BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. beraktivitas dan pergerakan roda perekonomian suatu daerah. Salah satu jenis angkutan

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. daerah jawa tengah keberadaan bus sudah banyak digunakan para masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dua dekade terakhir, terutama dalam bidang kenyamanan dan keamanan

UKDW PENDAHULUAN BAB 1 1 UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan Prasarana Transportasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. sewa. Bus antarkota dalam provinsi (AKDP) adalah klasifikasi perjalanan bus

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas untuk mempermudah mobilitas masyarakat kota melalui sistem dan. maupun berpindah tempat untuk memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Transportasi merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, namun masih mengalami berbagai

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Langkah-Langkah Penelitian Identifikasi Masalah Tinjaun Pustaka...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang kelancaran bidang perekonomian, pendidikan, urusan pemerintahan dan kepentingan umum lainnya khususnya di Indonesia. Salah satu bentuk transportasi darat di Indonesia yang paling banyak digunakan adalah transportasi umum. Di dalam Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa transportasi atau angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. Pertumbuhan penduduk di kota-kota besar mengakibatkan kebutuhan akan transportasi umum meningkat sehingga jaringan jalur jalan juga semakin meluas. Menurut Departemen Perhubungan (Dephub) Indonesia bahwa tingkat kebutuhan transportasi umum tersebut dapat diketahui dari persebaran pembangunan terminal transportasi umum yang semakin meluas di seluruh wilayah Indonesia (http://ppid.dephub.go.id). Besarnya tingkat pembangunan sarana dan prasarana transportasi umum setiap tahunnya juga terjadi di Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat. Kota Padang diikutsertakan dalam salah satu pengembangan transportasi massal berbasis bus. Program tersebut yaitu pengadaan Bus Rapid Transit (BRT) di 12 lokasi yang tersebar di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Bogor, Yogyakarta, Pekanbaru, Manado, Palembang, Gorontalo, Batam, Semarang, Bandung, Solo, Ambon, Denpasar, Bandar Lampung, Tangerang, Bekasi dan Padang. (Sumber:

Laporan Tahunan Kementrian Perhubungan Tahun 2014, http://ppid.dephub.go.id). Pengembangan BRT tersebut diarahkan untuk peningkatan konektivitas dengan moda transportasi lainnya. BRT atau busway merupakan bus dengan kualitas tinggi yang berbasis sistem transit yang cepat, nyaman, dan biaya murah untuk mobilitas perkotaan dengan menyediakan jalan untuk pejalan kaki, infrastrukturnya, operasi pelayanan yang cepat dan sering, perbedaan dan keunggulan pemasaran dan layanan kepada pelanggan (Saputra, 2010). Trans Padang sebagai BRT di Kota Padang saat ini melayani satu koridor yaitu rute Pasar Raya Jalan Khatib Sulaiman Lubuk Buaya Batas Kota. Trans Padang pertama kali beroperasi pada Bulan Februari 2014. Jam operasinya adalah setiap hari dimulai pukul 06.00 sampai 20.00 WIB. Sarana pendukung pelayanan Trans Padang lainnya adalah halte, dimana halte permanen berjumlah 42 unit dan halte portabel berjumlah 29 unit. Halte tersebut merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sistem pengadaan Trans Padang karena bentuk halte yang dibangun harus sesuai dengan karakteristik bus. Menurut Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa halte merupakan tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Halte menjadi satu-satunya sarana utama untuk menaikkan dan menurunkan penumpang oleh Trans Padang. Sebagai salah satu fasilitas publik, eksistensi sarana pendukung seperti halte seharusnya dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna sesuai standar aturan pengadaannya sehingga keberadaan Trans Padang dapat terus berlanjut. Namun fakta di lapangan bahwa kondisi sarana halte beserta fasilitas yang mendukungnya masih mempunyai beberapa kekurangan dalam hal keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Padahal pembangunan infrastruktur halte yang lebih baik diperlukan untuk realisasi pembangunan 5 koridor Trans Padang lainnya yang tersebar di wilayah Kota Padang. Berdasarkan hasil interview dengan Kasubag TU UPT Trans Padang, Syafrismen pada tanggal 27 Juli 2016, keberadaan bangunan halte Trans Padang 2

