BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip.

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB I PENDAHULUAN Manfaat Penulisan Tugas Akhir

BAB III SISTEM KELISTRIKAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA. 3.1 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mekanis berupa tenaga putar. Dari konstruksinya, motor ini terdiri dari dua bagian

ANALISIS PENGARUH JATUH TEGANGAN JALA-JALA TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR SANGKAR TUPAI

ANALISIS PENGARUH JATUH TEGANGAN TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA. Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

PERBANDINGAN PENGARUH TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG DAN SATU FASA ROTOR TERBUKA : SUATU ANALISIS TERHADAP EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya

GENERATOR SINKRON Gambar 1

MODUL 10 DASAR KONVERSI ENERGI LISTRIK. Motor induksi

BAB II GENERATOR SINKRON TIGA FASA

ANALISIS PERBANDINGAN TORSI START

DA S S AR AR T T E E ORI ORI

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi

BAB II GENERATOR SINKRON

MOTOR LISTRIK 1 & 3 FASA


BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

9/10/2015. Motor Induksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GENERATOR SINKRON. bolak-balik dengan cara mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Energi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Mesin arus searah Prinsip kerja

Mesin AC. Motor Induksi. Dian Retno Sawitri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa

BAB II GENERATOR SINKRON

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TEGANGAN INPUT TERHADAP KAPASITAS ANGKAT MOTOR HOISTING ( Aplikasi pada Workshop PT. Inalum )

MESIN LISTRIK. 2. JENIS MOTOR LISTRIK Motor berdasarkan bermacam-macam tinjauan dapat dibedakan atas beberapa jenis.

BAB III 3 METODE PENELITIAN. Peralatan yang digunakan selama penelitian sebagai berikut : 1. Generator Sinkron tiga fasa Tipe 72SA

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat

MESIN ASINKRON. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit memboroskan tenaga, sedangkan.

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI MOTOR LISTRIK INDUKSI AC 3 FASA MENGGUNAKAN DINAMOMETER TALI (ROPE BRAKE DYNAMOMETER)

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB III PENDAHULUAN 3.1. LATAR BELAKANG

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. memanfaatkan energi kinetik berupa uap guna menghasilkan energi listrik.

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating

JOB SHEET MESIN LISTRIK 2. Percobaan Medan Putar dan Arah Putaran

DAVID H. SIRAIT NIM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relevan dengan perangkat yang akan dirancang bangun yaitu trainer Variable Speed

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Motor Sinkron Tiga Fasa. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

MOTOR LISTRIK 1 FASA

MESIN SINKRON ( MESIN SEREMPAK )

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

ANALISA PENGARUH SATU FASA ROTOR TERBUKA TERHADAP TORSI AWAL, TORSI MAKSIMUM, DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan

TRANSFORMATOR. Bagian-bagian Tranformator adalah : 1. Lilitan Primer 2. Inti besi berlaminasi 3. Lilitan Sekunder

BAB II TRANSFORMATOR

I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

MAKALAH ANALISIS SISTEM KENDALI INDUSTRI Synchronous Motor Derives. Oleh PUSPITA AYU ARMI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Motor Sinkron Tiga Fasa. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.

BAB II. Motor induksi tiga fasa adalah mesin arus bolak balik (AC) yang. berfungsi mengubah atau mengkonversi sumber tenaga listrik AC menjadi tenaga

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Bahan Kuliah Mesin-mesin Listrik II

TUGAS AKHIR PENGENDALIAN TEGANGAN MOTOR INDUKSI TIGA PHASA SEBAGAI GENERATOR (MISG) PADA SETIAP PERUBAHAN BEBAN O L E H

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. putaran dari motor. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat

PENGUJIAN PERFORMANCE MOTOR LISTRIK AC 3 FASA DENGAN DAYA 3 HP MENGGUNAKAN PEMBEBANAN GENERATOR LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS PERTANYAAN SOAL

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor induksi tiga fasa rotor belitan merupakan salah satu mesin ac yang

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI. mesin listrik yang mengubah energi listrik pada arus searah (DC) menjadi energi

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1. Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Pada motor ini putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip. Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh, tidak membutuhkan perawatan yang banyak dan dapat dihubungkan langsung ke sumber daya tiga fasa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karana memiliki keuntungan, tetapi ada juga kelemahannya. Keuntungan motor induksi tiga fasa : 1. Motor induksi tiga fasa konstruksinya sangat sederhana dan kuat. 2. Mudah dioperasikan dan dapat diandalkan. 3. Motor induksi tiga fasa memiliki efisiensi yang tinggi pada kondisi kerja normal. 4. Perawatannya mudah. 5. Harganya murah.

