BAB V PENUTUP. kelamin laki-laki maka dia dihukumi sebagai seorang laki-laki dan. melalui buang air kecil belum dapat ditentukan laki-laki atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN MAQA>S}ID AL-SHARI> AH TERHADAP TAMBAHAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEDOPHILIA

BAB V KESIMPULAN. 1. Implementasi H}ifz} al-nafs dalam Pelayanan Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV PELAKSANAAN PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN DI BAPEMAS DAN KB KOTA SURABAYA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB V PENUTUP. maka sampailah pada kesimpulan sebagai berikut : 1. Adapun manfaat dari segi medis adalah merokok mengurangi resiko

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang dilakukan (Putri, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian penulis yang dilakukan terhadap pada pola interaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV. A. Penerapan Perda Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Larangan Menggunakan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Departemen Agama yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Organ Reproduksi Perempuan. Organ Reproduksi Bagian Dalam. Organ Reproduksi Bagian Luar. 2. Saluran telur (tuba falopi) 3.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta berdiri pada tanggal 2 Juni Fasilitas yang ada di MTs X

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap tahun 4,2 juta bayi lahir di Indonesia (Lombok. News, 2011), sedangkan angka kematian ibu sebesar 228

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

Objektif. Topik yang akan dipelajari SIMPOSIUM 2015 METODOLOGI PENGELUARAN HUKUM DALAM ISLAM. Ciri-Ciri Syariat Islam Ustaz Sayid Sufyan b Jasin

Universitas Sumatera Utara

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV. 1. Hukum Islam Bersifat Normatif dalam Menentukan Jenis Kelamin Pada. menggunakan pendekatan normatif dalam menyelesaikan masalah khuntha>.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang dilakukan pada sumber empiris. Aspek yang diteliti adalah alumni fakultas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil data dan kajian

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB IV. Analisis Terhadap Dalil Hukum Hakim dalam Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan biologis seorang perempuan menjelang dewasa mulai

MEMAHAMI DAN MENDIDIK ANAK PADA FASE PRA REMAJA. Anita Aisah Parenting SDIT BAIK Hotel Grand Palace, 22 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEDOMAN WAWANCARA. A. Bagi Pegawai P2TPA Korban Kekerasan Rekso Dyah Utami. 1. Bagaimana sejarah berdirinya P2TPA Rekso Dyah Utami?

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. rectal yang terkadang disertai pendarahan. mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini.

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PENERAPAN KANTONG PLASTIK BERBAYAR DI MINIMARKET SURABAYA

BAB V PENUTUP. atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg, keduanya memberikan hubungan anakbapak

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. terminologi, ibadah mempunyai banyak definisi tetapi makna dan maksud satu. Ibadah dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim (kanker servik) merupakan pembunuh perempuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang rentan akan penyakit. Pada bidang teknologi kesehatan semua

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

Transkripsi:

260 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penentuan jenis kelamin khuntha> menurut hukum Islam dengan melihat cara buang air kecil. Apabila khuntha> buang air kecil dengan alat kelamin laki-laki maka dia dihukumi sebagai seorang laki-laki dan apabila buang air kecil dengan alat kelamin perempuan maka dia dihukumi sebagai seorang perempuan. Jika penentuan jenis kelamin melalui buang air kecil belum dapat ditentukan laki-laki atau perempuan, maka harus menunggu ciri-ciri fisik sampai usia dewasa. Apabila tumbuh jakun pada leher, tubuh berotot, berkumis, berjenggot, mengumpuli perempuan atau bermimpi seperti halnya orang laki-laki maka khuntha> tersebut ditentukan sebagai laki- laki. Apabila tumbuh ciri-ciri fisik perempuan seperti tumbuhnya payudara, haid atau hamil maka khuntha> tersebut ditentukan sebagai perempuan. 2. Penentuan jenis kelamin khuntha> dalam dunia medis menggunakan pendekatan empiris, diagnosa dilakukan dalam rangka meneliti kelainan yang dialami oleh khuntha>. Selanjutnya akan dilakukan penanganan dan pengobatan sesuai dengan kelainan pada pasien penderita kerancuan jenis kelamin. Adapun dalam menentukan jenis kelamin khuntha> dengan melihat beberapa fakor: susunan kromosom, jenis gonad testis atau ovarium, morfologi genitalia interna, morfologi genitalia eksterna,

