Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

Imma Indra Dewi Windajani

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

I. PENDAHULUAN. sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA.

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan. (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TP-

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Transkripsi:

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR 1 Oleh: Ridel Adisetia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dan bagaimana proses eksekusi hak tanggungan sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perlindungan terhadap kreditur sudah sangat jelas di katakan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa dengan adanya hak tanggungan yang dijadikan jaminan oleh pihak debitur kepada pihak kreditur menjadikan kreditur dapat melakukan eksekusi atas objek hak tanggungan apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap pihak kreditur dan kreditur yang memegang hak tanggungan diutamakan pelunasannya dari hasil penjualan objek hak tanggungan dari kreditor-kreditor lainnya. 2. Proses eksekusi hak tanggungan seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu harus melalui pelelangan umum sesuai dengan tata cara yang berlaku dan dalam proses eksekusi yang akan dilakukan kreditur, sudah tidak memerlukan lagi persetujuan dari pihak debitor. Kata kunci: Eksekusi, Hak Tanggungan, Perlindungan Hukum, Kreditur PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang di jalankansecara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam berperkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara putusan pengadilan. 3 Dalam hal ini, sebagaimana biasanya eksekusi hak tanggungan bukanlah merupakan eksekusi rill, akan tetapi yang berhubungan dengan penjualan cara lelang obyek hak tanggungan, 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Cornelis Dj. Massie, SH, MH; Meiske Mandey, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 14071101092 3 Bachtiar Jazuli, Eksekusi Perkara Perdata Segi Hukum dan Penegakan Hukum, Op.Cit, hal 12. dan apabila ada sisanya di kembalikankedapa debitur. Dari ketentuan ini terlihat bahwa, Eksekusi atas Hak Tanggungan, tidaklah termasuk eksekusi riil, tetapi eksekusi yang mendasarkan pada alas hak eksekusi yang bertitel atau irahirah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, seperti yang di jelaskan dalam pasal 14 ayat (2) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dengan demikian, maka sertifikat hak tanggungan mempunyai title eksekutorial, yang berlaku adalah peraturan mengenai eksekusi yang di kenal dengan parate eksekusi. Berbagai proses pelaksanaan eksekusi atas hak tanggungan sebagai jaminan kredit masih banyak memiliki berbagai kendala yang di lakukan oleh debitur dengan berbagai alasan dan upaya-upaya untuk menghambat pelaksanaan eksekusi terhadap hak tanggungan tersebut, yang seringkali menjadi penyebab terkendalanya perlindungan akan kepentingan pihak kreditur untuk melakukan eksekusi atas Hak tanggungan yang sudah di perjanjikan dalam perjanjian jaminan kredit tersebut. 4 Dalam proses pemberian kredit ini, sering terjadi pihak kreditor di rugikan oleh pihak debitor dengan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak debitor, sehingga di perlukan suatu aturan hukum yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi pihak kreditor yang memberikan pinjaman kredit kepada pihak debitor, agar ketika pihak debitor melakukan perbuatan wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibanya sebagaimana semestinya, pihak kreditor dapat melakukan perbuatan hukum dengan mengeksekusi jaminan hak tanggungan dari pihak debitor untuk mengganti kerugian dari pihak kreditor sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian kredit antara kreditor dan debitor. Pada saat debitur macet, bank akan mengambil alih jaminan yang diberikan oleh debitur. Jaminan yang diambil alih tersebut juga tidak boleh di miliki terlalu lama oleh bank yang bersangkutan dan harus dapat segera dijual untuk melunasi utang debitur kepada bank. 5 4 Ngadenan, Hambatan-Hambatan dalam Eksekusi Jaminan, Tesis, 2009, hal 111. 5 Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, Loc.Cit. 139

