BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. 11 Perjanjian juga bisa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB III TINJAUAN TEORITIS. 1. Perjanjian Bernama (Nominat) dan Perjanjian Tidak Bernama

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II KONTRAK DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA. A. Pengertian Kontrak Menurut Hukum di Indonesia. 1. Pengertian Kontrak Secara Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan

BAB II TENTANG PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK. dipahami secara keliru / rancu. Banyak sekali pelaku bisnis mencampuradukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN PEMBATALAN KONTRAK SERTA KONSEP PENYALAHGUNAAN KEADAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) RUMAH SEBAGAI PERJANJIAN PENDAHULUAN (VOOR OVEREENKOMST)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Buku III itu, diatur juga perihal perhubungan hukum yang sama sekali tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. 12. dijual oleh penjual dapat sampai ke tangan pembeli.

BAB II LANDASAN TEORI

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

BAB II HUKUM PERJANJIAN. Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh. R.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan suatu perbuatan yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Seperti dalam Pasal 1313 KUHPerdata memuat pengertian yuridis perjanjian, yaitu Suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. 11 Perjanjian juga bisa dibilang sebagai perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban, yaitu akibat-akibat hukum yang merupakan konsekuensinya. 12 Dalam lintas hukum, istilah perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenskomst. Overeenskomst biasanya diterjemahkan dengan perjanjian dan atau persetujuan. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna, bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan diadakan telah sepakat tentang apa yang mereka sepakati berupa janji-janji yang diperjanjikan. Sementara itu, kata persetujuan menunjukan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut juga samasama setuju tentang segala sesuatu yang diperjanjikan. 13 Hal ini secara jelas dapat disimak juga dari judul Buku III title Kedua tentang Perikatan-Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian yang dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda), yaitu: Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden. Pengertian ini juga didukung pendapat banyak 11 Muhammad, Syaifuddin Hukum Kontrak, (Bandung, Mandar Maju, 2012). hal. 20. 12 Pengertian Perjanjian, http://www.legalakses.com/perjanjian/, diakses pada tanggal 06 Juni 2014. 13 Pengertian Perjanjian, http://harrytyajaya.blogspot.com/, diakses pada tanggal 06 Juni 2014. 15

16 sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann, J.Satrio, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Mariam Darus Badrulzaman, Purwahid Patrik, dan Tirtodiningrat yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama. 14 Pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Subekti memberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang. 15 Namun, definisi perjanjian dari Pasal 1313 KUHPerdata ini belum lengkap karena hanya mencakup kontrak atau perjanjian sepihak, yaitu satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih, sedangkan satu orang lainnya atau lebih itu tidak diharuskan mengikatkan diri kepada pihak pertama. Definisi Pasal 1313 BW tersebut mengalami perubahan dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW), sebagaimana diatur dalam Buku 6 Bab 5 Pasal 6: 213, yaitu: A contract in the sense of this title is a multilateral juridical act where by one or more parties assume an obligation towards one or more other parties. Menurut NBW kontrak merupakan perbuatan hukum yang 14 Hernoko, A. Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010). hal 13. 15 Ibid, hal 15-16.

17 bertimbal balik, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Buku III BW tentang Perikatan (van Verbintenis) tidak memberikan definisi tentang apa yang dimaksud dengan perikatan itu. Namun justru diawali dengan Pasal 1233 BW mengenai sumber perikatan, yaitu kontrak atau perjanjian dan undang-undang. Dengan demikian, kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Bahkan apabila diperhatikan dalam praktik di masyarakat, perikatan yang bersumber dari kontrak atau perjanjian begitu mendominasi. 16 Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut: 17 1. Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum dalam perjanjian tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2. Subyek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subyek 16 Hernoko, A. Yudha. Ibid, hal. 19. 17 Salim H. S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. II. (Jakarta, Sinar Grafika, 2004). hal. 4.