Kerugiannya : 1. Kecepatan tidak bias bervariasi tanpa merubah efisiensi. 2. Kecepatan tergantung beban. 3. Pada torsi start memiliki kekurangan. 2.2. Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara (gap) yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Konstruksi motor induksi Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas susunan laminasi inti yang memiliki alur (slot) yang menjadi tempat dudukan kumparan yang dililitkan dan berbentuk silindris. Alur pada susunan laminasi diisolasi dengan kertas isolasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.(a). Tiap elemen laminasi ini dibentuk dari lembaran besi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.(b). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa tulang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa, belitan tersebut

terpisah listrik sebesar 120 0. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis (email). Kemudian susunan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.(c). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah diletakkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa. (a) (b) (c) Gambar 2.2 Komponen stator motor induksi tiga phasa Dimana : (a). Lempengan inti. (b). Susunan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya. (c). Susunan inti dan kumparan dalam cangkang stator.

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Phasa Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotor yaitu : 1. Motor induksi tiga phasa sangkar tupai (squirrel-cage motor) 2. Motor induksi tiga phasa rotor belitan (wound-rotor motor) Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor. 2.3.1 Motor induksi tiga phasa sangkar tupai (squirrel-cage motor) Penampang motor sangkar tupai mempunyai konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga phasa terbuat dari lapisan-lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi, berikut bagian-bagian rotor sangkar dapat dilihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Bagian-bagian rotor sangkar Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan

kuat ke cicin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu di tempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin (kipas). Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. 2.3.2 Motor induksi tiga phasa rotor belitan (wound-rotor motor) Motor rotor belitan (motor cicin slip) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terosilasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan phasa dihubungkan secara Bintang (Y) dan masing-masing phasa ujung terbuka yang dikeluarkan oleh cincin slip (slip ring) yang terpasang pada poros rotor. Secara sistematik dapat dilihat pada Gambar 2.4. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cicin slip dan sikat semata-mata merupakan penghubung tahanan kendali variable luar dalam rangkaian rotor. Gambar 2.4 Skematik Rotor Belitan Motor Induksi

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variable eksternal yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menhasilkan torsi penghasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil disbanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga phasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar di bawah ini. (a) (b) Gambar 2.5 (a). Rotor belitan dengan tiga slip ring (b). Konstruksi motor induksi tiga phasa dengan rotor belitan 2.4 Medan Putar Apabila belitan stator dihubungkan dengan catu daya tiga fasa maka akan dihasilkan medan magnet yang berputar. Medan magnet ini dibentuk oleh kutub kutubnya yang berada pada posisi yang tidak tetap pada stator tetapi berubah ubah mengelilingi stator. Adapun magnitud dari medan putar ini selalu tetap yaitu sebesar 1.5 Φm dimana Φm adalah fluks yang disebabkan suatu fasa. Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Dimana ke-tiga fasanya R,S,T disuplai dengan sumber tegangan tiga fasa, dan arus pada fasa ini ditunjukkan sebagai I R, I S, dan I T, maka fluks yang dihasilkan oleh arus arus ini adalah :

ΦR = Φm sin ωt...( 2.1a ) ΦS = Φm sin (ωt 120o )...( 2.1b ) ΦT = Φm sin (ωt 240o )...( 2.1c ) (a) (b) Gambar 2.6 : (a). Arus tiga phasa setimbang (b). Diagram Phasor Fluksi Tiga Fasa Setimbang (a) (b) (b) (d) Gambar 2.7 Medan Putar Pada Motor Induksi Tiga Fasa