Dari ulasan di atas mendorong penulis melakukan penelitian tentang bagaimana ketentuan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah sebagai wujud yang memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor, khususnya apabila debitor melakukan perbuatan wanprestasi atau cidera janji sehingga membuat kredit macet dan yang merugikan kepentingan-kepentingan hukum pihak kreditor sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian kredit yang sudah di buat sebelumnya secara bersama-sama oleh para pihak yang terkait yaitu pihak kreditor dan pihak debitor dengan menggunakan Hak Tanggungan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis memilih dan menyusun skripsi ini dengan judul Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Kreditur. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur? 2. Bagaimana proses eksekusi hak tanggungan sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur? C. Metode Penelitian Metode penelitian dalam skripsi ini yaitu metode penelitian yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teoriteori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dengan menggunakan data sekunder. 6 Data sekunder diperoleh melalui metode kepustakaan (Library Research). Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini yaitu pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan kasus (case Approach) melalui beberapa artikel-artikel yang di lihat dari media internet dengan mengacu pada eksekusi hak tanggungan sebagai perlindungan bagi kreditur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Hak dan kewajiban kreditor yang di atur dalam UUHT, dirumuskan sebagai berikut: 7 1) Hak Kreditor : a) Didahulukan dalam menerima pelunasan utang yang dijamin dengan hak tanggungan. b) Menerima jaminan hak tanggungan. c) Pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. d) Melakukan eksekusi dan penjualan atas objek hak tanggungan jika debitor wanprestasi 2) Kewajiban kreditor : a) Menyerahkan piutang yang diperjanjikan kepada debitor. b) Mendaftarkan hak tanggungan. c) Memberikan pernyataan tertulis dan/atau bukti atas pelunasan utang atau hapusnya piutang kepada debitor agar dapat dilakukan pencoretan (roya) terhadap hak tanggungan. d) Menjamin bahwa jaminan hak tanggungan tidak akan disalahgunakan dan digunakan sesuai perjanjian. e) Mengembalikan sertifikat hak atas tanah dan sertifikat hak tanggungan jika utang telah di lunasi. Hak dan Kewajiban Debitor Adapun hak dan kewajiban dari debitor yang di atur dalam UUHT, dirumuskan, sebagai berikut: 8 1) Hak Debitor : a) Menerima pinjaman uang atau utang. b) Mendapatkan kepastian bahwa kreditor tidak akan menyalahgunakan sertifikat hak tanggungan yang dimilikinya. c) Melakukan pencoretan (roya) atas hak tanggungan ketika utang telah dilunasi. 6 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hal 13. 7 Riky Rustam, Hukum Jaminan, Op.cit, hal 200. 8 Ibid, hal 201. 140

