6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HbA 1c (hemoglobin terglikasi /glikohemoglobin/hemoglobin terglikosilasi/ Hb glikat/ghb) 2.1.1Biokimiawi dan metabolisme Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus) Hemoglobin A (HbA)terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA 1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM, glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka hasil hemoglobin A 1c akan menunjukkan nilai normal. Hasil pemeriksaan hemoglobin A 1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik.( Soewondo P, 2004) Pembentukan HbA 1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA 1 terdiri atas tiga molekul, HbA 1a, HbA 1b dan HbA 1c sebesar 70 %, HbA 1c dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada
7 jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin ( Kee JL, 2003 ) Kadar HbA 1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA 1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan ( Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004) Peningkatan kadar HbA 1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA 1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004). Pemeriksaan HbA 1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003) 2.1.2. Metoda Pemeriksaan Sampel: darah vena dengan antikoagulan (EDTA, heparin, oksalat) Pengambilan sampel untuk pemeriksaan HbA 1c pada penderita DM biasa dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel pemeriksaan glukosa Metoda pemeriksaan yang dipakai ; 1. HPLC( High Performance Liquid Chromatography) 2. Imuno Turbidimetri ( Men Kes RI, 2004)
8 Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA 1c akan sangat terganggu dan tidak akurat, misalnya : a. Specimen ikterik (kadar bilirubin>5.0mg/dl), Warna kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh yang menandakan terjadinya gangguan fungsi dari hepar( Widmann, 2004) b. Specimen hemolisis Pada destruksi Eritrosit, membran sel pecah sehingga Hb keluar dari sel, hemolisis menunjukkan destruksi eritrosit yang terlalu cepat, baik kelainan intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan serum berwarna merah atau kemerahan( Widmann, 2004) c. Penurunan sel darah merah (Anemia, talasemia, kehilangan darah jangka panjang) akan menurunkan kadar HbA 1c palsu Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya kadar Hb darah, penurunan kadar Hb biasanya disertai penurunan Eritrosit dan Hematokrit ( Kee JL, 2003) 666 2.2.GLUKOSA DARAH Kadar glukosa darah menggambarkan kondisi pasien hanya selama 24 jam sebelum pemeriksaan. Semakin tinggi kadar glukosa darah, semakin rendah kepatuhan penderita 2.2.1 Macam Pemeriksaan Pemeriksaan kadar glukosa darah meliputi : a. Glukosa darah puasa, yaitu hasil pemeriksaan glukosa darah setelah pasien tidak mendapat kalori tambahan 8-12 jam, semua obat dihentikan dulu
9 b. Glukosa darah 2 jam post prandial (GD 2PP), yaitu hasil pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan 2 jam setelah pasien menelan makanan, obat-obat hipoglikemi yang dianjurkan dokter harus tetap dikonsumsi. c. Glukosa darah sewaktu, pemeriksaan yang dilakukan setiap waktu pada pasien 2.2.2. Metoda Pemeriksaan kadar Glukosa darah a. Metoda heksokinase, Heksokinase sebagai katalisator mengubah glukosa 6 phospat dan ADP. glukosa 6 phosphat dehidrogenase (G-6-PDH) mengoksidase glukosa 6 fosfat menjadi glukosa -6-P dan NADP menjadi NADPH yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam spesimen dan diukur secra fotometri pada panjang gelombang 340 nm Glukosa + ATP heksokinase glukosa-6-fosfat + ADP Glukosa -6-fosfat + NADP + H + glukosa-6 fosfat dehidrogenase 6-fosfoglukonat + NADPH b. Metoda oksidase Glukosa dioksidasi secara enzymatik menggunakan enzym GOD ( glukosa oksidase), membentuk asam glukonik dan H 2 O 2, kemudian bereaksi dengan fenol dan 4- aminoantipirin dengan enzym peroksidase(pod) sebagai katalisator membentuk quinomin. Intensitas warna yang terbentuk sebanding
