikasi hubungan antara variabel yang dituliskan dengan jumlah barang yang dibutuhkan. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa mulai melakukan penilaian kembali terhadap seluruh pekerjaan yang dilakukan, serta menentukan daerah penyelesaian. Jadi siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu dalam melakukan proses pengkodean. 3. Proses Pemaknaan dengan kemampuan bahasa tinggi mampu memahami makna dari masalah yang disajikan. Siswa mampu dalam memaknai simbol sederhana, namun untuk simbol yang kompleks terdapat beberapa bagian yang mana siswa sulit untuk memaknainya. Makna tersebut diperoleh dari rangkaian simbol-simbol yang telah dikodekan menjadi suatu informasi. Hal ini sesuai dengan teori Spradley yang mengungkapkan bahwa semua makna diciptakan menggunakan simbol-simbol 65. memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa mampu dalam aspek memahami pengertian sederhana. Hal tersebut terlihat ketika siswa mampu menjelaskan makna simbol-simbol yang sederhana. Namun pada aspek memahami makna dan penilaian siswa masih belum mampu secara keseluruhan. Siswa masih kesulitan menjelaskan atau menginformasikan simbol-simbol yang telah dituliskan. Namun informasi yang disampaikan sudah menggandung 65 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17.

178 pesan yang bermakna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu melakukan proses pemaknaan meskipun terdapat beberapa simbol yang belum mampu dimaknai oleh siswa. B. Semiotik Siswa Dengan Kemampuan Bahasa Sedang Dalam Pemecahan Masalah Program Linier 1. Proses Simbolisasi dengan kemampuan bahasa sedang melakukan proses simbolisasi dengan memandang bacaan dari masalah yang disajikan sebagai tanda yang berisikan informasi. Tanda tersebut memiliki arti tersendiri guna membantu dan memberikan petunjuk dalam proses simbolisasi. Hal ini sejalan dengan teori Pierce yang mengatakan bahwa penalaran manusia dilakukan melalui tanda 66. Dalam melakukan proses simbolisasi, siswa memahami dahulu permasalahan yang disajikan kemudian mensimbolisasikan segala sesuatu yang diketahui pada masalah yang diberikan. Kemudian siswa mulai mengubah permasalahan yang disajikan dari bentuk soal cerita menjadi sebuah simbol matematika atau pemodelan matematika. Namun siswa mengalami kebinggungan dalam membedakan variabel dan konstanta. Siswa tidak memahami makna variabel yang telah dituliskan. Menurut siswa pemisalan yang telah dilakukan itu berdasarkan prosedur saja. Siswa mengalami tertukarnya informasi antara variabel dengan konstanta. Dalam melakukan pemisalan, siswa melakukan penalaran untuk menentukan variabel. Menurut siswa pemisalan yang telah dilakukan itu 66 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3.

179 berdasarkan prosedur saja. Siswa terbiasa menyelesaikan masalah serupa dengan model pemisalan. Siswa melakukan penalaran dalam memberikan tanda pada sistem pertidaksamaan. Dalam melakukan simbolisasi ini siswa memberikan alasan yang logis. Simbolisasi dengan membentuk sistem pertidaksamaan tersebut sesuai dengan teori Saussure yang menyatakan bahwa suatu tanda bukanlah makna bawaan melainkan dihasilkan lewat sistem tanda yang dibentuk oleh seseorang 67. Pada tahap pengecekan kembali terhadap penyelesaian masalah, siswa tidak mampu membuat kesimpulan akhir. Simbolisasi siswa berhenti sampai disini saja. Siswa belum mampu membahasakan simbol matematika tersebut ke dalam bahasa verbal. Hal ini terlihat pada kesimpulan akhir pada pekerjaan siswa. Dalam kesimpulan tersebut terlihat masih adanya simbol matematika dan tidak dalam bentuk bahasa verbal yang mejawab pertanyaan dari masalah yang disajikan. memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa sedang mamapu dalam ketiga aspek tersebut dalam proses simbolisasi. Pada aspek memahami pegertian sederhana, siswa mulai memahami masalah yang disajikan. Siswa memahami setiap tanda yang terdapat pada masalah tersebut, baik itu berupa bacaan dalam bentuk bahasa verbal maupun angka. Tanda tersebut kemudian diubah menjadi bentuk simbol matematika. Namun siswa kebinggungan dalam membedakan variabel 67 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3.