d) Memperoleh pengembalian objek hak tanggungan ketika utang telah dilunasi. 2) Kewajiban Debitor : a) Melakukan pelunasan utang yang dibebani dengan hak tanggungan. b) Memberikan jaminan dengan hak tanggungan kepada kreditor. c) Mendaftarkan hak tanggungan. d) Memberikan data-data dan informasiinformasi yang akurat dalam proses pendaftaran hak tanggungan. e) Jika debitor wanprestasi, debitor wajib menyerahkan objek jaminan hak tanggungan ketika akan dilakukan eksekusi dan/atau penjualan objek hak tanggungan oleh kreditor. B. Proses Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur 1. Cara Mengajukan Eksekusi Hak Tanggungan Jika debitur telah nyata-nyata telah melakukan wanprestasi yang terbukti debitur tidak membayar hutangnnyayang telah jatuh tempo atau kualitas kredit macet dan telah diberikan peringatan secara patut maka debitur dapat segera mengajukan permohonan eksekusihak tanggungan melalui pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi objek hak tanggungan yang akan dieksekusi. Langkah-langkah eksekusi dilakukan sebagai berikut : a. Menyiapkan surat kuasa khusus dari direksi perusahaan kepada pegawai yang mewakili mengajukan eksekusi hak tanggungan. b. Menyiapkan surat permohonan eksekusi hak tanggungan yang dilampiri buktibukti surat kuasa, perjanjian kredit, akta pembebanan hak tanggungan, sertifikat hak tanggungan, rekening yang membuktikan besarnya hutang, suratsurat peringatan. c. Mendaftarkan surat permohonan eksekusi hak tanggungan melalui kepaniteraan bagian perdata seksi eksekusi. 9 Seperti yang sudah dijelaskan di atas kreditur dapat melaksanakan eksekusi ketika debitur telah wanprestasi, kreditur dapat melakukan eksekusi dengan 3 (cara) berdasarkan undang-undang yang telah mengatur, yaitu : a. Penjualan melalui pelelangan umum atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi). b. Penjualan melalui pelelangan umum berdasarkan titel eksekutorial. c. Penjualan dibawah tangan. Walaupun kreditur dapat melakukan eksekusi tanpa memerlukan keputusan pengadilan, tetapi kreditur harus melakukan permohonan ke pengadilan untuk melakukan eksekusi objek hak tanggungan. Adapun untuk proses lelang itu sendiri pelaksanaannya dapat dilakukan melalui dua cara : a. Proses lelang secara langsung melalui balai lelang. Proses lelang langsung ini hanya dapat dilaksanakan jika tidak ada kemungkinan bantahan dari pemilik aset dan barang yangakandilelang tersebut sudah dikuasai oleh pemohon lelang. Dengan kata lain, kondisi demikian termasuk ke dalam kategori lelang secara sukarela. Untuk proses lelang tersebut, pemohon lelang dapat mengajukan permohonan lelang kepada balai lelang swasta atau pemerintah. Namun, jika melalui balai lelang swasta, harus mendapat bantuan dari kantor lelang negara selaku pelaksana. 10 Pada permohonan lelang, pihak pemohon harus melampirkan : 1) Surat permohonan lelang. 2) Surat-surat somasi yang dilaksanakan secara pribadi sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut. 3) Akta pengakuan utang dan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan. Bentuknya berupa akta pemberian hak tanggungan dan sertifikat hak tanggungan. 4) Data jaminan atau barang yang akan dilelang. 5) Data pemilik jaminan. 6) Surat pernyataan dari pemohon lelang yang menyatakan bahwa kreditor melepaskan pihak kantor lelang atau balai lelang dari segala tuntutan yang mungkin timbul dikemudian hari. 9 Ibid, hal 322-325. 10 Irma DevitaPurnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, Op.Cit, 64. 141

Setelah seluruh data tersebut lengkap, akan dimintakan jadwal lelang dan pengumuman lelang disurat kabar selama 2 (dua) kali dalam jangka waktu masing-masing 15 (lima belas) hari terhitung dari tanggal pengumuman pertama hingga hari pelaksanaan lelang. Pemenang lelang akan mendapatkan akta risalah lelang setelah membayarkan harga jaminan atau barang yang dilelang serta pembayaran atas pajak penghasilan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. b. Proses lelang melalui penetapan pengadilan. Proses lelang melalui pengadilan dilakukan apabila jaminan atau barang yang akan dilelang dalam kondisi : 1) Masih dikuasai oleh pemilik jaminan atau pemilik barang (belum dikosongkan). 2) Adanya indikasi perlawanan dari pemilik jaminan atau pemilik barang. 11 Proses pelaksanaan lelang melalui pengadilan dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1) Kreditor selaku pemohon lelang mengajukan permohonan lelang kepada ketua pengadilan negeri diwilayah kedudukan kreditor atau ditempat yang sudah ditentukan didalam akta perjanjian kredit atau akta pengakuan utang. 2) Setelah keluar penetapan lelang dilanjutkan dengan permohonan sita jaminan untuk benda yang akan dilelang tersebut. Jika penetapan sita sudah keluar, dilanjutkan dengan penyitaan objek lelang, lalu pendaftaran dikantor badan pertanahan nasional. Setelah itu pengadilan negeri mengajukan permohonan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) 3) Setelah SKPT tersebut keluar pengadilan negeri mungajukan permohonan agar taksasi (taksiran harga) dapat dilaksanakan. Proses taksasi ini dilakukan oleh pihak kelurahan dan dari pihak dinas pekerjaan umum sehingga dapat di tetapkannya nilai atau harga wajar atas jaminan yang baru akan dilelang. Setelah harga di dapat kepala pengadilan akan menetapkan harga limit terendah atas jaminan atau barang yang akan dilelang tersebut. 4) Setelah harga limit ditetapkan, pengadilan negeri mengajukan permohonan untuk penjadwalan lelang kepada kantor lelang negara. 5) Setelah mendapatkan jadwal lelang, barulah dilaksanakan pengumuman untuk pelaksanaan lelang melalui iklan di surat kabar nasional selama 2 (dua) kali dengan jarak masing-masing 15 (lima belas) hari sampai hari pelaksanaan lelang. 6) Proses lelang. Dalam pelaksanaan pembelian secara lelang, calon pembeli harus menaruh deposit sejumlah uang yang di syaratkan minimal 1 (satu) har sebelum pelaksanaan lelang. Kemudian, pembeli melakukan penawaran. Calon pembeli yang melakukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang lelang serta berhak memiliki jaminan yang telah terlelang tersebut sesuai harga yang telah ditentukan. Setelah jaminan dibayar dengan harga yang telah ditetapkan diikuti dengan pemayaran pajak penghasilan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, maka pembeli tersebut akan memperoleh akta risalah lelang, yang dibuat oleh pejabat lelang. Akta risalah lelang ini sama fungsinya dengan akta jual beli yang biasa dibuat oleh PPAT pada proses jual beli tanah biasa. 7) Setelah ada pemenang lelang atas objek lelang, maka pemenang lelang atau pembeli tersebut dapat mengajukan permohonan pengosongan kepada ketua pengadilan negeri. Lalu dilanjutkan dengan proses pengosongan atas 11 Ibid, hal 65. 142