18 hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang sedangkan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berkut: memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 5. Akibat hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Atau dengan kalimat lain, bila definisi dari Pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari Pasal 1233 KUHPerdata, maka dapat terlihat pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri. Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak semata-mata hanya orang-perorang. Akan tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang-perorangan yang membuat

19 kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian, definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan. B. Syarat Sahnya Perjanjian Ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, mensyaratkan adanya 4 (empat) hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu : 18 1. Kesepakatan Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte) dan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). 19 Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsesualitas, maka para pihak dapat membuat perjanjian apa saja yang diinginkannya sepanjang telah terjadi kesepakatan (consensus) diantara para pihak itu. Tentu saja substansi dari kesepakatan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan sebagaimana dimaksud Pasal 1337 KUHPerdata. Sesuai dengan kedua asas tersebut, kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak dianggap telah terjadi pada saat dibuatnya perjanjian. Akan tetapi menurut Pasal 1321 KUHPerdata, perjanjian itu dapat dibatalkan apabila perjanjian itu diberikan karena suatu kekhilafan, paksaan ataupun karena penipuan. Selanjutnya dalam Pasal 1449 KUHPerdata disebutkan bahwa: 18 Mohammad Amari, dan Asep N. Mulyana. Kontrak Kerja Konstruksi Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi, (Semarang, Aneka Ilmu, 2010). hal. 96. 19 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Cet Kedua, (Bandung, Alumni, 2005), hal. 24.

20 Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya. 2. Kecakapan (lack of capacity) Mengenai kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa: Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya Pasal 1330 KUHPerdata menentukan secara limitasi orangorang yang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, yaitu : 20 a. Anak yang belum dewasa Menurut Pasal 330 KUHPerdata, pengertian belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan belum terikat dalam suatu perkawinan. b. Orang yang berada di bawah pengampuan Istilah pengampuan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 433 KUHPerdata, yaitu : setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap, harus ditaruh di bawah pengampuan, walaupun bila ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. c. Perempuan yang telah kawin Pada dasarnya, perempuan yang terikat dalam suatu perkawinan tidak dapat melakukan perjanjian dengan pihak lain, kecuali atas izin suaminya. Tetapi tidak berlaku lagi setelah keluarnya SEMA dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.s 20 Mohammad Amari, dan Asep N. Mulyana, Op.Cit, hal. 98.

21 3. Suatu pokok persoalan tertentu Mengenai syarat objektif telah dinyatakan dalam Pasal 1332 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1333 KUHPerdata, menentukan: Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan, yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Dalam ketentuan Pasal 1333 KUHPerdata itu, menjadi jelas bahwa apapun bentuk perjanjiannya (memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) senantiasa mengenai eksistensi dari suatu pokok persoalan tertentu. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang Suatu sebab tidak terlarang sebagai syarat objektif dalam perjanjian telah ditentukan dalam Pasal 1335 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata. Meskipun KUHPerdata tidak memberikan definisi tentang suatu sebab, namun dari rumusan Pasal 1335 KUHPerdata disebutkan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal, yaitu: Bukan tanpa sebab, bukan sebab yang palsu ataupun bukan sebab yang terlarang. Oleh karena itu, Pasal 1336 KUHPerdata menyatakan: Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang dinyatakan itu, perjanjian itu adalah sah.

22 Dua syarat di atas yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. 21 Dalam hal ini juga harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu Null and Void. 22 C. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian atau kontrak ini dapat dibedakan menurut berbagai aspek (tinjauan), sehingga timbullah berbagai jenis perjanjian. Jenis-jenis perjanjian ini secara umum dikelompokkan menjadi 5, yaitu: 23 1. Perjanjian Konsensuil, Perjanjian Formil dan Perjanjian Riil (Perjanjian menurut Persyaratan Terjadi/Terbentuknya) a. Perjanjian Konsensual 21 Mohammad Amari dan Asep N. Mulyana, Op.Cit, hal. 17. 22 Ibid, hal. 20. 23 Jenis-Jenis Perjanjian, http://berbagitentanghukum.blogspot.com/, diakses pada tanggal 18 Juni 2014.

