BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Konsumen di masa sekarang semakin menuntut banyak hal terhadap produk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB 1 PENDAHUALUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketat. Kondisi ini menuntut setiap perusahaan untuk mampu bersaing dengan perusahaan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut adalah perkembangan mall yang ada di Surabaya berdasarkan kanalsatu.com: Tabel 1.1 Perkembangan Mall di Surabaya

PENGARUH BAURAN RITEL TERHADAP CITRA TOKO (STUDI PADA KONSUMEN TOSERBA LARIS PURWOREJO)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Peranan industri

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu industri yang paling dinamis saat ini, pemilik

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua bisnis

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

Bisma, Vol 1, No. 2, Juni 2016 PENGARUH STORE ATMOSPHERE TERHADAP MINAT MEMBELI KONSUMEN PADA MINIMARKET MITRA JAYA DI PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Sumber : AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel sekarang berkembang cukup pesat. Bisa dilihat dengan banyak munculnya bisnis ritel di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pengaruh Atmosfer Toko Terhadap Keputusan Pembelian

BAB I PEDAHULUAN. didominasi oleh para kaum wanita. Faktor offline store

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media elektronik maupun media cetak. Peritel harus memiliki strategi untuk memunculkan minat beli

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian atmosfer toko adalah gambaran suasana keseluruhan dari sebuah toko yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari bertumbuhnya bisnis-bisnis ritel modern yang bergerak dipusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pendidikan. Pertumbuhan pendidikan dan pariwisata yang semakin meningkat dari

PENGARUH STORE IMAGE, STORE ATMOSPHERICS, DAN STORE THEATRICS TERHADAP PURCHASE INTENTION PADA THE BODY SHOP GALAXY MALL SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. komposisi produk buku dengan Focal Point meliputi 68 persen buku dan 32

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang kepercayaan diri. Di Yogyakarta, pertumbuhan industri kecantikan saat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kinerja baik karena merefleksikan peningkatan sales. Minat beli ulang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai distribusi dan saluran terakhir dari distribusi adalah pengecer (retailer).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gambar 1.1 Persentase Pertumbuhan Omzet Ritel Modern Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dari bisnis retail tradisional menuju bisnis retail modern. Perkembangan bisnis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini bisnis kuliner khususnya restoran, menjadi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang semakin ketat baik antar perusahaan domestik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh adanya perkembangan ekonomi global yang bergerak di bidang

I PENDAHULUAN. Indonesia masih memperlihatkan kinerja ekonomi makro nasional yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. Dalam laju pertumbuhan perekonomian yang sangat ketat di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini seringkali disebabkan oleh keseragaman target market yang dimiliki bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Usaha ritel (retailing) adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan pelanggan sendiri adalah perasaan senang atau kecewa

BAB 1 PENDAHULUAN. pertokoan yang ramai dikunjungi masyarakat Slahung, UKP Ria Nusantara. merupakan unit kesejahteraan pondok Ar-risalah, toko

BAB I PENDAHULUAN. naik, dengan omset penjualan naik maka pendapatan akan naik dan berakibat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian dan perkembangan zaman khususnya

B AB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan ini, manusia dihadapkan pada berbagai macam

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan usaha ritel di Indonesia dipicu oleh semakin pesatnya persaingan dalam pasar konsumen akhir dan faktor sosial. Dengan perkembangan ritel yang semakin pesat, membuat pemilik bisnis ritel harus mampu mengantisipasi persaingan yang ada. Persaingan semakin terasa dengan banyaknya perubahan yang terjadi ditunjukkan dengan semakin beragamnya permintaan konsumen, banyaknya jenis-jenis produk pelengkap, persaingan harga, serta ragam jenis bahan baku yang tersedia. Dengan mengikuti perkembangan pada sektor ritel maka peritel harus selalu mengikuti perkembangan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pengelolaan bisnis ritel harus melihat dan mengikuti perkembangan teknologi agar dapat berhasil dan mempunyai keunggulan bersaing. Banyak hal yang dilakukan oleh perusahaan ritel untuk bertahan dalam persaingan yang ketat di Indonesia ini. Setiap perusahaan ritel memiliki keunggulan-keunggulan tertentu untuk memuaskan konsumennya. Dengan adanya kepuasan pada konsumen, maka akan menentukan keputusan konsumen dalam memilih tempat berbelanja. Di Indonesia dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007 2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan ratarata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10% 15% per tahun, (Pertumbuhan Ritel Modern Di Indonesia, 1

