BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posisi perempuan sangat mendominasi pertelevisian baik itu iklan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan film terhadap masyarakat, hubungan antara televisi, film dan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini, media massa tidak akan mungkin berdiri statis di tengah-tengah, media

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM WANITA TETAP WANITA (Analisis Semiotika Representasi Perempuan dalam Film Wanita Tetap Wanita) NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Penjabaran EPI Bab III.A. Butir Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. ibunya, dan sekaligus menjadi inti cerita dalam film dari Arab Saudi berjudul

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh informasi dan pengetahuan serta wadah untuk menyalurkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Pesatnya perkembangan media massa juga ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. justru melakukan penyadaran kritis masyarakat terhadap sistem dan struktur sosial

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah unsur-unsur tadi, film itu sendiri mempunyai banyak unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. hiburan publik. Kesuksesaan film dikarenakan mewakili kebutuhan imajinatif

BAB 1 PENDAHULUAN. relevan dimasa sekarang. Berbicara masalah kehidupan sehari-hari, kita tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Komunikasi dan Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan salah satu bentuk dari media massa yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun Adapun sekitar 6,3 juta wanita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Perdebatan mengenai batasan antara nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan kaum pria dizaman industrialisasi dewasa ini. perfilman karena target penontonnya adalah perempuan, suatu strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berkomunikasi. Seluruh negara di dunia dapat merasakan dampak

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam reaksi oleh lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi karena lesbian

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat menarik perhatian orang banyak, bahkan membuat banyak orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

SKRIPSI PEREMPUAN DALAM FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA (Analisis Semiotik Ketidakberdayaan Perempuan Dalam Film 7Hati 7Cinta 7Wanita)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam kehidupannya sehari hari.banyak masyarakat yang mencari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB I PENDAHULUAN. Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitarnya. Media menjadi tujuan utama masyarakat setiap kali ingin mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi perempuan sangat mendominasi pertelevisian baik itu iklan, sinetron, maupun tayangan-tayangan lainnya. Perempuan dilibatkan atas dasar pasar industri yang sangat besar. Perempuan adalah target media terbesar, tayangan tanpa perempuan tidak akan mempunyai nilai estetika. Liesbet van Zoonen (Ibrahim, 2001) menjabarkan bahwa elemen utama patriarkhal Barat adalah displai wanita sebagai tontonan untuk dilihat serta ditujukan untuk tatapan khalayak (pria). Maria menjelaskan dalam jurnalnya yang berjudul Representasi Sensualitas Perempuan dalam Video Game, disadari atau tidak pandangan terhadap perempuan memang tengah berada dalam situasi yang seolah-olah dianggap sebagai suatu realitas yang sesungguhnya terjadi dan nyata dalam dunia ini. Sehingga perempuan selalu berusaha keluar dari nilai-nilai patriarki yang sangat mengikat dan membuat perempuan harus ekstra bekerja keras untuk mendapatkan posisi sebagai mitra laki-laki. Dapur, sumur, kasur, macak, masak, dan manak merupakan istilah yang sering distereotipkan pada perempuan. Masyarakat yang menganut sistem patriarki memposisikan perempuan hanya dapat bekerja saja yaitu rumah tangga. Banyak persoalan mengenai kaum perempuan seperti kasus kekerasan, KDRT, pelecehan seksual, perdagangan perempuan, dan pembunuhan. Sering kali kita 1