23 Perjanjian konsensuil ini adalah perjanjian yang dianggap sah kalau sudah ada consensus diantara para pihak yang membuat. Perjanjian semacam ini untuk sahnya tidak memerlukan bentuk tertentu. Misalnya, perjanjian jual-beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata terjadi sepakat mengenai barang dan harganya. b. Perjanjian Formil Suatu perjanjian yang harus diadakan dengan bentuk tertentu, seperti harus dibuat dengan akta notariil. Jadi perjanjian semacam ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta notaris dan tanpa itu maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. c. Perjanjian Riil Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang memerlukan kata sepakat, tetapi barangnyapun harus diserahkan. Misalnya, perjanjian penitipan barang menurut Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti menurut Pasal 1754 KUHPerdata. 2. Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik (Perjanjian menurut Hak dan Kewajiban para pihak yang membuatnya) a. Perjanjian Sepihak Suatu perjanjian dengan mana hak dan kewajiban hanya ada pada salah satu pihak saja. Misalnya : perjanjian hibah/pemberian menurut Pasal 1666 KUHPerdata, maka dalam hal itu yang dibebani kewajiban hanya salah satu pihak, yaitu pihak yang memberi, dan pihak yang diberi tidak dibebani kewajiban untuk berprestasi kepada pihak yang memberi.

24 b. Perjanjian Timbal Balik Suatu perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal balik ini adalah perjanjian jual beli. 3. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Kebendaan (Perjanjian menurut Sifat dan Akibat Hukumnya) a. Perjanjian Obligatoir (Obligatoire Overeenkomst) Suatu perjanjian yang hanya membebankan kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian disitu baru menimbulkan perikatan. Perjanjian Obligatoir ini juga menurut Pasal 1313 Jo. Pasal 1349 KUHPerdata, adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan kedua belah pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain. Misalkan: perjanjian jual beli, maka dengan sahnya perjanjian jual beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang dijual. Tetapi dari perjanjian itu menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan barang dan pihak pembeli diwajibkan membayar sesuai dengan harganya. Selanjutnya untuk beralihnya suatu benda secara nyata harus ada levering/penyerahan, baik secara yuridis maupun empiris. b. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst) Perjanjian penyerahan benda atau levering yang menyebabkan seorang yang memperoleh itu menjadi mempunyai hak milik atas benda yang bersangkutan. Jadi perjanjian itu tidak menimbulkan perikatan, dan justru perjanjian itu sendiri yang menyebabkan beralihnya hak milik atas benda.

25 4. Perjanjian Pokok dan Perjanjian Accessoir a. Perjanjian Pokok Suatu perjanjian yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya. b. Perjanjian Accessoir Suatu perjanjian yang keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian perjanjian accessoir tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok. Misalnya : perjanjian hak tanggungan, perjanjian pendidikan dan perjanjian penjaminan. 5. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama (Perjanjian menurut Penamaan dan Sifat Pengaturan Hukumnya) a. Perjanjian Bernama (BenoemdeContract atau NominaatContract) Perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur dalam buku III KUHPerdata atau di dalam KUHD, seperti : perjanjian jual-beli, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian kredit, perjanjian asuransi, dan lain-lain. Perjanjian bernama ini juga mempunyai nama sendiri yang telah diatur secara khusus dalam KUHPerdata bab V sampai dengan Bab XVIII. b. Perjanjian Tidak Bernama Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, dan yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Pedata, tetapi timbul dan berkembang di masyarakat berdasarkan atas kebebasan membuat kontrak menurut Pasal 1338 KUHPerdata, antara lain perjanjian penyerahan hak milik sebagai jaminan dan perjanjian jual-beli dengan angsuran/cicilan.

