SOAL JALUR SESAT YANG MENYESATKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN

JAWA POS, 24/7/03 PT-BHMN KELUAR DARI CUL-DE-SAC

MEDIA INDONESIA 22/7/03 CAPITAL FLIGHT DAN PENDIDIKAN TINGGI. Sofian Effendi 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

STRATEGI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TINGGI

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat menimbulkan menurunnya motivasi kerja.

kinerja yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan.

SETIAP ORANG PUNYA HAK

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salahsatu kewenangan otonomi daerah yaitu memiliki kewenangan untuk

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

MANAJEMEN UPI ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS

KESATUAN ITB DI ANTARA HARAPAN, TANTANGAN DAN KESEMPATAN Oleh: Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc. (Guru Besar dan Ketua Senat Akademik ITB)

PEDOMAN BANTUAN PENDIDIKAN BAGI MAHASISWA MISKIN PERGURUAN TINGGI AGAM ISLAM NEGERI (PTAIN) TAHUN 2014

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PENDIDIKAN BAGI MAHASISWA MISKIN UNTUK PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM SWASTA (PTKIS) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Strategi Pendidikan Berkarakter sebagai Solusi Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan di Indonesia

PEDOMAN BANTUAN PENDIDIKAN BAGI MAHASISWA MISKIN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM SWASTA (PTAIS) TAHUN 2014

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan komunikasi. Dalam berkomunikasi setiap orang menggunakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu komponen penting dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat akan dapat dengan mudah mengetahui informasi tersebut.

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karakter manusia pada dasarnya sudah dijamin oleh Allah sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk mendidik siswa menjadi manusia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Belajar bahasa pada

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

Kelompok 8: Desi Muji Hartanti ( ) Nurul Hasanah ( ) Novi Trisna Anggrayni ( ) Okta Rina Dwi Surya Saputri

BEBERAPA CATATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN ISI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PIJAKAN PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

Bahan Ajar Anti Korupsi. KORUPSI, PEJABAT, DAN MEGALOMANIA Oleh: Wardjito Soeharso

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

Sistim Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun tentang pendidikan tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

BAB III ANALISIS SWOT DAN ASUMSI-ASUMSI

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

Peran Perpustakaan di Perguruan Tinggi Belum Optimal: Mengapa? Oleh: Abdul Rahman Saleh

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha pembinaan kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KERJA KEMENRISTEKDIKTI 2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan profesionalisme yang tinggi dan misi menghimpun penerimaan pajak Negara

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu

2015 IMPLEMENTASI SISTEM D UAL MOD E UNIVERSITAS TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan materi agar pembelajaran berlangsung menyenangkan. Pada saat

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Terwujudnya Sumber Daya Manusia yang Kreatif, Inovatif, Unggul, Berbudi Luhur, dalam Iptek dan Imtaq

BUKU PEDOMAN BEASISWA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

Transkripsi:

Media Indonesia, 3/7/03 SOAL JALUR SESAT YANG MENYESATKAN Sofian Effendi 1 Forum Editorial Media Indonesia hari Kamis tanggal 26 Juni berjudul Jalur Sesat di Jalur Khusus betul-betul membuat para pencintanya prihatin dan kehilangan respek pada salah satu koran kebanggaan nasional. Entah bagaimana suasana kebatinan bung Daktur pada waktu menulis tajuk tersebut. Apa pun alasannya dan bagaimanapun suasana psikologisnya, yang jelas editorial tersebut telah menyesatkan opini publik tentang jalur khusus penerimaan mahasiswa yang dilakukan beberapa PT-BHMN. Secara sewenangwenang bung Daktur telah mencap jalur khusus penerimaan mahasiswa sama dengan jalur sesat. Penamaan tersebut telah dilakukan secara a-priori, tanpa usaha pembuktian empiris, hanya dengan berandai-andai, yang dapat menyesatkan warga masyarakat yang memang sedang bingung. Sayang sekali, prasyarat jurnalisme fakta belum terpenuhi dan jurnalisme makna belum lagi tercapai. Istilah jalan sesat adalah istilah yang banyak digunakan oleh penyebar agama tauhid. Umat dan calon umat selalu diajarkan bahwa agar masuk surga mereka harus selalu berada di jalan benar yaitu jalan tauhid. Kalau menyeleweng atau goyang ketauhidan seseorang, maka dia menyimpang menuju jalan sesat. Apa jalan kebenaran pada bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi yang banyak mendapat sorotan masyarakat akhir-akhir ini? Menurut saya paling tidak ada dua. Pertama, pendidikan tinggi harus memberikan pendidikan bermutu tinggi, tidak saja dalam penguasaan iptek, tetapi juga dalam kualitas moral dan budi pekerti yang luhur. Kedua, pendidikan tinggi harus merupakan tiang penyangga keadilan dalam pelaksanaan salah satu hak asasi manusia yakni mendapatkan pendidikan bermutu. Belajar dari kegagalan negara lain dalam reformasi pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia, melalui PP No. 61 tahun 1999, telah melakukan suatu terobosan manajemen yang cukup berani menurut penilaian saya. Terobosan manajemen tersebut adalah 1 Penulis adalah Pengamat Pendidikan Tinggi dan tinggal di Yogyakarta.