180 dan konstanta Pada aspek memahami makna, siswa mulai memahami maksud dari permasalahan yang disajikan. Siswa mulai memahami makna dari setiap bacaan untuk melakukan simbolisasi. Aspek memahami makna ini terlihat ketika siswa melakukan simbolisasi berupa pemberian tanda pertidaksamaan. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa belum mampu membahasakan simbol matematika tersebut ke dalam bahasa verbal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa sedang sudah mampu melakukan proses simbolisasi. Namun simbolisasi yang dilakukan belum lengkap. 2. Proses Pengkodean dengan kemampuan bahasa sedang melakukan proses pengkodean dalam menyelesaikan masalah yang disajikan. Pengkodean yang dilakukan dengan mengelompokkan bahan sesuai dengan jenisnya. Siswa membuat tabel sebagai alat pengkodean. Proses pembuatan tabel yang dilakukan oleh siswa dilakukan dengan cara coba-coba. Hal ini dikarenakan siswa kebingungan dalam menentukan variabel dalam soal tersebut. Dari sini terlihat siswa belum memahami soal secara menyeluruh. Dalam menentukan variabel, siswa melakukan analisis dan kesesuaian terhadap masalah yang disajikan. Setelah memilih variabel, siswa mulai mengisi tabel yang dibuat dengan bahan yang tersedia. Dalam mengisi tabel tersebut, siswa melihat pada kesamaan yang dimiliki oleh masing-masing bahan. Kesamaan inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk mengelompokkan bahan tersebut. Hal ini sejalan dengan Tinarbuko. Dalam bukunya Tinarbuko menyatakan bahwa pengkodean dilakukan dengan cara

181 mengkombinasikan tanda untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi. 68 Langkah selanjutnya, siswa menentukan daerah hasil. Setelah menentukan daerah hasil ini, siswa memberikan tanda pada daerah tersebut. Tanda ini memiliki arti bagi siswa untuk mempermudah dalam proses pengerjaan. Tanda yang diberikan merupakan tanda simbolik. Tinarbuko mengemukakan bahwa tanda simbolik merupakan kode yang berkaitan dengan suatu unsur yang memiliki makna yang dibentuk oleh seseorang. 69 memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa sedang mampu dalam ketiga aspek tersebut. Pada aspek memahami pegertian sederhana, siswa memahami masalah yakni dengan mengelompokkan bahan sesuai dengan jenisnya. Pada aspek memahami makna, siswa membuat tabel sebagai alat pengkodean. Proses pembuatan tabel yang dilakukan oleh siswa dilakukan dengan cara coba-coba. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa mulai melakukan penilaian kembali terhadap seluruh pekerjaan yang dilakukan, serta menentukan daerah penyelesaian Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa sedang sudah mampu melakukan proses pengkodean. 3. Proses Pemaknaan dengan kemampuan bahasa sedang belum mampu melakukan proses pemaknaan terhadap simbol. Sehingga 68 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17. 69 Ibid hal 18

182 informasi yang disampaikan belum menjadi pesan yang bermakna. Hal ini sejalan dengan teori Spradley yang mengungkapkan bahwa semua makna diciptakan menggunakan simbol-simbol. Siswa hanya mampu melakukan proses pemaknaan pada simbol yang sederhana. 70 Namun siswa tidak mampu memaknai simbolsimbol baik simbol matematika maupun simbol verbal yang dituliskan dalam pekerjaaannya. Meskipun siswa mampu menjawab pertanyaan peneliti seputar makna penulisan simbol. Namun jawaban yang diberikan tidak logis dan kurang tepat. Selain itu siswa merasa kesulitan ketika diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan makna garis, titik. Siswa tidak mampu menjelaskan tentang makna penulisan simbol-simbol dalam pekerjaan yang telah diselesaikan. Siswa dengan kemampuan bahasa sedang hanya mampu memaknai simbol secara sederhana, namun ketika masuk ke pemaknaan simbol yang lebih rinci dan kompleks, siswa merasa kesulitan untuk memaknai. Hal tersebut disebabkan kurangnya kebiasaan dalam melakukan pemaknaan simbol. Jika dilihat dari segi bahasa khususnya pada aspek membaca, terdapat keterampilan bersifat pemahaman yang meliputi (1) memahami pengertian sederhana (2) memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Pada aspek memahami pengertian sederhana, siswa mampu menjelaskan makna simbol-simbol yang sederhana. Namun pada aspek memahami makna dan penilaian siswa masih belum mampu. Siswa masih kesulitan menjelaskan atau menginformasikan simbol-simbol yang telah dituliskan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa sedang belum mampu melakukan proses pemaknaan. 70 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17.