Koridor 1 dinilai kurang layak karena pembangunannya tidak memperhatikan faktorfaktor ergonomi dan faktor lingkungan. Menurut Suhardi (2013) penilaian kepuasan pengguna halte menunjukkan bahwa faktor ergonomi pada bangunan halte menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. Desain halte juga harus mencapai kelayakan seperti kondisi bangunan yang baik sehingga dapat membuat rasa aman dan terlindungi dari panas matahari dan hujan. Selain itu faktor keamanan yang berkaitan dengan kemudahan mencapai halte dan tata letak halte terhadap jalan. Sedangkan pengadaan fasilitas halte yang baik adalah adanya identitas berupa nama atau nomor, rambu petunjuk, papan informasi trayek, lampu penerangan, tempat duduk, tempat sampah, pagar pembatas, papan iklan atau pengumuman dan lain sebagainya yang dianggap sangat perlu. Pembangunan halte beserta fasilitasnya tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan meminimasi kecelakaan dan menciptaan rasa kenyamanan pengguna. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penilaian kepuasan pengguna terhadap kualitas pelayanan Trans Padang beserta fasilitasnya bahwa terdapat keluhan pengguna terhadap kondisi halte yang tidak baik. Pada penelitian yang dilakukan Kaban (2016) mengenai tingkat kepuasan pengguna menggunakan metode Customers Statisfaction Index (CSI) disimpulkan adanya kebutuhan perbaikan pada ketersediaan alat penerangan halte di malam hari dan ketersediaan fasilitas kursi di setiap halte. Sedangkan pada penelitian Rakanata (2015) mengenai tingkat kepuasan pengguna dengan metode Importance Satisfaction (I-S) bahwa parameter infrastruktur yang perlu perbaikan adalah keberadaan platform jadwal perjalanan, kebersihan di dalam dan sekitar halte, keberadaan tempat duduk di dalam halte, keamanan dari kejahatan selama berada di dalam halte, resiko kecelakaan saat sedang menunggu bus datang, keterlindungan dari cuaca ekstrim dan kebutuhan fasilitas yang sesuai untuk pengguna dengan keterbatasan fisik. Penilaian kepuasan pengguna dan beberapa fakta lapangan dari kondisi halte bus Trans Padang yang ada pada saat ini menunjukkan bahwa perlunya perbaikan rancangan halte yang dengan standar pembangunan halte. 3

Standar pengadaan halte yang digunakan adalah menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan dan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Tabel 1.1 merupakan hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan September 2016 menggunakan checklist dengan konsep pembangunan halte menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut. Selain itu, survei tersebut juga didasari dari hasil survei pihak Trans Padang dalam pengecekan kondisi fasilitas halte. Tabel 1.1 Hasil Checklist Kelayakan Fasilitas 42 Unit Halte Permanen Trans Padang No Atribut Indikator Baik Rusak Ringan Rusak Sedang Rusak Berat 1 Lampu Penerangan pada saat malam hari 42 - - - - 42 2 Menggunakan AC - - - - 42 42 Menggunakan kipas angin - - - - 42 42 Menggunakan ventilasi udara 42 - - - - 42 3 Fasilitas kebersihan Adanya tempat sampah minimal 1 (satu) 2 26 6 5 3 42 Tidak bocor saat hujan 40 2 - - - 42 4 Atap Tinggi atap dari lantai sesuai 40 2 - - - 42 6 Fasilitas pengatur suhu ruangan dan/ atau sirkulasi udara 5 Lantai Fasilitas kemudahan naik/turun penumpang Kondisi Ada Kontur lantai yang tidak licin 34 7 1 - - 42 Luas lantai cukup untuk ruang berdiri 38 2 2 - - 42 Tinggi lantai halte sama dengan tinggi lantai bus - 42 - - - 42 Nama halte 21 - - - 21 42 Jadwal kedatangan dan keberangkatan - - - - 42 42 7 Papan informasi Jurusan/rute atau koridor - - - - 42 42 Daftar tarif - - - - 42 42 peta jaringan koridor pelayanan - - - - 42 42 8 Desain warna halte Menarik perhatian, indah dipandang 28 - - - 14 42 Terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki - - - - 42 42 Jarak antar tempat duduk yaitu 10 meter - - - - 42 42 Dimensi lebar 0,4-0,5 meter 22 - - - 20 42 9 Tempat duduk Dimensi panjang 1,5 meter 22 - - - 20 42 Menggunakan material yang memiliki durabilitas tinggi seperti 16 7 - - 19 42 metal dan beton cetak Adanya sandaran 13 8 - - 21 42 Konstruksi kuat 13 8 - - 21 42 10 Fasilitas ramp Sarana bagi penyandang keterbatasan fisik 5 20 2 6 9 42 Tidak Ada Jumlah Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa dari 42 unit halte permanen bus Trans Padang terdapat beberapa bangunan halte yang tidak sesuai dengan ketentuan 4

