Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Sebubus, Kabupaten Sambas

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI

ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan. PENDUGAAN POPULASI PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM:

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, 2. Departemen Reproduksi Veteriner, 3 Departemen Parasitologi Veteriner, 4

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Sumatera Utara, 2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

SEBARAN LOKASI PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU SANGALAKI KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI

Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park

Analisa Persebaran Sarang Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai Sukamade Merubetiri Jawa Timur

STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PALOH, SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

KAWASAN EKOWISATA PENANGKARAN PENYU DI DESA SEBUBUS, KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI PELANGI KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Green Turtle (Chelonia mydas) Habitat Managements on The Sukamade Beach, Meru Betiri National Park, East Java

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

KARAKTERISTIK LOKASI PENELURAN PENYU HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI PANTAI SEBUBUS KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

Transkripsi:

Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak email korespondensi : aidilelvenskin@gmail.com Abstract The frequency of green turtle (Chelonia mydas) landing is largely determined by the environmental conditions and human activities in a coastal area. This research aims to determine the frequency of landings, the number of C. mydas at every landing time and the landing periods of the highest frequency of C. mydas occurring in Tanjung Kemuning beach, Tanjung Api beach, and Belacan beach. The research was conducted by using direct observation in the field. The survey revealed that the frequency of C. mydas in beach landings in Belacan beach, Tanjung Kemuning beach, and Tanjung Api beach during the period from July to 2013, is between 35.88% and 100 %. The numbers of C. mydas landed in Belacan beach, Tanjung Kemuning beach, and Tanjung Api beach are 20-28 individuals, 144-235 individuals and 107-183 individuals res pectively. Landing highest reached at 19:00 pm - 22:00 pm and 23:00 pm - 2:00 am. The environmental conditions in Tanjung Kemuning beach, Tanjung Api beach, and Belacan beach is able to support the landing activities of C. mydas. Kata kunci: green turtle (C. mydas), frequency of landings, district of Paloh beach PENDAHULUAN Penyu merupakan hewan reptil yang dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Wilayah pesisir pantai di Indonesia merupakan salah satu habitat bagi enam jenis penyu, yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu abu - abu (Lepidochelys olivaceae ) dan penyu pipih (Natator depressus) (Sumolang et al., 2008). Habitat penyu tersebut tersebar di wilayah perairan Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Kawasan Kalimantan Barat yang menjadi habitat C. mydas berada di sepanjang Pantai Paloh, diantaranya tersebar di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Keberadaan C. mydas di pantai tersebut disebabkan kawasan pantai mudah dijangkau dari laut dan keberadaan sarang penyu tidak tergenang saat air laut pasang, sehingga kondisi pantai tersebut berpotensi sebagai lokasi peneluran penyu (Mortimer, 1990 dalam WWF, 2012). Saat ini populasi C. mydas di Pantai Paloh mulai terancam keberadaanya. Aktivitas perburuan teluripenyu di sekitar pantai peneluran merupakan ancaman utama bagi populasi penyu di wilayah pesisir Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan (WWF, 2012). International Union for Conservation Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2004 menetapkan C. mydas sebagai salah satu spesies yang terancam punah atau endangered species. Secara nasional, spesies ini dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Melalui PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pangawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dinyatakan bahwa C. mydas dan bagiannya dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi oleh negara (COREMAP, 2009). Pendaratan C. mydas di pesisir pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor lingkungan, aktivitas masyarakat sekitar pantai, pasang surut air laut, kemiringan pantai dan kebersihan pantai (Rukmi et al., 2011). Umumnya aktivitas pendaratan C. mydas sering terjadi saat malam hari pada periode waktu 21.00-03.00 WIB (WWF, 2012). Sampai saat ini, belum ada penelitian terkait frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Olehcsebab itu, penelitian ini perlu dilakukan sebagai sumber informasi ilmiah dalam upaya konservasi C. mydas yang ada di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas. 232

