MEDIA INFORMASI MENGENAL BATIK PEKALONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BATIK INDONESIA SEBAGAI SUMBER IDE. Suciati, S.Pd, M.Ds Prodi Pendidikan Tata Busana PKK FPTK UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang masalah

pembuatannya dengan cara tertentu (mula-mula ditulis atau ditera dengan lilin, laludiwarnakan dengan tarum dansoga).

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB II. Metode Perancangan. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas, timbul permasalahan dalam

Di daerah Pekalongan tersebut akhirnya batik tumbuh dengan pesat seperti

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB II MENGENAL BATIK TULIS TASIKMALAYA. mengenai pengertian batik. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

BAB 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 SUMBER DATA Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari :

Desain Kerajinan. Unsur unsur Desain. Titik 9/25/2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patent yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM :

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB II BATIK SEBAGAI POTENSI WISATA DI PEKALONGAN A. Pekalongan Sebagai Sentra Batik

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan semua tindakan yang dapat diamati. diamati. (Lexy J.Moleong, 1994 : Di samping itu juga jenis penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. global. 1 Oleh sebab itu penting sekali bagi perusahaan untuk dapat menentukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

Written by Anin Rumah Batik Tuesday, 06 November :59 - Last Updated Tuesday, 06 November :10

Kerajinan dan Wirausaha Tekstil

Teknik dasar BATIK TULIS

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN

Gambar sampul adalah hasil modifikasi gambar yang diambil dari kratonpedia.com

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cai-rebon dalam bahasa Sunda cai memiliki makna air dan rebon adalah udang

KAJIAN MOTIF BATIK PAGI-SORE PEKALONGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. kerajinan batik itu sendiri yang juga ditopang oleh peningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia.

BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mata kuliah Kriya Tekstil dan Batik III ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Kriya

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN.

Kajian Batik Tulis Riau

Museum Batik Pekalongan

Memahami Pola Pembentuk Estetika Batik Cakar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. disebut juga dengan Batik Girli (Pinggir Kali) 1980-an. Sebab, pionir kerajinan batik di Sregen umunya pernah bekerja

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

BAB III KONSEP PERANCANGAN. tindak lanjut dari proses analisis, dimana proses perancangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan pemasaran lebih luas,

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV GAMBARAN UMUM. secara geografis Kota Pekalongan terletak di dataran rendah pantai utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. komoditas terbesar dari budaya Indonesia, karena batik mewariskan suatu nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kudus. Perancangan Motif Batik. Konsep desain

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB IV VISUALISASI. sesuai dengan semboyan Pati Bumi Mina Tani. Pengembangan visual desain batik

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada bab ini adalah latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Bagan 4.1 Kerangka Berpikir Konsep

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut mata pencaharian, tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat

PENGENALAN TEKNOLOGI DASAR (PTD)

BAB I PENDAHULUAN. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata Yang Berkelanjutan. 1.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II MEDIA INFORMASI MENGENAL BATIK PEKALONGAN II.1 Batik Batik merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang sudah ada sejak lama. Pengertian batik itu sendiri adalah suatu proses teknik pembuatan bahan pakaian atau kain dengan pewarnaan khusus dan menggunakan malam (lilin) dan memiliki berbagai macam motif-motif tertentu yang khas. Malam merupakan suatu zat yang berasal dari hasil ekskresi atau pembuangan metabolisme pada tumbuhan yang disebut damar atau resin. Istilah batik sendiri berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa, yakni 'amba' yang berarti menulis dan 'tik' yang berarti titik kecil, tetesan, atau membuat titik. Kemudian berkembang menjadi istilah 'batik', yang berarti menghubungkan atau melukis titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain mori (kain tenun berwarna putih). Batik sangat identik dengan suatu teknik atau proses pembuatannya. Fungsi lilin (malam) digunakan sebagai penahan agar ketika kain dicelup kedalam cairan pewarna, kain yang tertutup malam tersebut tidak menyerap/ikut terkena warna. (Azis Sa'adu, Buku Panduan Mengenal dan Membuat Batik, 2010). II.2 Batik Pekalongan II.2.1 Sejarah Batik Pekalongan diperkirakan sudah ada sejak sekitar tahun 1800. Pada awalnya batik berasal dari batik Solo dan Yogyakarta. Perkembangannya baru terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Akibatnya, banyak keluarga raja dan para pengikutnya yang mengungsi ke beberapa wilayah. Ke daerah timur mereka mengungsi ke wilayah seperti Surabaya, 6

