BAB VIII PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI [15]

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] LANJUTAN

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13]

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

BAB VI PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA BANJIR[13] Lanjutan

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14] Lanjutan

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

PEDOMAN PERENCANAAN TATA RUANG

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

Perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

19 Oktober Ema Umilia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 RTRW KABUPATEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan panjang garis pantai km, memiliki potensi sumber daya pesisir dan

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

Contoh Tabel Pemeriksaan Mandiri Materi Muatan Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI

PENGATURAN PERIZINAN REKLAMASI PANTAI TERHADAP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

Syarat Bangunan Gedung

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. Kuliah ke 11 BAB VIII PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI [15] 8.1. Beberapa Definisi Kawasan pesisir daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut Kawasan reklamasi pantai kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru Ruang terbuka privat ruang terbuka yang terdapat pada lahan milik perorangan atau pengembang Rang terbuka publik Ruang terbuka yang terdapat pada lahan milik public baik berupa taman, lapangan olah raga, atau ruang terbuka lainnya yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh publik tanpa batasan ruang, waktu, dan biaya Garis sempadan bangunan (GSB) Batas persil yang tidak boleh didirikan bangunan dan diukur dari dinding terluar bangunan terhadap batas tepi rencana jalan, batas rencana sungai, batas tepi rencana pantai, rencana saluran infrastruktur, batas jaringan listrik tegangan tinggi, batas tepi rel KA, garis sempadan mata air, garis sempadan aproadland-ing, dan garis sempadan telekomunikasi Garis sempadan pantai (GSP) Jarak bebas atau batas wilayah pantai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budi daya atau untuk didirikan bangunan. GSP diukur dari titik pasang tertinggi Garis sempadan sungai ( GSS ) jarak bebas atau batas wilayah sungai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan budi daya atau untuk didirikan bangunan. GSS diukur dari garis bibir sungai 1

Koefisien dasar bangunan ( KDB ) luas lantai dasar dibagi luas lahan kawasan Koefisien lantai bangunan ( KLB ) luas bangunan kotor dibagi luas lahan kawasan Koefisien dasar hijau ( KDH ) pengaturan penyediaan ruang terbuka baik ruang terbuka publik dan hijau di kawasan reklamasi pantai Kemudahan publik Aksesibilitas dan kemudahan dalam menikmati fasilitas public berupa panorama, ruang terbuka public (laut, pantai, dan hijau) Reklamasi pantai kegiatan di tepi pantai yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase 2

Sempadan pantai Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat Garis pantai Batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi Panorama pantai potensi elemen-elemen natural pantai berupa pemandangan yang dapat direpresentasikan kembali melalui kreativitas proses penggalian, perancangan dan pengemasan potensi alam/pantai/laut menjadi variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses rencana tata ruang kawasan secara signifikan Elemen-elemen pantai potensi alam/pantai yang perlu dikembangkan sekaligus dikonservasi, contoh: pasir, hutan, flora dan fauna air, bakau, tebing/bibir pantai, kontur, keteduhan, matahari, langit, danpanorama Pasang surut gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara laut, matahari, dan bulan Abrasi pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan Lepas pantai bagian pantai yang terletak di luar daerah gelombang pecah (breaker zone) bagian pantai yang berada di lokasi paling tinggi, di atas rerata muka air Dune bukit pasir yang berada di sepanjang garis pantai yang dapat berfungsi sebagai proteksi natural terhadap pengaruh angin dan abrasi Ketentuan Ketentuan umum Persyaratan Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut: a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan; b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan 8

kebutuhan yang ada; c) Berada diluar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa; d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain. Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di atas, terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administrative berikut: a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai; b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi; c) Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi); d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional. Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara, dan kawasan campuran. Tipologi Kawasan reklamasi pantai secara umum dapat dibagi dalam beberapa tipologi sebagai berikut: a) Tipologi Reklamasi Pantai BerdasarkanFungsi Kawasan reklamasi pantai berdasarkan fungsi dikelompokkan atas: 9

1) Kawasan peruntukan permukiman; 10

2) Kawasan perdagangan dan jasa; 3) Kawasan peruntukan industri; 4) Kawasan peruntukan pariwisata; 5) Kawasan pendidikan; 6) Kawasan pelabuhan laut /penyeberangan; 7) Kawasan Bandar udara; 8) Kawasan mixed-use (campuran); 9) Kawasan ruang terbuka hijau. b) Tipologi Kawasan Reklamasi Pantai Berdasarkan Luas Kawasan reklamasi pantai berdasarkan luas dikelompokkan menjadi: 1) Reklamasi besar Kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha. 2) Reklamasi kecil Kawasan reklamasi dengan luasan < 500 Ha. c) Tipologi Kawasan Reklamasi Berdasarkan Bentuk Fisik 1) Menyambung dengan daratan Kawasan reklamasi ini berupa kawasan daratan lama yang berhubungan langsung dengan daratan baru. Penerapan tipologi ini sebaiknya tidak dilakukan pada kawasan dengan karakteristik khusus seperti: a) Kawasan permukiman nelayan; b) Kawasan hutan bakau; c) Kawasan hutan pantai; d) Kawasan perikanan tangkap;