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Juli - 2013. Lokasi penelitian di pesisir Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas (Gambar 1). Tabel 1. Deskripsi Masing-masing Lokasi Penelitian dan Rona Lingkungan I II III Nama Pantai Belacan Pantai Tj. Api Pantai Tj. Kemuning Metode Penelitian Titik Koordinat N 01 0 56.583 E 109 0 20.251 N 01 0 56.062 E 109 0 20.031 N 01 0 56.700 E 109 0 21.174 Rona Lingkungan Keadaan pantai landai, terdapat banyak batuan di zona supratidal, vegetasi didominasi Pandanus tectorius dan berada di sekitar batuan karang. Panjang pantai 3,6 km. Keadaan pantai landai, vegetasi didominasi Casuarina sp., Pandanus tectorius. Warna pasir dominan kecoklatan, Panjang Pantai 2,6 km. Keadaan pantai landai, vegetasi didominasi Casuarina sp., Pandanus tectorius. Warna pasir dominan kecoklatan, Panjang Pantai 2,6 km. Penelitian ini menggunakan metode observasi secara langsung di lapangan. Cara kerja yang dilakukan terbagi menjadi beberapa tahap yaitu penentuan stasiun, pengamatan frekuensi pendaratan penyu hijau (C. mydas), pengamatan karakteristik pantai dan pengukuran parameter lingkungan. Penentuan Pengamatan pengamatan dibagi menjadi tiga stasiun (Gambar 1). Pembagian stasiun ini berdasarkan rona lingkungan yang berbeda. Deskripsi stasiun penelitian disajikan pada Tabel 1. Pengamatan Frekuensi Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) Pengamatan penyu yang mendarat ke pantai dilakukan selama dua minggu per bulan. Waktu pengamatan dimulai dari pukul 19.00 WIB - 06.00 WIB. Pengamatan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali yakni pukul 19.00 WIB - 22.00 WIB; pukul 23.00 WIB - 02.00 WIB dan pukul 03.00 WIB - 06.00 WIB (WWF, 2012). Penyu yang terlihat mendarat di setiap stasiun dihitung. Data yang diambil adalah kehadiran dan jumlah penyu yang mendarat ke pantai untuk bertelur pada interval waktu yang berbeda. Pengamatan pendaratan dan jumlah penyu yang mendarat dilakukan untuk mengetahui rentang waktu ke berapa jumlah penyu yang paling banyak mendarat ke pantai untuk membuat sarang. Frekuensi pendaratan dihitung dengan rumus: Keterangan : FK = n i n 100% FK = frekuensi kehadiran n i = jumlah waktu pengamatan penyu ditemukan n = jumlah seluruh waktu pengamatan (Modifikasi dari Irwani et al, 2012). Kategori nilai frekuensi kehadiran (FK) C. mydas yang diamati dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kategori Nilai Frekuensi Kehadiran (Irwani et al, 2012) Persentase Kehadiran (100 %) Kategori 0 25 Sangat Jarang 26 50 Jarang 51 75 Sering 76 Sangat Sering Pengukuran Parameter Lingkungan dan Karakteristik Pantai Pengukuran karakteristik pantai dan parameter lingkungan dilakukan pada saat pengamatan frekuensi pendaratan C. mydas di lapangan. Parameter lingkungan yang diukur meliputi kelembaban pasir, suhu udara dan kondisi biologi yaitu jenis - jenis vegetasi serta kondisi fisika yang diukur yaitu kemiringan pantai. 233

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Penyu Hijau, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas Kelembaban Pasir dan Suhu Udara Pengukuran kelembaban pasir dan suhu udara dilakukan secara bersamaan di tiga lokasi pantai yang berbeda yaitu Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Kelembaban pasir diukur dengan menggunakan soil tester. Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggantungkan termometer pada kayu atau tongkat berukuran 1 meter dari atas pasir dan dibiarkan selama 5 menit. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan rentang waktu pukul 19.00-22.00 WIB; 23.00-02.00 WIB dan 03.00-06.00 WIB (Segara, 2007). Kondisi Biologi (Jenis Vegetasi) Pengamatan jenis vegetasi dilakukan dengan mencatat jenis - jenis tumbuhan yang ada di tiga lokasi pantai yang berbeda yaitu Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan (Segara, 2007). Kondisi Fisika (Kemiringan Pantai) Panjang total kemiringan pantai diukur menggunakan meteran gunung berukuran 100 m. Ketinggian diukur dengan menggunakan tongkat berskala yang diletakkan di atas pasir dan water pass digunakan untuk mempertahankan kelurusan tali (meteran gunung). Pengukuran dimulai dari vegetasi terluar hingga ke garis pantai yang pertama kali basah oleh gelombang. Nilai kemiringan pantai dihitung dengan persamaan berikut: tgα = H D tgα = 1 + 2 + 3 + 4 a + b + c + d α = arctg ( 1 + 2 + 3 + 4 a + b + c + d ) H = 1 + 2 + 3 + 4 D = a + b + c + d (Segara, 2007) Keterangan: α = sudut kemiringan pantai ( o ) H = jarak datar total pantai (m) D = tinggi total pantai (m) 234