a. Pada keadaan 1 ( gambar 3.2 ), ωt = 0 ; arus dalam fasa R bernilai nol sedangkan besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang sama dan arahnya berlawanan. Dalam keadaan seperti ini arus sedang mengalir ke luar dari konduktor sebelah atas dan memasuki konduktor sebelah bawah. Sementara resultan fluks yang dihasilkan memiliki besar yang konstan yaitu sebesar 1,5 Φm dan dibuktikan sebagai berikut : Φ R = 0 ; Φ S = Φm sin ( -120 O ) = 3 2 Φm ; ΦT = Φm sin ( -240 O ) = 3 2 Φm Oleh karena itu resultan fluks, Φr adalah jumlah phasor dari ΦT dan ΦS Sehinngga resultan fluks, Φr = 2 x 3 2 Φm cos 30O = 1,5 Φm b. Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada saat ini ωt = 30o, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing masing fasa : Φ R = Φm sin ( -120 o ) = 0,5 Φm Φ S = Φm sin ( -90 o ) = - Φm Φ T = Φm sin (-210 o ) = 0,5 Φm Maka jumlah phasor Φ R dan - Φ T adalah = Φ r = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm. Sehingga resultan fluks Φr = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.

Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 30o dari posisi pertama. c. Pada keadaan ini ωt = 60 o, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang sama dan arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing masing fasa : Φ R = Φm sin ( 60 o ) = 3 2 Φm Φ S = Φm sin ( -60 o ) = - 3 2 Φm Φ T = Φm sin ( -180 o ) = 0 Maka magnitud dari fluks resultan : Φr = 2 x 3 2 Φm cos 30o = 1,5 Φm Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 60 o dari posisi pertama. d. Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing masing fasa. Φ R = Φm sin ( 90 o ) = Φm Φ S = Φm sin ( -30 o ) = - 0,5 Φm Φ T = Φm sin (-150 o ) = - 0,5 Φm Maka jumlah phasor - Φ T dan Φ S adalah = Φr = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm. Sehingga resultan fluks Φr = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm. Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 90 o dari posisi pertama.

2.5 Slip Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron. Slip (s) = nn ss nn rr nn ss x 100 %...(2.1) Dimana : n r = kecepatan rotor Persamaan (2.2) diatas memberikan informasi sebagai berikut : 1. Saat s = 1 dimana n r = 0, ini berarti masih dalam keadaan diam atau akan berputar. 2. s = 0 menyatakan bahwa n s = n r, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika harus ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor atau rotor digerakkan secara mekanik. 3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan tidak sinkron. 2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa Prinsip kerja motor induksi yaitu ; 1. Apabila sumber tegangan fasa dipasang pada kumparan stator, timbullah medan putar dengan kecepatan 120 ff n s = pp 2. Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. 3. Akibatnya pada kumparan timbul tegangan yang diinduksikan (ggl) sebesar E 2s = 4,44sfN 2 Φm

4. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, ggl akan menghasilkan arus (I). 5. Adanya arus di dalam medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor. 6. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya pada rotor cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. 7. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. 8. Perbedaan kecepatan antara n r dan n s disebut slip (s) dinyatakan dengan Slip (s) = nn ss nn rr nn ss x 100 % Bila n r = n s tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak mengalir pada kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan kopel motor, kopel motor akan dihasilkan apabila n r lebih kecildari n s. 2.6.1 Frekwensi Rotor Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f yaitu, n s - n r = 120ff PP 120 ff diketahui bahwa n s = pp dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan ff ff = n s n r nn ss = ss

Maka f = sf (Hz)...(2.2) Arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing-masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap puataran rotor sebesar sn s. Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator mengahsilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar n s yang konstan. 2.6.2 Rangkaian Ekivalen Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga phasa, pertamatama perhatikan keadaan stator. Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dinyatakan dengan persamaan VV 1 = EE 1 + II 1 ( RR 1 + jxx 1 ) Volt.. (2.3) Dimana : = VV 1 Tegangan terminal stator (Volt) EE = 1 ggl lawan yang dihasilkan oleh fluksi celah udara resultan (Volt) IIII = arus stator (Ampere)

R 1 = resistansi efektif stator (Ohm) X 1 = reaktansi bocor stator (Ohm) Kedua perhatikan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut : RR 2 ss = RR 2 ss + R 2 R 2 Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen rotor RR 2 ss = R 2 + R 2 ( 1 ss 1 )...(2.4) Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing-masing phasanya,dapat dilihat pada gambar 2.10 Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi dari sisi stator

Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.10 diatas dapat dilihat dari sisi stator,rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa akan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen pendekatan motor induksi Atau seperti gambar berikut : Dimana : Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa X 2 = aa 2 X 2 R 2 = aa 2 R 2 2.7 Torsi Motor Induksi Tiga Phasa

Suatu persamaan torsi pada motor induksi dapat dihasilkan dengan bantuan teori rangkaian thevenin. Dalam bentuk umumnya, teorema thevenin mengijinkan penggantian sembarang jaringan yang terdiri atas undur-unsur rangkaian linier dan sumber tegangan fasor tetap. Rangkaian rotor direferensikan terhadap stator. Misalkan VV 1 tegangan input motor, dengan melihat dari sisi terminal a-b,dapat dicari tegangan theveninnya.perhatikan gambar berikut ini : R 1 X1 I 2 a I 0 X 2 V 1 X m R 2 /s b Gambar 2.13 Rangkaian thevenin motor induksi tiga phasa Untuk mempermudah perhitungan maka pada gambar 2.13 terminal a-b dibuka. Perhatikan gambar berikut : R 1 X 1 V 1 X m Gamabar 2.14 Rangkaian thevenin setelah terminal a-b dibuka

Dari Gambar 2.14 dapat dihitung tegangan thevenin (V Th ) VV TTh = VV 1 jj XX mm RR 1 +jj (XX 1 + XX mm ) (Volt)...(2.5) ZZ TTh = RR ee + jjjj ee = jjjj mm (RR 1 + jjjj 1 ) RR 1 + jj (XX 1 +XX mm ) (Ohm).. (2.6) Rangkaian ekivalen pada Gambar 2.14 berubah menjadi seperti Gambar 2.15 berikut Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa Dengan demikian II 2 dapat dihitung dengan persamaan : II 2 = VV TTh RR ee + RR 2 ss + jj (XX ee+ XX 2) (Ampere).....(2.7) Torsi (ττ dd ) dapat juga dihitung dengan persamaan : ττ dd = PP gg ωω ss = 1 ωω ss xx 3II 2 2 RR 2 ss (Nm)....(2.8) Subsitusikan persamaan (2.7) diatas ke persamaan (2.8), maka didapat : ττ dd = 3 VV 2 TTh ( RR 2 ss ωω ss [(RR ee + RR 2 ss )2 + (XX ee + XX 2 ) 2 ] ) (Nm)....(2.9)

Pada keadaan motor bekerja normal, rotor berputar pada arah putaran medan magnetic yang dihasilkan oleh arus stator, kecepatannya diantara nol sampai kecepatan serempak, dan slipnya diantara nol dengan satu. 2.7.1 Torsi Awal (Torsi start) Pada saat pengasutan, ketika motor dalam keadaan diam, besar slipnta adalah satu, dan daya mekanis bernilai nol, torsi pengasutan didapat dengan mensubsitusikan besar s = 1 kepersamaan (2.9), maka didapat, ττ ssssssssss = 3 ωω ss VV TTh 2RR 2 [(RR ee + RR 2 ) 2 (XX ee + XX 2 ) 2 ] (Nm)... (2.10) Torsi awal (torsi start) ττ ssssssssss besarnya dapat diatur (diubah) besarnya dengan menggunakan tahanan variable dari luar yang dihubungkan secara seri ke kumparan rotor melalui sikat ( pada motor induksi tiga fasa rotor belitan). Untuk mendapatkan torsi awal yang maksimum, maka tahanan rotor harus dinaikkan sampai RR ee 2 + (XX ee + XX 2 ), sehubungan dengan persamaan (2.9) yaitu SS ττ mmmmmm = RR 2 (RR 2 ee + (XX ee + XX 2 ) 2 dimana ss ττ mmmmmm = 1,0, nilai tahanan rotor yang diperlukan akan didapat dengan menambahkan tahanan luar kekumparan rotor sebesar RR 2 ee + (XX ee + XX 2 ) 2 - RR 2, sehingga didapatkan torsi yang maksimum. 2.7.2 Torsi Maksimum Dari persamaan (2.4),torsi maksimum terjadi ketika daya celah udara bernilai maksimum. Karna daya celah udara sebanding dengan daya yang terpakai pada tahanan RR 2 /ss maka torsi induksi maksimum terjadi ketika daya yang dikonsumsi tahanan tersebut maksimum. Dengan berprinsip pada penyesuaian impedansi dalam teori rangkaian, daya

