BAB I. Pendahuluan. mengembangkan pariwisata dengan daya tarik wisata alam. Alternatif terbaik untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan asing yang sering berkunjung ke sana. Malioboro sudah ada sejak 200-an tahun

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum Perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Kendaraan di Kota Bandung pada Tahun

BAB I PENDAHULUAN. fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Destinasi pariwisata merupakan daya tarik bagi kedatangan wisatawan.

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan di segala bidang, maka konsekuensinya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB I PENDAHULUAN. kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. 1

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang

BAB III METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dahulu wisata dianggap kegiatan untuk kalangan tertentu dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Seni Rupa di Yogyakarta dengan Analogi Bentuk Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Besar Kunjungan Wisatawan di Kota Yogyakarta JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, ** (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut peraturan Walikota Yogyakarta No. 6 Tahun 2014, Taman

WALIKOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Latar Belakang. pada tanggal 14 M aret 2017 pukul Wib. 3

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG TARIF RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti

Maharani Isabella_

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama

BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG. I.1.1.Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

1. Seberapa seringkah Anda mengunjungi Malioboro? a. Setahun sekali c.tiga bulan sekali b. Enam bulan sekali d. Tidak tentu

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. di sektor jasa yang disebut industri pariwisata, oleh karena itu banyak negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1: Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara. Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta selain dikenal sebagai kota pelajar juga dikenal sebagai kota pariwisata. Melihat kondisi geografis Kota Yogyakarta, kecil kemungkinan untuk bisa mengembangkan pariwisata dengan daya tarik wisata alam. Alternatif terbaik untuk pengembangan pariwisata dapat dilakukan melalui pariwisata berbasis budaya. Hal tersebut tercermin dalam Visi Pembangunan Kota Yogyakarta Tahun 2007-2026 yang tercantum dalam RPJMD Kota Yogyakarta yakni, Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan. Pariwisata berbasis budaya yang menjadi bagian dari Visi Pembangunan Kota Yogyakarta, tentu juga dipengaruhi oleh predikat keistimewaan yang melekat pada Provinsi DIY, oleh karena itu, pariwisata berbasis budaya dianggap menjadi kelebihan Kota Yogyakarta sekaligus menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Pariwisata berbasis budaya dapat dilihat dari daya tarik wisata Kota Yogyakarta yang kental akan budaya dan sejarah Kota Yogyakarta itu sendiri seperti Keraton Yogyakarta, Taman Sari, dan Museum Benteng Vredeburg. Selain museum, terdapat beberapa landmark Kota Yogyakarta yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk berkunjung baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Tugu Jogja, yang menyimpan banyak makna dan sejarah, merupakan landmark Kota Yogyakarta yang 1

paling terkenal. Selain itu, terdapat ruang publik yang biasa disebut dengan Kawasan Nol Kilometer. Kawasan Nol Kilometer sering digunakan pengunjung untuk menghabiskan malam sembari menikmati keindahan bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Selanjutnya ada kawasan Malioboro, tempat yang biasa dikunjungi para wisatawan untuk membeli pakaian, kerajinan atau cindera mata khas Kota Yogyakarta untuk dijadikan buah tangan. Kawasan Malioboro seolah menjadi miniatur kehidupan masyarakat Kota Yogyakarta dengan segala aktivitas ekonomi yang maju. Akses yang mudah karena berada di pusat kota, berderet pusat perbelanjaan dan banyaknya pilihan hotel di sekitarnya menyebabkan kawasan Malioboro tidak pernah sepi akan pengunjung. Banyaknya pengunjung di kawasan Malioboro menimbulkan kemacetan sebab tidak sedikit pengunjung yang membawa kendaraan pribadi. Selain kemacetan, masalah lain yang muncul yaitu terkait lahan parkir untuk kendaraan bermotor roda dua. Tabel 1.1 Jumlah Daya Tampung Parkir Kendaraan di Kawasan Malioboro Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan yang Berkunjung Daya Tampung Parkir Kendaraan yang Tidak Dapat Ditampung Roda Dua 24000 18000 33% Roda Empat 600 200 200% Bus Rombongan 500 100 400% Sumber: UPT Malioboro, 2013 Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari 24.000 kendaraan roda dua, hanya 18.000 yang dapat ditampung atau terdapat 33% kendaraan roda dua yang tidak bisa ditampung. 2

