BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki babak baru pengelolaan negara, pemerintah mulai

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan hak publik. Mardiasmo, (2002).

BAB.I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. principal. (Donaldson dan Davis, 1991). Teori stewardship berasumsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sebagai salah satu pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan, upaya untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan kepada publik yaitu dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan tata kelola keuangan yang baik dan akuntabilitas publik terhadap lembaga-lembaga yang berada di pusat maupun daerah. Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik. (Mardiasmo, 2002) Dalam Islam Allah SWT telah menjelaskan dalam Surah Al-Baqarah Ayat 282 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya 1

2 Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam setiap transaksi harus terdapat bukti dan data yang harus dicatat sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan waktu yang telah ditentukan Salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan keuangan pemerintah kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam statement nomor 34 Governmental Accounting Standard Board (1999) dalam Concepts Statement No.1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar dalam pelaporan keuangan di Indonesia. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui dan menerima informasi atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan

3 dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Informasi laporan keuangan harus dapat bermanfaat bagi para pemakai. Informasi bermanfaat apabila informasi tersebut memiliki beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan, sebagaimana disebutkan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP bagian Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah menjelaskan bahwa agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dapat memenuhi tujuannya diperlukan karakteristik kualitas laporan keuangan, yaitu: (1) relevan, dikatakan relevan jika informasi yang termuat dapat digunakan untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu dan masa kini, juga dapat digunakan untuk memprediksi masa depan yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan; (2) andal, laporan keuangan dikatakan andal jika informasi yang termuat terbebas dari pengertian menyesatkan dan kesalahan material, disajikan secara jujur dan dapat diverifikasi; (3) dapat dibandingkan, artinya informasi yang termuat dalam laporan keuangan tersebut dapat dibandingan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dan pada tempat lain pada umumnya; (4) dapat dipahami, artinya laporan keuangan mempunyai informasi yang dapat dipahami dan dapat dimengerti oleh pengguna dan dinyatakan dalam istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 jika informasi laporan keuangan yang dihasilkan sudah memenuhi kriteria

4 karakteristik sesuai dengan yang disyaratkan, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi laporan keuangan yang dihasilkan jika tidak memenuhi karakteristik tersebut, maka dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa opini dari BPK. Ketika BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD, artinnya dapat dikatakan bahwa informasi akuntansi keuangan suatu entitas pemerintah daerah tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, terdapat empat opini yang diberikan pemeriksa yaitu Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Opini Tidak Wajar (TP), dan Pernyataan Menolak Memberi Opini atau Tidak Memberi Pendapat (TMP). Pada kondisi sekarang, banyak permasalahan yang terjadi berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Masih banyak data-data laporan keuangan yang disajikan jauh dari kenyataan. Terdapat penyimpangan -penyimpangan yang ditemukan oleh BPK dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah. BPK telah menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan semester I tahun 2015. Berikut tabel-tabel hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK:

5 Tabel 1.1 Jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan dan Temuan Pemeriksaan BPK Semester 1 tahun 2015 Pemerintahan/Jenis Jumlah LHP Jumlah Temuan Pemeriksaan Pemerintah Pusat 117 1.637 Pemeriksaan Keuangan 97 1519 PDTT 20 118 Pemerintah daerah 518 8.019 Pemeriksa Keuangan 504 7.888 Pemeriksa Kinerja 3 17 PDTT 11 14 Sumber : BPK RI 2015 Pada tabel 1.1 terdapat 8.019 temuan dari 518 laporan hasil pemeriksaan pemerintah daerah yang telah dilakukan oleh BPK. Total pada semester 1 tahun 2015, BPK mengeluarkan 666 laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan 10.154 temuan. (BPK, 2015) menyatakan bahwa 10.154 temuan memuat 15.434 permasalahan pada semester 1 tahun 2015. Permasalahan meliputi 7.544 (48,88%) permasalahan yang terjadi karena kelemaham sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintahan dan 7.890 (51,12%) permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan senilai 33,46 triliun. Hasil pemeriksaan BPK atas 504 LKPD Tahun 2014 mengungkapkan 5.978 permasalahan sistem pengendalian intern (SPI). Permasalahan SPI tersebut meliputi 2.222 (37,17%) kelemahan sistem pengendalian intern dan pelaporan, 2.598 (43,46%) kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan 1.158 (19,37) kelemahan struktur pengendalian intern.

