KETERSEDIAAN BIOMASA TANAMAN JAGUNG DI DESA SUKAJADI (P-6) KARANG AGUNG TENGAH, SUMATERA SELATAN ISBANDI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT The Availability of Corn Plant Biomass in Sukajadi Village (P-6) Karang Agung Tengah, South Sumatera Potency of corn plant biomass availability and carying capasity for ruminants were studied in Sukajadi village (P-6), Karang Agung Tengah, South Sumatera. The village was accupied by transmigrants who managed low land area for food crops. A Study for farming system development on land low for corn was done in dry season in 1999 and rainy season in 2000 at RT 05, sub village II, Sukajadi (P-6), Karang Agung Tengah, Bayung Lencir, Musi Banyuasin district involving a group of 32 farmers, using a Farmer Partisipatory Approach technique to enhance the farmers dynamics. An agro-ecosystem analysis was done to study the potency of natural resources such as feed availability. The result indicated that corn was planted three times a year (IP- 300) on a 2.705 ha area a year, yielding forage biomass of 14,877.5 ton/year, whereas carrying capacity for ruminants in the village was estimated to be 1.538 animal unit. Key words : Tidal swamp land, corn plant biomass, carrying capacity PENDAHULUAN Peningkatan produksi peternakan dihadapkan pada masalah semakin terbatasnya ketersediaan sumber daya, karena meningkatnya tuntutan dan kebutuhan pembangunan ekonomi yang semakin komplek. Keadaan ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan mengecilnya tingkat kepemilikan lahan, yang pada gilirannya lahan untuk penyediaan sumber pakan hijauan khususnya bagi ternak ruminansia akan semakin terbatas. Disamping itu terbatasnya sumber daya seperti modal, sarana, tenaga terampil, institusi penunjang dan lamb atnya alih teknologi kepada petani-peternak yang sebagian masih berorientasi pada teknologi tradisional merupakan masalah yang harus diatasi secara terpadu sesuai dengan tipologi wilayah seperti lahan pasang surut. Dari sekitar 20 juta hektar lahan pasang surut yang terdapat di Indonesia, 6 juta hektar diantaranya dinilai potensial bagi pengembangan pertanian (ANANTO et al., 1998). Oleh karena itu kedudukan lahan pasang surut semakin penting artinya tidak hanya untuk menyangga produksi padi nasional, tetapi juga memberikan peluang bagi produksi pertanian lainnya termasuk sub sektor peternakan. Pengembangan pertanian lahan pasang surut harus disesuaikan dengan kondisi wilayah dan kebutuhan, serta kemampuan masyarakat setempat. Pada tahap awal dikembangkan sistem usaha pertanian berbasis pangan dengan komoditas utama padi, jagung dan kedelai. Dengan menggunakan varietas unggul yang sesuai dan dikelola dengan teknik budidaya maju yang tepat, komoditas pangan padi, jagung dan kedelai dapat memberikan hasil yang tinggi. Petani memilih tanaman pangan, karena komoditas ini penting artinya bagi keamanan pangan keluarga. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, maka beberapa komoditas unggulan dapat diintegrasikan ke dalam sistem usaha pertanian yang sudah berjalan dengan baik, diantaranya adalah ternak ruminansia. Pemilihan komoditas ternak ini dilandasi pada pertimbangan yang saling mengisi antara tanaman yang diusahakan dengan ternak yang dipelihara. Tanaman palawija terutama jagung yang sudah banyak diusahakan oleh petani di lahan pasang surut Sumatera Selatan dapat menyediakan pakan yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia berupa biomasa tanaman jagung. Sedangkan ternak, disamping dapat menyediakan pangan berupa daging dan susu yang dibutuhkan oleh petani ataupun sebagai tabungan yang dapat dijual sewaktu-waktu, kotorannyapun dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang diusahakan sebagai pupuk kandang. Meskipun hampir semua petani di lahan pasang surut Sumatera Selatan telah menggunakan mesin pertanian berupa traktor dalam mengolah lahan pertanian yang akan diusahakan, sebenarnya ternak ruminansia khususnya sapi dan kerbau dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah lahan. Di beberapa daerah terutama daerah transmigrasi lahan kering, lahan basah, rawa, air tawar dan pasang surut faktor tenaga kerja mengolah tanah masih merupakan kendala. Apalagi dengan keterbatasan sarana transportasi di lokasi, sebenarnya tenaga ternak juga 346 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner dapat dimanfaatkan untuk menarik beban, yakni membawa sarana produksi pertanian dan mengangkut hasil panen. Pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan peternakan di lahan pasang surut adalah sistem usahatani dengan ternak sebagai salah satu komponen. Dalam sistem usahatani, pupuk kandang dapat memperbaiki tekstur dan kesuburan tanah, limbah pertanian maupun vegetasi yang merupakan gulma bagi tanaman dapat digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan ternak maupun hasil produksinya dapat meningkatkan pendapatan petani. MATERI DAN METODE Kegiatan kajian pengembangan teknologi sistem usaha pertanian tanaman jagung di lahan pasang surut Sumatera Selatan dilaksanakan pada Musim Kering (MK 1999) dan Musim Hujan (MH 2000) dilaksanakan dari bulan Juli 1999 sampai dengan Maret 2000 di RT 05, Dusun II Desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dengan melibatkan satu kelompok tani yang beranggotakan 32 petani. Ruang lingkup kegiatan pengembangan dilakukan berdasarkan spesifikasi lokasi yang sesuai dengan tipologi lahan dan tipe luapan air, meliputi: peningkatan kualitas lahan dan jaringan tata air, penerapan teknologi sistem usahatani yang mencakup teknologi budidaya dan kelembagaan. Metoda pengembangan dilakukan melalui kegiatan partisipatif (Farmer Partisipatory Approach) sebagai upaya untuk proses pemberdayaan kelompok tani berserta anggotanya. Sedangkan untuk mengetahui potensi sumberdaya wilayah pengamatan yang berhubungan dengan ketersediaan pakan, digunakan metoda analisis agro-ekosistem, dengan pendekatan analisis pola menurut petunjuk CONWAY (1986). Peubah yang diamati meliputi analisis agro-ekosistem dan analisis ketersediaan biomasa tanaman jagung sebagai pakan dengan menggunakan metoda RRA (Rapid Rural Appraisal) atau Pemahaman Pedesaan Dalam Waktu Singkat (PPWS). HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum wilayah pengamatan lahan sawah pasang surut (ANONIMOUS, 1998). Tipologi lahan termasuk ke dalam lahan potensial (P 1) dengan tipe luapan C (tidak terluapi air pasang dan kedalaman air < 50 cm). Wilayah pengembangan sistem usaha pertanian lahan pasang surut tanaman jagung mencakup lahan seluas 32 ha pada MK 1999 dan 40 ha pada MH 2000 pada satu hamparan lahan anggota kelompok tani di RT 05, Dusun II dengan melibatkan 32 Kepala Keluarga (KK) transmigran yang sebagian besar berasal dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Luas areal tanaman jagung Tanaman jagung banyak diusahakan oleh petani di wilayah Karang Agung Tengah, terutama pada saat musim kemarau. Tetapi pada saat musim hujan banyak juga petani yang lebih memilih menanam jagung dari pada tanaman komoditas lain misalnya padi dengan alasan usaha dari budidaya tanaman jagung dapat memberikan hasil yang lebih tinggi, karena sesuai dengan kondisi lahannya. Luas areal tanaman jagung di Desa Sukajadi (P-6) pada MK 1999, MH 2000 dan MK 2000 disajikan dalam Tabel 1. Dalam Tabel 1 di atas nampak bahwa luas areal tanaman jagung di desa Sukajadi (P-6) pada saat musim kemarau mencapai luasan 1.082 ha, sedangkan pada musim hujan hanya seluas 541 ha karena sebagian petani menggunakan lahannya untuk tanaman padi. Namun demikian dari total luasan tanaman jagung tersebut merupakan tanaman yang diusahakan sepanjang tahun, dengan Indek Pertanaman 300% (IP- 300), yang berarti dalam kurun waktu satu tahun tanaman jagung diusahakan sebanyak 3 kali tanam dan 3 kali panen atau dengan pola tanam: jagung jagung jagung. Pada musim kemarau (MK 1999) dengan kondisi iklim dan curah hujan yang cukup mendukung pertumbuhan tanaman jagung serta serangan hama dan penyakit dengan intensitas yang rendah, maka pada areal peserta pengembangan SUP khususnya dapat memberikan hasil yang cukup baik dengan rataan hasil riil 3,5 ton jagung pipil per hektar. Tetapi pada musim hujan (MH 2000) terjadi penurunan produksi menjadi 2,7 ton jagung pipil, yang disebabkan oleh tingginya curah hujan dan penggunaan pupuk yang relatif lebih sedikit (ISBANDI, 2001). Pengamatan hasil panen jagung pipil per hektar untuk petani peserta dan bukan peserta pada dua musim tanam disajikan dalam Tabel 2. Desa Sukajadi (P-6), Kecamatan Bayung Lencir termasuk dalam Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian (WKBPP) Karang Agung Tengah, dengan luas desa keseluruhan 1.281,7 ha, terdiri dari lahan pekarangan 137,5 ha, tegalan 56,2 ha dan 1.088 ha Ketersediaan pakan Kondisi agro-ekosistem dan potensi sumber daya alam serta lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian, rawa pasang surut, padang rumput, dan Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 347
Tabel 1. Luas areal tanaman jagung di desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah Musim Tanam Luas areal tanaman jagung Petani peserta (ha) Bukan peserta (ha) Jumlah (ha) Musim Kemarau 1999 32 1.050 1.082 Musim Hujan 2000 40 501 541 Musim Kemarau 2000 32 1.050 1.082 Tabel 2. Pengamatan hasil panen jagung pipil per hektar pada petani peserta dan bukan peserta Uraian Luas tanam (ha) Rataan hasil (ton) Hasil (ton/ha) Musim kemarau 1999 4,1-5,0 3,1 4,0 2,5 3,0 Petani peserta 32 3,5 11 ha 18 ha 3 ha Bukan peserta 1.050 2,3 0 630 ha 420 ha Musim hujan 2000 Petani peserta 40 2,7 12 ha 7 ha 21 ha Bukan peserta 10 *) 2,1 0 1 ha 9 ha *) pengamatan pada petani bukan peserta di lakukan pada 10 orang responden Sumber: ISBANDI (2001) lain-lain memegang peranan yang penting dalam sumbangannya terhadap ketersediaan pakan ternak. Hijauan pakan ternak sebagai pakan utama serta pakan tambahan lainnya bagi ternak ruminansia diperlukan untuk memenuhi hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Sedangkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan memegang peranan yang penting untuk memenuhi maksud tersebut. Daya dukung usaha ternak selain dipengaruhi oleh sumber daya manusia, juga dipengaruhi oleh sumber daya lahan serta komoditas tanaman yang diusahakan dan dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber pakan. Jagung merupakan komoditas penting kedua setelah padi yang banyak di tanam di daerah lahan pasang surut Sumatera Selatan, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Pada saat musim hujan tanaman jagung banyak diusahakan pada lahan yang bertipe luapan B yakni lahan yang hanya terluapi air pasang besar dan saat musim hujan saja (WIDJAJA-ADHI dan ALIHAMSYAH, 1998) serta ditanam pada bagian surjan, guludan surjan dan pada lahan yang bertipe luapan C atau lahan yang tidak terluapi air pasang baik besar maupun kecil, kedalaman air tanah <50 cm dan tipe luapan D yakni lahan yang tidak terluapi air pasang baik besar maupun kecil dan kedalaman air >50 cm, dengan pembuatan saluran kemalir dan saluran cacing. Sedangkan pada saat musim kemarau jagung dapat ditanam pada lahan yang bertipe luapan B, C dan D baik pada bagian tabukan surjan maupun bagian guludan. TARGAST (1960) mengemukakan angka konversi terhadap sisa hasil pertanian tanaman jagung dapat mencapai 5 ton biomasa. Sedangkan MULLER (1974) mengemukakan bahwa produksi bahan kering jerami jagung pada tahun 1973 rata-rata 6 ton per hektar. Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan bersama dengan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada melaporkan bahwa produksi jerami jagung bagian atas saja dapat mencapai 0,86 ton per hektar (ANONIMOUS, 1982). Apabila angka-angka produksi sisa hasil pertanian asal tanaman jagung diatas digunakan sebagai dasar perhitungan potensi produksi jerami jagung di Desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah, dengan pola tanam setahun padi-jagung-jagung serta jagung-jagungjagung maka total biomasa yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 nampak bahwa tanaman padi hanya diusahakan dalam satu kali musim tanam yakni pada saat musim hujan saja dengan luasan sebesar 541 ha (50%) dari total lahan yang ditanami. Sedangkan sisa luasan 541 ha (50%) lainnya merupakan lahan potensial tanaman jagung dengan Indek Pertanaman (IP) 300% sehingga dalam kurun waktu satu tahun luas lahan tanaman jagung di Desa Sukajadi (P-6) saja mencapai 2.705 ha per tahun dengan perkiraan produksi biomasa sebesar 14.877,5 ton. Kapasitas dukung ternak Kondisi agro-ekosistem, sumber daya lahan dan pola tanam memegang peranan yang penting dalam 348 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Tabel 3. Perkiraan produksi biomasa asal tanaman jagung di Desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah tahun 1999-2000 Luas pertanaman (ha) Musim tanam Padi Jagung Total produksi Biomasa tanaman jagung (ton) Musim tanam I (MK 1999) 0 1.082 5.951 Musim tanam II (MH 2000) 541 541 2.975,5 Musim tanam III (MK 2000) 0 1.082 5.951 Total 541 2.705 14.877,5 Tabel 4. Tata guna lahan dan kapasitas dukung ternak ruminansia (dalam satuan ternak) di Desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah Penggunaan lahan Luas Kapasitas tampung % (ha) (satuan ternak)* Pekarangan 137,5 10,7 165 Tegalan 56,2 4,4 67,4 Sawah 1.088 84,9 1.305,6 Jumlah 1.281,7 100 1.538 * SOEWARDI (1988) sumbangannya terhadap potensi ketersediaan pakan. Sedangkan potensi wilayah mempunyai pengertian yang dinamis berubah dari waktu ke waktu, dapat bertambah dan dapat berkurang. Sedangkan peubah potensi wilayah adalah sumber daya lahan, yang dapat berupa lahan garapan, padang rumput serta rawa air tawar dan pasang surut (SOEWARDI, 1988). Lebih lanjut dikatakan bahwa koefisien yang dihitung sebagai daya tampung rawa air tawar sebesar 2,0 ST/ha dan rawa pasang surut 1,2 ST/ha. Sehingga dengan tata guna lahan yang ada di Desa Sukajadi (P-6) Karang Agung Tengah kapasitas dukung ternak dalam satuan ternak disajikan dalam Tabel 4. Dari Tabel 4 tersebut dapat dikemukakan bahwa kapasitas dukung ternak ruminansia baik sapi, kerbau, kambing dan domba di daerah pasang surut dengan tata guna lahan tersebut di atas dapat menampung ternak ruminansia maksimal 1.538 satuan ternak. Apabila potensi lahan seperti fasilitas umum, padang penggembalaan, jalan, pinggir saluran primer dan sekunder yang terbilang tidak sedikit luasannya dan secara langsung dapat mempengaruhi perhitungan kapasitas dukung ternak dimasukkan dalam perhitungan maka kapasitas dukung ternak masih dapat lebih besar lagi. Demikian juga dengan potensi sumber daya pakan baik hijauan, leguminosa maupun sisa hasil pertanian dari komoditas lain diperhitungkan maka potensi pakan ternak dari sumber