Jadi, dapat disimpulkan, tahun 2013, jumlah kendaraan bermotor roda dua yang berkunjung di kawasan Malioboro telah melebihi kapasitas daya tampung parkir yang tersedia. Peningkatan jumlah kendaraan tersebut terus terjadi dari tahun ke tahun, sementara lahan parkir yang tersedia tidak bertambah. Bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan roda dua telah disediakan lahan parkir di sisi timur Jalan Malioboro, akan tetapi, pada waktu-waktu tertentu, lahan parkir tersebut ternyata juga tidak dapat menampung seluruh kendaraan. Terkadang juru parkir memaksakan seluruh kendaraan dapat tertampung karena kasihan dengan pengunjung yang berakibat pada semakin sesaknya jalan di sisi timur Jalan Malioboro untuk pejalan kaki. Penyelenggaraan Perparkiran Kota Yogyakarta termasuk untuk kawasan Malioboro telah diatur dalam Perwal Yogyakarta 76 tahun 2013 yang merupakan perubahan dari Perwal Yogyakarta Nomor 16 tahun 2011. Isi dari Perwal Yogyakarta Nomor 76 tahun 2013 terkait penyelenggaraan perparkiran di kawasan malioboro yaitu, Juru parkir dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 jam wajib menyetorkan uang retribusi parkir di TJU kepada Juru Pungut/Bendahara Penerimaan/ Pembantu Bendahara Penerimaan dengan ketentuan untuk kawasan Malioboro, Juru Parkir mengambil karcis dan menyetorkan uang retribusi di UPT Pengelola Kawasan Malioboro Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Berdasarkan isi peraturan tersebut, dapat disimpulkan, lahan parkir di sisi timur Jalan Malioboro memang memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah berupa uang retribusi. Namun, praktek perparkiran tersebut ternyata menyebabkan ketidaknyamanan wisatawan dan pengunjung yang berjalan kaki. Untuk merespon ketidaknyamanan para pejalan kaki yang harus berbagi tempat dengan kendaraan roda 3

dua, sekaligus sebagai tahap awal penataan kawasan Malioboro, maka dikeluarkan kebijakan relokasi parkir Malioboro. Kebijakan relokasi parkir ini merupakan bagian kecil dari penataan kawasan Malioboro yang dilakukan oleh Pemprov DIY bersama dengan Pemkot Yogyakarta. Kebijakan relokasi parkir Malioboro adalah memindahkan lahan parkir yang tadinya berada di sisi timur Jalan Maliboro ke Tempat Khusus Parkir Abu Bakar Ali atau yang sering disebut TKP ABA dengan luas 2000 m 2 dan ditargetkan mampu menampung 2600 kendaraan. Penataan kawasan Malioboro ini dilakukan demi menunjang pembangunan pada bidang pariwisata melalui penertiban kawasan wisata. Pembangunan seringkali hanya berfokus pada dampak lingkungan dan mengesampingkan dampak sosial. Dampak sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat dari aktfitas pembangunan. Pembangunan dengan dalih penataan ruang di Malioboro melalui kebijakan relokasi parkir ini, dapat dikatakan kurang memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkan. Pasalnya terdapat pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Aspek sosial penting diperhatikan dalam suatu pembangunan dan tidak dapat dipisahkan dari AMDAL karena keduanya samasama bertujuan untuk pembangunan masyarakat atau sosial. Dengan demikian, aspek sosial pada ANDAS mempunyai peranan penting dalam setiap pembangunan, agar dampak yang ditimbulkan bersifat positif serta dapat meminimalkan dampak negatifnya. 4

