BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup pada saat ini tidaklah mudah, mengingat kesempatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan Telaah

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. membina warga binaan untuk memberikan bekal hidup, baik ketrampilan,

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PERAN PSIKOLOGI DIBIDANG KRIMINAL

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

Hari Raya Natal tahun 2014 bagi narapidana dan anak pidana yang

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB III. Deskripsi RUTAN serta Pelayanan Kerohanian. bagi Warga Binaan RUTAN Kelas IIB Salatiga

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kelompok ini memang kehilangan hak-hak kebebasannya khususnya hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Lapas.Terdapat Petugas Rutan yang membantu operasional Rutan. pembinaan, dan juga pengamanan. Mereka melakukan tugas sesuai job

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Hanna, 2004, p Prapti Nitin, Buku Lustrum ke-25 Panti Wreda Hanna dalam Pendampingan Para Lanjut Usia di Panti Wreda

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pembinaan pemasyarakatan di Indonesia secara umum telah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB III HASIL PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN, KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT DAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG KLAS IA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV ANALISA USAHA PENGEMBANGAN JAMUR DI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) BOGOR. 4.1 Analisa Usaha Pengembangan Jamur di GBKP Bogor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

PEMBINAAN MORAL DAN SPIRITUAL PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Kabupaten Rembang)

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMK NEGERI 5 SEMARANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Kebutuhan hidup pada saat ini tidaklah mudah, mengingat kesempatan pekerjaan yang terbatas seiring dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus meningkat dan bersaing. Tak terlepas dari itu, manusia terjebak dalam beragam permasalahan hidup. Fenomena ini merupakan dasar permasalahan yang dihadapi para tahanan dan narapidana, sehingga menciptakan tindak kriminalitas sebagai solusi dari beragam masalah yang dihadapi. Proses pengamanan dalam sel Rumah Tahanan Negara (RUTAN), terkadang tidak membuat rasa jera bagi sebagian besar tahanan yang belum mendapatkan kepastian pengadilan. Ada banyak alternatif serta usaha yang mereka lakukan, agar dapat lepas dari proses penahanan dan kembali lagi menjadi warga masyarakat. Berbeda halnya dengan narapidana, vonis sebagai tersangka dengan lama hukuman telah menjadi keputusan pengadilan dan hak kebebasan mereka sebagai warga masyarakat terbatas atau bahkan tidak ada lagi. Menjadi gunjingan serta minimnya dukungan dari keluarga, membuat para narapidana terpuruk secara psikososial selama berada dalam sel Lembaga Pemasyarakatan (LP). Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki dua lembaga pemerintah yang menampung serta membina para pelaku tindak kriminalitas yaitu RUTAN sebagai tempat para tahanan atau terdakwa selama penantian keputusan pengadilan akan 1

masa hukuman yang diterima, sedangkan LP menampung serta membina para pelaku tindak kriminalitas sebagai tempat para narapidana atau tersangka yang menunggu berakhirnya masa vonis hukuman yang telah diputuskan oleh pengadilan. Menjadi terdakwa dan terpidana adalah dua hal yang berbeda, karena latar belakang tindak kriminal dan masa hukuman tidaklah sama begitu juga menyangkut emosi psikologis para tahanan dan para narapidana. Mengingat belum ada putusan dari proses persidangan, secara psikologis para tahanan lebih cenderung labil, karena yang ada dalam diri mereka bukanlah penyesalan atau perenungan akan permasalahan yang mereka hadapi, akan tetapi lebih mengarah pada strategi apa yang dapat mereka lakukan agar bisa bebas dari tuntutan jaksa dan ketika bebas cenderung tetap dalam kebiasaan yang sama karena belum adanya rasa jera dalam pribadi para tahanan pada umumnya. Berbeda dengan para narapidana, mengingat vonis yang telah mereka jalani membuat mereka lebih pada rasa penyesalan, perenungan hidup dan psikologis para narapidana cenderung stabil. Sebagai mana yang diketahui bahwa dalam RUTAN serta LP bukanlah tempat pembuangan masyarakat yang melakukan tindak kriminal, melainkan tempat pemulihan mental yaitu suatu proses pembinaan yang sering disebut sebagai therapeutic process. Pembinaan yang diadakan oleh tiap instansi LP dan RUTAN pada umumnya serupa tetapi tidak sama, dalam pengertian bahwa secara umum pembinaan bagi napi bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya 2

