184 BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah hak miliki bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman, sebagai berikut : A. Kesimpulan 1. Bahwa Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah hak miliki bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan dengan beberapa responden terlihat bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman dan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah telah melaksanakan perintah dari Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tersebut. Meskipun dilihat dari tata urutan perundang-undangan, asas preferensi hukum dan perkembangan hukum sudah kurang releven saat ini, namun Surat Edaran Gubernur DIY PA VIII No. 898/A/1975 merupakan suatu bentuk affirmative action yaitu kebijakan diskriminatif positif, yang sifatnya sementara untuk membuka peluang kelompok masyarakat tertentu meraih peluang yang sama sebagaimana dinikmati kelompok masyarakat lain.
185 Surat Edaran Gubernur DIY PA VIII No. 898/A/1975 adalah bentuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial yang dapat berakhir pada kerusuhan, inilah mengapa di Yogyakarta tidak pernah terjadi kerusuhan seperti gerakan anti Cina yang terjadi di daerah lain. Adil bukan berarti sama rata tetapi sesuai dengan porsinya. Hakikat hukum sebenarnya adalah tercapainya keadilan, bukan kaku tentang tata urutan perundangan, memang hal tersebut harus berkesinambungan tapi yang utama tercapainya keadilan itu sendiri. Disisi lain berdasarkan hasil wawancara juga, Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 ini memiliki kelemahan, hal tersebut juga diakui oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman yang menyebutkan ada beberapa kecolongan dikarenakan tolak ukur pelaksanaan dari Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 bersifat subjektif. Dan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman tidak berhadapan dengan para pihaknya, hal ini seharusnya menjadi tugas Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk bekerjasama dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman melaksanakan Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 dengan menyeleksi para pihak apakah wni pribumi atau wni nonpribumi. Meskipun prakteknya ada pihak Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat perjanjian pinjam nama, dan perjanjian pinjam nama tersebut digunakan oleh wni nonpribumi untuk menyimpangi aturan Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975. Tapi pihak Kantor Pertanahan Kabupaten
186 Sleman menyatakan tidak mengakui perjanjian pinjam nama tersebut, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman hanya melihat nama yang tercatat didalam sertipikat. 2. Latar belakang larangan pemilikan Hak Milik atas tanah bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman berdasarkan Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah hak miliki bagi wni nonpribumi adalah kembali pada sejarah terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk didalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualam. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII memutuskan bergabung dengan NKRI. Sri Sultan mengirimkan surat kawat kepada Soekarno yang menegaskan sikap politiknya itu. Kemudian Soekarno memberikan Piagam Penghargaan kepada Yogyakarta sebagai daerah istimewa setingkat Provinsi. Pemberian keistimewaan ini ditegaskan kembali melalui dekrit kerajaan atau yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Analogi hubungan kedua negara tersebut kemudian sering dikenal dengan istilah ijab Kabul, dan mas kawinnya adalah pemberian keistimewaan daerah tersebut. Substansi Istimewa bagi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari tiga hal :
187 a) Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintah Daerah Istimewa sebagaimana diatur UUD 1945, pasal 18 dan penjelasannya mengenai hal asal-usul suatu daerah dalam teritoir Negara Indonesia serta bukti-bukti authentuk/fakta sejarah dalam proses perjuangan kemerdekaan, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini dalam memajukan Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Indonesia; b) Istimewa dalam hal Bentuk Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari penggabungan dua wilayah Kasultanan dan Pakualaman menjadi satu daerah seingkat provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (sebagaimana disebutkan dalam Amanat 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950); c) Istimewa dalam hal Kepala Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dijabat oleh Sultan dan Adipati yang bertahta (sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 ang menyatakan Sultan dan Adipati yang bertahta tetap dalam kedudukannya dengan ditulis secara lengkap nama, gelar, kedudukan seorang Sultan dan Adipati yang bertahta sesuai dengan angka urutan bertahtanya.) Dalam perkembangannya sampai dengan implementasinya saat ini, ada kecenderungan otonomi Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar dan