26 Kedua perjanjian tersebut tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Bab I, Bab II, dan Bab IV buku III KUHPerdata Pasal 1319. - Bab I: mengatur ketentuan-ketentuan tentang perikatan-perikatan pada umumnya. - Bab II: mengatur ketentuan-ketentuan tentang perjanjian sebagai sumber daripada perikatan. - Bab IV: mengatur ketentuan-ketentuan tentang hapusnya perikatan. Bab I, Bab II, dan Bab IV dalam hukum perdata disebut sebagai ajaran umum daripada perikatan. D. Prinsip Hukum Perjanjian Pelaksanaan perjanjian atau kontrak pada dasarnya merupakan pelaksanaan kewajiban kontraktual. Pada sisi pengguna barang/jasa, kewajiban utama adalah melakukan pembayaran, sedangkan pemenuhan kewajiban kontraktual oleh penyedia barang/jasa bergantung pada jenis kontraknya: pengadaan barang, jasa konsultasi atau pemborongan. Dalam beberapa jenis perjanjian, juga terdapat kewajiban lain yang harus ditaati, diantaranya yang perlu perhatian adalah kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi yang terdapat dalam perjanjian, karena sekalipun transparan merupakan prinsip utama dalam pengadaan barang oleh pemerintah, dalam situasi tertentu prinsip confidentiality merupakan pembatas penerapan transparansi. 24 Perbedaan-perbedaan prinsip antar sistem hukum semakin menipis dan justru yang banyak terbentuk adalah prinsip 24 Y. Sogar, Simamora. Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia), Kantor Hukum Wins & Partners, Cet kedua, Surabaya, 2013. hal. 247.

27 hukum perjanjian/kontrak yang telah menjadi ius commune. Negara-negara dengan sistem common law banyak mengadopsi prinsip yang secara tradisional melekat pada sistem civil law, misalnya prinsip itikad baik (goodfaith). Prinsip ini secara gradual telah diterapkan di sejumlah pengadilan negara-negara dengan sistem common law. Sebaliknya negara dengan sistem civil law juga menerima pengaruh dari tradisi common law. 25 Indonesia secara tradisi jelas masuk ke dalam kelompok civil law karena BW Indonesia pada dasarnya sama dengan BW Belanda. Dalam perjalanan waktu hal ini tidak mutlak sebab praktek-praktek bisnis sangat mempengaruhi perkembangan hukum nasional, terutama bidang hukum kontrak. Prinsip hukum dalam suatu perjanjian ada dikenal 4, yaitu : 26 1. Prinsip Kebebasan Berkontrak Prinsip kebebasan berkontrak dikenal dengan istilah Partij OtonomiePrinsip atau Freedom of Contract atau Liberty of Contract. Istilah yang kedua lebih umum digunakan daripada istilah yang pertama dan ketiga. Prinsip kebebasan berkontrak ini adalah prinsip yang universal, artinya dianut oleh hukum kontrak di semua negara pada umumnya. 27 Prinsip ini merupakan topik dalam setiap kajian hukum yang berkaitan dengan kontrak. Prinsip ini menjadi domain terpenting dalam kontrak tetapi dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Tidak seperti prinsip itikad baik yang menunjukkan fungsi yang lebih menguat, kebebasan berkontrak justru mengalami penurunan secara fungsional karena kuatnya intervensi negara dalam membatasi individu dalam 25 Ibid, hal 27. 26 Ibid, hal 30. 27 Muhammad, Syaifuddin. Op.Cit, hal. 81.