dengan menyapih PTN yang selama ini memperoleh berbagai kemudahan, tetapi juga keterbatasan, sebagai instansi pemerintah, menjadi suatu independent administrative entity yang ditabalkan dengan nama Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT- BHMN). Secara administrative badan itu adalah badan milik pemerintah yang bersifat nirlaba. Dia diberikan independensi atau kemandirian dalam mengelola urusan akademik, urusan keuangan dan urusan kepegawaiannya. Semua kebebasan ini diberikan agar PT- BHMN tidak terikat dengan berbagai kekakuan peraturan birokrasi pemerintah, khususnya dalam bidang keuangan dan kepegawaian Selama lhampir 60 tahun kinerja PTN telah terkendala oleh berbagai aturan ketat yang diterapkan pada instansi pemerintah. Akibatnya ternyata amat fatal. Lembaga pendidikan nasional tidak mampu melaksanakan misinya dengan baik dan tertinggal jauh dari pt di negara tetangga dalam penyediaan pendidikan tinggi bermutu dan dalam mencapai keadilan akses bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Bahwa PT Indonesia belum mampu menyediakan pendidikan tinggi bermutu telah ditunjukkan oleh Survei PT Asia Bermutu yang diselenggarakan oleh majalah Asiaweek. Pada tahun 2000, PT papan atas Indonesia seperti UI dan UGM, hanya mampu menduduki posisi 61 dan 68 dari 77 PT yang ikut disurvei. UNDIP dan UNAIR bahkan lebih rendah. UGM, misalnya, hanya menduduki ranking 43 dalam kualitas akademik, ranking 77 dalam kualitas dosen, ranking 69 dalam kualitas penelitian, ranking 73 dalam sumber keuangan, 76 dalam publikasi ilmiah, dan 71 dalam fasilitas teknologi informasi. Kemampuan untuk menyediakan akses pendididikan tinggi yang adil bagi golongan tidak mampu juga tidak menunjukkan bukti yang cukup signifikan. Persepsi masyarakat, termasuk dugaan bung Daktur, bahwa pendidikan tinggi murah karena disubsidi besar-besaran oleh Pemerintah lebih mampu menciptakan pemerataan dan keadilan, seumur-umur tidak pernah tercapai. Saya sendiri sudah mengamati keadilan akses golongan berpenghasilan rendah pada pelayanan pendidikan, kesehatan dan public utilities sejak 1969 (Prisma, 1969). Dalam bidang pendidikan, hanya pada pendidikan dasar sudah terdapat tanda-tanda pemerataan. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, subsidi pemerintah cenderung lelbih dinikmati oleh golongan mampu. 2

Tren ini ternyata tidak berubah sampai sekarang. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002, menunjukkan bahawa p[ada tingkat nasional akses golongan berpendapatan rendah terhadap pendidikan tinggi hanya 3,2 persen, sedangkan golongan berpendapatan tinggi mencapai 30,6 persen. Di DIY akses golongan pertama hampir dua kali lipat, 6,9 persen. Tetapi, akses golongan berpenghasilan tinggi juga meningkat lebih dua kali lipat, menjadi 76,7 persen. Dengan kata lain, pada tingkat nasional kesenjangan akses pendidikan tinggi cukup lebar, Jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tiggi yang menikmati pendidikan tinggi bersubsidi hampir sepuluh kali lipat dari anakanak golongan berpenghasilan rendah. Di DIY, keadilan akses menjadi bertambah rendah karena jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tinggi yang menikmati subsidi pendidikan tinggi mencapai hampir 13 kali jumlah anak-anak golongan berpenghasilan rendah. Sebaliknya, melalui UM-UGM, yang sama sekali bukan jalur khusus seperti persepsi masyarakat dan sebagian media, jelas telah tercipta keadilan akses di UGM. Akses golongan tidak mampu mencapai 9,5 persen dan akses golongan mampu hanya mencapai 26,1 persen. Dengan kata lain, kesenjangan di UGM turun drastic menjadi hanya 2,7 kali. Menurut pendapat kami ini adalah suatu peningkatan akses dan keadilan yang amat signifikan, dan sangat sesuai dengan semangat kerakyatan UGM. 3