temui atau mendengar berita mengenaik potret kehidupan perempuan yang tidak mengenakan. Menurut Supratman (2012), segalanya yang terjadi di media memang berkaitan erat dengan mekanisme pemikiran patriarkis yang sudah sangat mengakar di masyarakat. Hal ini memperlihatkan ketidakberpihakannya pada representasi citra perempuan di media. Perempuan menjadi objek yang menggiurkan untuk meningkatkan rating televisi. Program televisi dan film-film rasanya akan hambar bila tidak menampilkan humor yang merendahkan citra perempuan. Sebagaimana mengutip perkataan Adrian dalam jurnal Supratman tadi humor yang dikembangkan dalam bentuk dialog menggunakan tampilan seksi perempuan sebagai pemancing terbentuk sebuah adegan yang menjurus dengan menggunakan sasaran tembak. Star menjelaskan (Sunarto, 2009), analisis obyektifikasi (objectification) pertama kali digunakan tahun 1970-an pada film, seni, dan media populer untuk menjelaskan perlakuan-perlakuan terhadap wanita (seringkali citra wanita) yang mereduksi kaum wanita menjadi pasif dan obyek gender (hasrat, eskploitas, siksaan) daripada menampilkan wanita sebagai subjek manusia sepenuhnya. Teori obyektifikasi menghubungkan ideologi patriarki dan kapitalis teknologi pria dan kenikmatan adalah tatapan (gaze), streotip, komodifikasi, tontonan (spectatorship), dan pembelajaran peran-peran gender. Teknik-teknik obyektifikasi menempatkan penonton secara voyeuristik, sangat menekankan pada fragmentasi dan pemujaan bagian-bagian tubuh tertentu (payudara, penis) dan/atau atribut-atribut sosial (pengasuhan wanita, seksualitas lesbian). 2

Menurut CR (2008), media massa modern menampilkan citra dunia yang bias termasuk citra seks dan seksualitas. Media massa menampilkan lingkungan sosial dan seksualitas yang tidak sebenarnya. Akbar. S. Ahmed menambahkan dalam buku Psikologi Seksual, bahwa media massa modern memang bersifat menghibur, mengajar, mendidik, tetapi juga menyesatkan kita tanpa henti. Akbar juga menambahkan jika manusia menjadikan media massa sebagai kebiasaan maka, media massa tersebut dapat merusak kemampuan manusia untuk memperoleh pengalaman bermakna. Hal ini dikarenakan media massa pada akhirnya mengasingkan orang-orang dari pengalaman personalnya untuk digantikan citra-citra yang menipu citraan media massa. Sebagai contoh pada film kartun yang berasal dari Jepang, Sinchan. Tindakan Sinchan dan papanya yang selalu melihat wanita dari aspek seksualitasnya merupakan salah satu bentuk penindasan terhadap eksistensi kaum wanita. Keberadaan wanita dalam pandangan kedua tokoh ini lebih banyak dilihat dari kemampuan membangkitkan hasrat seksual mereka saja. Wanita yang tampil cantik dan seksi menjadi idaman tokoh anak kecil semacam Sinchan. Wanita cantik dan seksi dalam pandangan Shinchan dan papanya merupakan obyek menarik untuk dinikmati, Shinchan dan papanya cenderung melecehkan seksualitas wanita, misalnya dengan merendahkan seksualitas mamanya dengan wanita lain yang lebih cantik dan seksi. Permintaan dan imajinasi Shinchan pada wanita seksi atas berkah yang diberikan oleh Jin Termos merupakan salah bentuk obyektifikasi seksual terhadap eksistensi wanita. Sementara itu, meskipun Mitsuo dalam beberapa kesempatan menyentuh hidung Sumire bukanlah dilakukan dengan hasrat seksual tapi lebih untuk menjawab rasa ingin tahu (penasaran) akan identitas P-Girl yang sebenarnya (Sunarto, 2009:164). Dalam Fim Animasi Crayon Shinchan, ada beberapa adegan yang memang terdapat unsur kekerasan dan melecehkan wanita. Namun, dikarenakan dalam dunia bisnis film Crayon Shinchan ini masih bagus dan ditambahkan lagi dengan rating tinggi, maka film animasi ini masih tetap ditayangkan. 3