2 2013). Ekonomi Indonesia triwulan I-2016 terhadap triwulan I-2015 tumbuh 4,92 persen (y-on-y) meningkat dibanding periode yang sama pada tahun 2015 sebesar 4,73 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 9,10 persen. Dari sisi Pengeluaran oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga yang tumbuh 6,38 persen, (Badan Pusat Statistik, 2016). Dengan adanya konsumsi masyarakat yang meningkat mempengaruhi kualitas lingkungan belanja konsumen. Kualitas lingkungan belanja konsumen menurut Peter dan Olson (2009), bahwa Lingkungan (environment) adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk di toko), dan perilaku sosial orang lain (siapa yang berada di sekitar dan apa yang mereka lakukan) (Yudatama, 2012:3). Store Environment mempunyai tiga komponen dasar, yaitu ambient factor, design factor, dan social factor. Ambient factor adalah suasana sebagai ciri dasar suatu kondisi tidak nyata yang cenderung mempengaruhi indera nonvisual, yang meliputi suhu, suara musik, bau dan pencahayaan. Sedangkan design factor adalah komponen-komponen lingkungan yang cenderung dapat dilihat dan lebih nyata yang menghiasi toko agar toko nampak lebih menarik. Design factor bisa meliputi warna, fasilitas, penataan merchandise, pengaturan layout. Dan social factor adalah orang-orang (konsumen-konsumen dan karyawan-karyawan) yang ada dalam lingkungan toko dan saling berinteraksi. Tidak hanya lingkungan toko saja yang di lihat oleh konsumen namun para retailer juga harus memperhatikan kualitas produk yang akan di jual. Menurut Kotler (2009) merchandise quality merupakan suatu produk atau jasa yang melalui

3 beberapa tahapan proses dengan memperhitungkan nilai suatu produk atau jasa tanpa adanya kekurangan sedikitpun nilai suatu produk atau jasa, dan menghasilkan produk atau jasa sesuai harapan tinggi dari pelanggan. Untuk mencapai merchandise quality yang diinginkan maka diperlukan suatu standarisasi kualitas. Cara ini dimaksudkan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga konsumen tidak akan kehilangan kepercayaan terhadap produk yang bersangkutan. Pemasar yang tidak memperhatikan kualitas produk yang ditawarkan akan menanggung tidak loyalnya konsumen sehingga penjualan produknya pun akan cenderung menurun. Jika pemasar memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan dan harga yang wajar maka konsumen tidak akan berpikir panjang untuk melakukan pembelian terhadap produk. The Body Shop merupakan salah satu perusahaan franchise kosmetika kedua terbesar di dunia. Pada Maret 2006, The Body Shop menyetujui pengambilalihan senilai 652.3 juta euro oleh perusahaan terkemuka, yaitu Loreal. The Body Shop memiliki sekitar 2.400 toko di 61 negara, salah satunya berada di Indonesia. Di Surabaya, The Body Shop memiliki toko yang berada di Ciputra World, Surabaya Townsquare, Pakuwon Supermall, Tunjungan Plaza, Grand City, dan Glaxy Mall. Dengan menggunakan kualitas produk yang terbuat dari bahan-bahan alami dan ramah lingkungan, The Body Shop menjadi produk kosmetik unggulan dan aman bagi kulit serta tubuh. The Body Shop menjual berbagai macam produk kosmetika, sehingga membuat konsumen memiliki banyak pilihan dan merasa terpenuhi kebutuhannya dengan berbelanja di toko tersebut. Menurut O Boticario, sebuah perusahaan dari Brazil, The Body Shop adalah perusahaan franchise kosmetika kedua terbesar di dunia. Perusahaan ini,