jaminan sesuai dengan perintah dari pengadilan. 12 2. Proses Eksekusi Hak Tanggungan yang Dilakukan Oleh Bank-Bank Pemerintah Adapun khusus kredit macet pada bankbank pemerintah, selama ini proses penagihannya dilakukan lewat Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang dibentuk dengan keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991. Pasal 2 dari kepres ini menentukan bahwa Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), mempunyai tugas menyelenggarakan pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), maupun yang lainnya. Panitia urusan piutang negara, bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan oleh instansi-instansi pemerintahan atau badan-badan negara. Dengan demikian bagi bank milik negara menyelesaikan kredit macetnya harus dilakukan melalui panitia urusan piutang negara, dimana dengan adanya penyerahan piutang macet kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepadanya. 13 PUPN mempunyai tugas dan wewenang : Tugas : a. Mengurus piutang negara atau utang kepada negara yaitu jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara (instansi pemerintahan) atau badan usaha negara yang modal atau kekayaannya sebagian atau seluruh milik negara baik di pusat maupun di daerah. b. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh negara atau badan-badan negara baik dipusat maupun didaerah. Wewenang : a. Mengeluarkan surat paksa yang berkepala atas nama keadilan. b. Meminta bantuan jaksa apabila terbukti ada penyalahgunaan pemakaian kredit oleh pihak penanggung hutang (debitur) untuk mendapatkan pengurusannya. 14 Tugas DJPLN : a. Menyelenggarakan pengurusan piutang negara sebagai pelaksanaan keputusan PUPN dan sebagai pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan menteri keuangan. b. Sebagai pelaksanaan lelang barang jaminan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pengurusan piutang negara. Fungsi DJPLN : a. Perumusan kebijaksanaan teknis dan pembinaan dibidang pengurusan piutang negara dan lelang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Perumusan rencana dan pelaksanaan registrasi, verifikasi, pembukuan, penetapan, penagihan, dan eksekusi terhadap pengurusan piutang negara. c. Perumusan rencana dan pelaksanaan pelelangan serta penggalian potensi lelang. d. Memberikan pertimbangan mengenai usul penghapusan piutang negara berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. e. Pengamanan teknis yuridis dan operasional atas pelaksanaan tugas DJPLN sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di tetapkan menteri keuangan dan peraturan perundanganundangan yang berlaku. 15 Untuk mendukung pelaksanaan tugas menyelenggarakan pengurusan piutang negara dan lelang, DJPLN mempunyai wewenang, yaitu : a. Memaksa penanggung hutang (Debitur) melunasi piutang negara. b. Memberikan keringanan hutang. c. Membelokir, menyita dan melelang barang jaminan atau harta kekayaan lain. d. Mencegah bepergian keluar negeri atau menyadera (Paksa Badan) penanggung hutang (Debitur). 12 Ibid, hal 66-67. 13 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Op.Cit, hal 221. 14 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op.Cit, hal 391. 15 Ibid, hal 391-392. 143