daya lokal akan lebih banyak dan bervariasi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis ketersediaan biomasa asal tanaman jagung dapat disimpulkan bahwa wilayah lahan pasang surut meskipun termasuk ke dalam golongan lahan marjinal dengan kualitas lahan yang tidak subur, apabila dikelola dengan baik dan benar melalui penerapan teknologi spesifik lokasi ternyata dapat memberikan hasil produksi yang memadai. Integrasi antara tanaman pangan dan ternak menjadi sistem usahatani yang terpadu merupakan komponen penting dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Interaksi terjadi dengan penyediaan pupuk kandang, tenaga kerja, pendapatan dan produk hasil-hasil ternak dapat disumbangkan dari usahaternak ruminansia, sedangkan limbah pertanian dan gulma dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai pakan. Disarankan agar paket teknologi pertanian dengan basis pemanfaatan sumber daya pakan lokal yang cukup melimpah akibat dari keberhasilan sektor produksi tanaman pangan serta ketersediaan pakan hijauan, dapat dirakit dan dimanfaatkan di lokasi lahan pasang surut. Teknologi pengolahan dan perbaikan mutu sisa hasil pertanian sebagai pakan ternak dan pengolahan pupuk kandang menjadi kompos sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas hasil. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 1982. Laporan survei inventarisasi limbah pertanian. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. ANONIMOUS. 1998. Programa Balai Penyuluhan Pertanian Wilayah Karang Agung Tengah, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 349
ANANTO, E.E., HERMANTO, KETUT KARYASA, SOENTORO, I WAYAN SUASTIKA, IGM. SUBIKSA dan TRIP ALIHAMSYAH. 1998. Laporan Utama. Pengembangan sistem usaha pertanian lahan pasang surut. Proyek pengembangan system usaha pertanian lahan pasang surut Sumatera Selatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. ANANTO, E.E., AGUS SUPRIYO, SOENTORO, HERMANTO, YOYO SULAEMAN, I WAYAN SUASTIKA dan BAMBANG NURYANTO. 2000. Pengembangan usaha pertanian lahan pasang surut Sumatera Selatan mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. CONWAY, G.R. 1986. Agro-ecosystem. Analysis for research and development. Winrock International. Bangkok, Thailand. ISBANDI, 2001. Paket teknologi sistem usaha pertanian menunjang pengembangan jagung dan padi di lahan pasang surut Karang Agung Tengah. Disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan pasang Surut Sumatera Selatan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 19 Juni 2001. ISBANDI., MUHJI MARTAWIDJAJA, BAMBANG SETIADI dan ACHMAD SALEH. 2002. Studi ketersediaan pakan kambing pada agro-ekosistem yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 30 September-1 Oktober 2002. MULLER, Z.O., 1974. Livestock nutrition in Indonesia. United Nations Development Programe, Food and Agriculture Organisation of the United Nations. SOEWARDI, B. 1988. Prospek pengembangan ternak domba di Indonesia. Hasil temu tugas : Pengembangan usahaternak domba di Jawa Tengah. BIP, Sub Balitnak Klepu, Dinas peternakan Propinsi Jawa Tengah. 91-102. TARGAST, GCW. CHR. 1960. Perkiraan dasar usahatani dalam pertanian Indonesia (Jawa dan Madura). Departemen Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. WIDJAJA-ADHI, I.P.G. dan T. ALIHAMSYAH. 1998. Pengembangan lahan pasang surut: potensi, prospek dan kendala serta teknologi pengembangannya untuk pertanian. Dalam Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. DISKUSI Pertanyaan: Berapa ha tiap petani koperator dalam mengolah usahatani jagung? Jawaban: Luas tanam pertani kooperator seluas 32 kk x 2 ha/tahun. 350 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003