melalui jalur pendekatan, 1 memantapkan iman mereka dan membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok, selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat). Setelah menjalani pidananya dan secara khusus pembinaan napi ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya; berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya; berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional; berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin serta mampu manggalang rasa kesetiakawanan sosial; berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara. Sedangkan, bagi tahanan kegiatan pembinaan yang diberikan kepada mereka bukan hanya semata-mata dimaksudkan sebagai kegiatan pengisi waktu agar terhindar dari pemikiran-pemikiran yang negatif (seperti berusaha melarikan diri), tetapi harus lebih dititik beratkan pada penciptaan kondisi yang dapat melancarkan jalannya proses pemeriksaan perkaranya di pengadilan. Melihat dari tujuan pembinaan yang diberikan pada setiap instansi baik LP maupun RUTAN tidaklah sama, maka menjadi sebuah dilema bagi instansi RUTAN ketika timbul permasalahan yaitu over kapasitas pada instansi LP yang tidak menutup kemungkinan dengan kebijakan yang ada melimpah tugaskan pembinaan warga narapidana setempat di tengah warga tahanan, sehingga 1 Keputusan Menteri Kehakiman RI No:M.02-PK.04.10 Tahun 1990, Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. 3

mengarahkan bagian pembinaan di RUTAN untuk dapat menggabungkan proses pembinaan tahanan dan napi. Baik ini terjadi dalam Rumah Tahanan Negara kelas IIB-Salatiga yang mendapat pelimpahan warga binaan dari LP Semarang maupun itu Ambarawa. Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga merupakan RUTAN peninggalan zaman kolonial Belanda dan merupakan RUTAN terkecil di Indonesia dengan kapasitas penghuni 100 orang. Akantetapi karena adanya limpahan dari LP wilayah Semarang serta Ambarawa, sehingga jumlah penghuni dalam RUTAN meningkat menjadi 155 orang. Pembinaan yang diberikan bagi para tahanan dan napi-pun terbatas mengingat akan fasilitas pembinaan yang masih kurang memadai. Dengan kondisi fasilitas yang terbatas dan pegabungan warga binaan, pembinaan kerohanian tetap berjalan dengan jadwal yang ditentukan karena pembinaan kerohanian merupakan pembinaan yang wajib diselenggarakan bagi para warga binaan dalam RUTAN serta LP. Pembinaan dalam RUTAN kelas II B- Salatiga, berjalan rutin sebagai mana jadwal yang telah ada, khususnya bagi pembinaan kerohanian Nasarani yang merupakan tujuan penulisan ini di mana kegiatan kebaktian berlangsung dua kali dalam seminggu pada hari Senin dan Sabtu dengan durasi ibadah dua jam (mulai pada pukul 9-11 WIB). Dalam pelaksanaan pembinaan kerohanian pihak RUTAN bekerja sama dengan pihak gereja, serta instansi lain yang turut berpartisipasi dalam pembinaan kerohanian. Melihat keterlibatan pihak luar dalam pembinaan kerohanian seharusnya penyajian pembinaan kerohanian berbeda dan berkelanjutan, akan 4

tetapi dalam lapangan penyajian pembinaan kerohanian yang diberikan tidak jauh berbeda (seperti yang berjalan pada umumnya cenderung hanya memberikan renungan, sedikit kesaksian, diakhiri dengan pemberian taliasih berupa makanan atau pun keperluan mandi), sehingga warga binaan terkadang merasa bosan dan bahkan tidak jarang dari mereka tidak turut andil dalam ibadah yang di berikan, karena proses pembinaan kerohanian dalam wujud ibadah cenderung monoton. 2 Berkaitan dengan permasalahan ini, penulis melihat bahwa salah satu model penerapan pelayanan kerohanian dalam penjara di Amerika Serikat yang disebut dengan Prison Ministry, yang bisa dijadikan sebagai model dalam melayani. Pelayanan ini serupa tetapi tidak sama, jika dibandingkan dengan pembinaan kerohanian bagi tahanan dan narapidana di Indonesia. Persamaan yang ada ialah pelayanan kerohanian yang diberikan bekerjasama dengan gereja maupun LSM yang ingin terlibat dalam melayani para pelaku tindak kriminalitas dengan tujuan, memulihkan mereka dari permasalahan psikososial dengan pendekatan kerohanian. Perbedaan yang tampak adalah pendampingan warga binaan yang diberikan para pelayan Prison Ministry berkelanjutan, sedangkan pendampingan yang diberikan dalam pelayanan kerohanian di Indonesia pada umumnya hanya sebatas ibadah tidak ada pendampingan yang berkelanjutan. Dalam pendampingan yang diberikan biasanya menerapkan lima fungsi pastoral untuk membantu para warga binaan keluar dari keterpurukan batin yang mereka alami. Lima fungsi pastoral dalam pendampingan yang diberikan yaitu: 2 Hasil Wawancara Warga Binaan pada saat melakukan penelitian awal (di:kapel RUTAN Kelas IIB Salatiga,Sabtu 09 Juni 2012)11.30WIB. 5