Fakih (2001), mengatakan bahwa media telah menyebabkan terjadinya kekerasan pada perempuan. Kekerasan tersebut bukan kekerasan fisik namun termasuk dalam jenis kekerasan nonfisik. Dikarenakan kekerasan ini menyerang integritas psikologis seseorang. Kekerasan yang dilakukan media disini adalah pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang. Perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat sering dianggap lemah dan kaum nomor dua. Maka dari itu, untuk mengunggah kesadaran dan mencari solusi dari pandangan tersebut kini telah banyak hal yang dilakukan diantaran gerakangerakan sosial perempuan, akademisi, dan para seniman. Berdasarkan realitas isu yang berkembang dikalangan masyarakat, maka tema sosok perempuan yang kuat dan hebat seakan dibuat untuk mendukung gerakan-gerakan sosial untuk perempuan. Sehingga, untuk mengunggah kesadaran banyak orang para seniman dan aktivis yang mendukung gerakan perempuan menggunakan salah satu media massa berupa film untuk mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap perempuan. Teknologi audio visual yang melekat pada film membuatnya jadi lebih menarik perhatian publik daripada media massa sebelumnya yaitu media cetak. Hingga saat ini cerita fiksi lebih mendominasi genre film dibandingkan genre lain seperti dokumenter dan feature. Namun, belakangan ini banyak film yang mengumbar seks, kriminal, dan kekerasan. Inilah yang melahirkan berbagai studi komunikasi massa. Kemampuan film dalam hal menjangkau banyak segmen sosial, membuat para ahli berasumsi bahwa film memiliki potensi untuk 4

mempengaruhi khalayaknya. Sebuah tayangan film membuat para penikmat film terbawa dalam keadaan dimana sebuah tayangan adalah sebuah realita yang nyata dan benar-benar terjadi. Sebuah tayangan yang dilihat para penikmatnya akan berpengaruh pada kehidupan secara tidak langsung dan tanpa mereka sadar. Dua tema yang umumnya menimbulkan kecemasan dan perhatian masyarakat ketika disajikan dalam film adalah adegan-adegan seks dan kekerasan. Kecemasan masyarakat berasal dari keyakinan bahwa isi seperti itu mempunyai efek moral, psikologis, dan sosial yang merugikan, khususnya kepada generasi muda, dan menimbulkan perilaku antisosial. Hal ini dikarenakan film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali film komedi khusus dewasa. Seperti Menculik Miyabi (Produksi Mei 2010), Ku Tunggu Jandamu (Produksi September 2008), Maling Kutang (Produksi Oktober 2009), Mr. Bean kesurupan Depe (Produksi Juni 2012), hingga Comic 8 (Januari 2014) dan Comic 8: The Casino Kings part 1 (Juli 2015). Namun, di Indonesia juga terdapat film-film yang mengangkat tentang kisah perempuan yaitu, Jamila dan Sang Presiden, Minggu Pagi di Victoria Park. Wanita Tetap Wanita dan lain sebagainya. Film Comic 8: Casino King Part 1 merupakan sekuel film dari film Comic 8 yang dirilils tahun 2014. Film Comic 8: Casino Kings Part 1 merupakan film lanjutan dari kisah delapan agen rahasia yang dipimpin Indro Warkop. Delapan agen rahasia tersebut menyamar menjadi stand up comedian demi menangkap bos kriminal yang bernama The King. 5

Film ini dibintangi oleh beberapa artis cantik dan seksi seperti Sophia Latjuba, Prisia nasution, Hannah Al Rasyid, bahkan Nikita Mirzani turut unjuk gigi dalam film ini. Penampilan tiga artis cantik ini terkesan cukup menggoda dan tampak seperti memperlihatkan ketangguhan seorang wanita dan syarat akan aliran feminisme. Seperti yang telah kita ketahui, feminisme dapat diartikan secara general merupakan sebuah gerakan wanita yang menuntut emansipasi atau kesamaan hak antara kaum wanita dengan kaum pria. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Citra Perempuan Dalam Film Komedi (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Comic 8: Casino King Part I Karya Anggy Umbara). 1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu: Bagaimana makna citra perempuan dibalik tanda dalam film Comic 8: Casino Kings part I dengan menggunakan analisis semiotika? 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mengungkap makna dibalik tanda secara visual untuk mengungkap citra perempuan dalam film Comic 8: Casino Kings Part I. 6

1.3. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan sedikit pemikitan yang dapat bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan pembaca. 1. Manfaat Teoritis secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat dalam mengembangkan ilmu tentang simbol. 2. Manfaat Praktis Dari segi praktis, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa khususnya konsentrasi Audio Visual. 7