tersebut akan merupakan yang terbesar bila impedansi RR 2 sama dengan besar impedansi ss diantaranya dan tegangan VV TTh, atau pada harga ss ττ mmmmmm slip yang mempunyai hubungan. RR 2 2 = (RR ss ee + (XX ee + XX 2 ) 2 )....(2.11) ττ mmmmmm Dari sini didapat besar slip pada saat torsi maksimum ss ττττττττ adalah : ss ττττττττ = RR 2 RR2 ee +(XX ee + XX 2 ) 2 ).....(2.12) Besar torsi maksimum didapat dengan mensubsitusikan slip pada torsi maksimum pada persamaan (2.12), persamaan besar torsi maksimumnya didapat : ττ mmmmmm = 2 3VV TTh 2ωω ss [RR ee + RR ee 2 + (XX ee + XX 2 ) 2 ] (Nm) (2.13) Persamaan (2.12) menunjukkan bahwa slip yang terjadi saat torsi maksimum sangat bergantung pada besarnya harga RR 2, tetapi pada persamaan (2.13) yang mana persamaan ini mengindikasikan bahwa torsi maksimum ττ mmmmmm tidak ada hubungan dengan RR 2. Maksudn dari hal ini bahwa jika RR 2 ditambah besarnya dengan menggunakan tahanan luar yang terhubung seri dengan kumparan rotor pada motor induksi jenis rotor belitan, besar torsi maksimum yang dihasilkan tidak berpengaruh. Sekarang yang berpengaruh terhadap torsi maksimum adalah tegangan masukan pada kumparan stator VV 1, RR ee yang sebanding denan tahanan kepada kumparan stator (RR 1 ), induktansi pada kumparan rotor (XX 2 ) dan XX ee yang sama sebanding dengan induktansi kumparan stator (XX 1 ). Dalam tinjauan yang sebenarnya, persamaan (2.13) menunjukkan bahwa : 1. ττ mmmmmm sebanding dengan besarnya tegangan masuk (input) pada stator. 2. ττ mmmmmm dipengaruhi oleh besarnya tahanan stator (RR 1 ).

3. ττ mmmmmm dipengaruhi oleh dua induktansi,yaitu induktansi pada kumparan stator (XX 1 ) dan induktansi pada kumparan rotor (XX 2 ). 2.7.3 Torsi beban Penuh Telah diketahui bahwa persamaan untuk mendapat nilai torsi yaitu: ττ dd = 3 ωω ss VV TTh 2 ( RR 2 ss ) [(RR ee + RR 2 ss )2 +(XX ee + XX 2 ) 2 ] (Nm)... (2.14) Pada saat motor berbeban penuh (full-load), motor berputar dengan kecepatan nn ffff (kecepatan dengan beban penuh). Maka akan dihasilkan slip pada beban penuh (ss ffff ) sebesar ; ss ffff = nn ss nn rrrrrr nn ss Dengan menggunakan persamaan (2.14) dimana s digantikan dengan ss ffff, maka didapat torsi pada saat beban penuh ττ ffff sebesar : ττ ffff = 3 ωω ss VV 2 TTh ( RR 2 ssffff ) [(RR ee + RR 2 ssffff )2 + (XX ee + XX 2 ) 2 ] (Nm)..(2.15)

300 Torsi Maksimum Torsi (% Torsi beban penuh) 200 100 Torsi Start Torsi Beban Penuh Torsi Beban Nol Kecepatan Beban Penuh Kecepatan Sinkron 0 20 40 60 80 100 Kecepatan (% Kecepatan Sinkron) Gambar 2.16 Kurva torsi beban penuh terhadap kecepatan sinkron motor induksi Kurva torsi kecepatan tipikal motor induksi ditujukkan pada Gambar 2.16 karakteristik penting yang terdapat dalam kurva tersebut adalah kurva torsi kecepatan. Dari gambar tersebut dapat dijabarkan : Jangkauan motor meliputi slip yang berada di 0<s<1. Kecepatan putaran antara diam daya mekanis keluaran (s=1) sampai kecepatan sinkron (s=0), dan putaran memiliki arah yang sama dengan putaran medan magnetic. Mesin menjadi motor ditandai dengan daya mekanis keluaran yang bernilai positif. Kurva torsi-kecepatan hampir mendekati linier antara keadaan beban nol dengan keadaan beban penuh. Pada daerah ini tahanana rotor jauh lebih besardibanding reaksi rotor, sehingga arus rotor, medan magnetik rotor dan torsi meningkat linier seiring dengan naiknya slip. Ada titik maksimum torsi yang terjadi ketika kenaikan putaran tidak lagi menaikkan besar torsi. Titik ini disebut sabagai titik torsi maksimum yang mampu dihasilkan motor.