Menurut Sunyoto Usman dalam Ramadhani (2015), terdapat tiga pertimbangan pentingnya studi ANDAS bagi suatu pembangunan: 1. Keberadaan suatu industri atau proyek pembangunan mempunyai efek positif sekaligus negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengantisipasi efeknya yang negatif, tidak hanya dapat mengganggu kelangsungan kegiatan industri atau proyek pembangunan yang sedang dilaksanakan, melainkan juga dapat mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. 2. Penilaian dan respon masyarakat terhadap keberadaan suatu industri atau proyek pembangunan beragam dan selalu berubah. Sesuatu yang dianggap bermanfaat oleh lapisan atau kelompok tertentu tidak selalu dianggap bermanfaat untuk kelompok tertentu lainnya. Kemudian sesuatu yang dianggap baik pada periode waktu tertentu tidak selamanya dianggap baik pada periode waktu sesudahnya. 3. Dalam kurun waktu yang sama, kehidupan masyarakat boleh jadi bersentuhan dengan beberapa macam industri atau proyek sekaligus. Sentuhan ganda semacam ini dapat mnciptakan penilaian dan respon suatu masyarakat yang bersifat spesifik yang tidak dapat ditemukan pada masyarakat lain. Relokasi parkir Malioboro tentu berdampak langsung terhadap pengelola atau juru parkir Malioboro. Mengingat tidak sedikit juru parkir yang bekerja mengelola parkir di sisi timur Jalan Malioboro. Sebelum benar-benar melaksanakan relokasi, 5

Pemkot Yogyakarta menyampaikan, telah menyiapkan jaminan hidup bagi juru parkir. Pihak Pemkot Yogyakarta mendata jumlah juru parkir Malioboro untuk merealisasikan jaminan tersebut. Proses pendataan dilakukan dengan membuka posko pelayanan sekaligus pendaftaran petugas parkir Malioboro pada 28 Maret 2016 di kantor UPT Malioboro. Relokasi berhasil dilaksanakan sesuai rencana yaitu pada 4 April 2016 dan tidak ada penundaan. Menurut Pemkot Yogyakarta, jumlah juru parkir yang terdata sudah lebih dari cukup untuk ditempatkan di TKP ABA. Dari 95 juru parkir resmi yang memiliki surat tugas, pada masa pendataan ulang sebelum relokasi yang dibuka pemerintah sejak 30 Maret sampai 1 April 2016, sudah 70 persen terisi atau diatas 60 orang (Tempo, 2016). Pada tanggal 4 hingga 10 April 2016 telah dilaksanakan pengamanan pelaksanaan relokasi secara intensif di seluruh jalan dan ruas-ruas Malioboro dari potensi gangguan keamanan dan ketertiban. Hal tersebut dilakukan dengan diturunkannya 300 personel dari Kepolisian Resor Kota Besar Yogyakarta untuk mengamankan pelaksanaan relokasi. Pengamanan tersebut dilakukan karena adanya resistensi dari para juru parkir yang terkena dampak langsung akibat kebijakan relokasi tersebut. Jumlah pengelola parkir keseluruhan ada 211 orang, tetapi yang memiliki surat tugas atau sebagai juru parkir utama hanya 98 orang, sisanya adalah juru parkir pembantu. Jadi, terdapat lebih dari 200 orang yang menggantungkan hidup beserta keluarganya dari pendapatan yang diperoleh dengan mengelola parkir sisi timur Jalan Malioboro. 6

