SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Kata kunci : Pakan, sapi, laktasi ABSTRAK Penelitian untuk menentukan imbangan hijauan-konsentrat (65/35, 55/45, 45/55, 35/65) yang optimal untuk produksi dcn fisiologi sapi Holstein laktasi di lingkungan panas. seperti Bengkulu. Menggunakan rancangan Bujur Sangkar Latin (4x4) dengan empat sapi perah selama empat periode (atau sepuluh minggu) pada suhu lingkungan 31,2-34,4 C. Rcnsum yang mengandung hijauan rendah dcn konsentrat tinggi (35/65) ternyata meningkatkan konsumsi konsentrat, -konsumsi air minum, dcn produksi susu sapi perah Holstein laktasi di lingkungan panas (P<0,05). PENDAHULUAN Produktivitas atau produksi susu sapi perah Holstein di Indonesia beriklim tropis umumnya masih rendah (atau bahkan sangat rendah) bila dibandingkan dengan produksi di daerah beriklim subtropik Amerika Utara (rata-rata 25 liter/hari), yang dilaporkan SUDONO (1982) menghasilkan rata-rata 7 liter/hari, bahkan pengamatan di daerah Bengkulu hanya menghasilkan rata-rata 4 liter/hari (SULISYOWATI, 1996). Penampilan produksi susu sapi perah selain ditentukan oleh faktor genetik dan manajemen pemeliharaan sapi. Menurut SCHMIDT et al. (1988), faktor genetik menentukan sekitar 30% penampilan seekor ternak ; dengan demikian kemampuan produksi susu sapi perah lebih (70%) ditentukan oleh pengelolaannya. Faktor terakhir ini oleh banyak peternak di Indonesia sedikit diusahakan secara optimal atau bahkan belum mendapat perhatian. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rendahnya produktivitas sapi perah di Indonesia umumnya disebabkan oleh cara pengelolaan yang belum sesuai dengan tuntutan ternak untuk berproduksi maksimal. Suhu udara yang tinggi dapat menurunkan produksi susu sapi laktasi, akan tetapi menurut BEEDE et al. (1981), kondisi lingkungan panas yang kurang mendukung produktivitas sapi prah ini dapat dikoreksi antara lain dengan modifikasi nutrisi. Hasil penelitian SULISTYOWATI (1991) menyimpulkan bahwa produksi susu sapi Iaktasi Holstein selama musim panas relatif dapat dipertahankan dengan menambah mineral sodium dan potasium dalam ransum Meningkatnya suhu lingkungan menyebabkan turunnya konsumsi bahan kering dan meningkatkan konsumsi air minum (COLLIER et al., 1982). Pada kondisi suhu lingkungan 30 C atau lebih, konsumsi hijauan sapi perah laktasi menurun 10-22%, sedangkan konsumsi konsentrat berkurang sekitar 5%. Penuruan konsumsi pakan ini dapat menurunkan produksi susu sampai 30% (BEEDE et al., 198l). Konsumsi pakan sapi perah pada kondisi lingkungan yang panas menurun karena metabolisme energi tidak efisien (NRC, 1981). 310
SeminarNasional Peternakan don Veteriner ]999 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh imbangan hijauan-konsentrat untuk sapi perah laktasi yang dipelihara di daerah panas. Hasil penelitian mendukung penyusunan acuan nutrisional sapi perah di lingkungan panas Indonesia. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan selama sepuluh minggu, di peternakan sapi perah di Pondok Kelapa, Bengkulu Utara. Analisa bahan ransum dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian UNIB ; dan analisa komponen susu di Laboratorium Pemeriksaan Obat dan Makanan Bengkulu. Perlakukan Empat macam perlakuan yang terdiri atas nisbah hijauan dan konsentrat; yaitu A(65/35), B(55/45), C(45/55) dan D(35/65) dialokasikan kepada empat ekor sapi Holstein laktasi masingmasing selama tujuh belas hari selama 4 periode mengikuti rancangan 4x4 Bujur Sangkat Latin. Susunan ransum sapi perah dihitung berdasarkan kebutuhan bobot badan dan produksi susu (4% FCM) dari setiap individu sapi dengan menggunakan tabel kebutuhan dari Nixc (1981). Parameter yang diukur Konsumsi balian kering hijauan dan konsentrat diukur dari selisih antara pemberian dan sisa pada pagi dan sore hari setiap hari setiap sapi. Konsumsi air minum merupakan selisih antara pemberian dan sisa pada pagi dan sore hari setiap sapi. Produksi susu sapi diukur setiap pemerahan pagi dan sore hari. Berat jenis (BJ) susu diukur dengan Lactodensimeter. Kadar lemak susu dianalisa berdasarkan metode Soxhlet, dan konversi ke 4% FCM (correted milk) dihitung dengan rumus NRC (1989). Bobot badan sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan bobot badan ternak besar elektronik yang dilakukan pada awal dan akhir setiap periode peneltiian. Analisis data Analisis data parameter produksi dan fisiologi dengan ANOVA yang diuji perbedaan antar rataan dengan metode Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan linglningan dalam hal suhu kandang selama sepuluh minggu penelitian berkisar antara 31,2 (minggu ke-10) hingga 34,4 C (minggu ke-7). Sebaran suhu lingkungan menunjukkan bahwa sapi perah Holstein di lakasi penelitian berada dalam keadaan cekaman panas karena thermonetral zone seharusnya berkisar antara 10-200C (LARsON, 1989). Komposisi bahan kering ransum (Tabel 1 dan 2) disusun atas dasar berat kering. Penurunan hijauan (Tabel 2) dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi BK hijauan, dan konsentrat, konsumsi air minum, produksi susu dan 4% FCM (Tabel 3).
Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1999 Tabel 1. Komposisi ransum penelitian berdasarkan bahan kering (BK) Bahan Komposisi (%BK)* A (65/35) B (55/45) C (45/55) D (35/65) Rumput P. purpurzriodes 65,0 55,0 45,0 35,0 Dedak halus 19,14 24,64 30,14 35,64 Konsentrat komersial 15,64 20,14 24,64 29,14 Gararn Dapur 0,22 0,22 0,22 0,22 Tabel 2. Bahan kering bahan pakan Bahan Komposisi BK (%)* 1 11 III N Rumput P. purpuririodes 22,65 22,05 22,15 22,70 Dedak halus 87,00 86,73 86,50 86,80 Konsentrat komersial 83,30 82,54 82,70 83,00 Keterangan : Empat periodepenelitian (1,11,111, dan IV), analisa di Laboratorium Teknologi Pertanian-Faperta-Unib Tabel3. Perubah Keterangan Rataan konsumsi bahan kering dan bahan segar ransum pada beberapa imbangan hijauankonsentrat A (65/35) Imbangan Hijauan-Kosentrat BK = Bahan kering BS = Bahan segar a,b,c pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) B (55/45) C (45/55) D (35/65) Konsumsi BK Ransum (Kg/hr) 8,961 9,563 9,306 9,980 0,364 Konsumsi BK Hijauan (Kg/hr) 5,538 a 4,957 b 4,205 c 3,425 d 0,135 Konsumsi BK Konsentrat (Kg/hr) 3,422 a 4,606 b 5,101 b 6,555 c 0,298 Konsumsi BS Hijauan (Kg/hr) 24,76 a 24,14 a 18,79 b 15,31 c 0,486 Konsumsi BS Konsentrat (Kg/hr) 4,03 a 5,43 b 6,0 b 7,73 c 0,257 Konsumsi air minum (Kg/hr) 52,68 a 61,16 b 59,57 c 70,29 c 1,479 Bobot badan sapi (kg) 488,30 480,73 466,25 475;60 19,67074 Meningkatnya konsumsi konsentrat diikuti meningkatnya produksi susu (P<0,05). Sesuai dengan hasil penelitian COPPOCK dan WEST (1987), pada sapi Holstein laktasi. Keadaan ni dapat dimengerti karena rendahnya serat kasar hijauan memudahkan proses pencernaan konsentrat sehingga energi yang dihasilkan dan diubah menjadi produksi susu meningkat (LARSON, 1985). Tingginya konsumsi BK konsentrat yang diikuti dengan meningkatnya produksi susu menyebabkan sapi perah meningkatkan konsumsi air minum (P<0,05). Meningkatnya produksi susu sapi perah perlu tambahan energi yang mudah dicerna yang akan meningkatkan konsumsi air (BREIDENSTEIN; 1965 ; CHURCH, 1976). SD 312
