TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Arecales : Arecaceae (Palmaceae) : Mascarena : Mascarena lagenicaulis (Siregar, 2005). Palem memiliki akar serabut yang pendek dan tumbuh menyebar tidak jauh dari tanaman. Meskipun pendek, akar palem ini mampu menyangga dengan kuatnya batang yang tumbuh tegak (Nazaruddin dan Angkasa, 1997). Berbatang tunggal dan keras berbentuk seperti botol. Tinggi batangnya 2-10 meter digolongkan sebagai palem yang ber pohon sedang, dengan batang yang tumbuh tegak dan meninggi memiliki lingkaran bekas duduk daun pada batang (Witono, et al, 2000). Daun hijau terang menjuntai, dengan pelepah daunnya berupa seludang yang saling menutup di ujung batangnya. Bunganya terangkai dalam malai dan menggantung serta tersusun berpasang-pasangan. Satu bunga betina diapit oleh dua bunga jantan. Buahnya berbentuk lonjong, jika masih muda berwarna hijau,
dan jika sudah matang berwarna merah atau kuning kecokelatan (Edy, dkk.1995). Penampang buah/biji palem botol dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Penampang buah/biji palem botol Syarat tumbuh Tanaman palem adalah tanaman tropis dan subtropis. Pada waktu perkecambahan dan pembibitan sebaiknya jangan terkena sinar matahari yang langsung. Suhu udara yang diperlukan adalah 25-33 0 C, dan masih tumbuh baik di luar kisaran suhu udara tropis tersebut. Palem memerlukan curah hujan 2000-2500 mm/tahun dengan rata-rata hujan turun 120-140 hari dalam setahun dan kelembaban relatif 80 % (BAPPENAS, 2009; Uhl dan Dransfield, 1987 dalam Siregar, 2005). Palem dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur, dan tanah berbatu. Palem juga dapat tumbuh pada berbagai kemiringan dari tanah datar, tanah berbukit, dan berlereng terjal (Witono,et al, 2000). Pematahan dormansi benih Dormansi adalah suatu keadaan dimana benih tidak dapat melakukan perkecambahan meskipun dalam keadaan yang optimum. Dormansi benih dapat
disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Hartmann,et al, 2002; Villiers, 1972). Kulit biji yang keras dan tebal mungkin tidak dapat ditembus oleh air, atau udara yang dapat membatasi mekanisme kerja dari embrio biji. Perkecambahan biji tidak hanya ditentukan pada kemampuannya dalam menyerap air, tetapi juga kondisi selama imbibisi. Kelebihan air sering menyebabkan perkecambahan yang tidak baik dan bisa juga mendorong perkembangan dari mikroorganisme disekitar kulit biji, yang akan bersaing dengan embrio dalam mendapatkan oksigen (Mayer and Poljakoff-Mayber, 1975). Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Proses perkecambahan fisiologis secara biologis, terjadi beberapa proses berurutan selama perkecambahan biji adalah tahap pertama perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air yang berperan untuk melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzimenzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari
kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh dari akar, kemudian diikuti oleh ujung-ujung tumbuh tunas (Bewley and Black, 1986; kamil, 1979; Sutopo,2002). Skarifikasi Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan skarifikasi atau penggoresan yang mencakup cara-cara mekanik seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau, pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, pembakar, kertas gosok atau perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan agar kulit biji lebih permeabel terhadap air dan gas oksigen (O 2 ) (Utomo, 2006; Jain, 2008; Kramer and Kozlowski,1960; Sutopo, 2002; Devlin and Witham, 2002). Skarifikasi pada biji palem tidak meningkatkan perkecambahan,tetapi skarifikasi pada bagian pangkal biji dekat dengan embrio menyebabkan air lebih mudah menembus kulit biji sehingga mempercepat perkecambahan dan skarifikasi juga dapat dilakukan dengan penipisan kulit endokarp pada seluruh permukaan biji sampai kelihatan endosperm biji yang menghalangi masuknya air ke dalam benih. Skarifikasi pada bagian pangkal biji harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai embrio rusak (Meerow, 2004). Kalium nitrat (KNO 3 ) Perkembangan impermeable seed coats berpengaruh secara langsung terhadap fase istirahat. Impermeable seed coats bagi biji yang sedang mengalami dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada di dalam biji, sehingga dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh
(growth inhibiting subtance). Fase akhir dari dormansi adalah fase berkecambah. Setelah fase istirahat berakhir, maka aktivitas metabolisme meningkat dengan disertai meningkatnnya aktivitas enzim dan respirasi (respiration rate). (Abidin, 1983). Dormansi dapat diatasi dengan penggunaan zat kimia dalam perangsangan perkecambahan benih, dengan bahan kimia misalnya: KNO 3 sebagai pengganti fungsi cahaya dan suhu serta untuk mempercepat penerimaan benih akan O 2, melunakkan kulit biji (Jain, 2008). Salah satu cara dari beberapa perlakuan yang biasa digunakan untuk mempercepat perkecambahan palem adalah dengan perendaman biji dalam larutan kalium nitrat (KNO 3 ) 0.2% seperti pada Roystonia regia (palem raja) selama 72 jam (Rinzani 1998 dalam Sujarwati dan Santosa,2004). Kalium nitrat atau potassium nitrat merupakan salah satu perangsang perkecambahan yang sering digunakan. KNO 3 digunakan baik dalam hubungannya untuk pengujian, dan dalam operasional perbanyakan tanaman (Utomo, 2006; Jain,2008). Menurut Gardner et al (1991) perlakuan awal dengan larutan KNO 3 berperan merangsang perkecambahan pada hampir seluruh biji. Perlakuan perendaman dalam larutan KNO 3 dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan mempercepat perkecambahan (Utami dan Siregar,2001). Namun bagaimana mekanisme kerja dari KNO 3 pada pemecah dormansi belumlah jelas (Bewley and Black, 1986).