BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Merek Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam sektor industri minuman semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market share (pangsa pasar). Salah satu aset untuk dapat memperoleh dan mencapai keadaan tersebut adalah dengan memperkuat ekuitas suatu brand (merek) yang dimiliki dalam suatu produk. (Aristyani dan Yasa, 2013) menyatakan bahwa, untuk dapat bertahan di pasar yang kompetitif diperlukan suatu merek (brand) yang akan menciptakan nilai tambah atas suatu produk. Merek memiliki peranan yang sangat penting karena dapat mempersatukan harapan konsumen pada saat suatu produk memberikan janji pada konsumen (Chen & Lynn, 2012). Dengan demikian, semakin kuat suatu merek yang ada dipasar, maka semakin eksis produk yang dimiliki. (Huang et al., 2014) menyatakan bahwa niat pembelian konsumen dan nilai merek memiliki efek positif, karena akan ada niat beli yang lebih besar untuk produk dengan merek yang lebih baik. (Muhammad dan Abdurachman, 2009) menyatakan bahwa merek haruslah memiliki jiwa dan karakter karena merek juga berfungsi sebagai pembeda atas produk yang lain. Menurut (Durianto dkk., 2004:61) merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam 12
trade mark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh bagi konsumen. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor yaitu: 1) Emosi yang dimiliki oleh konsumen terkadang turun naik, sehingga merek mampu membuat janji emosi menjadi stabil dan konsisten. 2) Merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya, karena dengan merek yang kuat konsumen secara otomatis akan dapat menerima suatu merek dengan baik 3) Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen, karena semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksi dengan konsumen dan akan bertambah asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. 4) Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan mampu merubah perilaku konsumen. 5) Merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, karena konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibeli dengan produk lainnya. 6) Merek merupakan sumber aset utama dari sebuah perusahaan, karena semakin kuat merek akan mampu membuat suatu perusahaan tetap dapat bersaing di pasaran. Dalam situasi pasar yang dinamis dan kompetitif, loyalitas pelanggan terhadap suatu merek adalah kunci untuk tetap mampu bersaing di pasaran. Untuk menciptakan suatu merek yang dapat dikenal dan diingat oleh konsumen perusahaan harus gencar untuk melakukan promosi. Dengan promosi secara 13
otomatis suatu merek akan dikenal oleh konsumen. Nilai sebuah merek diciptakan oleh pemasar melalui kualitas merek yang unggul, penghargaan sosial yang diberikan merek untuk pengguna, kepercayaan konsumen terhadap merek, dan identifikasi diri dengan merek (Pinar et al., 2012). Melalui karakteristik dan janji dapat diketahui bahwa merek adalah sejenis teks atau sosok yang unik dan bisa dikenali dengan mudah oleh konsumen dan dapat membedakan mereka dari yang lain (Hung et al., 2012). Menurut (Kotler 2002:460) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari suatu hal, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek merupakan sebuah janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek yang baik mampu memberikan jaminan kualitas yang tinggi. Merek dapat menyampaikan enam tingkat pengertian: 1) Atribut: merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. 2) Manfaat: suatu merek lebih dari serangkaian atribut sehingga diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3) Nilai: merek juga dapat menyatakan sesuatu tentang nilai produsen 4) Budaya: merek juga melambangkan budaya tertentu 5) Kepribadian: merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu 6) Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. 14
Jadi suatu merek yang melekat pada suatu produk merupakan upaya untuk membuat identitas dari produk tersebut sehingga memiliki perbedaan dan lebih mudah dikenali oleh konsumen. Merek yang kuat akan mampu menciptakan loyalitas terhadap merek tersebut. 2.1.2 Definisi Brand Equity Brand equity adalah separangkat asset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun konsumen (Aaker, 2013:204). Menurut (Philip Kotler dan Gary Armstrong, 2008:282), ekuitas merek adalah pengaruh deferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan tersebut akan merespon produk atau jasa tersebut. Satu ukuran ekuitas merek adalah sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk produk tersebut. Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak terwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan (Kotler dan Keller, 2007:334). Ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: brand awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand loyalty (loyalitas merek), other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya). Empat elemen ekuitas merek diluar aset-aset merek 15