10 dengan konsentrasi glukosa dalam spesimen dan diukur secara fotometri pada panjang gelombang 340 nm. GOD Glukosa + O 2 + H 2 O asam glukonik + H 2 O 2 2H 2 O 2 + 4- aminophenazon + phenol POD quinomine + 4H 2 O Sampel : plasma, serum dan darah kapiler ( whole blood)( Men Kes RI, 2011) Setelah pengambilan, darah harus secepatnya dipisahkan (< 1 jam), antara plasma,atau serum dari sel-selnya. Darah yang tidak segera dipisahkan, akan terjadi glikolisis sebesar 5-7 % perjam dalam suhu ruang ( Darwis Y, 2005) 2.3.DIABETES MELITUS 2.3.1. Definisi dan Patofisiologi Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan metobolik umum yang ditandai dengan adanya hiperglikemia, oleh karena adanya gangguan metabolisme terutama glukosa (Darwis Y, 2005). Faktor genetik, lingkungan dan pola hidup disebut-sebut sebagai faktor yang sangat berperan pada diabetes melitus( Sacher RA, Mc Pherson RA, 2004) Penyebab pasti DM belum diketahui secara jelas. Hiperglikemia yang terjadi disebabkan karena (Soegondo S dkk, 2005) a. Berkurangnya sekresi insulin Insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta pancreas dalam 2 fase, sehingga sekresikan berbentuk bifasik, sekresi normal yang bifasik ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari
11 makanan. Insulin yang dihasilkan ini berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis. (Darmono, 2008) b. Berkurangnya uptake glukosa( resistensi insulin) Resistensi insulin dapat diartikan sebagai kemunduran potensi insulin untuk meningkatkan pengambilan glukosa dan penggunaaan glukosa oleh sel-sel tubuh dengan dampak kecenderungan meningkatnya kadar glukosa(darmono, 2008) c. Meningkatnya produksi/ asupan glukosa Konsumsi gula berlebih tanpa diimbangi aktivitas tubuh yang baik bisa menimbulkan efek tidak baik bagi kesehatan, jika kadar gula berlebih dalam makanan, maka memungkinkan dapat menimbulkan indikasi glikasi.(anonim, 2012) Genetika DM juga komplek, ada beberapa gen yang diduga berperan, namun beberapa ahli masih belum sepakat, pada umumnya setelah usia 40 tahun, dan kebanyakan disertai obesitas. Gangguan regulasi metabolik yang berhubungan dengan DM menyebabkan patofisiologi sekunder pada beberapa sistem organ. Keadaan seperti ini jika tidak dikendalikan dengan benar, dapat berlangsung terus menerus dan akan menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah ( Sacher RA, Mc Pherson RA, 2004) Klasifikasi etiologi DM :( Soegondo S dkk, 2004) a. Diabetes Melitus tipe 1 Umur < 40 tahun, berat badan kurang, kadar insulin tidak ada
12 b. Diabetes Melitus tipe 2 Umur > 40 tahun, berat badan( gemuk / normal), kadar insulin cukup/ tinggi c. Diabetes tipe lain DM yang disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindroma genetik yang lain yang berkaitan dengan DM d. Diabetes Melitus Gestasional Diabetes yang timbul selama kehamilan 2.3.2. Diagnosis dan penatalaksanaan( Men Kes RI, 2011) Kriteria Pemantauan Pengendalian DM Parameter Baik Sedang buruk Glukosa darah puasa 80 109 110 125 126 (plasma vena, mg/dl) Glukosa darah 2 jam PP 80 144 145 179 180 (Plasma vena, mg/dl) Glukosa darah Sewaktu <110 110-199 200 (Plasma vena, mg/dl) HbA 1c (%) 2.5 6.0 6.1 8.0 > 8.0
13 Gejala klasik DM berupa :poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dll( Sacher RA, Mc Pherson RA, 2004) 2.3.3. PENGERTIAN KEPATUHAN Kepatuhan penderita adalah perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup sehat,dan ketepatan berobat, mengikuti jadwal pemeriksaan, membangun suatu kepatuhan tergantung pada dua faktor disengaja atau tidak, dan biasanya didasari informasi yang benar, yang harus selalu diberikan pada penderita ( Anonim, 2012) DM merupakan penyakit kronik, seumur hidup dan mempunyai resiko komplikasi yang tinggi, sehingga menuntut kepatuhan penderita yang tinggi dalam menjalani pengobatan yang komperehensif dan jangka panjang, agar target pengendalian glikemik dapat tercapai. Pada kenyataannya sangat sulit menilai tingkat kepatuhan penderita secara pasti, terutama pada pasien rawat jalan, karena kita tidak tahu pasti yang dilakukan penderita menyangkut cara minum obat dan dosisnya, pola makan dan aktivitas fisiknya, serta pola hidup yang lain, yang dapat mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah penderita.
14 2.4. KERANGKA TEORI DM Sekresi insulin tipe 1 Tipe 2 Tipe lain gestational Resistensi insulin glukosa HbA 1c Asupan glukosa ikterik hemolisis Anemi berat
15 2.5. KERANGKA KONSEP HbA 1c Kepatuhan penderita Glukosa darah sewaktu