Analisis Data Hasil keseluruhan pengamatan frekuensi pendaratan C. mydas di lapangan dianalisis dengan cara analisis statistik deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penyu hijau (C. mydas) mempunyai karakteristik tersendiri dalam menentukan habitat penelurannya. Karakteristik spesifik pantai yang berpengaruh terhadap pendaratan penyu diantaranya kemiringan dan vegetasi pantai. Hasil pengukuran kemiringan dan pengamatan vegetasi pantai terlihat pada Tabel 3. Karakteristik pantai mempengaruhi pendaratan C. mydas menuju pantai, karakteristik pantai yang berpengaruh diantaranya kemiringan dan vegetasi pantai. Kemiringan di tiga pantai berbeda-beda, kemiringan terendah yaitu 1,15 0 dan tertinggi yaitu 4,00 0. Vegetasi pantai di stasiun 1 didominasi oleh tumbuhan C. equisetifolia, sedangkan pada stasiun 2 dan 3 didominasi oleh tumbuhan C. equisetifolia dan P. tectorius (Tabel 3). Frekuensi pendaratan C. mydas pada bulan Juli, 2013 di Pantai Belacan lebih rendah dibandingkan dengan di Tj. Api dan Tj. Kemuning. Rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan bulan Juli sebesar 25,61% dan periode bulan sebesar 46,15%. Sedangkan rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api sebesar 100%. Frekuensi pendaratan C. mydas yang diamati di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 4. Tabel 3. Karakteristik Pantai Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan Pengamatan (Pantai) Kemiringan Pantai ( 0 ) Vegetasi Pantai Belacan 1,71-3,43 Casuarina equisetifolia Tj. Kemuning 1,15 4,00 Tj. Api 1,15-3,43 C. equisetifolia dan Pandanus tectorius C. equisetifolia dan P. tectorius Tabel 4. Frekuensi Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Belacan, Tj. Kemuning, dan Tj. Api Periode Bulan Juli - 2013 Pengamatan (Pantai) Belacan Tj. Kemuning Tj. Api Periode Bulan Frekuensi Pendaratan Pada Periode Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Juli 33,3 33,3 0 33,3 33,3 33,3 33,3 0 33,3 0 33,3 33,3 33,3 25,61 33,3 66,7 66,7 33,3 66,7 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3 66,7 66,7 33,3 46,15 Juli 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Juli 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan : 1, 2, 3, dst : Hari Pengamatan 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Rata -rata (%) Hasil pengamatan pada periode waktu yang berbeda menunjukkan ada perbedaan jumlah C. mydas yang mendarat menuju pantai. Jumlah C. mydas yang tertinggi baik pada bulan Juli maupun Agustus 2013 terjadi di Pantai Tj. Kemuning. Namun demikian berdasarkan periode waktu pengamatan pada bulan Juli 2013 pendaratan C. mydas tertinggi terjadi pada pukul 19.00 WIB - 22.00 WIB, sedangkan periode bulan 2013 jumlah C. mydas yang mendarat lebih banyak terjadi pada pukul 23.00 WIB - 02.00 WIB. Jumlah individu C. mydas yang mendarat terlihat pada Tabel 5. Gambar 2. Aktivitas Pendaratan C. mydas di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas 235