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1999 Produksi susu pada tingkat imbangan hijauan tertentu tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap komponen susu seperti BJ dan lemak susu. Walaupun demikian, kecenderungan meningkatnya kadar lemak susu dengan meningkatnya konsentrat ransum merupakan fenomena yang seharusnya sebaliknya teijadi ; yaitu semakin tinggi konsentrat berarti akan menurankan lemak susu (LARSON, 1985). Keadaan ini mungkin akibat semakin lanjutnya masa laktasi dari sapi perah yang digunakan. Tabel 4. Perubah Rataan produksi dan kualitas susu dengan berbagai pakan Produksi susu (Kg/ek/hr) BJ susu Kadar lemak susu (%) Berat lemak susu (Kg/ek/hr) 0,157 0,199 0,151 0,243 0,08113 4% FCM (Kg/ek/hr) 4,224 a 5,265 b 5,367 b 6,531 c 0,236 Keterangan : hnbangan Hijauan-Kosentrat SD A (65/35) B (55/45) C (45/55) D (35/65) 4,69 a 5,70 b 5,83 b 7,21 c 0,209 1,027 1,027 1,027 1,027 0,00068 3,35 3,45 3,48 3,65 0,200728 a,b,c pada bans yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<o,o5) KESIMPULAN Ransum dengan imbangan hijauan konsentrat 35/65 merupakan ransum yang optimal untuk produksi susu sapi Holstein laktasi di lingkllngan panas seperti Bengkulu. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian dilakukan dengan dukungan dana Proyek Pengembangan Sebelas Lembaga Pendidikan (P2SLTP) Universitas Bengkulu. Selain itu, penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Bapak Joko (peternak) dan pemilik usalla peternakan sapi perah Holstein di Pondok Kelapa, Bengkulu Utara yang telah menyediakan tempat dan sapi perah haktasi. Juga kepada satldari Anitasari yang telah membantu mengumpulkan dan mengolah data penelitian. DAFTAR PUSTAKA BEEDE, DK., P.G. MALLONEE, R.J. COLLIER, and C.J. WILLox. 1981. Milk yield, feed intake and physiological responses of dairy cows to varying dietary potassium dining heat stress. J. Anim. Sci. 53 (suppl. 1) 381 (abstr). CHURCH, D.C. 1976. Effect of environmental stress on nutritional physiology. fir Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Nutrition vol. 2. COLLIER, R,J. D.K. BEEDE, W.W. TACHCHER, L.A. ISRAEL, and C.J. WILLox. 1982. Influences of environmental and its modification on dairy animal health and production. J. Dairy Sci. 65.2213. NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1981. Effect of environment nutrient requirement of domestic animals. Natioanl Academy Press, Washington DC. 313
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999 NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1989. Nutritional Requiment ofdairy Cattle. 6th ed. National Academy Press. Waslungtong DC. SCHMIDT, G.H., L.D. VAN VLECK, and M.F. HurjENTs. 1988. Principles ofdairy Science. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. SuDoNo, A. 1982. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB. SULISTYOwATI, E. 1991. Effect of Added Dietary NaCl, KCI, and KHC03 on Production and Physiological Performance of Lactating Dairy Cows during Heat Stress. Master Thesis. Dept. of Animal Science, University ofkentucky.