Kalau kita baca dengan teliti kalimat-kalimat yang ditulis dalam Editorial, banyak sekali yang bersifat insinuatif dan menggiring pembaca yang kurang arif menuju jalan sesat. Misalnya, mereka yang mampu membayar berhak memperoleh bangku di perguruan tinggi tanpa perduli apakah si calon mahasiswa memenuhi standar mutu yang disyaratkan... Apakah penulis sekedar menduga-duga atau memang ada bukti konkret berapa persen calon yang diterima karena membayar dan bukan karena nilai kelulusan. Selanjutnya penulis editorial menyimpulkan Karena itu, dengan alasan apapun, perguruan tinggi tidak bisa menggadaikan standar mutu dengan kekurangan biaya. Kesimpulan ini jelas sekali dilandasi oleh semangat low trust yang amat kental. Mau tidak mau kita akan teringat pada hipotesis Francis Fukuyama seperti yang ditulisnya dalam buku berjudul Trust. Bangsa Indonesia, kata Fukuyama, adalah bangsa yang rendah kepercayaan kepada sesamanya. Karena itu bangsa Indonesia sukar maju. Di bagian lain, penulis editorial menyatakan Andaikata perguruan tinggi menaikkan gaji dosennya sepuluh kali lipat dari tingkat sekarang, apakah diperlukan anggaran ratusan miliar? Tentu tidak. Bung Daktur, apakah anda sudah mencoba mengecek berapa anggaran belanja pegawai di PT-BHMN besar seperti UGM yang memiliki 2500 dosen dan 2600 pegawai? Setiap tahun anggaran untuk gaji mencapai Rp. 130 miliar. Kalau mau dinaikkan 10 kali seperti anjuran penulis, anggaran untuk gaji mencapai Rp. 1,3 trilyun per tahun. Padahal untuk meningkatkan mutu bukan gaji saja yang harus diperbaiki, tetapi juga sarana dan prasarana penelitian, perpustakaan, sampai fasilitas informasi dan komunikasi. Sementara sumbangan dari orang tua mampu tidak lebih dari Rp. 20 miliar. Dana tersebut hanya cukup untuk menyubsidi anak-anak golongan tidak mampu, meremajakan beberapa peralatan, penyediaan beasiswa untuk peningkatan SDM dosen dan pegawai dan penyediaan akses ke Jaringan Internet Global dari 0,01 Kbps mahasiswa menjadi 0,2 Kbps per mahasiswa. Untuk 50.000 mahasiswa UGM perlu dikeluarkan dana sebesar Rp. 5-6 miliar per tahun agar para mahasiswa tidak gagap teknologi informasi. Mungkin, kalau anda agak mau sedikit bersusah payah mencari data, pasti pesan di Editorial tidak segegabah seperti tulisan anda. 4

Kalau kita simak berita di MI dalam beberapa minggu terakhir nampaknya ada ada pemilahan paradigma dalam keluarga MI/MetroTV yang amat besar itu. Kalau mau disederhanakan ada penganut paradigma populis yang menghasilkan tulisan penuh sak wasangka seperti disuarakan melalui Forum Editorial hari Kamis, 26 Juni, yang dapat menyesatkan publik. Dan, ada penganut paradigma keadilan dan kemajuan seperti yang disuarakan dalam reportase-reportase yang faktual dan tajam tetapi tidak menyesatkan (MI, 23/6/2003). Saya sih hanya berharap MI selalu mampu mengamalkan jurnalisme fakta dan jurnalisme makna untuk mencerdaskan warga bangsa, bukan jurtnalisme yang diimbuhi dengan praduga yang menyesatkan. Yogyakarta, 27 Juni 2003 5