Pendaratan penyu hijau (C. mydas) berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan ada perbedaan antar stasiun. Pendaratan C. mydas tertinggi terjadi di Pantai Tj. Kemuning dan terendah terjadi di Pantai Belacan. Penyu hijau (C. mydas) yang mendarat di stasiun pengamatan terlihat pada Gambar 2. Faktor lingkungan menentukan bagi aktivitas pendaratan penyu untuk bertelur. Suhu udara dilokasi penelitian berkisar antara 26 0 C - 28 0 C, kelembaban pasir berkisar antara 68% - 70%, kelembaban udara berkisar antara 89% - 92% dan kecepatan angin berkisar antara 1,2 m/s - 2,3 m/s. Beberapa faktor lingkungan yang diukur pada stasiun pengamatan terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kisaran Kondisi lingkungan di Pantai Belacan, Tanjung Kemuning dan Tanjung Api Pada Bulan Juli - 2013 Parameter Lingkungan Suhu udara ( 0 C) Kelembaban pasir (%) Kelembaban udara (%) cepatan angin (m/s) 19.00-22.00 Waktu Pengamatan 23.00-02.00 03.00-06.00 26-27 27-28 27-28 68-70 69-70 69-70 89-90 90-92 91-92 1,2-1,8 1,9-2,1 2,1-2,3 Tabel 5. Periode Waktu Puncak Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api Periode Bulan Juli 2013 Pengamatan (Pantai) Belacan Tj. Kemuning Tj. Api Waktu Pengamatan (WIB) 19.00-22.00 23.00-02.00 03.00-06.00 19.00-22.00 23.00-02.00 03.00-06.00 19.00-22.00 23.00-02.00 03.00-06.00 Periode Bulan Jumlah C. mydas yang Mendarat (ekor) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total Ratarata (%) Juli 1 1 0 2 1 2 1 0 1 0 2 1 1 13 1,00 0 1 2 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 6 0,46 Juli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 3 3 3 2 2 3 2 2 2 1 2 2 1 28 2,15 Juli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 Juli 11 11 13 21 15 7 6 7 7 9 8 8 7 130 10,00 5 6 5 6 4 4 4 3 3 4 4 5 5 58 4,46 Juli 8 9 9 15 6 5 5 5 4 6 5 4 5 86 6,62 14 15 13 15 10 9 10 11 9 10 11 12 10 149 11,46 Juli 4 5 5 8 3 2 3 3 3 4 3 2 2 47 3,62 8 9 7 10 6 6 7 8 6 7 8 8 7 97 7,46 Juli 9 8 7 16 10 4 5 5 5 6 6 5 6 92 7,08 3 4 4 7 3 3 3 4 3 3 3 3 3 46 3,54 Juli 6 5 4 10 9 3 3 4 3 5 4 3 3 62 4,77 11 12 10 11 7 8 9 9 8 8 9 10 9 121 9,31 Juli 3 3 3 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 32 2,46 Keterangan : 1, 2, 3, dst : Hari Pengamatan 6 6 6 9 5 4 6 7 4 5 6 6 5 75 5,77 Pembahasan Pantai Paloh merupakan hotspot area pendaratan C. mydas menuju pantai untuk bertelur. Pantai Paloh berada di Kabupaten Sambas, dengan panjang pantai ±63 km (Suprapti, 2012). Wilayah Pantai Paloh yang sering digunakan dalam aktivitas pendaratan C. mydas menuju pantai untuk membuat sarang yaitu di pesisir Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api. Hal tersebut disebabkan karena pantai yang landai, tidak kotor dan sebagian besar vegetasi yang berada di area pantai adalah pandan laut (P. tectorius). 236

