BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) URAT NADI TRANSPORTASI PENDORONG DAN PENDUKUNG PEMBANGUNAN SELURUH SEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang. pembangunannya terus mengalami perkembangan yang diwujudkan dalam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

FINAL REPORT KOTA TERNATE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional disatu sisi telah meningkatkan

BAB III METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

I-1 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kinerja (performance) dalam memfasilitasi mobilitas orang dan barang. Hal ini

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB I PENDAHAULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

VISI SISTEM PERKERETAAPIAN NASIONAL (Kajian Implementasi UU No 23 Tahun 2007)

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN PENYEBERANGAN SINABANG KABUPATEN SIMEULUE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. jasa, dagang ataupun industri. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang aktivitas sosial, ekonomi dan budaya, bahkan penunjang aspek pertahanan keamanan dan politik. Transportasi berwujud suatu sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efisen dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Dalam pembangunan transportasi, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan peranan sesuai cakupan kewenangannya masing masing, yaitu berkewajiban untuk menyusun rencana dan merumuskan kebijakan, mengendalikan dan mengawasi perwujudan transportasi. Salah satu kewajiban dimaksud adalah menetapkan jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan. Termasuk dalam tugasnya itu, kewajiban penting adalah untuk melaksanakan tugas pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang tidak diusahakan, dengan prioritas daerah daerah tertinggal yang kurang berkembang. Laporan Akhir I - 1

Dalam mengantisipasi laju globalisasi, khususnya dalam mendongkrak kinerja perekonomian Indonesia, pembangunan sektor transportasi dipacu dengan merujuk pada pembenahan transportasi antara pusat dan daerah yang serasi untuk mencapai keseimbangan pembangunan antar daerah yang mantap dan dinamis, sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah yang merupakan komponen ekonomi nasional, dengan jalan memanfaatkan sarana dan prasarana transportasi secara optimal sejalan peningkatan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) merupakan sistem transportasi yang lahir pada dua dekade yang lalu, kemudian mengalami penyempurnaan penyempurnaan yang diikuti dengan diterbitkannya undang undang di bidang transportasi. Perkembangan tatanan pemerintahan yang merubah paradigma sentralisasi ke arah desentralisasi, pada akhirnya telah merubah pula kebijakan sektor transportasi terutama dalam perencanaannya dengan mewujudkan SISTRANAS dalam 3 (tiga) tataran transportasi, meliputi Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS), Tataran Transportasi Wilayah dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK). Pengembangan sistem dalam Transportasi Maluku menerapkan seluruh aspek moda yang ada, baik prasarana maupun sarana yang saling berinteraksi untuk memberikan pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien baik antar simpul atau kota wilayah (SKW) maupun dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional dan sebaliknya. Oleh karenanya pengembangan jaringan transportasi dalam Transportasi Maluku tetap mengacu pada SISTRANAS dan TATRANAS sebagai bagian dari jaringan transportasi pulau pulau besar dan pulau pulau kecil. Dokumen Tataran Transportasi Wilayah Maluku sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SISTRANAS dan TATRANAS merupakan acuan utama dalam penyusunan Tataran Transportasi di tingkat provinsi Maluku yang selanjutnya akan menjadi referensi utama dalam penyusunan TATRALOK di tingkat kabupaten atau kota di Wilayah Maluku. Dengan demikian, keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya ketiga dokumen tersebut menjadi acuan utama bagi semua pihak terkait dalam Laporan Akhir I - 2

penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional. TATRALOK pada prinsipnya adalah rangkaian konsep bersifat strategis untuk mengarahkan bagaimana tatanan sistem transportasi yang berupa jaringan transportasi dapat tertata untuk dapat mendukung pengembangan wilayah kabupaten/kota yang membawa konsekuensi pada tingkat keterhubungan antar Kabupaten/Kota, antar kecamatan dan antar pulau-pulau berpenghuni, meskipun kecil. Disamping secara natural mengikuti pola-pola perkembangan keterhubungan secara historis, untuk mengantisipasi perkembangan wilayah dimasa depan, dapat diarahkan melalui perumusan garis-garis besar kebijakan dan pembangkitan arah-arah baru, terutama yang melekat dengan tujuan-tujuan pemerataan pelayanan secara teritorial serta tujuan perangsangan perkembangan dan pertumbuhan daerah-daerah tertinggal. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya pemerataan aksesbilitas dan mobilitas (bagi segala kepentingan penduduk) di semua pelosok wilayah propinsi Maluku, di masa depan, yang direncanakan dicapai secara bertahap dalam jangka panjang. Dengan demikian perlu disusun TATRALOK pada Kota Tual sebagai acuan untuk mengembangkan transportasi bertujuan terutama untuk meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas penduduk. Pemekaran Wilayah Kota Tual Pemekaran Kota Tual akan mempengaruhi secara tidak langsung sistem transportasi yang berlaku dalam tataran lokal Kota Tual. Sebagai akibat dari penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tual, maka struktur jaringan transportasi di Kota Tual akan mengalami perubahan akibat berubahnya struktur dan pola ruang dalam RTRW Kota Tual. Hal-hal yang terkait dengan Tataran Transportasi Lokal di Kota Tual akibat pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebagai berikut : Aspek Terkait Perubahan struktur dan pola ruang Perubahan Sistem Pusat-pusat Kegiatan Tatralok Kota Tual Perubahan struktur dan pola jaringan transportasi Perubahan hierarkhi jaringan prasarana dan jaringan pelayanan Laporan Akhir I - 3