penyembuhkan (healing), penopangan (sustaining), pembimbingan (guiding), pendamaian (reconciling) dan memberdayakan (empowering). 3 Hal ini sangat dibutuhkan mengingat banyak dari mereka yang kesepian, marah, takut, dan putus asa, serta menyesal. Semua hal tersebut dihadapkan dengan pilihan untuk mengubah hidup mereka. Para pelayan yang terlibat dalam Prison Minisrty tidak hanya seorang Pendeta tetapi juga orang awam yang diberikan pelatihan sebelum mereka masuk dalam pelayanan di tengah warga binaan setempat dengan misi pelayanan mereka make progress in our quest to bring the love of Jesus and His forgiveness into the mission fields we call prisons and to the loved ones of those incarcerated (membuat kemajuan dalam misi kami untuk membawa kasih Yesus dan pengampunan-nya ke ladang misi yang kita sebut penjara dan orang-orang tercinta dari mereka yang dipenjarakan). 4 Dengan mengingat kembali latar belakang para warga binaan di RUTAN kelas IIB-Salatiga yang memiliki tindak kriminalitas dan masa hukuman yang berbeda, apakah pembinaan kerohanian yang diberikan menjawab kebutuhan para tahanan dan narapidana?, dan apakah pembinaan kerohanian yang diberikan sudah melaksanakan lima fungsi pendampingan pastoral guna menjawab kebutuhan rohani para tahanan maupun napi selama berada dalam RUTAN?. 3. Howard Clinebell, Tipe-tipe Pendampingan pastoral dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanasius & Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hal. 28 4 http://www.kairosprisonministry.org/testimonials.htm.07agustus2012-03.00pm 6

Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis tertarik untuk mengkaji penulisan Skripsi ini dengan berfokus pada pelayanan pembinaan kerohanian dengan judul : Telaah Pendampingan Pastoral terhadap Pelayanan Kerohanian dari Gereja Bethany Salatiga di Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Salatiga I.2 RUMUSAN MASALAH Bertolak dari uraian latar belakang yang dipaparkan diatas, maka masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Pelayanan Kerohanian yang diberikan kepada Tahanan dan Narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga? 2. Apakah lima fungsi Pendampingan Pastoral dilaksanakan dalam Pelayanan Kerohanian kepada Tahanan dan Narapidana di rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga? I.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian, sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan Pelayanan Kerohanian yang diberikan kepada Tahanan dan Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Salatiga. 2. Menelaah apakah Pelayanan Kerohanian bagi Tahanan dan Narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga sudah memenuhi lima fungsi Pendampingan Pastoral, serta mendeskrisipkan penerapan lima fungsi 7

pendampingan pastoral dalam Pelayanan Kerohanian bagi Tahanan dan Narapidana. I.4 SIGNIFIKANSI PENELITIAN Ada pun yang menjadi signifikansi dalam penelitian yaitu secara akademis dan pragmatis (praktis): I.4.1 Signifikansi Akademis. Secara Akademis, penelitian ini hendak memberikan sumbangsih ilmiah pada Fakultas Teologi di bidang Pendampingan Pastoral yang kelak melahirkan calon-calon pelayan Tuhan, dalam menghadapi permasalahan sosial khususnya kasus kriminalitas dan bagi mahasiswa Fakultas Teologi yang kelak melakukan pelayanan atau Praktik Pendidikan Lapangan (PPL) V di instansi pemerintah seperti di Rumah Tahanan Negara dan di Lembaga Peasyarkatan. I.4.2 Signifikansi Pragmatis (Praktis) Secara pragmatis penelitian ini memberikan sumbangsih bagi Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga dan bagi gereja yang melakukan pelayanan kerohanian yang berkaitan dengan lima fungsi pendampingan pastoral dalam membantu pihak Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga menjalankan Pembinaan Kerohanian. I.5 METODE PENELITIAN 8