Berdasarkan hasil pengukuran, Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api memiliki kemiringan pantai yang berbeda-beda (Tabel 3). Perbedaan kemiringan pantai terjadi akibat akumulasi penumpukan pasir yang disebabkan pemindahan massa pasir oleh angin dan ombak pada saat pasang (Yuriadi, 2000). Kemiringan pantai di tiga lokasi penelitian termasuk dalam kategori landai dan disukai penyu untuk mendarat. Kemiringan pantai tersebut berkisar antara 1,15 0-4,00 0 (Tabel 3). Manalu (2010) menyatakan bahwa pantai yang tergolong landai berkisar antara 2 0-6 0. Kemiringan tiga pantai di Paloh ini relatif sama dengan kemiringan di Pantai Perencak Jembaran Bali yang merupakan salah satu tempat peneluran C. mydas, berkisar antara 2,7 0-4,4 0 (Yuriadi, 2000). Kemiringan Pantai Belacan dan Tj. Api relatif sama dengan kisaran antara 1,15 0-3,43 0. Hal ini disebabkan karena kondisi perairan di sekitar Pantai Belacan dan Tj. Api memiliki ombak relatif tenang, sehingga meminimalisir penambahan substrat pantai yang terbawa dari laut menuju daratan. Berbeda dengan kemiringan Pantai Belacan dan Tj. Api, Pantai Tj. Kemuning memiliki kemiringan pantai sedikit lebih curam yaitu 1,15 0-4,00 0 (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena kawasan Pantai Tj. Kemuning memiliki ombak relatif kuat sehingga memungkinkan ada penambahan substrat pantai yang terbawa oleh ombak menuju daratan. Kemiringan pantai sangat berpengaruh terhadap aktivitas penyu untuk mendarat menuju pantai. Semakin curam pantai maka akan semakin sulit penyu untuk melihat obyek yang berada di depannya, sehingga semakin besar pula energi yang diperlukan penyu untuk naik ke pantai. Selain kemiringan pantai yang landai, vegetasi pantai juga mendukung untuk dijadikan sebagai habitat peneluran C. mydas. Vegetasi pantai merupakan salah satu ciri dari pantai peneluran penyu. Setiap jenis penyu menyukai vegetasi yang berbeda-beda. Vegetasi pantai berfungsi sebagai naungan bagi sarang penyu agar tidak terkena sinar matahari yang berlebihan. Sinar matahari yang berlebihan akan meningkatkan suhu substrat sarang sehingga dapat mematikan embrio. Pantai peneluran C. mydas umumnya didominasi oleh jenis tumbuhan pandan laut (P. tectorius). Hasil pengamatan, C. mydas yang mendarat ke pantai lebih sering membuat sarang di bawah vegetasi pandan. Vegetasi pandan mampu memberikan rasa aman terhadap C. mydas untuk membuat sarang dan bertelur (Nuitja, 1992). Hal ini dikarenakan sistem perakaran pandan laut (P. tectorius) mampu meningkatkan kelembaban pasir, menjaga kestabilan suhu pasir dan memudahkan penyu saat melakukan penggalian sarang (Suwelo et al., 1985). Frekuensi pendaratan penyu hijau (C. mydas) menuju pantai berhubungan dengan kondisi sekitar pantai, seperti keberadaan pondok atau rumah warga, aktivitas manusia di sekitar pantai dan vegetasi pantai. Berdasarkan pengamatan di lapangan rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan pada bulan Juli 2013 sebesar 25,61% dan bulan 2013 sebesar 46,15%, sedangkan rata - rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada bulan 2013 dan bulan Juli 2013 sebesar 100% (Tabel 4). Lokasi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan berdekatan dengan pondok nelayan, vegetasi pantai didominasi pohon cemara laut (C. equisetifolia) dan apabila surut, pantai akan dimanfaatkan masyarakat sebagai jalur lalu lintas kendaraan bermotor, sehingga mengganggu C. mydas untuk mendarat. Berbeda dengan Pantai Belacan, pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada bulan Juli, Agustus dan 2013 sebesar 100%. Hal tersebut disebabkan lokasi pantai jauh dari perumahan penduduk dan jarang ada aktifitas manusia. Selain itu, area Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api lebih didominasi vegetasi pandan laut (P. tectorius) (Tabel 3). Pendaratan penyu hijau (C. mydas) di Pantai Paloh selain dipengaruhi oleh kondisi pantai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kelembaban pasir dan kelembaban udara. Hasil pengukuran diperoleh kelembaban udara berkisar antara 89% - 92% dan kelembaban pasir berkisar antara 68% - 70%. Kelembaban pasir maupun kelembaban udara di pesisir Pantai Paloh sesuai bagi C. mydas untuk mendarat menuju pantai dan membuat sarang. Kelembaban pasir maupun kelembaban udara tersebut masih dalam rentang yang normal 69% - 95 (Segara, 2008). Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api merupakan pantai yang memiliki dua kali pasang dan dua kali surut atau semi diurnal. Pasang surut air laut pantai berpengaruh pada frekuensi pendaratan penyu dan juga berpengaruh pada jumlah penyu hijau (C. mydas) yang mendarat 237