Perubahan arah orientasi pergerakan Perubahan luas wilayah Perubahan gerbang utama wilayah (outlet) Perubahan moda transportasi yang digunakan Untuk menjamin sinkronnya Tatralok dengan RTRW Kota Tual yang sedang disusun, maka koordinasi dengan Pemerintah Daerah (Bappeda dan Dinas Perhubungan) maupun Tim Penyusun RTRW Kota Tual sangat diperlukan 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud melakukan kegiatan ini adalah menyusun arah pengembangan jaringan pelayanan prasarana dan sarana transportasi dalam wilayah Kota Tual yang secara langsung merupakan bagian dari kerangka Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS), TATRANAS dan TATRAWIL Provinsi Maluku. Sedangkan tujuannya adalah tersedianya dokumen yang bisa dijadikan pedoman pelaksanaan pembangunan transportasi untuk mewujudkan transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia dan barang, mendukung kelancaran pola distribusi dalam wilayah dan menunjang kelancaran pola distribusi nasional serta perdagangan antar wilayah, pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka terwujudnya Wawasan Nusantara dan peningkatan hubungan internasional. 1.3. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan penyusunan Tatralok Kota Tual adalah sebagai berikut: (1). Melakukan inventarisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan Sistranas, Tatranas, Tatrawil maupun peraturan lain yang relevan. (2). Pengumpulan data sekunder dan primer melalui survey mengenai data-data prasarana, sarana serta sistem operasi jaringan pelayanan transportasi, termasuk data perencanaan yang terbaru atau tengah dalam proses penanganan di tahun ini. (3). Melakukan pengumpulan data sekunder tentang sosio ekonomi, sistem transportasi, RTRW provinsi Maluku dan Kota Tual. Laporan Akhir I - 4

(4). Melakukan pengumpulan data primer, antara lain data Asal-Tujuan untuk orang atau barang. (5). Melakukan review studi atau kegiatan-kegiatan perencanaan sistem transportasi di Provinsi Maluku dan perencanaan sistem transportasi Kota Tual. (6). Melakukan review SISTRANAS dan TATRANAS juga RTRWN dan RTRW Provinsi Maluku dan Kota Tual. (7). Melakukan evaluasi kondisi eksisting sistem transportasi pada Kota Tual. (8). Melakukan pemodelan transportasi untuk angkutan barang dan penumpang pada Kota Tual. (9). Melakukan peramalan mengenai sosio-ekonomi seperti penduduk, PDRB dan variabel lain sebagai masukan pemodelan transportasi. (10). Melakukan peramalan permintaan transportasi untuk orang atau barang. (11). Merancang konsep perencanaan pengembangan sistem transportasi pada Kota Tual. (12). Menyusun program pembangunan sistem transportasi Kota Tual untuk jangka menengah dan panjang. (13). Menyusun prioritas program pembangunan dan pengembangan sistem transportasi Kota Tual sebagai pedoman/arahan dalam pengembangan sistem transportasi. 1.4. SISTEMATIKA PELAPORAN Sistem pelaporan dalam kegiatan penyusunan Tatralok ini dalam 3 tahap yaitu Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Akhir dan Laporan Akhir. Pada tahap Laporan Akhir sistematikanya adalah sebagai berikut Bab I. Bab II. Bab III. Bab IV. Bab V. Bab VI. PENDAHULUAN KEADAAN TRANSPORTASI SAAT INI DAN MASA DATANG LANDASAN PEMIKIRAN DAN LINGKUNGAN STRATEGIS KEBIJAKAN STRATEGIS DAN UPAYA ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI PENUTUP Laporan Akhir I - 5