lainnya dikenal dengan elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut, maka secara otomatis dimensi kelima tersebut bergabung menjadi satu ke empat elemen lainnya. (Omer, 2014) menyatakan bahwa ekuitas merek juga mampu memberikan beberapa keunggulan seperti peluang dan kekuatan komunikasi. Brand Equity merupakan aktiva tak terwujud yang memiliki peranan penting dan dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan (Shahin et al., 2012). Ekuitas merek adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan dan keunggulan yang dapat membedakannya dengan merek pesaing (Soebianto, 2014). Jadi brand equity merupakan nilai tambah yang diberikan untuk suatu produk agar dapat diketahui noleh konsumen. 2.1.3 Brand Awarness (Kesadaran Merek) Brand awareness (kesadaran merek) adalah kemampuan konsumen untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker, 2013:205). Menurut (Erfan, 2012) menyatakan bahwa, brand awareness adalah salah satu elemen dari brand equity yang sering diabaikan oleh perusahaan, maka dari itu beberapa merek kurang diketahui. Kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek ketika berpikir mengenai suatu kategori produk tertentu dan terdapat kemudahan saat nama tersebut dimunculkan (Shimp, 2014:97). (Nugroho, 2013) menyatakan bahwa informasi yang berada di tempat 16
pertama dalam ingatan konsumen merupakan aspek terpenting dari brand awareness. Kesadaran merek mengacu pada apakah konsumen dapat mengingat atau mengenali merek, atau hanya mengetahui merek tersebut (Aaker, 2013:205). Menurut (Aaker, 2013:205) pengukuran brand awareness berdasarkan tingkat kesadaran merek mencakup top of mind menggambarkan merek yang pertama diingat ketika ditanya mengenai suatu kategori produk, brand recall mencerminkan merek apa yang diingat setelah menyebutkan merek pertama kali disebut, brand recognition dimana kesadarannya akan merek muncul ketika dengan diberikan bantuan pertanyaan untuk mengingat suatu merek, dan brand unaware merupakan tingkatan paling rendah dalam pengukuran kesadaran merek, karena konsumen sama sekali tidak menyadari atau mengenal suatu merek setelah diberikan bantuan. Brand Awarness merupakan tujuan umum komunikasi pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan, brand awareness menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand (Nugroho, 2013). Jadi brand awareness merupakan tingkat kesadaran yang dimiliki oleh konsumen untuk mengingat dan menyadari keberadaan dari sebuah produk. 17
2.1.4 Brand Association (Asosiasi Merek) Brand association (asosiasi merek) adalah suatu hal yang mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain lain (Aaker, 2013:208). Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan suatu merek dalam strategi komunikasinya. Asosiasi merek akan membantu konsumen dan memberikan alasan pembelian terhadap konsumen terkait dengan atribut merek dan manfaatnya sehingga mereka melakukan keputusan pembelian (Chen et al., 2013). Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat (Durianto dkk., 2004:61). Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena dapat membantu penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain (Silaban dan Marselia, 2016). Menurut (Durianto dkk., 2004:69) dalam prosesnya, terdapat banyak kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, baik dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai fungsi asosiasi merek tersebut adalah: 1) Membantu proses penyusunan informasi 2) Memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain 18
3) Membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut 4) Merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya akan berpengaruh ke merek yang bersangkutan 5) Menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek biasanya dihubungkan dengan beberapa hal yaitu: atribut produk, atribut tidak berwujud, manfaat bagi pelanggan, harga relatif, penggunaan, pengguna/pelanggan, orang terkenal/khalayak, gaya hidup/kepribadian, kelas produk, para pesaing, dan negara/wilayah geografis. (Aristyani dan Yasa, 2013) menyatakan bahwa indikator yang digunakan dalam brand association adalah cita rasa tinggi, volume banyak, ciri khas yang masuk kedalam atribut produk. (Widiananta dan Wardana, 2016) menyatakan bahwa merek tekenal termasuk dalam atribut tak berwujud dan harga terjangkau termasuk ke dalam harga relatif. Jadi brand association merupakan kesan yang dimiliki oleh suatu merek untuk menarik perhatian konsumen. 2.1.5 Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Perceived quality (persepsi kualitas) adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk dengan sesuatu yang 19