Piutang negara atau hutang kepada negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. 16 Piutang negara dapat dikelompokan dalam 2 (dua) jenis : a. Piutang negara perbankan. Piutang negara perbankan yaitu bankbank yang dimiliki pemerintah pusat contohnya BRI, BTN, BNI 46, BANK MANDIRI, dan bank-bank yang dimiliki pemerintah daerah. Bank-bank inilah yang memberikan kredit atau pinjaman (Kreditur) kepada orang atau badan (Debitur). Bank-bank dalam memberikan kredit berdasarkan perjanjian kredit, pengikatan jaminan dan dokumen dokumen perjanjian lainnya, apabila kredit yang diberikan kepada debitur mengalami kemacetan dan bank telah berusaha sendiri melakukan penagihan tetapi tidak berhasil maka bank sebagai kreditur yang memiliki piutang atau tagihan kepada debitur tersebut dikategorikan sebagai piutang negara. Sebagai piutang negara bank dalam melakukan penagihanpiutangnya dapat menyerahkan kepada DJPLN. Jika bank-bank pemerintah atau bank pembangunan daerah dalam memberikan pinjaman kredit melakukan sindikasi dengan beberapa bank swasta maka jika kredit sindikasi tersebut macet maka kredit tersebut dapat digolongkan sebagai piutang negara sehingga kreditur sindikasi dalam melakukan penagihan dapat menyerahkan pengurusannya kepada DJPLN. b. Piutang negara non perbankan. Piutang negara non perbankan berupa tagihan-tagihan dari lembaga atau instansi atau badan pemerintah pusat dan daerah selain bank seperti tagihan macet dari departemen dan lembaga non departemen atau dinas daerah dan tagihan dari BUMN non bank seperti tagihan PLN, TELKOM, pegadaian, dan lainnya sebagainya termasuk tuntutan ganti rugi. Lembaga atau instansi atau badan non bank tersebut sebagai kreditur yang memiliki piutang atau tagihan kepeda orang atau badan dan orang atau badan tersebut tidak mengembalikan pinjaman atau tidak membayar jasanya maka tagihan lembaga atau badan non bank di kategorikan sebagai piutang negara. 17 PUPN dan DJPLN tidak dapat melakukan eksekusi secara langsung objek hak tanggungan dapat dipahami karena undang-undang PUPN telah menetapkan prosedur yang berbeda dalam pengursan piutang. Lelang barang jaminan merupakan langkah terakhir jika debitur tetap tidak melunasi hutangnya, untuk dapat melakukan eksekusi barang jaminan undang-undang PUPN menciptakan dasar hukum dengan menerbitkan pernyataan bersama dan surat paksa yang diberikan kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang tetap. Jadi hak PUPN dan DJPLN melakukan lelang barang jaminan berdasarkan pada pelaksanaan pernyataan bersama dan surat paksa yang bukan melekat pada pengikat jaminan (Hak Tanggungan, Hipotik, dan Fiducia). Untuk memenuhi ketentuan pasal 6 UUHT, DJPLN telah mengeluarkan Surat Edaran nomor : SE- 23/PN/2000 tanggal 22 november 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan. Isi surat edaran pada intinya sebagai berikut: a. Pemegang hak tanggungan pertama menjuak objek hak tanggungan (jaminan) atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sesuai pasal 6 UUHT. Pelaksanaan lelang eksekusi berdasarkan pemegang hak tanggungan pertama dilaksanakan dengan memerhatikan : 1) Dalam akta pemberian hak tanggungan harus dimuat janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 jo. Pasal 11 ayat (2) huruf e. 2) Bertindak sebagai pemohon lelang adalah kreditor pemegang hak tanggungan pertama. 16 Ibid, hal 394. 17 Ibid, hal 395. 144