Madura, dan Gresik. Sedangkan ke barat mereka mengungsi ke wilayah seperti Tulungagung, Banyumas, Kebumen dan termasuk ke wilayah Pekalongan. Keluarga raja dan pengikutnya yang mengungsi di wilayah Pekalongan mengembangkan tradisi membatik yang sudah ada dan mewariskannya secara turun temurun kepada generasi di wilayah tersebut. Dalam mengembangkan tradisi membatik, para pembatik tersebut menyesuaikan corak dan motif sesuai dengan ciri khas batik pesisiran dan kondisi penduduk setempat. Bertemunya masyarakat Pekalongan dengan bangsa Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada masa lampau juga turut mempengaruhi perkembangan batik di Pekalongan, baik motif maupun warnanya. Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dipengaruhi dari peranakan Cina. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Jawa Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan batik Pekalongan memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut. Karena daerah di pesisiran pantai utara pulau Jawa menjadi tempat pelabuhan dan pertemuan berbagai bangsa dalam perdagangan telah memunculkan berbagai perkembangan corak pada batik Pekalongan. (http://ngulikbatik.multiply.com/journal/item/6/sejarah-batik-pekalongan, diunggah pada tanggal 17 September 2010, 09:17 wib). Gambar 2.1 Batik Encim Pekalongan pengaruh dari budaya Cina Sumber gambar: dokumentasi pribadi 7

Adanya pelabuhan di Pekalongan sejak abad 18, tidak hanya berperan sebagai jalur perdagangan saja, tetapi juga sebagai penggerak sentra kerajinan batik. Banyaknya pedagang dari luar Pekalongan dan Indonesia yang tertarik pada batik, membuat batik semakin diminati dan akhirnya menjadikan batik sebagai sektor industri. Sehingga banyak masyarakat kota Pekalongan menjadikan pembatik sebagai profesi pekerjaan. Industri batik yang ada di Pekalongan sendiri disebut berdasarkan nama desa atau kelurahan. Contohnya sentra industri batik Jenggot, sentra industri batik Kauman, sentra industri batik Kradenan, dan lain sebagainya. Di kota Pekalongan ini juga terdapat Museum Batik Nasional yang berada di Jalan Jetayu No. 3, Pekalongan. Museum ini mulai diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006. Gambar 2.2 Museum Batik di Pekalongan Sumber gambar: dokumen pribadi 8

II.2.2 Ciri Khas Batik Pekalongan Batik Pekalongan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan batik dari daerah lain, yaitu: a. Warna Batik Pekalongan terkenal berani dalam memadukan berbagai warna. Selembar kain batik sangat kaya akan komposisi warna. Bahkan dalam satu kain bisa terdapat perpaduan delapan macam warna. Misalnya warna yang digunakan pada batik Jawa Baru. Batik ini memiliki banyak perpaduan warna, mulai dari warna merah, kuning, biru, coklat, jingga, ungu, hitam, dan cyan. Kombinasi warna yang berlimpah membuat batik Pekalongan cocok untuk digunakan/dipakai baik oleh anakanak maupun orang dewasa. Gambar 2.3 Perpaduan warna pada batik Jawa Baru Sumber gambar: dokumen pribadi 9

b. Motif Motif batik Pekalongan khas daerah pesisir, yaitu banyak ditemukannya gambar-gambar binatang dan tumbuhan laut. Selain itu, motifnya sangat dipengaruhi oleh budaya Demak yang kental akan nuansa Islam dipadu dengan budaya yang dibawa oleh para pendatang ke daerah ini. Banyaknya pedagang yang datang ke Pekalongan membuat pembatik bisa menerima berbagai motif dan warna. Hal itu yang membuat perkembangan motif batik Pekalongan begitu dinamis. Karena motif batik perlu selalu dikembangkan guna memenuhi permintaan konsumen dan perkembangan zaman agar batik tetap terjaga kelestariannya. Contohnya batik SBY, batik Syahrini, batik bola dan lain-lain. Oleh karena itu, batik Pekalongan juga dikenal sebagai pengembang motif yang handal. Berbagai pengaruh yang terdapat pada batik Pekalongan merupakan ciri khas tersendiri bagi batik Pekalongan, karena dari banyaknya pengaruh yang ada mampu memperkaya motif maupun warna pada batik Pekalongan. II.2.3 Motif Batik Pekalongan a. Batik Encim Batik Encim atau batik peranakan Cina ini memiliki warna yang cukup variatif, cerah, dan dapat menampilkan bermacam warna. Batik ini banyak menggunakan motif dari mitos kebudayaan Cina seperti burung huk (merak), kurakura, dewa-dewi, yang sebagian besar motif itu diambil dari ragam hias pada ornamen keramik khas Cina. Motif-motif itu digabung dengan hiasan buket atau karangan bunga khas Belanda. Pada periode 1850-1860, produksi batik terus berkembang di Pekalongan. Melihat perkembangan batik pada waktu itu, membuat orang-orang Cina melakukan berbagai inovasi dan banyak yang berkecimpung di dunia batik Pekalongan. 10