183 C. Semiotik Siswa Dengan Kemampuan Bahasa Rendah Dalam Pemecahan Masalah Program Linier 1. Proses Simbolisasi dengan kemampuan bahasa rendah belum dapat melakukan proses simbolisasi mulai dari tahap memahami masalah hingga pengecekan kembali terhadap penyelesaian masalah. Namun pada tahap pemahaman masalah, siswa sudah mulai memandang bacaan dari masalah yang disajikan sebagai tanda yang berisikan informasi. Tanda ini digunakan siswa untuk melakukan pemisalan. Meskipun siswa hanya dapat menangkap sedikit tanda yang ada pada masalah yang disajikan. Hal ini sejalan dengan teori Pierce yang mengatakan bahwa penalaran manusia dilakukan melalui tanda. 71 Siswa dengan kemampuan bahasa rendah belum dapat memandang secara keseluruhan bacaan pada masalah yang disajikan sebagai suatu simbol yang memiliki arti tersendiri guna membantu dan memberikan petunjuk dalam proses simbolisasi. Hal ini terlihat ketika siswa melakukan pemisalan namun tidak paham dengan pemisalan yang telah dilakukan. Siswa tidak memahami tentang variabel dan konstanta serta tidak dapat membedakannya. Proses simbolisasi yang dilakukan siswa berdasarkan kebiasaan dalam mengerjakan soal/ hafalan. Hal ini juga terlihat ketika siswa melakukan simbolisasi berupa pemberian tanda pertidaksamaan. Terlihat bahwa siswa memberi tanda pada pertidaksamaan tersebut sesuai dengan pengalaman mengerjakan soal serupa sebelumnya. 71 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3

184 Siswa tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal simbolisasi ini. Dalam melakukan simbolisasi siswa cenderung melakukan dengan cara coba-coba. Meskipun begitu tanda berupa sistem pertidaksamaan yang dibentuk oleh siswa berdasarkan hafalan tersebut sudah menjadi suatu sistem tanda yang memiliki makna. Hal ini sejalan dengan teori Saussure yang menyatakan bahwa suatu tanda bukanlah makna bawaan melainkan dihasilkan lewat sistem tanda yang dibentuk oleh seseorang. 72 memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa rendah dalam ketiga aspek tersebut termasuk rendah, hal ini juga terlihat dalam proses simbolisasi. Pada aspek memahami pegertian sederhana, siswa sudah mulai memandang bacaan dari masalah yang disajikan sebagai tanda yang berisikan informasi. Namun siswa belum dapat memandang secara keseluruhan bacaan pada masalah yang disajikan sebagai suatu simbol. Pada aspek memahami makna, siswa memberi tanda pada pertidaksamaan tersebut sesuai dengan pengalaman mengerjakan soal serupa sebelumnya. Siswa tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal simbolisasi ini. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa belum mampu membahasakan simbol matematika tersebut ke dalam bahasa verbal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa rendah belum mampu melakukan proses simbolisasi. 72 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3

185 2. Proses Pengkodean dengan kemampuan bahasa rendah telah melakukan proses pengkodean. Siswa melakukan pengelompokkan bahan dan membuat tabel. Siswa menggunakan tabel sebagai alat pengkodean. Hal ini sesuai dengan pendapat Tinarbuko. Dalam bukunya Tinarbuko menyatakan bahwa pengkodean dilakukan dengan cara mengkombinasikan tanda untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi. 73 Namun siswa merasa kebingungan dalam penentuan variabel dan peletakan bahan dalam tabel. Proses selanjutnya siswa membentuk sebuah sistem pertidaksamaan dari tabel yang dibuat. Dalam pembentukan sistem pertidaksamaan dari tabel tersebut, siswa memberi tanda berupa satu deretan paling atas menjadi satu buah pertidaksamaan, begitu pun seterusnya. Namun dikarenakan peletakakan komponen bahan yang tidak tepat maka sistem pertidaksamaan yang dibuat oleh siswa itu pun juga kurang tepat. Proses pengkodean selanjutnya yaitu penentuan daerah penyelesaian. Namun siswa tidak dapat menentukan daerah penyelesaian dikarenakan tidak memahami konsep pertidaksamaan sehingga siswa mengalami kebingungan. Pada tahap pengecekan kembali penyelesaian masalah, siswa tidak mampu menyelesaikan karena proses pengkodean yang dilakukan siswa berhenti sampai disini. memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Siswa dengan kemampuan bahasa rendah dalam ketiga aspek 73 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17.