Torsi pengasutan motor lebih besar disbanding torsi beban penuh motor. 2.7.4 Torsi pada motor induksi motor belitan Pada motor ini, terdiri atas belitan fasa bnyak, belitan ini dimasukkan ke dalam alur-alur inti besi rotor. Belitan ini sama seperti belitan stator biasanya/selalu merupakan belitan tiga fasa yang dihubungkan secara hubungan bintang (Y) dan masing-masing phasa ujung terbuka dikeluarkan oleh cicin slip (slip ring) yang terpasang pada rotor. Pada motor ini,cincin slip yang terhubung ketahanan variable eksternal yang berfungsi membatasi arus penghasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama penghasutan,penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi penghasutan yang lebih besar dengan arus penghasutan yang lebih kecil dibandingkan dengan rotor sangkar. Hubungan antara torsi dan slip untuk motor induksi dengan adanya penambahan tahanan luar pada belitan rotor ditunjukkan oleh gambar berikut. Untuk kurva torsi beban seperti yang ada pada gambar,dengan kecepatan nn 1 pada tahanan rotor sebesar rr 2, kecepatan yang dihasilkan nn 2 pada tahanan rotor rr 2. dimana rr 2 >rr 2 dan seterusnya. Torsi awal (torsi start) besarnya dapat diatur (diubah) besarnya dengan menggunakan varibel dari luar ( R luar ) yang dihubungkan seri ke kumparan rotor melalui sikat ( pada motor induksi tiga fasa rotor belitan ). ττ ssssssssss = 3 ωω ss VV TTh 2 (RR2 +RRllllllll ) [(RR ee + RR 2 ) 2 (XX ee + XX 2 ) 2 ] (Nm)..(2.16)

Torsi (Nm) Torsi maksimun r 2' r 2' r 2' r 2 n s Kurva Torsi beban n4 n3 n2 n1 T beban Dari gambar diatas, kita dapat menyimpulkan untuk motor induksi rotor belitan bahwa: 1. Kecepatan motor dapat diatur dengan variasi tahanan rotor tetapi torsi maksimum tidak dapat dipengaruhi. 2. Torsi awal motor induksi dapat dipengaruhi dengan merubah-ubah besar tahanan rotor. 3. Arus awal dapat diperkecil dengan mengubah-ubah tahan rotor. 4. Factor daya motor pada saat start dapat diperbaiki dengan tahanan rotor. 2.8 Aliran Daya Pada Motor Induksi Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang dimasukkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (P in ) dirumuskan dengan P in = 3V 1 I 1 cos θθ Dimana : V 1 I 1 = Tegangan sumber (Volt) = Arus masukan (Ampere)

θθ = Perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber Sebelum daya ditransfer melalui celah udara, motor induksi mengalami rugirugi berupa rugi-rugi tembaga stator (P SCL ) dan rugi-rugi inti stator (P C ). Daya yang di transfer melalui celah udara (P AG ) sama dengan penjumlahan rugi-rugi tembaga rotor (P RCL ) dan daya yang dikonversi (P conv ). Daya yang melalui celah udara ini sering juga disebut sebagai daya input rotor. P AG = P RCL + P conv (Watt)...(2.17) = 3(I 2 ) 2 RR 2 ss = 3(I 2) 2 R 2 + 3(I 2 ) 2 R 2 (1 ss) ss...(2.18) Diagram aliran daya motor induksi dapat dilihat pada Gambar 8.1 dibawah ini. Gambar 2.17 Aliran daya motor induksi Dimana : - P SCL = rugi - rugi tembaga pada belitan stator (Watt) - P c = rugi - rugi inti pada stator (Watt) - P AG = daya yang ditransfer melalui celah udara (Watt)