Gambar 2.4 Batik Encim Sumber gambar: dokumentasi pribadi Pada tahun 1910 produksi batik yang dihasilkan orang-orang cina (peranakan cina) memenuhi pasar. Kecermatan dan kehalusan dalam membuat batik, banyak diakui jauh lebih baik dari batik buatan orang-orang pribumi. (http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/01/liem-poo-hien-penjaga-tradisi-batikencim-di-kedungwuni-454230.html, diunggah pada tanggal 1 Mai 2012, 21:34 WIB). b. Batik Jlamprang Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain patola yang berasal dari India. Pada abad ke-17 para pedagang dari India yang datang ke kota-kota pantai utara Jawa seperti Pekalongan tidak hanya membawa barang dagangan tetapi juga membawa ajaran Agama Hindu ke Jawa. Para pedagang dari India tersebut membawa berbagai macam barang dagangan dan salah satunya adalah kain. Ada beberapa macam kain yang mereka bawa antara lain kain patola, sembagi, dan polikat. Kain tenun ganda yang disebut patola dibawa oleh pedagang dari daerah pantai Gujarat di India. 11

Gambar 2.5 Batik Jlamprang Sumber gambar: dokumentasi pribadi Kain tersebut merupakan mata dagangan yang sangat disukai golongan masyarakat menengah ke atas antara lain kaum bangsawan. Kain tersebut memiliki ragam hias yang diberi makna oleh masyarakat setempat sesuai dengan ajaran agama yang berkembang saat itu yaitu agama Hindu animisme yang dianut oleh masyarakat Pekalongan kuno. Pada saat kain patola mulai langka dipasaran, para pengusaha Cina dan Arab di Pekalongan membuat kain beragam hias patola dengan proses batik dan disebut batik Jlamprang. Oleh karena itu batik tersebut merupakan batik asli Pekalongan. Sebagian besar motif Jlamprang berbentuk geometris, bintang, atau mata angin serta menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Warna yang dominan digunakan adalah merah, hijau, biru, dan hitam. Dan juga masih ada yang menggunakan warna soga. (http:museumbatikdipekalongan.blogspot.com/2011/03/batik-jelamprang.html) 12

c. Batik Jawa Baru Gambar 2.6 Batik Jawa Hokokai (1942-1945) Sumber gambar: kemahasiswaan.um.ac.id.jpg Gambar 2.7 Batik Jawa Baru Sumber gambar: dokumen pribadi Batik jenis ini diproduksi sesudah era batik Jawa Hokokai atau setelah perang dunia ke-2 berakhir saat Jepang mengalami kekalahan. Motif dalam dan warna batik ini menyederhanakan batik Jawa Hokokai, tetapi masih mencirikan khas pagi-sore tanpa tumpal (hiasan lain). Motif yang sering terdapat pada batik ini adalah motif rangkaian bunga, parang, atau kupu-kupu. (Ari Wulandari, Batik Nusantara, 2011). 13

d. Batik Pagi-Sore Batik pagi-sore adalah kain batik yang terbagi oleh dua motif yang berbeda dan bertemu di bagian tengah kain secara diagonal. Desain penempatan motif batik seperti ini telah ada pada tahun 1930 di Pekalongan. Desain batik pagi-sore sangat populer pada zaman penjajahan Jepang karena pada waktu itu permasalahan kehidupan yang sulit diperlukan penghematan. Pembatik saat itu membuat kain batik pagi-sore. Satu kain batik dibuat dengan dua desain batik yang memiliki motif yang berbeda. Sehingga jika pada pagi hari menggunakan sisi motif yang satu, maka pada sore harinya dapat mengenakan motif yang berbeda dari sisi kain yang lainnya, sehinga terkesan memakai 2 kain yang berbeda. Warna yang lebih gelap biasanya dipakai di bagian luar untuk pagi dan siang hari, sementara bagian batik yang berwarna cerah dipakai pada acara malam hari. (http://batikpekalongan.wordpress.com/2007/11/03/batik-pagisore/). Gambar 2.8 Batik Pagi-Sore Sumber gambar: dokumentasi pribadi 14