28 menciptakan dan mengatur hubungan berkontraktual.kebebasan berkontrak menjadi penting dalam mendukung kepentingan para pelaku ekonomi. Prinsip efisiensi dalam ekonomi menemukan justifikasinya dalam model kontrak klasik. Kebebasan inilah yang pada akhirnya melahirkan kontrak adhesi. Kontrak yang mengandung sifat adhesi merupakan implikasi yang jelas dan hal ini merupakan kelaziman dalam kontrak yang dibuat oleh pemerintah. 2. Prinsip Itikad Baik (goodfaith) Prinsip ini mempunyai fungsi sangat penting dalam konstelasi hukum Kontrak. Batasan tentang itikad baik memang sulit ditentukan. Tetapi pada umumnya dipahami bahwa itikad baik merupakan bagian dari kewajiban kontraktual. Dalam sistem kita, prinsip ini tertuang dalam Pasal 1338 (3) BW yang menekankan adanya keharusan bagi para pihak untuk melaksanakan kontrak dengan itikad baik. Terdapat dua makna itikad baik. Pertama dalam kaitannya dengan pelaksanaan kontrak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 (3) BW. Dalam kaitan ini, itikad baik atau bona fides diartikan perilaku yang layak dan patut antar kedua belah pihak (redlijkbeid en billijkbeid). Kedua, itikad baik juga diartikan sebagai keadaan tidak mengetahui adanya cacat, seperti misalnya pembayaran dengan itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1386 BW. 28 3. Prinsip Konsesualisme Asas konsesualisme berasal dari kata latin consensus yang artinya sepakat. Sepakat itu adalah penyesuaian paham dan kehendak antara para pihak yang membuat kontrak. Dalam membuat kontrak disyaratkan adanya konsensus, 28 Y. Sogar, Simamora. Op.Cit, hal. 34.

29 yaitu para pihak sepakat atau setuju mengenai prestasi yang dijanjikan. Suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, selama syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi. Asas konsensualisme ini merupakan salah satu syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Tanpa adanya kesepakatan ini, perjanjian tersebut batal demi hukum. kesepakatan maksudnya adalah seiya-sekata tentang apa yang diperjanjikan. Kesepakatan ini dicapai dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan tekanan salah satu pihak. 29 Prinsip konsensualisme juga terkandung dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yang memuat ketentuan imperatif, yaitu kontrak yang telah dibuat secara sah tidak dapat ditarik kembali (diputuskan) secara sepihak, selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan undang-undang. 30 4. Prinsip Kekuatan Mengikat Kontrak Prinsip kekuatan mengikat kontrak ini mengharuskan para pihak memenuhi apa yang telah merupakan ikatan mereka satu sama lain dalam kontrak yang mereka buat. Prinsip hukum ini disebut juga prinsip pacta sunt servanda, yang secara konkrit dapat dicermati dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang memuat ketentuan imperatif, yaitu Semua kontrak yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Adagium pacta sunt servanda (yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata) diakui sebagai aturan yang menetapkan bahhwa semua kontrak yang dibuat manusia satu sama lain, mengingat kekuatan hukum yang terkandung 29 Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak, http://www.audrytimisela.wordpress.com/, diakses tgl 17 September 2014. 30 Y. Sogar, Simamora. Op.Cit, hal. 81.

30 di dalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penataannya. 31 Kekuatan mengikat kontrak mempunyai daya kerja (strekking) sebatas para pihak yang membuat kontrak, menunjukkan bahwa hak yang lahir merupakan hak perorangan (persoonlijk recht) dan bersifat relatif. 32 E. Berakhirnya Perjanjian Perjanjian yang telah dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak dapat berakhir atau hapus. Ada logika hukum tentang ini, bahwa jika perjanjian berakhir atau hapus, maka perikatan yang bersumber dari kontrak itu juga menjadi berakhir atau hapus. Sebaliknya, jika perikatan yang bersumber dari kontrak berakhir atau hapus, maka kontraknya juga berakhir atau hapus. Dalam kaitannya juga dengan pelaksanaan kontrak pengadaan di Indonesia, ketentuan mengenai pemutusan kontrak dapat dijumpai dalam Pasal 93 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (selanjutnya disebut Perpres No.54/2010), sedangkan untuk penghentian kontrak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (selanjutnya disebut Perpres No.54/2010), melainkan dituangkan dalam Perka LKPP No.6/2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Selanjutnya disebut Perpres No.70/2012) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Selanjutnya disebut Perpres 31 Herlien Budiono. Asas keseimbangan bagi hukum perjanjian Indonesia:hukum perjanjian berlandaskan asas-asa wigati Indonesia, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006). hal 91 32 M. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, (Surabaya, Dharma Muda, 1996), hal. 32.