188 peran Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai alat daerah cenderung lebih menonjol dibanding perannya sebagai alat Pusat yaitu Gubernur. Maka tampaknya pengaruh negara terhadap rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup lemah dibanding pengaruh Raja. Juga Faktor kepatuhan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang luar biasa kepada Rajanya. Apapun perintah Raja dianggap sebagai amanah yang harus dijaga dan dilaksanakan, hal ini terbukti dengan tetap terlaksananya Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 sejak tahun 1975, sejak kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sampai dengan saat ini kekuasaan kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dan tetap digunakannya pembedaan istilah wni pribumi dengan wni nonpribumi, meskipun telah ada beberapa Undang-Undang yang menghapuskan istilah tersebut. Sehubungan dengan hal itu, prestasi utama HB X adalah mampu menciptakan stabilitas politik Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kepemimpinan Jawa yang merakyat (manunggaling kawulogusti) dan patron-client. Dia juga mampu menjaga Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kota Wisata Budaya dan Kota Pelajar. Dalam hal ini terjadi sinkretisme atau perkawinan antara kekuasaan tradisional dan modern. Model birokrasi modern Weberian yang rasional dan bersumber pada otoritas Negara, berhadap-hadapan dengan sisa-sisa birokrasi kekuasaan tradisional-patrimonial kerajaan Mataram di masa lalu. 87 87 H. BRM. Sulaksmono, 1992, Pengaruh Sistem Pengajian Terhadap Produktivitas Kerja (Suatu Penelitian di Kalangan Pegawai Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat). Skripsi. Fisip Universitas Widya Mataram, Yogyakarta.
189 3. Penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul akibat dari larangan Hak Milik bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman adalah yang pertama pemberlakuan Surat Edaran Gubernur DIY PA. VIII/No.K.898/I/A 1975 di Daerah Istimewa Yogyakarta ini dianggap bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta feodal, tidak sesuai dengan tantangan jaman dan demokratisasi. Secara filosofis vox populi vox dei, sebagai ruh demokrasi menunjukan bahwa ukuran demokrasi harus benar-benar menunjukan bahwa ukuran demokrasi harus benar-benar berpijak pada kepentingan dan kehendak rakyat. Apabila melihat realita masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian besar masih menginginkan praktek yang telah berjalan selam ini tetap dipertahankan maka seharusnya keinginan tersebut diakomodasi. Demokrasi sebenarnya merupakan dimensi humanitas atau kebudayaan, karenanya demokrasi dapat dipandang sebagai salah satu hasil kreativitas manusia yang berkebudayaan dan berkeadaban. Sementara konsepsi demokrasi sendiri dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan, seperti walfare democracy, people s democracy, social democracy, participatory democracy, dan sebagainya. Puncak perkembangan demokrasi yang paling diidealkan pada akhirnya adalah demokrasi yang berdasar atas hukum atau constitutional democracy. Dalam perspektif ini, demokrasi terwujud secara formal dalam mekanisme kelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan kenegaraan.
190 Sedangkan secara substansial demokrasi memuat nilai-nilai dan prinsip dasar yang terwujud dalam perilaku budaya masyarakat setempat. 88 Maka tidaklah berlebihan jika keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tetap dipertahankan dengan segala aturan pertanahannya. Tidak hanya merupakan keniscayaan sejarah dan konstitusi tapi juga fakta sosiologis yang sampai sekarang masih didukung sebagian besar masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, keistimewaan tidak hanya bermakna pemberian hak previlage tapi dimaksud untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri masyarakat dalam sejarah perjalanan Negara bangsa ini diberi tempat dan diakui secara konstitusional. Yang kedua adalah permasalahan penyelundupan hukum yaitu perjanjian pinjam nama sebagai alat untuk menyimpangi ketentuan larangan hak milik bagi wni nonpribumi yang diamanatkan oleh Surat Edaran Gubernur DIY PA. VIII/No.K.898/I/A 1975. Berdasarkan hasil wawancara, di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, sertipikat Hak Milik yang disertai dengan perjanjian pinjam nama ini sering menimbulkan permasalahan. Contohnya jika nama yang dipinjam (wni pribumi) meninggal dan sertipikat tersebut masuk ke dalam objek turun waris dari wni pribumi yang meninggal. Maka terjadilah pemblokiran sertipikat oleh wni nonpribumi yang merasa memberikan uang dan meminjam nama wni pribumi yang meninggal tersebut. Contoh lainnya adalah jika nama yang 88 www.tentangjogja.wordpress.com, Mengapa Keistimewaan DIY Harus Dipertahankan, diakses pada tanggal 10 Desember 2014.