I.5.1 Metode Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. 5 Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang bersifat objektif dan melalui penelitian ini akan diperoleh data-data yang berupa tanggapan 6 dan atau pendapat mengenai Pelayanan Kerohanian yang diberikan gereja dalam Pembinaan Kerohanian di Rumah Tahanan Negara kelas II-B Salatiga (dalam hal ini mengacu pada Pelayanan Kerohanian gereja Bethany Salatiga). Pendekatan deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal seperti apa adanya sehingga memberi gambaran yang jelas tentang situasi-situasi di lapangan apa adanya. 7 Melalui metode ini semua penjelasan yang diperoleh akan diteliti dan dideskripsikan. I.5.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan berlangsung di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB- Salatiga dan di gereja setempat yang melakukan Pelayanan Kerohanian bagi Pembinaan Kerohanian para Tahanan dan Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB-Salatiga. I.5.3 Sasaran dan Informan Sasaran dan informan dalam penelitian ini adalah Kepala Rumah Tahanan Negara kelas II B-Salatiga, Kepala Bagian Pembinaan Rumah Tahanan Negara 5 H.Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,(Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2005), hal.63 6 Ibid..hal.67 7 Ibid..hal.65 9

kelas IIB-Salatiga, pihak gereja yang terlibat dalam pelayanan kerohanian di Rumah Tahanan Negara kelas IIB-Salatiga, serta Tahanan dan Narapidana Rumah Tahanan Negara kelas IIB-Salatiga. Dengan tujuan agar bisa memberikan data berupa dokumen-dokumen tertulis serta informasi yang akurat dan tepat yang dapat mendukung hasil penelitian. I.5.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian yaitu dengan wawancara di mana penulis terlebih dahulu menentukan narasumber (key informant) 8 dalam point I.5.3 (Sasaran dan Informant) yang memahami dan menguasai persoalan penelitian yang telah dirumuskan. Selanjutnya diadakan tanya jawab secara mendalam untuk menjawab persoalan penelitian yang telah dirumuskan. Wawancara tersebut dilakukan dengan mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan yang relevan dengan masalah penelitian yang akan dicapai. 9 Dalam pengumpulan data penulis menggunakan alat bantu recorder untuk merekam informasi yang diberikan oleh informan kunci kemudian mencatat hasil wawancara sesuai data mentah, untuk dievaluasi dalam rangka melihat kebutuhan data selanjutnya guna membantu penulis mengingat dan merekonstruksi kembali data yang telah diperoleh. 10 I.5.5 Teknik Analisis Data 8 Koentjaraningrat Metode Penelitian Masyarakat edisi 3,(Jakarta:Gramedia, 1995), hal.129 9 Prasetya Irawan.Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta:STIA-LAN Press, 2002), hal.15 10 Husaini Usman dan Purnomo Setiady akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 90. 10

Setelah penulis memperoleh data yang dibutuhkan, selanjutnya penulis membuat klasifikasi berdasarkan perolehan data tersebut. Dari klasifikasi yang telah dibuat kemudian penulis menganalisa data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan pelayanan pembinaan kerohanian yang diberikan serta menelaah pendampingan pastoral terhadap pelayanan kerohanian apakah sudah memenuhi lima fungsi pendampingan pastoral bagi tahanan dan narapidana di Rumah Tahanan Negara kelas II B-Salatiga. I.5.6 Sistimatika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini akan disusun kedalam lima bab. Kelima bab tersebut dibahas dalam kategori poin-poin bahasan sebagai berikut: Bab pertama, memaparkan tentang latar belakang (termasuk didalamnya pertanyaan penelitian), tujuan, signifikansi atau manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistimatika penulisan. Bab dua, memaparkan landasan teoritis Pendampingan Pastoral dalam kaitannya terhadap Pelayanan Kerohanian kepada Warga Binaan yang digunakan sebagai dasar analisa. Bab tiga, memaparkan gambaran umum Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga serta pendeskripsian akan Pelayanan Kerohanian yang di berikan bagi Warga Binaan. Bab empat, memaparkan analisa akan kajian Lima Fungsi Pendampingan Pastoral terhadap Pelayanan Kerohanian di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga. 11

Bab lima, memaparkan kesimpulan serta refleksi teologis dari keseluruhan karya tulis ini, dan juga berisikan rekomendasi bagi tempat penelitian dan juga Fakultas Teologi. 12