menuju pantai. Berdasarkan pengamatan, penyu hijau (C. mydas) di tiga pantai umumnya aktif mendarat menuju pantai pada saat malam hari. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan di Pulau Jawa Pantai Pangumbahan, C. mydas aktif mendarat ketika matahari mulai tenggelam yaitu mulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB (Departemen Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009). Hasil pengamatan diketahui bahwa C. mydas yang berhasil mendarat di Pantai Belacan bulan Juli 2013, periode waktu 19.00 WIB - 22.00 WIB sebanyak 13 ekor, sedangkan pada bulan 2013 sebanyak 6 ekor. (Tabel 5). Bulan Juli 2013 lebih banyak dikarenakan pada saat tersebut air laut dalam keadaan pasang. Bulan 2013, kondisi air laut dalam keadaan surut, sehingga jumlah C. mydas yang mendarat menuju pantai lebih sedikit. Penelitian di Pantai Paloh tersebut relatif sama dengan hasil penelitian Nuitja (1992) di Pantai Sukamade (Banyuwangi) Jawa Timur, C. mydas paling banyak mendarat pada pukul 20.00 WIB - 22.00 WIB, karena pada pukul tersebut keadaan laut berombak dan permukaan air laut pasang. Hasil penelitian di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada periode pukul 23.00 WIB - 02.00 WIB bulan Juli jumlah C. mydas yang mendarat sebanyak 86 ekor dan 62 ekor sedangkan pada bulan di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api jumlah C. mydas jumlah C. mydas yang mendarat sebanyak 149 ekor dan 121 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa pada periode waktu 23.00 WIB - 02.00 WIB jumlah penyu yang mendarat pada bulan Juli di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api lebih sedikit dibandingkan dengan bulan.(tabel 4). Hal tersebut dikarenakan air laut sudah mulai surut, sedangkan bulan permukaan air laut pasang dan kondisi laut berombak. Periode puncak pendaratan C. mydas yang mendarat di pesisir Pantai Paloh bulan 2013 periode waktu 23.00 WIB - 02.00 WIB sama dengan hasil penelitian Susilowati (2002) yang dilakukan di Pantai Pangumbahan (Sukabumi), Jawa Barat yang menunjukkan bahwa jumlah C. mydas paling banyak mendarat pada pukul 22.00 WIB - 03.00 WIB. Demikian pula dengan jumlah C. mydas di Pantai Kaironi (Irian Jaya), jumlah C. mydas paling banyak mendarat menuju pantai terjadi pada periode waktu pukul 23.00 WIB - 03.15 WIB (Warikry, 2009). Faktor lain yang berpengaruh terhadap pendaratan penyu hijau (C. mydas) selain pasang surut air laut adalah suhu udara pantai. Kondisi suhu udara pantai yang sesuai akan banyak jumlah C. mydas yang mendarat. Hasil pengukuran, suhu udara berkisar antara 26 0 C - 28 0 C. Hal ini merupakan suhu ideal bagi penyu untuk mendarat. Suhu udara saat pengamatan penyu di Pantai Paloh hampir sama dengan hasil penelitian Dharmadi dan Wiadnyana (2008) di Pulau Derawan, Berau - Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa, C. mydas banyak mendarat berkisar antara 25 0 C - 28 0 C. Seperti halnya suhu udara, pasang surut permukaan air laut, kecepatan angin juga turut berperan dalam aktivitas pendaratan penyu. Pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa kecepatan angin di Pantai Belacan, Tanjung Kemuning dan Tanjung Api berkisar antara 1,2-2,3 m/s. Kecepatan angin di lokasi penelitian masih dalam kategori angin sepoi - sepoi (Sanger et al., 2012). Namun, kecepatan angin 3 m/s, membuat kondisi laut berombak dan angin bertiup kencang dan kondisi laut berombak cukup besar sehingga membuat penyu hijau (C. mydas) mengalami kesulitan untuk mendarat (Sanger et al., 2012). Periode bulan menentukan keberadaan C. mydas yang mendarat menuju pantai untuk membuat sarang. Periode bulan berhubungan erat dengan kondisi pantai. Setyawatiningsih et al. (2011) menjelaskan bahwa di Pulau Anak Ileuh Kecil, Kepulauan Riau bahwa, pada periode bulan Juni sampai, angin yang bertiup dari Tenggara hingga Selatan tidak kuat sehingga membuat gelombang laut relatif kecil. Oleh sebab itu periode Bulan Juli sampai Pantai Paloh merupakan puncak peneluran bagi penyu. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dwi Suprapti yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama di lapangan, seluruh rekan-rekan WWF - Indonesia Program Kalimantan Barat site Paloh - Sambas, POKMASWAS Kambau Borneo yang telah banyak membantu selama di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Coral Reef Rehabilitation and Management Program LIPI (COREMAP), 2009, Perlindungan Penyu di Kabupaten Bintan, Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang 238