1.5. PENGERTIAN Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman yang terdiri dari transportasi jalan, transportasi jalan rel, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya. Kota Wilayah adalah kota-kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa kabupaten dalam satu propinsi, kota gerbang wilayah, kota-kota pusat kegiatan ekonomi wilayah dan kota-kota yang memiliki dampak strategis terhadap pengembangan wilayah propinsi. Simpul Wilayah adalah pusat distribusi barang dan orang atau sebagai pintu masuk atau keluar barang dan orang yang bersifat wilayah seperti pelabuhan penyeberangan antar kabupaten/kota dalam propinsi, pelabuhan laut regional dan bandar udara bukan pusat penyebaran. 1.6.LANDASAN Landasan penyusunan Tataran Transportasi Lokal antara lain sebagai berikut: (1). Landasan idiil, Pancasila; (2). Landasan konstitusional, UUD 1945; (3). Landasan visional, wawasan Nusantara; (4). Landasan konsepsional, Ketahanan Nasional; (5). Landasan operasional, kebijakan nasional yang relevan dan peraturan perundangan di bidang transportasi serta UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah serta peraturan perundangan terkait lainnya. 1.7. ASAS Sesuai dengan Pedoman Teknis Penyusunan TATRAWIL, konsep ini disusun berdasarkan azas-azas sebagai berikut: (1). Keadilan (2). Transparansi Laporan Akhir I - 6

(3). Akuntabilitas (4). Realistis (5). Kesisteman (6). Keunggulan Moda (7). Keterpaduan Intra dan antar Moda (8). Koordinasi dan Sinkronisasi 1.8. TUJUAN Tujuan Tatralok adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan regional, nasional dan internasional. 1.9. SASARAN Sasaran Tatralok sesuai dengan Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta rendah polusi. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. (1). Selamat, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah kejadian kecelakaan terhadap jumlah pergerakan kendaraan dan jumlah penumpang dan atau barang. (2). Aksesibilitas tinggi, dalam arti bahwa jaringan pelayanan transportasi dapat menjangkau seluas mungkin wilayah nasional dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara panjang dan kapasitas jaringan transportasi dengan luas wilayah yang dilayani. Laporan Akhir I - 7

(3). Terpadu, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan antarmoda dalam jaringan prasarana dan pelayanan, yang meliputi pembangunan, pembinaan dan penyelenggaraannya sehingga lebih efektif dan efisien. (4). Kapasitas mencukupi, dalam arti bahwa kapasitas sarana dan prasarana transportasi cukup tersedia untuk memenuhi permintaan pengguna jasa. Kinerja kapasitas tersebut dapat diukur berdasarkan indikator sesuai dengan karakteristik masing-masing moda, antara lain perbandingan jumlah sarana transportasi dengan jumlah penduduk pengguna transportasi, antara sarana dan prasarana, antara penumpang-kilometer atau ton-kilometer dengan kapasitas yang tersedia. (5). Teratur, dalam arti pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu keberangkatan dan waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan jumlah sarana transportasi berjadwal terhadap seluruh sarana transportasi yang beroperasi. (6). Lancar dan cepat, dalam arti terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain kecepatan kendaraan per satuan waktu. (7). Mudah dicapai, dalam arti bahwa pelayanan dari tempat asal perjalanan menuju sarana transportasi dan dari kendaraan ke tempat tujuan perjalanan mudah dicapai oleh pengguna jasa melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan tiket, dan kemudahan alih kendaraan. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain melalui indikator waktu dan biaya yang dipergunakan dari tempat asal perjalanan ke sarana transportasi dan dari sarana transportasi ke tempat tujuan perjalanan. (8). Tepat waktu, dalam arti bahwa pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang tepat, baik saat keberangkatan maupun saat kedatangan, sehingga masyarakat dapat merencanakan perjalanan dengan pasti. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan jumlah pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu terhadap jumlah sarana transportasi berangkat dan datang. (9). Nyaman, dalam arti terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas fasilitas terhadap standarnya. Laporan Akhir I - 8

(10). Tarif terjangkau, dalam arti terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai dengan daya beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap memperhatikan berkembangnya kemampuan penyedia jasa transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator perbandingan antara pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan transportasi terhadap pendapatan. (11). Tertib, dalam arti pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain perbandingan jumlah pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dengan jumlah perjalanan. (12). Aman, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor eksternal transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara jumlah terjadinya gangguan dengan jumlah perjalanan. (13). Polusi rendah, dalam arti polusi yang ditimbulkan sarana transportasi baik polusi gas buang di udara dan air, polusi suara, maupun polusi getaran serendah mungkin. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara tingkat polusi yang terjadi terhadap ambang batas polusi yang telah ditetapkan. (14). Efisien, dalam arti mampu memberikan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan tertentu yang harus ditanggung oleh pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan, atau memberikan manfaat tertentu dengan pengorbanan minimum. Keadaan ini dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan manfaat dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sedangkan utilisasi merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem transportasi yang dapat dinyatakan dengan indikator seperti faktor muat penumpang, faktor muat barang dan tingkat penggunaan sarana dan prasarana. Laporan Akhir I - 9