186 tersebut termasuk rendah, hal ini juga terlihat dalam proses pengkodean. Pada aspek memahami pegertian sederhana, siswa merasa kebingungan dalam penentuan variabel dan peletakan bahan dalam tabel. Pada aspek memahami makna, siswa membuat tabel sebagai alat pengkodean. Namun peletakakan komponen bahan yang tidak tepat maka sistem pertidaksamaan yang dibuat oleh siswa itu pun juga kurang tepat. Pada tahap evaluasi atau penilaian, siswa tidak dapat menentukan daerah penyelesaian dikarenakan tidak memahami konsep pertidaksamaan sehingga siswa mengalami kebingungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa rendah belum mampu melakukan proses pengkodean. 3. Proses Pemaknaan dengan kemampuan bahasa rendah kesulitan dalam melakukan proses pemaknaan sehingga siswa belum mampu menyampaikan informasi dari simbol yang dituliskan. Hal ini sesuai dengan teori Spradley yang mengungkapkan bahwa semua makna diciptakan menggunakan simbol-simbol. 74 Kesulitan dalam pemaknaan tersebut terlihat saat peneliti memberikan pertanyaan seputar makna penulisan simbol dari pekerjaan yang telah diselesaikan. Siswa mengalami kebinggungan dan tidak dapat memberikan jawaban yang logis dan sesuai. Terlihat siswa tidak memahami maksud dari setiap tulisan/ simbol matematika yang ditulis. Siswa melakukan pekerjaan secara prosedural dan hafalan sehingga tidak mengerti konsep dan maksud dari simbol-simbol matematika yang telah ditulis. Disamping itu terlihat bahwa pengetahuan seputar masalah 74 Tinarbuko Sumbo, Semiotika Komunikasi Visual (Edisi Revisi Yogyakarta : Jalasutra,2009 ), 17.

187 yang diberikan tidak dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu siswa hanya mengandalkan hafalan langkah langkah pengerjaan. Simpulan yang diberikan oleh siswa juga belum jelas. Siswa terlihat belum mampu membahasakan bahasa simbol matematika ke bahasa verbal. memahami makna dan (3) evaluasi atau penilaian. Pada aspek memahami pengertian sederhana, siswa belum mampu menjelaskan makna simbol-simbol yang sederhana. Siswa mengalami kebinggungan dan tidak dapat memberikan jawaban yang logis dan sesuai. Pada aspek memahami makna dan penilaian siswa masih belum mampu. Siswa masih kesulitan menjelaskan atau menginformasikan simbol-simbol yang telah dituliskan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa rendah belum mampu melakukan proses pemaknaan. D. Diskusi Hasil Penelitian Dari hasil penelitian ini didapatkan temuan menarik yaitu siswa dengan kemampuan bahasa tinggi, sedang dan rendah melakukan penalaran dan proses berfikir awal dengan menggunakan tanda. Tanda tersebut diolah kemudian menjadi suatu informasi bagi mereka dalam pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan teori Peirce. Pierce berpendapat bahwa penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda, artinya manusia hanya mampu bernalar melalui tanda. 75 Dalam pengolahan atau produksi tanda tersebut dari tiap kemampuan bahasa terdapat perbedaan. Siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mampu mengolah tanda dengan cara mensimbolisasikan dan melakukan pengkodean serta pemaknaan. Siswa dengan kemampuan bahasa 75 Kris Budiman, Semiotika Visual Konsep,Isu, dan Problem Ikonisitas (Yogyakarta :Jalasutra, 2011), 3.

188 sedang mampu mengolah tanda dengan cara mensimbolisasikan dan melakukan pengkodean dengan cara prosedural. Sedangkan siswa dengan kemampuan bahasa rendah mampu mengolah tanda dengan cara mensimbolisasikan dan melakukan pengkodean. Namun terdapat banyak kesalahan pada proses tersebut. Temuan lain yang menarik yaitu dari keseluruhan tingkat kemampuan bahasa ternyata belum dapat melakukan pemaknaan pada tanda secara menyeluruh. Semiotik yang dilakukan hanya terbatas pada proses simbolisasi dan pengkodean saja. Pada proses pemaknaan, seluruh siswa dari tingkat kemampuan bahasa belum mampu memaknai tanda sehingga belum dapat menimbulkan makna bahasa yang mengandung informasi secara utuh. Hal ini kemungkinan disebabkan karena beberapa kondisi. Pertama, materi program linier adalah materi yang diberikan pada semester ganjil. Sementara penelitian ini diadakan pada semester genap. Namun peneliti memahami kondisi tersebut, sehingga sebelum memberikan tes pemecahan masalah program linier, peneliti memberikan pembelajaran singkat mengenai materi program linier. Kedua, pada saat pemberian pembelajaran singkat materi program linier, kemungkinan siswa kurang mampu menangkap materi yang disampaikan. Kemungkinan ketiga, guru pada mata pelajaran matematika jarang memberikan penugasan berupa menyampaikan informasi secara lisan dari hasil pekerjaan siswa, sehingga siswa kurang mampu dalam menyampaikan informasi dari hasil pekerjaan tertulis. Beberapa hal tersebut yang menjadi kemungkinan penyebab siswa kesulitan dalam memaknai dan menyampaikan informasi dari hasil pekerjaan tertulis siswa. Jika beberapa hal tersebut dapat diminimalisir, kemungkinan semiotik siswa dalam hal memaknai dan menyampaikan informasi akan memberikan hasil yang berbeda.