e. Batik Batangan Batik ini berasal dari daerah Kabupaten Batang, namun perkembangannya menyebar ke beberapa wilayah pesisiran utara pulau Jawa, salah satunya Pekalongan. Batik Batangan pada umumnya kerap disebut juga dengan Batik Batang keratonan dengan ragam ciri khas keratonan. Corak warna pada batik Batang keratonan banyak menggunakan corak warna sogan ireng-irengan atau coklat kehitam-hitaman. Batik Batang banyak mendapat pengaruh motif keraton Mataram, salah satunya motif parang. Motif ini mempunyai ciri khas garis-garis lengkung seperti ombak lautan. Gambar 2.9 Batik Batangan Sumber gambar: dokumentasi pribadi f. Batik Tiga Negeri Batik ini menggambarkan tiga budaya, yaitu budaya Belanda, Cina atau Tionghoa, dan Jawa. Penggambaran budaya dalam batik ini, tercermin dari warnawarna yang digunakan dalam membatik. Dahulu, bahan pewarna batik berasal dari tanaman, yang membuat pembatik harus mengunjungi satu persatu daerahnya untuk mendapatkan warna yang diinginkan. 15

Daerah Lasem (yang kebanyakan dihuni oleh orang Tionghoa) memiliki warna merah. Warna merah ini berasal dari tanaman mengkudu. Sedangkan warna biru, para pembatik memilih warna biru yang dihasilkan daerah Pekalongan. Warna biru ini dihasilkan dari tanaman yang bernama Indigo. Kemudian, warna yang terakhir adalah warna coklat yang berasal dari tanaman Soga yang ditemukan di daerah Surakarta atau Solo. Warna merah, biru dan coklat atau soga, adalah warna yang selalu ada di dalam batik Tiga Negeri. Gambar 2.10 Batik Tiga Negeri Pekalongan Sumber gambar: setyorinihestiningtyas.wordpress.com.jpg g. Batik Buketan (Batik Belanda) Pada awalnya batik Belanda tidak menampilkan pola-pola buketan. Namun demikian, seiring dengan adanya perkembangan polanya, maka batik Belanda pun menampilkan ragam hias buket buket yang halus dan indah dengan warna-warna cerah serta serasi, bahkan sering dipadu dengan isen latar ragam hias tradisional keraton. Pola buketan tersebut pertama kali diproduksi oleh Cristina Van Zuylen yaitu salah satu seorang pengusaha batik keturunan Belanda kelas menengah di Pekalongan. Buketan berasal dari kata bouquet yang berarti rangkaian bunga dalam bahasa Perancis dan Belanda. 16

Gambar 2.11 Batik Buketan Sumber gambar: www.universalindonesia.com/batik-khas-indonesia.html/batikbuketan-pekalongan-tulis.jpg Motif ini mudah dikenali karena dalam batik ini bergambar bunga, burung dan tanaman yang tumbuh di Belanda. Batik motif buketan ini banyak berkembang di daerah pesisir. Warna yang cerah dan motif yang indah disamping pengaruh Eropa, khususnya Belanda, juga dipengaruhi oleh keberadaaan pedagang dan pengusaha batik dari etnis Cina. (Harmen C. Veldhuisen, Batik Belanda 1840-1940 Dutch Influence in Batik from Java History and Stories, 1994) II.3 Analisa Masalah Berdasarkan dari fokus masalah yang telah ditentukan sebelumnya, maka permasalahan terletak pada motif batik Pekalongan dan minimnya dokumentasi perkembangan motif batik Pekalongan tersebut. Saat ini dokumentasi yang ada hanya terdapat di museum batik Pekalongan dan sebagian buku hanya membahas secara umum batik seperti misalnya buku Ari Wulandari Batik Nusantara: Makna Filosofi, 17