- P RCL = rugi rugi tembaga pada belitan rotor (Watt) - P G+A = rugi - rugi gesek + angin (Watt) - P SLL = stray losses (Watt) - P CONV = daya mekanis keluaran (output) (Watt) Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanis dengan daya masukan rotor dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : P RCL = 3 (I 2 ) 2 R 2 = sp AG (watt)...(2.19) P conv = 3 (I 2 ) 2 (1 ss) ss R 2 = (1 s) sp AG (watt)...(2.20) Dari gambar 8.1 dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami rugi-rugi gesek + angin (P G+A ), sehingga daya mekanis keluaran sama dengan daya yang dikonversi (P CONV ) dikurangi rugi-rugi gesek + angin. P out = P conv P G+A Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu P AG : P RCL : P conv = 1 : s : 1 s 2.9 Efisiensi Efisiensi motor induksi adalah perbandingan antara daya masukan dan daya keluaran. Sering dinyatakan dengan perbandingan antara masukan dengan keluaran ditambah rugi-rugi, yang dirumuskan dalam persamaan (2.21) Ƞ = PP oooooo PP iiii = PP oooooo PP iiii PPPPPP = PP oooooo PP oooooo +PP LLLLLLLL x 100 %...(2.21) Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugi-ruginya.

Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti : Mengukur langsung daya elektris masukan dan daya mekanis keluaran Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan 2.10 Desain Motor Induksi Tiga Phasa Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah : kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efesiansinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 20% motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp. 2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah Torsi start kelas ini hamper sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%II ffff. Slip dan efesiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainya. 3. Kelas C : Torsi Start tinggi dan arus Start kecil Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisiensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B.

4. Kelas D : torsi start tinggi,slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah Sebagai bahan tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga memperkenalkan desain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi soft-start, namun disain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan. 2.11 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (blockrotor). Dengan penelitian pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol dapat dibuat dengan memaksimalkan tahanan rotor RR 2. Hal ini bisa terjadi dalam keadaan ss normal jika slip dalam nilai yang minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan. Pengukuran rotor blok dilakukan dengan menahan rotor tetap dalam keadaan diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi, jadi nilai RR 2 ss bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama dan kejenuhan diabaikan.

2.11.1 Parameter percobaan DC Untuk memperoleh harga R 1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan dc (V dc ) pada dua terminal input dan arus DC nya (I dc ) lalu diukur. Disini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi. 2.11.1.1 Kumparan hubungan bintang (Y) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga fasa terhubung bintang dan diberi suplai dc dapat dilihat pada Gambar 2.18 dibawah ini. Gambar 3.1 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC Harga R1dc dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut : R1dc = 1 2 VVVVVV (Ohm)...(2.22) IIIIII 2.11.1.2 Kumparan Hubungan Delta ( ) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga pasa terhubung delta dan diberi suplai dc, dapat dilihat pada gambar 2.19 dibawah ini :

Gambar 2.19.a Rangkaian kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing-masing Phasa adalah sama maka RR AA = RR BB = RR cc = R. jadi gambar diatas dapat disderhanakan menjadi gambar berikut : I DC R P R A I A Gambar 2.19.b Rangkaian kumparan motor induksi yang di sederhanakan Dimana R P = R B + R C Jadi R A = VV dddd II AA RR PP Dimana I A = I dc x RR AA +RR PP

I A = 2 3 I dc Maka R Adc = VV DDDD 2 3 II = 3 VV DDDD DDDD 2 II DDDD Harga RR 1 ini dinaikkan dengan factor pengali 1,1 1,5 untuk operasi harus bolak-balik,karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata dan medan magnet yang melintasi alur. RR 1aaaa = k x RR 1DDDD (Ohm)... (2.23) Dimana k = factor pengali, besarnya 1,1 1,5 Karna besaran tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugi-rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan. 2.11.2 Parameter Percobaan beban Nol Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada ranting tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perphasanya adalah VV 1 (tegangan Nominal), arus masukan sebesar II 0 dan dayanya PP 0. Nilai inoi semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol. Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sikronya. Dimana besar s 0, sehingga RR 2 ss ~ sehingga besar impendasi total bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus II 2 bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada gambar 3.3. namun karna pada umumnya nilai