standar kelayakan sehingga membuat pengguna tidak nyaman dan aman dalam menggunakannya. Hampir setiap halte tidak memiliki fasilitas yang memadai seperti kondisi ram yang tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas dan adanya ketidaknyamanan dari kondisi cuaca seperti panas dan hujan. Gambar 1.1 menunjukkan kondisi halte yang tidak nyaman dari cuaca panas maupun hujan karena tidak ada penghalang pada bagian belakang bangunan halte. Selain itu beberapa halte tidak memiliki fasilitas kursi dan tidak ada ketersediaan papan informasi. Sedangkan Gambar 1.2 menunjukkan kondisi lantai ram yang tidak rata sehingga dapat membahayakan keselamatan pengguna dengan keterbatasan fisik. Gambar 1.1 Kondisi Salah Satu Halte Permanen Trans Padang Gambar 1.2 Kondisi Salah Satu Ram Halte Permanen Trans Padang Menurut Bapak Syafrismen selaku Kasubag TU UPT Trans Padang bahwa pembangunan halte belum sepenuhnya memberikan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Seharusnya keamanan dan kenyamanan pengguna menjadi hal 5

pertama yang harus dipertimbangkan dalam sistem pelayanan publik. Oleh karena itu kebutuhan akan halte yang layak sangat penting dipertimbangkan untuk pembangunan halte di 5 koridor Trans Padang lainnya. Hal ini menujukkan bahwa perlu dilakukan pertimbangan kelayakan biaya pada investasi pembangunan halte. Analisis investasi tersebut dilakukan dengan memproyeksikan tingkat pengembalian modal investasi. Salah satu metode yang dapat menunjukkan tingkat pengembalian modal investasi adalah metode Rate of Return (ROR). Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka diperlukan analisis rancangan yang aman dan nyaman terhadap fasilitas halte bus Trans Padang berdasarkan prinsip ergonomi dan mengkaji kelayakan investasi pembangunan halte dengan metode ROR sehingga dapat dicapai tujuan yang maksimal dari pembangunan halte bus Trans Padang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah perlunya evaluasi halte bus Trans Padang yang ada pada saat ini dengan merujuk pada aturan yang berlaku dan prinsip-prinsip ergonomi dalam merancang halte dan menganalisis kelayakan investasi pembangunan halte tersebut dengan metode ROR. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi rancangan halte bus Trans Padang yang ada pada saat ini dengan memperhatikan aturan yang berlaku dan prinsip-prinsip ergonomi dan untuk menganalisis kelayakan investasi pembangunan halte yang baru dengan metode ROR. 6

1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Objek penelitian ini adalah halte permanen Trans Padang yang berjumlah 42 unit pada rute perjalanan Pasar Raya Jalan Khatib Sulaiman Lubuk Buaya Batas Kota. 2. Evaluasi ergonomi menggunakan 10 Physical Ergonomic Principles. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari proposal penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari proposal penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi mengenai teori-teori yang digunakan pada penelitian ini. Teori-teori tersebut adalah teori yang berkaitan dengan konsep pembangunan halte menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Perhubungan, evaluasi rancangan yang ergonomi menggunakan 10 Physical Ergonomic Principles, pengambilan keputusan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan software Expert Choise serta analisis kelayakan investasi dengan metode ROR. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Langkah-langkah penelitian tersebut adalah studi pendahuluan, identifikasi masalah, perancangan fasilitas halte yang meliputi pengumpulan data dan pengolahan data, analisis, kesimpulan dan saran yang dituangkan dalam bentuk Flowchart penelitian. 7

BAB IV PERANCANGAN FASILITAS HALTE Bagian ini merupakan tahapan dimana rekomendasi yang didapatkan kemudian diinterpretasikan menjadi solusi dari permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya. Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi fasilitas halte diantaranya evaluasi checklist menggunakan 10 Physical Ergonomic Principles, kemudian penentuan data antropometri yang digunakan, pengukuran dimensi fasilitas halte terpilih dan penentuan rancangan alternatif fasilitas halte. Seluruh alternatif dianalisis dalam berbagai aspek seperti rancangan produk dan material produk. Setelah seluruh alternatif dianalisis berdasarkan kebutuhan rancangan maka dilakukan pemilihan alternatif tersebut dengan menggunakan metode pengambilan keputusan AHP. Alternatif yang terpilih akan divalidasi dengan software. BAB V ANALISIS Bab ini berisikan mengenai analisis perbandingan antara rancangan halte yang ada pasa saat ini dengan rancangan halte yang terpilih pada penelitian ini. Selanjutnya membahas analisis kelayakan rancangan fasilitas halte bus Trans Padang yang terpilih menggunakan metode ROR. BAB VI PENUTUP Bagian ini berisikan kesimpulan dari penelitian serta saran untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya. 8