4 yang berpusat di Littlehampton, Sussex Barat, Inggris, didirikan oleh Dame Anita Roddick dan terkenal oleh produk-produknya yang menggunakan zat herbal mulai dari Body Butter, Peppermint Foot Lotion, dan Hemp. The Body Shop juga menekankan dukungannya terhadap berbagai macam isu yang beredar di seluruh dunia. (http://id.wikipedia.org). The Body Shop tidak hanya memberikan kualitas produk saja namun juga membangun atmosfer dan store image untuk menarik konsumen dalam keputusan pembelian. Dengan penciptaan atmosfer yang baik dan tepat, The Body Shop mempunyai store image yang positif di benak konsumen. Dan bekal tersebut menjadi stimulus bagi konsumen untuk masuk ke dalam The Body Shop, yang berlanjut pada proses interaksi hingga pada keputusan pembelian. Sopiah dan Syihabudhin (2008: 138) dalam Aliyan (2015), mengemukakan bahwa citra toko adalah kepribadian sebuah toko, kepribadian atau image toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Selain itu, suasana toko yang baik dapat menarik keinginan konsumen untuk mengetahui lebih dalam mengenai segala sesuatu yang ditawarkan oleh toko dan lebih jauh lagi dapat membangun komitmen konsumen terhadap toko. Atmosfer toko, seperti warna, pencahayaan, dekorasi interior, atau musik, membentuk konteks keseluruhan di mana pembeli membuat keputusan patronase dan cenderung memiliki dampak yang signifikan terhadap store image. Terdapat 7 faktor yang membangun store image, yaitu merchandise, promosi, kenyamanan, fasilitas toko, pelayanan toko, atmosfer toko dan merek terkenal (Utami, 2012: 270-272). Dalam membentuk store image maka ada beberapa karakteristik yang harus dibentuk, untuk menciptakan pandangan konsumen akan kualitas barang atau produk yang dijual dalam

5 toko sebelum memakai atau berbelanja produk tersebut. Menurut Sophiah dan Syihabudin (2008: 104) store image merupakan gambaran dua jiwa, atau kepribadian toko oleh pemiliknya yang berusaha disampaikan kepada pelanggan, sementara bagi pelanggan, store image merupakan sikap individu dari toko tersebut. Citra atau image toko dipengaruhi oleh periklanan yang dilakukan, pelayanan, kesenangan, layout toko, dan karyawan toko juga penting untuk diperhatikan sebagaimana halnya dengan kualitas, harga dan keragaman barang dagangan. Store image dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah usaha. Simamora (2003: 168) menyatakan bahwa seperti produk, sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai citra yang sangat jelas dalam benak konsumen tentang toko tersebut yang timbul karena persepsi dan sikap yang di rasakan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan lingkungan toko. Store image dijadikan sebagai kepribadian toko yang membedakan toko satu dengan toko yang lain yang di presepsikan oleh konsumen. Konsumen dapat ngingat dengan baik, bila suatu toko yang pernah konsumen datangi memiliki image positive sehingga konsumen dapat kembali melakukan keputusan pembelian di toko tersebut. Pada dasarnya, sebuah ritel mempunyai dua hal yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu produk dan cara menampilkan produk tersebut hingga terlihat menarik. Cara penampilan produk yang ditawarkan oleh toko, itulah yang disebut store environment (Simamora, 2003). Store environment yang baik akan membuat konsumen merasa nyaman didalam toko dan meningkatkan emosi dalam diri konsumen untuk berbelanja. Dengan terciptanya store environment yang baik maka akan membuat konsumen nyaman dalam berbelanja, tidak hanya itu saja namun harus