Cara Pembuatan, dan Industri Batik. Untuk penyelesaian masalah ini, perlu dilakukan analisa masalah. Sumber data diperoleh dari hasil penelitian yaitu melalui: a. Data primer Proses pencarian data yang dilakukan adalah dengan melakukan kuisioner kepada masyarakat umum yang terdapat di Pasar Grosir Setono Pekalongan tepatnya di Jalan Dr. Sutomo No. 01-02 Kota Pekalongan. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tertarik batik Pekalongan Mengetahui motif batik Pekalongan Mengetahui Perlu/tidaknya keberadaan buku dibuatnya media tentang motif informasi berupa batik Pekalongan buku tentang motif batik Pekalongan Ya Tidak Banyak Sedikit Tidak tahu Tabel 2.1 Grafik hasil kuisioner Berdasarkan kuisioner tersebut diuraikan sebagai berikut : Tertarik terhadap batik Pekalongan. - 100 orang menjawab Ya: 100% - 0 orang menjawab Tidak: 0% Mengetahui motif yang terdapat pada batik Pekalongan. - 43 orang menjawab Ya: 43% - 57 orang menjawab Tidak: 57% 18

Mengetahui keberadaan buku tentang motif batik Pekalongan. - 15 orang menjawab Banyak: 15% - 58 orang menjawab Sedikit: 58% - 27 orang menjawab Tidak tahu: 27% Perlu atau tidaknya dibuat media informasi berupa buku tentang batik Pekalongan. - 98 orang menjawab Ya: 98% - 2 orang menjawab Tidak: 2% b. Data sekunder Proses pencarian data selanjutnya dilakukan dengan melalui media buku dan media internet, dimana sumber data isi buku yang diperoleh berasal dari beberapa buku. Buku yang dipilih sebagai referensi sumber data diantaranya yaitu: buku H. Santosa Doellah Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan, buku Ari Wulandari Batik Nusantara: Makna Filosofi, Cara Pembuatan, dan Industri Batik, buku Mila Karmila Ragam Kain Tradisional Nusantara: Makna, Simbol dan Fungsi, dan lain sebagainya II.4 Penyelesaian Masalah Berdasarkan analisa data primer dan sekunder yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan adalah motif batik Pekalongan yang kurang dikenal oleh beberapa masyarakat. Dengan demikian, maka penyelesaian masalah atau solusi yang paling tepat dilakukan yaitu dengan mengenalkan motif batik Pekalongan dalam bentuk media informasi yang komunikatif yang sesuai dengan kebutuhannya. Media informasi berupa buku merupakan sarana yang tepat untuk mengenalkan batik. Tujuannya untuk mendokumentasikan motif-motif yang menjadi ciri khas pada batik Pekalongan. 19

II.5 Tinjauan Umum Buku Buku merupakan sarana atau media informasi yang mudah digunakan dan didapat, hal ini dikarenakan banyaknya tempat-tempat yang menjual buku atau toko buku yang ada di Indonesia. Buku memiliki berbagai macam jenis, mulai dari buku yang hanya berisi informasi berupa teks hingga buku yang berisi informasi berupa gambar atau keduanya. Buku sebagai media informasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pengetahuan, dan segala sesuatu yang ada dan terjadi, baik itu peristiwa, bermacam cerita, dan apapun yang menghasilkan informasi. Bentuk buku tidak harus berupa teks, namun buku juga dapat disajikan berupa gambar atau foto yang disertai teks, seperti buku bergambar yang disesuaikan dengan kebutuhan penyampaian informasi mengenai buku tersebut. II.6 Target Audiens Target audiens dipilih secara spesifik berdasarkan: a. Demografis 1. Gender Laki-laki dan perempuan 2. Usia: 17-25 tahun, karena pada usia ini umumnya usia yang masih menuntut ilmu sehingga banyak remaja maupun dewasa yang sedang mempelajari budaya Indonesia, dalam hal ini mempelajari batik. 3. Pendidikan: SMA dan kuliah 4. Pekerjaan: Pelajar, mahasiswa, dan pekerja 20

b. Geografis (berdasarkan lokasi) Masyarakat yang berada di wilayah Jawa Tengah termasuk kota Pekalongan c. Psikografis (karakter/sifat) 1. Masyarakat yang memiliki keingintahuan akan motif batik. 2. Masyarakat yang senang berbelanja. 3. Masyarakat yang memiliki hobi membaca. 21