6 Tabel 1.2 Hasil Rekapitulasi Pemeriksaan BPK Semester 1 Tahun 2015 Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah & BUMD Keterangan Permasalahan Nilai (Rp Juta) Permasalahan Nilai (Rp Juta) Kelemahan SPI SPI 1.180-6.034 - Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Kerugian 522 544.110,32 2.462 1.554.721,52 Potensi Kerugian 83 1.335.777,21 343 9.952.772,88 Kekurangan 187 6.765.236,33 911 396.765,31 Penerimaan Sub Total 792 8.645.123,68 3.716 11.904.259,71 Penyimpangan 548-2.387 - Administrasi Ketidakhematan 3 14.249,16 5 2.492.534,03 Ketidakefisienan 1 - - - Ketidakefektifan 11 139.383,37 28 167,01 Sub Total 563 153.632,53 2.420 2.492.701,04 Total 1.355 8.798.756,39 6.136 14.396.960,75 Ketidakpatuhan Total 2.535 8.798.756,39 12.170 14.396.960,75 Sumber : www.bpk.go.id IHPS 1 Tahun 2015 Pada tabel 1.2 terdapat penjelasan bahwa masalah ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berdampak financial terjadi pada pemerintah pusat sebanyak 792 (17,18%) dengan permasalahan senilai 8,65 triliun rupiah. Permasalahan paling banyak berada pada pemerintah daerah yang mencapai 3.716 (80,61%) dengan permasalahan senilai 11,9 triliun rupiah.

7 Tabel 1.3 Pernyataan Opini LKPD Hasil Pemeriksaaan BPK Pemerintah Daerah (dalam presentase) Keterangan Opini 2013 2014 Wajar Tanpa Pengecualian 29,77% 49,8% Wajar Dengan Pengecualian 59,35% 45,64% Tidak Memberikan Pendapat 8,78% 3,77% Tidak Wajar 2,10% 0,79% Sumber : www.bpk.go.id IHPS 1 Tahun 2014-2015 Pada tabel 1.3 terdapat penjelasan IHPS 1 Tahun 2015 mengungkapkan hasil pemeriksaan atas 504 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2014 dari 539 pemerintah daerah yang wajib menyerahkan LKPD Tahun 2014. Dari sisi ketepatan waktu, penyerahan LKPD 2014 naik sebesar 93,51% dibandingkan penyerahan LKPD 2013 pada periode yang sama sebesar 87,02% (IHPS 1 2014). Hasil pemeriksaan mengungkapkan 251 opini WTP (49,80%), 230 opini WDP (45,64%), 4 opini TW (0,79%), dan 19 opini TMP (3,77%). Masih terdapat 35 pemerintah daerah (6,49%) yang terlambat dalam menyampaikan LKPD. Dari 539 pemerintah daerah hanya 504 yang dapat menyampaikan LKPD secara tepat waktu. Terlambatnya LKPD yang disampaikan oleh pemerintah daerah mengakibatkan BPK mengalami kesulitan dalam mengaudit pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar. Penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pertanggungjawaban keuangan yang baik. Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tahjo Kumolo mengatakan bahwa hanya ada 33% pemerintah daerah yang tertib dalam melaporkan

8 pertanggungjawaban keuangan daerahnya. Data tersebut diperoleh setelah mendapatkan keluhan langsung dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan (BPK). Masih banyak laporan pertanggungjawaban keuangan daerah ke kemendagri bermasalah. (Sindonews, 2014) Kabupaten Bantul menjadi objek penelitian karena pada tahun 2009-2012 BPK menyatakan bahwa Kabupaten Bantul mendapat predikat WDP dan pada tahun 2013-2015 mendapat predikat WTP. Untuk mempertahankan opini WTP setiap pemerintah daerah dihimbau untuk menyusun LKPD berdasarkan kesesuaian SAP, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundangundangan serta memperhatikan tertib admnistrasi dan pengelolaan mulai dari tingkat desa, serta adanya transparansi terhadap informasi keuangan. Pemerintah Kabupaten Bantul sendiri sudah memperoleh WTP dari BPK akan tetapi WTP ini tidak menjamin bahwa laporan keuangan bebas dari kecurangan karena menurut Sunarto Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi DIY, menjelaskan bahwa opini WTP bukan tujuan akhir dari pengelolaan keuangan dan pertanggungjawaban bebas dari kecurangan, Opini WTP tidak menyimpulkan bahwa SPI telah berjalan secara efisien dan ekonomis. Tercapainya WTP ini tidak menjamin bahwa tahun-tahun yang akan datang BPK juga memberikan opini WTP atas LKPD. Diharapkan Pemerintah Kota/Kabupaten se-provinsi DIY segera menindak lanjuti rekonmendasi BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima. Dan hasil pemeriksaan BPK dapat dijadikan dorongan dan motivasi untuk memperbaiki

9 pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (BPKRI, 2013) Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah masih jauh dari kriteria karakteristik laporan keuangan yang disyaratkan, diantaranya keterandalan dan ketepatwaktuan. Mengingat bahwa keterandalan dan ketepatwaktuan merupakan unsur penting dalam laporan keuangan SKPD sebagai dasar pengambilan keputusan. Keterandalan merupakan kemampuan informasi untuk memberikan keyakinan bahwa informasi tersebut benar dan valid. Ketepatwaktuan merupakan tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat dibutuhkan sebelum informasi itu kehilangan kekuatan untuk memengaruhi keputusan (Nurillah, 2014). Demi terselenggarakannya keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan yang baik, maka harus ada sumber daya manusia yang berkompeten, teknologi informasi yang memadai, pengendalian internal akuntansi, dan pengawasan keuangan daerah. Maka penelti tertarik untuk meneliti lebih dalam hal-hal yang dapat memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. Hal pertama yang mungkin memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah kapasitas sumber daya manusia. Dibutuhkan dukungan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan professional dalam pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan termasuk laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah karena ditemukan banyaknya ketidakpatuhan terhadap perundang-