Seluruh juru parkir yang bekerja di sisi timur Jalan Malioboro turut direlokasi di TKP ABA. Semenjak kebijakan relokasi dilaksanakan, terdapat beberapa perubahan dalam pengelolaan parkir yaitu tidak ada status juru parkir utama maupun juru parkir pembantu, semua bekerja melebur menjadi satu di TKP ABA. Selain itu, PJPM yang menjadi wadah bagi para juru parkir pun sudah tidak ada dan digantikan FKPP. Penurunan pendapatan secara drastis dirasakan oleh juru parkir. Sebelum adanya relokasi, setiap hari, para juru parkir mendapatkan setidaknya Rp 100.000,00 dan bisa lebih ketika weekend atau musim liburan. Setelah adanya relokasi parkir, penghasilan sehari hanya Rp 50.000,00 hingga Rp 70.000,00 dan digunakan untuk biaya hidup selama dua hari. Setelah melalui beberapa pertimbangan, juru parkir di TKP ABA memang tidak dapat bekerja setiap hari seperti ketika masih mengelola parkir di sisi timur Jalan Malioboro dan diputuskan adanya pembagian kerja. Pembagian kerja yang dimaksud adalah setiap juru parkir bekerja selama dua hari sekali untuk mengelola parkir di TKP ABA agar tetap efektif dan efisien. Hal tersebut dilakukan mengingat lahan parkir di TKP ABA tidak seluas sisi timur jalan Malioboro. Pertemuan rutin yang diisi dengan kegiatan-kegiatan seperti arisan dan penarikan uang kas guna dana sosial yang dulu dilakukan di PJPM juga sudah tidak ada. Kegiatan di FKPP sejauh ini baru memfokuskan pada teknis pengelolaan parkir saja. FKPP pernah mengadakan dua kali pertemuan anggota dengan tujuan untuk musyawarah serta meminta persetujuan ketika ada anggota baru. Menurut Bapak Arman, salah satu juru parkir mengatakan, kegiatan arisan dan penarikan uang kas guna dana sosial tidak mungkin dilaksanakan mengingat 7

pendapatan dari mengelola parkir di TKP ABA untuk kebutuhan makan sehari-hari tidak cukup. Jaminan kesejahteraan atau jaminan hidup yang dijanjikan oleh Pemkot Yogyakarta melalui UPT Malioboro diberikan kepada juru parkir selama dua bulan pertama pasca relokasi. Setiap juru parkir mendapatkan jaminan kesejahteraan sebesar Rp 50.000,00 setiap hari selama dua bulan, diluar pendapatan dari mengelola parkir di TKP ABA. Oleh karena pendapatan yang diterima dari mengelola parkir di TKP ABA dirasa tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, beberapa juru parkir memilih pekerjaan lain dan berhenti menjadi juru parkir. Juru parkir yang masih aktif hingga sekarang kurang lebih ada 150 orang. Melihat pendapatan yang turun drastis, mayoritas juru parkir, menjadikan pekerjaan mengelola parkir di TKP ABA sebagai pekerjaan sampingan. Padahal sewaktu masih di sisi timur Jalan Malioboro, pekerjaan mengelola parkir merupakan pekerjaan pokok. Selain mengelola parkir di TKP ABA, banyak juru parkir yang memanfaatkan sumber pendapatan lain agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anak. Bahkan, tidak sedikit anggota keluarga juru parkir, seperti istri dan anaknya, ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Lahan parkir kendaraan bermotor roda dua TKP ABA berada di lantai 2 dan 3. Namun, selama ini yang terpakai hanya lantai 2 dan itupun jarang terisi penuh. Lantai 3 TKP ABA pernah terisi saat perayaan tahun baru 2017 karena ada event musik di kawasan Malioboro. Selain faktor cuaca dan musim liburan, kantong parkir ilegal di sirip-sirip Jalan Malioboro dianggap paling berpengaruh terhadap banyak sedikitnya 8