31 No.54/2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 33 Penghentian kontrak dikaitkan dengan terjadinya keadaan memaksa/keadaan kahar (force majeur), sedangkan pemutusan dilakukan jika penyedia barang/jasa dinilai gagal melaksanakan kewajibannya. Aturan hukum mengenai keadaan memaksa secara fragmentaris tertuang dalam BW, yakni Pasal 1235, 1244, 1245 dan 1444. Namun demikian BW tidak merumuskan batasan keadaan memaksa ini. Penilaian ada tidaknya keadaan memaksa dengan demikian, diserahkan kepada kedua belah pihak. Jika kemudian terjadi sengketa mengenai hal ini, maka pengadilan hanya akan menilai terjadinya keadaan memaksa bertitik tolak dari jenis-jenis peristiwa yang telah ditetapkan di kontrak. Penghentian kontrak juga dapat dilakukan karena pekerjaan telah selesai. Suatu kontrak dapat terhapus atau berakhir juga, karena 34 : 1. Para pihak menentukan berlakunya kontrak untuk jangka waktu tertentu; 2. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya kontrak; 3. Salah satu pihak meninggal dunia, misalnya dalam kontrak pemberian kuasa, kontrak perburuhan, dan kontrak perseroan; 4. Satu pihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan kontrak, misalnya dalam kontrak kerja atau kontrak sewa menyewa; 5. Karena putusan hakim; 6. Tujuan kontrak telah tercapai; 7. Dengan persetujuan para pihak. 33 Y. Sogar, Simamora. Op.Cit, hal 281 34 R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung, Bina Cipta, 1979). hal. 68.

32 Sementara itu, pemutusan kontrak lazimnya dikaitkan dengan kegagalan penyedia barang/jasa dalam memenuhi kewajiban kontraktualnya. Dalam Peraturan Presiden No.54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, pemutusan kontrak juga dapat dilakukan jika penyedia barang/jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan baik dalam proses pemilihan maupun dalam pelaksanaan pekerjaan. Pemutusan kontrak dapat pula disertai sanksi berupa: 35 1. Jaminan pelaksanaan dicairkan 2. Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa atau jaminan uang muka dicairkan 3. Penyedia barang /jasa membayar denda keterlambatan 4. Penyedia barang/jasa dimasukkan dalam daftar hitam Sanksi tersebut bersifat kumulatif. Tetapi bertitik dari prinsip Proporsionalitas, seharusnya sanksi-sanksi ini bersifat fakultatif bukan kumulatif. Akibat hukum atas penghentian dan pemutusan kontrak juga merupakan hal penting untuk diperhatikan. Jika kontrak dihentikan karena terjadinya keadaan memaksa maka pengadaan barang/jasa sesuai dengan jasa wajib membayar kepada penyedia barang/jasa sesuai dengan prestasi atau kemajuan pelaksaan proyek yang telah dicapai. Jika telah terdapat prestasi yang telah dipertukarkan, harus saling dikembalikan. Tetapi ada juga dalam banyak situasi akibat pembubaran, dilihat dari isi kontrak. Ini adalah konsekuensi pemutusan dan pembubaran. 35 Pasal 93 ayat (2) Perpres No.54/2010