diharapkan (Durianto dkk., 2004:96). Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika persepsi kualitas konsumen negative, maka produk tersebut tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama (Durianto dkk., 2004:96). Persepsi kualitas didefinisikan sebagai pengevaluasian konsumen terhadap keseluruhan brand baik terhadap unsur intrinsiknya maupun unsur ekstrinsiknya, unsur intrinsik berupa kinerja dan daya tahan sedangkan unsur ekstrinsiknya berupa nama brand itu sendiri (Nor et al., 2016). Perceived quality mempunyai peran penting dalam membangun merek dan dapat menjadi alasan yang penting pada pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan untuk dibeli. (Durianto dkk., 2004:98) menyatakan bahwa perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai: alasan untuk membeli, diferensiasi atau posisi, harga premium, perluasan saluran distribusi, dan perluasan merek. (Aaker, 2013:209) menyatakan indicator dari perceived quality antara lain kinerja, karakteristik, kesesuaian, ketahanan, keterandalan, pelayanan, dan hasil akhir. (Widiananta dan Wardana, 2016) menyatakan bahwa rasa enak, tampilan menaik, kualitas baik, banyak variasi rasa, mudah ditemukan dapat dijadikan indicator untuk mengukur persepsi kualitas. Perceived Quality meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana suatu merek dipersepsikan sehingga dengan diketahuinya persepsi pelanggan terhadap kualitas dari merek 20
yang dimiliki oleh perusahaan maka perusahaan dapat menentukan langkahlangkah apa yang dapat diambil guna memperkuat persepsi pelanggan terhadap merek yang dimiliki oleh perusahaan tersebut (Wijaya, dkk., 2013). Jadi dapat disimpulkan perceived quality merupakan persepsi yang dimiliki oleh konsumen terhadap suatu produk. 2.1.6 Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Brand Loyalty muncul dari persepsi dan kecintaan terhadap suatu merek yang berpengaruh pada keterkaitan konsumen dengan suatu merek produk (Aaker, 2013:206) Loyalitas merek akan berdampak baik bagi konsumen karena akan timbul rasa ingin membeli kembali terhadap suatu merek produk tertentu, walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul (Aaker, 2013:207). Loyalitas merek menunjukkan kesetiaan pelanggan pada merek tertentu dengan komitmen yang tinggi dan berniat untuk terus membelinya dimasa mendatang saat konsumen tersebut membutuhkan (Listiana, 2015). Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lainnya, terutama jika merek tersebut terdapat suatu perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain (Durianto dkk., 2004:126). Loyalitas merupakan perilaku konsumen dimana mereka akan memperlihatkan keinginan mereka untuk membeli kembali produk dari sebuah perusahaan (Bagram dan Khan, 2012). (Bagram dan Khan, 2012) menyatakan pasti terdapat hal yang menarik pada suatu merek yang membuat konsumen membeli produk secara terus menerus tanpa membandingkan dengan merek 21
kompetitor. Menurut (Durianto dkk., 2004:126) loyalitas merek dapat memberikan nilai dan manfaat seperti mengurangi biaya pemasaran, meningkatkan perdagangan, menarik minat pelanggan baru, dan memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing. Loyalitas terdiri dari beberapa tingkatan dan masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan tersebut yaitu: switcher (pembeli yang berpindahpindah) dimana konsumen tidak memiliki rasa loyal terhadap suatu merek. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) alasan mendasar membeli suatu produk adalah berdasarkan kebiasaan yang dilakukan selama ini. Satisfied buyer (pembeli yang puas) konsumen akan merasa puas ketika, konsumen telah mengkonsumsi merek tersebut. Meskipun telah merasa puas namun kemungkinan untuk beralih ke merek lain tetap ada. Likes the brand (pembeli yang menyukai merek) konsumen yang masuk pada tingkat ini merupakan konsumen yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Commited buyer (pembeli yang komit terhadap suatu merek tertentu) pada tingkat ini konsumen telah memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga timbul rasa setia terhadap suatu merek. Jadi dapat disimpulkan bahwa brand loyalty merupakan loyalitas yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek tertentu dan membuat konsumen akan membeli secara terus menerus produk tersebut. 22