3) Pelaksanaan lelang melalui pejabat lelang kantor lelang negara. 4) Pengumuman lelang mengikuti tata cara pengumuman lelang eksekusi. 5) Tidak diperlukan persetujuan debitur untuk pelaksanaan lelang. 6) Nilai limit sedapat mungkin ditentukan oleh panitia. 7) Pelaksanaan lelang pasal 6 UUHT dapat melibatkan balai lelang pada jasa pra lelang. 8) Dekomen persyaratan lelang. 18 b. Pemegang hak tanggungan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan menjual melalui pelelangan umum sesuai pasal 14 ayat (2) UUHT. Apabila lelang berdasarkan pasal 6 UUHT tidak dapat dilakukan karena Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak memuat janji sebagaimana dimaksud pada pasal 6 jo. Pasal 11 ayat (2) huruf e atau karena adanya kendala gugatan dari debitur atau dari pihak ketiga maka eksekusi dilaksanakan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan hakim yang tetap. lelang berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan pada dasarnya dilakukan secara lelang dan memerlukan fiat eksekusi dari pengadilan. Pelaksanaan eksekusi ini dilakukan dengan memerhatikan : 1) Bertindak sebagai pemohon lelang adalah pengadilan negeri. 2) Pelaksanaan lelang melalui pejabat lelang kantor lelang negara. 3) Pelaksanaan lelang mengikuti tata cara pengumuman lelang eksekusi. 4) Tidak diperlukan persetujuan debitur dalam pelaksanaan lelang. 5) Nilai limit sedapat mungkin ditentukan oleh penilai. 6) Pelaksanaan lelang ini dapat melibatkan balai lelang pada jasa pra lelang. 7) Dokumen persyaratan lelang. 18 Ibid, hal 414. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan terhadap kreditur sudah sangat jelas di katakan dalam Undang- Undang Hak Tanggungan bahwa dengan adanya hak tanggungan yang dijadikan jaminan oleh pihak debitur kepada pihak kreditur menjadikan kreditur dapat melakukan eksekusi atas objek hak tanggungan apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap pihak kreditur dan kreditur yang memegang hak tanggungan diutamakan pelunasannya dari hasil penjualan objek hak tanggungan dari kreditor-kreditor lainnya. 2. Proses eksekusi hak tanggungan seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu harus melalui pelelangan umum sesuai dengan tata cara yang berlaku dan dalam proses eksekusi yang akan dilakukan kreditur, sudah tidak memerlukan lagi persetujuan dari pihak debitor. B. Saran 1. Diperlukan adanya amandemen atau perubahan, karena UUHT tersebut belum mampu untuk melindungi sepenuhnya apa yang menjadi hak-hak kreditur dikarenakan masih ada pihak-pihak debitur yang melawan ketika objek hak tanggungan akan di eksekusi oleh kreditor. 2. Diperlukan adanya tambahan ketentuan, terutama yang menegaskan bahwa lelang objek hak tanggungan parate eksekusi dilaksanakan tanpa fiat pengadilan. DAFTAR PUSTAKA Harahap M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi BidangPerdata, Jakarta, Sinar Grafika, 2017. Hasbullah Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata, Jakarta, Ind-Hill-co, 2005. Jazuli Bachtiar, Eksekusi Perkara Perdata Segi Hukum dan Penegakan Hukum, Jakarta, Akademika Pressindo, 2011. Ngadenan, Hambatan-Hambatan Dalam Eksekusi Jaminan, Tesis, 2009. Purnamasari Irma Devita, Hukum Jaminan Perbankan, Bandung, Kaifa, 2014. Rustam Riky, Hukum Jaminan, Yogyakarta, UII- Press, 2017. 145

Satrio J., Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Alumni, 1999. Sutanto Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung, 1989. Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, 2014. Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta, Sinar Grafika, 2016. Sutedi Adrian, Hukum Hak Tanggungan, Cetakan Pertama, Jakarta, Sinar Grafika, 2010. Zainul Bahri, Kamus Hukum, Bandung, Angkasa, 1995. Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, Bandung, Nuansa Aulia, 2011. Website Syafrudin99.blogspot.co.id/06-11-2017/, Makalah Perkembangan Ekonomi di Indonesia. Peraturan Perundang-Undangan KUHPerdata (Burgerlijk Weetboek). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tetang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia UrusanPiutang Negara. 146