pengguna kendaraan roda dua yang parkir di TKP ABA karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan lokasi tujuan pengunjung. Bahkan terdapat beberapa kantong parkir ilegal yang baru muncul pasca relokasi. Disamping dampak negatif yang diterima para juru parkir, ternyata beberapa pihak seperti masyarakat sekitar mendapatkan dampak positif dari adanya kebijakan relokasi parkir Malioboro. Masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan berupa sumber penghasilan baru dengan membuka kantong parkir di sirip-sirip Jalan Malioboro. Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian mengenai dampak sosial dari proyek pembangunan. Penelitian pertama yaitu Pikukuh (2015) yang berjudul Dampak Pembangunan terhadap Kehidupan Sosial Budaya di Desa Wisata Bejiharjo. Pikukuh menjelaskan penelitiannya tersebut mencoba mengidentifikasi pengaruh atau dampak yang terjadi setelah berkembangnya Desa Wisata. Baik dampak terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan, mata pencaharian, maupun kegiatan yang berkaitan dengan budaya seperti kegiatan gotong royong. Penelitian kedua yaitu Ramadhani (2015) yang berjudul Analisis Dampak Sosial Pembangunan Embung (Studi Kasus di Dusun Temuwuh Lor, Balecatur, Gamping, Sleman). Penelitian yang dilakukan Ramadhani fokus pada identifikasi dampak sosial pembangunan embung baik dari segi positif ataupun negatif ditengah permasalahan baru yang muncul akibat pembangunan embung tersebut. Permasalahan yang dimaksud adalah mengenai kerusakan jalan yang diakibatkan oleh alat-akat berat, hilangnya mata pencaharian tambahan bagi mayarakat yang sebelumnya menggunakan pelebaran lahan waduk untuk bercocok tanam, dan permasalahan lainnya. Selanjutnya, penelitian ketiga yaitu Gamaputra (2012) yang 9

berjudul Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Tulungagung. Pada penelitiannya, Gamaputra mendiskusikan tentang dampak relokasi pedagang kaki lima dari alun-alun Kabupaten Tulungagung ke tempat relokasi yang baru yaitu Pujasera. Fokus pembahasannya yaitu mengenai dampak ekonomi yang dirasakan oleh pedagang kaki lima setelah direlokasi ke area Pujasera. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelusuran bagaimana dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh juru parkir dan masyarakat sekitar akibat relokasi parkir Malioboro. Penelitian ini menarik karena dibalik keberhasilan penataan kawasan Malioboro yang diawali dengan relokasi parkir, terdapat pihak yang dirugikan atau terkena dampak negatif. Tidak hanya dari segi negatif, penelitian ini juga mengidentifikasi dampak sosial dari segi positif. Penelitian ini mencurigai bahwa juru parkir Malioboro dan masyarakat sekitar merupakan pihakpihak yang terkena dampak sosial ekonomi paling besar dari relokasi parkir Malioboro. 1.2. Rumuan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh juru parkir dan masyarakat sekitar dengan adanya kebijakan relokasi parkir Malioboro? 10

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui dampak pada kehidupan juru parkir dan rumah tangga juru parkir serta masyarakat sekitar akibat kebijakan relokasi parkir Malioboro. 1.4. Manfaat Penelitian a. Sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan bagi pemerintah Indonesia pada umumnya dan bagi Pemprov DIY serta Pemkot Yogyakarta pada khususnya, agar dapat memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif dari sebuah proyek pembangunan. b. Memberikan informasi pembelajaran bagi juru parkir dan masyarakat sekitar Malioboro pada khususnya dan masyarakat di seluruh Indonesia pada umumnya, agar lebih siap dalam menghadapi dampak sosial dari proyekproyek pembangunan pemerintah. c. Memberikan masukan bagi civitas akademik tentang penelitian mengenai dampak sosial. 11

1.5. Batasan Penelitian Ruang lingkup analisis dampak sosial dalam penelitian ini hanya dibatasi pada aspek sosial ekonomi. Aspek sosial ekonomi yang dimaksud meliputi pola mata pencaharian, kesempatan berusaha, perubahan pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta kehidupan sosial juru parkir dan masyarakat sekitar Malioboro. Pembatasan pada aspek tersebut, dianggap lebih sesuai karena perubahan pada kehidupan sosial ekonomi sebagai dampak dari aktifitas pembangunan dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan aspek lainnya. Hal tersebut juga berdasarkan pertimbangan bahwa relokasi parkir Malioboro baru direalisasikan selama kurang lebih satu tahun tepatnya pada 4 April 2016. 12