kecepatan motor pada pengukuran ini nn rr0 yang diperoleh tidak sama dengan nn ss maka slip tidak sama dengan nol sehingga ada arus II 2 yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus II 2 tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi-rugi gesek + angin dan rugirugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat rata-rata antara lainarus input (II 1 = II 0 ), tegangan input (VV 1 = VV 0 ), daya input perphasa (PP 0 ) dan kecepatan poros motor (nn rr0 ). Frekuensi yang digunakan untuk eksitansi adalah frekuensi sumber f. Gambar 2.20 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari gambar 2.20 didapat besar sudut phasa antara arus antara II 0 dan VV 0 adalah : ϴ o = Cos -1 PP 0 VV 0 II 0... (2.24) Dimana : P 0 = P nl = Daya saat beban nol perphasa V 0 = V 1 = Tegangan masukan saat beban nol I 0 = I nl = Arus beban nol Dengan P 0 daya input perphasa. Sehingga beasr E 1 dapat dinyatakan dengan E 1 = V 1 <0 0 (Iφ<0 0 ) (R 1 +jx 1 ) (Volt)....(2.25)

nn rrrr Adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang disisipkan oleh RR CC dinyatakan dengan : P c = P 0 I 2 0R 1 (Watt) (2.26) RR 1 Didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga RR cc dapat ditentukan dengan : R 1 = EE 1 2 PP 0 (Ohm)... (2.27) Dalam keadaan yang sebenarnya RR 1 lebih kecil jika dibandingkan dengan XX mm dan juga RR cc jauh lebih besar dari XX mm, sehingga impedansi yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jjjj 1 dan jjjj mm yang diserikan. Z nl = VV 1 II nnnn 3 j(x 1 + X m ) (Ohm)..... (2.28) Sehingga didapat X m = VV 1 II nnnn 3 XX 1 (Ohm).....(2.29) 2.11.3 Parameter percobaan blok rotor Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar (nn rr = 0, sehingga s = 1) dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang. Karna slip s = 1, maka pada gambar 2.20 harga RR 2 ss = RR 2, karena RR 2 + jjjj 2 << RR cc jjjj mm maka arus yang melewati RR cc jjjj mm dapat diabaikan. Sehingga rangkaian ekivalen

motor induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditujukan pada gambar 2.21. Gamabar 2.21 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan (s = 1) Impedansi perphasa pada saat rotor tertahan (ZZ BBBB ) dapat dirumuskan sebagai berikut : ZZ BBBB = RR 1 + RR 2 + j(xx 1 + XX 2 ) = RR BBBB + jxx BBBB (Ohm)... (2.30) Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi : arus input (II 1 = II BBBB ), tegangan input (VV 1 = VV BBBB ) dan aya input perphasa (PP BBBB = PP iiii ), karena adanya distribusi arus yang tidak merata pada batang rotor akibat efek kulit, harga RR 2 menjadi tergantung frekuensi, maka umumnya dalam praktek, pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi ff BBBB untuk mendapatkan harga RR 2 yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip rating. Dari data-data tersebut, harga RR BBBB dan XX BBBB dapat dihitung : RR BBBB = PP BBBB II 1 2 (Ohm)... (2.31) RR BBBB = RR 1 + RR 2 (Ohm)...(2.32) RR BBBB = VV BBBB II BBBB (Ohm)...(2.33) 2 2 XX BBBB = ZZ BBBB RR BBBB (Ohm)... (2.34)

Untuk menentukan harga XX 1 dan XX 2 digunakan metode empiris berdasarkan IEEE standar 112. Hubungan XX 1 terhadap Xbr dapat dilihat pada table berikut : Tabel 2.1 Distribusi Empiris dari Xbr Desain Kelas motor XX 1 XX 2 A 0,5 Xbr 0,5 Xbr B 0,4 Xbr 0,6 Xbr C 0,3 Xbr 0,7 Xbr D 0,5 Xbr 0,5 Xbr Rotor belitan 0,5 Xbr 0,5 Xbr Di sini besar XX BBBB harus disesuikan dahulu dengan frekuensi rating f. XX BBBB = ff ff BBBB XX BBBB (Ohm)...(2.35) XX BBBB = XX 1 - XX 2 (Ohm)...(2.36)