Departemen Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009, Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu, Departemen Kelautan Perikanan RI, Jakarta Dharmadi & Wiadnyana, NN, 2008, Kondisi Habitat dan Kaitannya dengan Jumlah Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang Bersarang di Pulau Derawan Berau Kalimantan Timur, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, vol. 14, no. 2, hal. 197-199 Irwani, Suryono, CA & Nugroho, KD., 2012, Struktur Komunitas Gastropoda di Perairan Pesisir Kecamatan Genuk Kota Semarang, Jurnal of Marine Research, vol.1, no.1, hal. 108-117 Manalu, RG, 2010, Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik dan Upaya Pelestarian di Pantai Gili Meno, KIPA Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Jakarta Nuitja, INS, 1992, Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut, Institut Pertanian Bogor Press, Bogor Rukmi, DS, Sudrajat & Datusahlan, M, 2011, Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (C. mydas) Berdasarkan Karakteristik Pantai di Kepulauan Derawan Kalimantan Timur, Jurnal Mulawarman Scientifie, vol.10, no. 2, hal. 183-191 Sanger, RJ, Fibriani, C & Nataliani, Y, 2012, Perancangan Aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Kecepatan Angin Beserta Pengkategorian Jenis Angin dengan Hardware Inframerah Sebagai Media Kalibrasi, Jurnal Teknologi Informasi, vol. 9, no. 2, hal. 117-118 Suwelo, ISA, Somantri, U & Hasan, M, 1985, Usaha Rehabilitasi Penyu di Pangumbahan dengan Penetasan Telur, Departemen Kehutanan, Bogor Warikry, I, 2009, Aktivitas Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Pantai Kaironi Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, Skripsi, Universitas Negeri Papua, Papua World Wild Foundation (WWF), 2012, Status Populasi Penyu di Kecamatan Paloh, Sambas, WWF - Indonesia Marine Program, Jakarta Yuriadi, A, 2000, Pantai Perancak di Kabupaten Jembaran Bali Sebagai Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea E), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Segara, RA, 2007, Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) di Pengumbahan Sukabumi, Jawa Barat, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Setyawatiningsih, SC, Marniasih, D & Wijayanto, 2011, Karakteristik Biofisik Tempat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) di Pulau Anak Ileuh Kecil, Kepulauan Riau, Jurnal Teknobiologi, vol. 2, no. 2, hal. 17-22 Sumolang, D, Febriantie, I, Mustika, D & Rahayu, EL, 2008, Tipologi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Jawa Barat, Karya Ilmiah, Sukabumi Suprapti, D, 2012, Status Populasi Penyu di Kecamatan paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, WWF - Indonesia Marine Program, Jakarta, (Report) Susilowati, T, 2002, Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) di Pantai Pangumbahan, Sukabumi Jawa Barat, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor 239