e) Kawasan terumbu karang, padang lamun, biota laut yang dilindungi; f) Kawasan larangan (rawan bencana); g) Kawasan taman laut. 2) Terpisah dari daratan Kawasan reklamasi ini sebaiknya diterapkan pada kawasan-kawasan yang memiliki karakteristik khusus seperti yang telah disebutkan di atas. Tipologi ini memisahkan daratan lama yang berupa kawasan yang memiliki karakteristik khusus dengan kawasan daratan baru dengan tujuan: a) Menjaga keseimbangan tata air yang ada; b) Menjaga kelestarian kawasan lindung (hutan bakau, pantai, hutan pantai); c) Mencegah terjadinya dampak/konflik sosial; d) Menjaga dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut, perikanan, minyak); e) Menghindari kawasan rawan bencana. 3) Gabungan 2 bentuk fisik (terpisah dan menyambung dengan daratan) Tipologi reklamasi yang merupakan gabungan dua tipologi reklamasi yaitu gabungan dari tipologi c.1 dan c.2. Tipologi kawasan reklamasi pantai berdasarkan bentuk fisik ditunjukkan pada lampiran C. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi kawasan Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan budaya di kawasan reklamasi, sebagai berikut: a) Reklamasi pantai memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan terjadi harus menyesuaikan: 1) Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan; 2) Selanjutnya, perubahan di atas berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk keragaman/ diversifikasi usaha baru yang ditawarkan. b) Aspek sosial, budaya, wisata,dan ekonomi yang diakumulasi dalam jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan ekonomi kawasan reklamasi pantai memanfaatkan ruang perairan/pantai. Aspek pergerakan, aksesibilitas dan transportasi

Perencanaan pergerakan, aksesibilitas dan transportasi kawasan reklamasi pantai harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a) Pola pergerakan kendaraan di ruas-ruas jalan harus terintegrasi terhadap kerangka utama/coastalroad yang melintasi pantai/perairan agar publik dapat menikmati panorama dan kenyamanan pantai; b) Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus menyediakan kanal-kanal dan atau ruang perairan lain untuk aksesibilitas dan integrasi antara pusat kawasan dan sub-sub wilayahkota; c) Harus mudah diakses dan terintegrasi dengan sistem kota dari prasarana dan sarana di perairan, darat danudara; d) Pola pergerakan dan transportasi darat dan perairan harus memiliki variasi integrasi dan variasi transportasi berdasarkan konsep ride and park system di beberapa tematik kawasan; e) Perencanaan manajemen sistem transportasi dan kelengkapan sarana penunjang transportasi. Aspek kemudahan publik dan ruang publik Untuk menjamin terwujudnya kemudahan publik di kawasan reklamasi pantai, perencanaan tata ruang kawasan ini harus memperhatikan: a) Tata letak bangunan yang figuratif dan garis ketinggian bangunan yang berhirarki untuk menjaga kemudahan publik dalam menikmati panorama ruang pantai; b) Keberadaan ruang publik yang dapat diakses, dimanfaatkan, dan dinikmati secara mudah dan bebas oleh publikt anpa batasanruang, waktu, dan biaya; c) Potensi elemen-elemen pantai untuk direpresentasikan kembali melalui kreativitas proses penggalian, perancangan,dan pengemasan potensi alam/ laut/pantai/perairan yang signifikan agar tercipta kemudahan dan kenyamanan publik; d) Potensi alam/pantai yang perlu dikembangkan sekaligus dikonservasi, misalnya pasir, hutan, flora dan fauna air, bakau, tebing/bibir pantai, kontur, peneduh, langit, dan pemandangan/panorama; e) Perwujudan kenyamanan pada elemen pantai dalam bentuk antara lain: 1) keheningansuasana; 13

2) keindahan panorama pantai; 3) kealamiahan desa; 4) kejernihan riak dan gelombang air pantai; 5) kehijauan bukit & lembah; 6) kerimbunan hutan pantai; 7) kebersihan pasir; 8) kebiruan langit; 9) keteduhan di sekitar pantai. Kemudahan public dan ruang public pada kawasan reklamasi pantai ditunjukkan pada Gambar 1. Kemudahan publik hilang akibat bangunan depan menghalangi kemudahan bangunan di belakangnya yang jauh lebih rendah dalam menikmati ruang publik/pantai Kemudahan publik terjaga Gambar 1 Kemudahan publik dan ruang publik 14

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL DAFTAR PUSTAKA [1] UU-RI no 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana [2] BNPB : BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA [3] International federation of Red Cross and Red Cresent Societies, http://www.jhsph.edu/research/centers-and-institutes/center-for-refugeeand-disasterresponse/publications_tools/publications/_crdr_icrc_public_health_ Guide_Book/Chapter_1_Disaster_Definitions.pdf [4] International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies http://www.ifrc.org/en/what-we-do/disaster-management/aboutdisasters/what-is-a-disaster/ [5] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyususnan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota [6] Endro Sambodo, 1984, Apakah Ring of Fire? https://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/19/ring-of-fireapakah-itu/ [7] Disaster Management Notes and Questions, file:///c:/users/ken%20martina/documents/data/diktat%20mitig ASI%20BENCANA/Disaster_Management_Notes_and_Questions.pdf [8] Safer homes, stronger communities: a Handbook for reconstructing after natural disaster: Disaster Type and Impact, http://www.gfdrr.org/sites/gfdrr.org/files/disaster_types_and- Impacts.pdf [9] F. Batuk, B Sengezer, O Emem, Relation between disaster management, urban planning and NSDI, http://www.isprs.org/proceedings/xxxvii/congress/8_pdf/2_wg- VIII-2/53.pdf [10] Hilman Sawargana. Kearifan Lokal SMONG Penyelamat bencana tsunami di Pulau Simeueu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. http://www.pusdiklat-geologi.esdm.go.id/ [11] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 22/PR/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. [12] Modul Terapan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 22/PR/M/ 2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. 16

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL [11] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 22/PR/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor [12] Modul Terapan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 22/PR/M/ 2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. [13] Pedoman Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana banjir. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://www.pen ataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/pengendalian_pr_kaw_rbb anjir.pdf [14] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 21 / PRT / M / 2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi. [15] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 40/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasaan Reklamasi Pantai. 16