6 memperhatikan faktor-faktor yang ada pada store environment, seperti ambient factor, design factor, social factor. Pada ambient factor maka harus membentuk karakter melalui musik yang diputar dalam toko, cahaya, dan aroma dalam toko tersebut. (Golden and Zimmerman 1986). Untuk design factor elemen-elemen yang harus dibentuk yaitu mengenai arsitektur, warna, dekorasi, tata letak, tata produk (display) dan tanda-tanda (petunjuk produk, harga dan papan petunjuk discount) (Baker dan Parasuraman, 2002), sedangkan untuk social factor maka yang harus dibenuk adalah dari pramuniaga, seperti pakaian dari pramuniaga mencermikan citra toko serta kualitas barang dalam toko tersebut (Gardner and Siomkos, 1985). Melalui faktor-faktor yang ada di dalam store environment, retailer dapat menciptakan stimuli-stimuli yang akan memicu konsumen untuk membeli lebih banyak barang di luar yang mereka rencanakan. Store environment yang dirancang dengan baik dan sesuai dengan target market yang ditetapkan akan dapat menciptakan suasana hati yang kondusif untuk berbelanja. Dardem dan Ordem (1983) menemukan bahwa konsumen lebih yakin akan daya tarik toko dalam menentukan pemilihan toko maupun membeli barang atau produk, hal ini membuat toko harus menciptakan citranya yang ingin dibangun. Namun penelitian tentang store image selalu menyertakan merchandise quality dan kualitas layanan sebagai variabel yang penting untuk mempengaruhi store image maka dari itu dalam penelitian ini akan menyertakan variabel merchandise quality sebagai mediasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor store environment (ambient factor, design factor, social factor) mempengaruhi store image melalui efek mediasi dari merchandise quality.

7 Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah The Body Shop Surabaya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada konsumen yang pernah berbelanja pada The Body Shop Surabaya. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis melakukan penelitian dengan memilih judul Pengaruh Store Environment Terhadap Store Image Yang Di Mediasi Oleh Merchandise Quality Pada The Body Shop Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ambient factor berpengaruh terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya? 2. Apakah design factor berpengaruh terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya? 3. Apakah social factor berpengaruh terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya? 4. Apakah merchandise quality berpengaruh terhadap store image pada The Body Shop Surabaya? 5. Apakah merchandise quality memediasi store environment terhadap store image pada The Body Shop Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah telah dibuat, maka tujuan yang ingin diperoleh dari peneliti ini adalah sebagai berikut :

8 1. Untuk mengetahui pengaruh dari ambient factor terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya. 2. Untuk mengetahui pengaruh dari design factor terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya. 3. Untuk mengetahui pengaruh dari social factor terhadap merchandise quality pada The Body Shop Surabaya. 4. Untuk mengetahui pengaruh dari merchandise quality terhadap store image pada The Body Shop Surabaya. 5. Untuk mengetahui pengaruh merchandise quality yang memediasi store environment terhadap store image pada The Body Shop Surabaya. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Akademis dari penelitian ini yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap perkembangan ritel khususnya pada bidang Retailing untuk mengetahui pengaruh dari store environment serta merchandise quality terhadap store image. b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti dimasa yang akan datang yang mengambil topik yang sama dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan kepada The Body Shop Surabaya untuk lebih memperhatikan store environment, merchandise quality terhadap store image.

9 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini disusun sebagai berikut: BAB 1: PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika skripsi. BAB 2: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bagian ini berisi tentang penelitian terdahulu, landasan teori, dan hipotesis penelitian. BAB 3: METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ini desain penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, pengukuran data, alat dan metode pengumpulan data, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, teknik pengambilandata, teknik analisis data, dan prosedur pengujian hipotesis. BAB 4: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab tersebut terdiri dari deskripsi data, analisis data, dan pembahasan. BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN Bab tersebut merupakan penutup dari skripsi ini yang berisi simpulan dan saran sebagai masukan bagi perusahaan.