191 dipinjam (wni pribumi) mengalihkan sertipikat tersebut kepada orang lain, baik melalui proses jual beli atau yang lainnnya. Maka timbul permasalahan juga wni nonpribumi yang merasa memberikan uang dan meminjam nama wni pribumi melakukan pemblokiran atas sertipikat Hak Milik tersebut. Dengan diblokirnya sertipikat maka proses setipikat tersebut terhenti, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 45 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan : Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap. Pemblokiran sertipikat hak atas tanah dilakukan atas dasar tanah tersebut menjadi sengketa yang dilanjutkan dengan sita jaminan yang dimohonkan oleh Hakim Pengadilan kepada Kantor Pertanahan untuk diblokir hak atas tanah tersebut sampai adanya putusan pengadilan. Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman biasanya bersedia untuk menjadi mediator antara pihak yang bersengketa. Tetapi untuk kasus pemblokiran sertipikat yang disertai perjanjian pinjam nama antara wni pribumi dengan wni nonpribumi Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman tidak bersedia memediasi dikarenakan ada indikasi kecurangan. Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman hanya akan melihat nama yang tertulis di sertipikat dan nama yang ada di buku tanah. Maka pilihan solusinya selain berperkara di Pengadilan adalah sertipikat tetap diproses dengan nama wni pribumi yang
192 ada didalam sertipikat atau diganti dengan nama wni nonpribumi, tetapi dengan catatan wni nonpribumi tersebut bersedia untuk diturunkan haknya dari sertipikat Hak Milik menjadi sertipikat Hak Guna Bangunan, jika wni nonpribumi tidak bersedia diturunkan haknya maka tidak dapat diproses. B. Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan berkenaan dengan penelitian ini adalah : 1. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah hak miliki bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman sudah berlangsung efektif, maka yang perlu dilakukan adalah menyeimbangkan hal tersebut dengan lebih mensosialisasikan bahwa pada dasarnya Hak Milik dan Hak Guna Bangunan adalah sama. Baik nilai ekonomisnya maupun kegunaannya. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memasukan sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai mata pelajaran di sekolah. Karena dengan mempelajari sejarah kita dapat mengerti latar belakang kebijakan-kebijakan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Protes yang dilakukan oleh kelompok wni nonpribumi terhadap larangan hak milik di Daerah Istimewa Yogayakarta salah satunya menurut penulis karena tidak memahami sejarah, karena sejarahnya hubungan wni pribumi dan wni nonpribumi berlangsung harmonis dari dulu ditandai dengan adanya Prasasti Tionghoa Jawa yang sampai sekarang masih dapat dilihat di lingkungan Kraton.
193 2. Sri Sultan Hamengku Buwono, dalam kedudukannya selaku Raja di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur sebagai alat Pusat perlu lebih diseimbangkan lagi. Mengingat saat ini kedudukannya yang lebih berperan adalah sebagai Raja dibanding dengan peran Gubernur sebagai alat pusat. Perlu membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya untuk mensejahterakan rakyat dan meningkatkan kondisi ekonomi wni pribumi supaya tidak lagi terjadi kesenjangan ekonomi diantara kedua pihak tersebut. Kemudian menjaga suasaana agar tetap aman supaya tidak hanya wni pribumi tapi wni nonpribumi yang tingal di Daerah Istimewa Yogyakarta juga merasa nyaman. 3. Dalam komparisi akta, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah perlu menambahkan status wni pribumi atau wni nonpribumi didalam data para Pihak. Hal ini untuk menjaga terlaksananya Surat Edaran Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah hak miliki bagi wni nonpribumi di Kabupaten Sleman, dan membantu pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman untuk memproses sertipikat. Mengingat para pihak tidak menghadap ke Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman tapi menghadap Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dan pemeriksaan rutin oleh Majelis Pengawas Daerah.