10 undangan. Penelitian sumber daya manusia telah dilakukan oleh Zetra (2009) ditemukan bahwa masih sulit bagi aparatur didaerah untuk menyampaikan laporan keuangan pemerintah daerah secara transparan dan akuntabel, tepat waktu, dan disusun mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan. Sumber daya manusia masih belum memenuhi kriteria dikarenakan kurangnya pegawai yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi, padahal pendidikan akuntansi dijadikan dasar pengetahuan dalam pengelolaan keuangan. Hal ini disebabkan karena belum ada kebijakan rekrutmen pegawai berlatar belakang pendidikan akuntansi dan walaupun sumber daya manusia tersebut bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi, akan tetapi mereka dianggap mampu menjalankan/melaksanakan tugas dengan modal diklat dan bimbingan. Hal kedua yang mungkin memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan adalah pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi merupakan faktor pendukung bagi pegawai untuk mempermudah dalam pekerjaannya agar dapat terwujud laporan pertanggungjawaban keuangan yang memiliki ketepatwaktuan dalam penyajian laporan keuangan serta dapat diandalkan. Menurut Indriasari (2008) menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk memanfaatkan dan kemajuan teknologi informsi akan dapat memingkatkan nilai informasi pada laporan keuangan daerah sehingga penyampaian dapat tepat waktu dan dapat diandalkan.

11 Hal ketiga yang mungkin memengaruhi keterandalan pelaporan keuangan dapat dipengaruhi adanya pengendalian intern akuntansi. Terkait dengan pelaporan keuangan yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang berlaku. SAP merupakan suatu yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai atas keandalan laporan keuangan yang sesuai dengan SAP. Setelah sesuai dengan SAP, selanjutnya laporan keuangan harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa apakah laporan keuangan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan dan apakah laporan keuangan sudah memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan perundangundangan. (Martanti, 2011). Selain itu juga hal terakhir yang mungkin memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan adalah pengawasan daerah. Menurut Yosa (2010) pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat berjalan secara efisien, efektif, dan ekonomis. Untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk mengetahui apakah terdapat suatu penyimpangan, serta dapat digunakan untuk tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa sumber data telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai suatu tujuan. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Anggraeni (2014) menunjukkan hasil bahwa kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Sedangkan pemanfaatan teknologi informasi dan pengendalian intern tidak berpengaruh signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2010)

12 menunjukkan hasil kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap keterandalan, namun pengendalian intern berpengaruh terhadap keterandalan pelaporan keuangan. Penelitian Trisaputra (2013) menunjukkan hasil bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan pengawasan keuangan daerah berpengaruh signifikan positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Sedangkan pada penelitian Pimayana (2014) menunjukkan hasil kapasitas sumber daya manusia, pengendalian intern, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Perbedaan hasil ini yang membuat peneliti tertrik untuk menguji kembali dan menganalisis faktor apa saja yang dapat memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan Satuan Kerje Perangkat Daerah (SKPD). Penelitian ini mereplikasi penelitian dari Ariesta (2013). Penelitian tersebut menggunakan tiga variabel yang berpengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah yaitu kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengendalian intern akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variabel berpengaruh signifikan terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Perbedaan hasil ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan Satuan Kerja Perangkat Darerah (SKPD).

13 Pada penelitian ini peneliti menambah satu variabel yang dimungkinkan dapat memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD yaitu pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2010, pengawasan keuangan daerah digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang handal kepada para pemakai agar dapat berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Di Bantul, penelitian mengenai keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah belum banyak ditemui. Hal ini dibuktikan dengan terbatasnya jurnal ataupun hasil penelitian yang menguji keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah pada SKPD yang ada di Kabupaten Bantul sehingga penelitian ini diberi judul: Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keterandalan dan Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan SKPD.

14 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD? 2. Apakah pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD? 3. Apakah pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD? 4. Apakah pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD? 5. Apakah kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap ketepatwaktan pelaporan keuangan SKPD? 6. Apakah pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatwaktan pelaporan keuangan SKPD? Apakah pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap ketepatwaktan pelaporan keuangan SKPD? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD.

15 2. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD. 3. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa pengendalian intern akuntansi berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD. 4. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap keterandalan pelaporan keuangan SKPD. 5. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa kapasitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. 6. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. 7. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris bahwa pengawasan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. D. Manfaat Penelitian 1.. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi tentang bahan informasi yang digunakan dalam memperbaiki kualitas laporan keuangan

16 pemerintah daerah meliputi kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, pengendalian intern, dan pengawasan keuangan daerah sehingga tujuan pemerintahan dapat tercapai. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif sebagai bahan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak di pemerintahan daerah terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. b. Bagi Perguruan Tinggi Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD. c. Bagi Penulis Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor-faktor yang memengaruhi keteranndalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan SKPD dan memperjelas teori yang di ajarkan di perkuliahan dengan fenomena yang nyata.