33 F. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya Dalam suatu kontrak baku sering dijumpai ketentuan bahwa para pihak telah bersepakat menyimpang atau melepaskan Pasal 1266 KUHPerdata. Menurut kamus hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam kontrak. 36 Jadi wanprestasi adalah suatu keadaan dalam mana seorang debitur (berutang) tidak melaksanakan prestasi yang diwajibkan dalam suatu kontrak, yang dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri dan adanya keadaan memaksa (overmacht). 37 Seorang debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, yang dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi ada 4 (empat) macam wujudnya, yaitu: 1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali; 2. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya; 4. Melaksanakan perbuatan yang dilarang dalam kontrak. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena: 38 1. Kesengajaan; 2. Kelalaian; 3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian) 36 R. Subekti dan R. Tjitrosoedibyo, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1996), hal. 110. 37 P. N. H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 2007). hal. 340. 38 Munir, Fuady. Hukum kontrak. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001). hal. 87.

34 Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, dapat menimbulkan kerugian bagi debitur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi. Akibat hukum bagi debitur atau pihak yang melakukan wanprestasi, yaitu: 39 1. Dia harus membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi; 2. Dia harus menerima pemutusan kontrak disertai dengan pembayaran ganti kerugian; 3. Dia harus menerima peralihan risiko sejak saat terjadinya wanprestasi; 4. Dia harus membayar biaya perkara jika diperkarakan di pengadilan. Kewajiban membayar ganti kerugian bagi debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tetapi melakukan wanprestasi baru dapat dilaksanakan jika telah memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu: 1. Dia memang telah lalai melakukan wanprestasi; 2. Dia tidak berada dalam keadaan memaksa; 3. Dia tidak melakukan pembelaan untuk melawan tuntutan ganti kerugian; 4. Dia telah menerima pernyataan lalai atau somasi. Seorang debitur yang dituduh lalai dan dituntut supaya dihukum atas kelalaiannya, dapat mengajukan pembelaan yang disertai dengan alasan, yaitu: mendalilkan adanya keadaan memaksa (overmacht), mendalilkan bahwa kreditur telah lalai, dan mendalilkan bahwa kreditur telah melepaskan haknya. Akibat hukumnya jika terjadi wanprestasi, maka perjanjian tersebut tidak perlu 39 Muhammad, Syaifuddin Op. Cit. hal 343.

35 dimintakan pembatalan kepada hakim, tetapi dengan sendirinya sudah batal demi hukum. Dalam hal ini wanprestasi merupakan syarat batal. Akan tetapi, beberapa ahli hukum berpendapat sebaliknya, bahwa dalam hal terjadi wanprestasi perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi harus dimintakan pembatalan kepada hakim dengan alasan antara lain bahwa sekalipun debitur sudah wanprestasi hakim masih berwenang untuk memberi kesempatan kepadanya untuk memenuhi perjanjian. Akibat hukum suatu perikatan terdiri dari 2, yaitu : 40 1. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari perjanjian Akibat hukum ini memang dikehendaki oleh para pihak, karena memang perjanjian didasarkan atas kesepakatan yaitu penyesuaian kehendak antara pihak yang membuat perjanjian. 2. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari undang-undang Akibat hukum ini tidak dikehendaki oleh para pihak, tetapi hubungan hukum dan akibat hukumnya ditentukan oleh undang-undang. Akibat hukum juga bagi debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tetapi melakukan wanprestasi, yaitu : 41 a. Dia harus membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi (Pasal 1243 KUHPerdata) b. Dia harus menerima pemutusan kontrak disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata) c. Dia harus menerima peralihan risiko sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata) 40 Suharnoko. Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2004), hal. 117. 41 Muhammad, Syaifuddin Op.Cit. hal. 343.

36 d. Dia harus membayar biaya perkara jika diperkarakan di pengadilan (Pasal 181 ayat (1) HIR) Selain itu, menurut Pasal 1266 KUHPerdata, dalam kontrak timbal balik, wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk memutuskan kontrak di pengadilan, walaupun syarat putus mengenai tidak terpenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam kontrak.