261 hormon reproduksi, penderita kerancuan jenis kelamin, orang tua, dan pertimbangan tokoh agama. 3. Penentuan jenis kelamin khuntha> yang hanya berpedoman pada air kencing dan ciri-ciri fisik luar semata dipandang kurang akurat, sehingga dibutuhkan pendekatan empiris medis dalam menentukan jenis kelamin khuntha> serta melihat psikologi khuntha> dan reaksi sosial terhadap khuntha>. Tujuan Syariah Islam dalam mewujudkan kemaslahatan terkait penentuan jenis kelamin laki-laki dan perempuan bagi seorang khuntha> agar tidak mengalami kebingungan dalam menjalankan ibadah, dan untuk mencegah diskriminasi sosial yang berdampak negatif terhadap khuntha>. Islam tidak menghendaki jenis kelamin ketiga, sehingga penentuan jenis kelamin khuntha> sebagai laki-laki atau perempuan harus ditegakkan. Sedangkan untuk menguji dan menimbang sebuah kemaslahatan dalam penentuan jenis kelamin khuntha> teori Tarji>h} Maqa>s}idi> mengukur sebuah kemaslahatan dalam tiga aspek yakni aspek kualitas, kuantitas, dan keakuratan. Pertama, aspek kualitas yang dapat dijadikan standart adalah yang sifatnya d}aru>riyya>t untuk mewujudkan kemaslahatan dalam penentuan jenis kelamin khuntha> dalam rangka menjaga agama (h}ifz} al-di>n), dan menjaga keturunan (h}ifz al-nasl). Kedua, aspek kuantitas yang sah dijadikan pedoman hanyalah ketika mencapai jumlah yang sulit dihitung. Sedangkan pasien gangguan perkembangan seksual atau khuntha> jumlahnya sangat banyak, sehingga sulit untuk dihitung. Ketiga, dari aspek keakuratannya penentuan jenis

262 kelamin pada khuntha> merupakan kemaslahatan pada tingkatan qat} i>. Implikasi penentuan jenis kelamin bagi khuntha> dengan dasar kemaslahatan dan menolak kemudharatan, jika khuntha> sudah ditentukan oleh tim dokter sebagai seorang laki-laki maka tatacara ibadah dilakukan layaknya aturan laki-laki, begitu juga jika tim dokter menentukan sebagai seorang perempuan maka tatacara ibadah dilakukan layaknya aturan perempuan, demikian pula dalam berpakaian dan bergaul dalam masyarakat. Namun demikian pengaruh budaya, tingkat pendidikan, agama, dan pola asuh sering membuat keputusan dalam menentukan jenis kelamin khuntha> tidak sesuai dengan rekomendasi tim dokter. B. Implikasi Teoretik Berdasarkan pemaparan dan analisis data pada bab sebelumnya, diperoleh temuan yang sesuai dengan signifikasi masalah yang diajukan. Dalam konteks globalisasi dibutuhkan pembaruan hukum Islam yang mampu merespon secara aktif perubahan-perubahan yang terjadi supaya relevansi hukum Islam tetap terjaga. Atas dasar inilah maka diperlukan pembaruan penentuan jenis kelamin pada khuntha>, penentuan jenis kelamin sudah tidak lagi mengacu pada cara buang air kecil, akan tetapi dengan menjadikan pendekatan empiris medis sebagai model baru dalam penentuan jenis kelamin khuntha>, dan melakukan ijtihad dengan melibatkan pakar medis.

263 Pembaruan hukum Islam melalui pendekatan empiris medis dalam penentuan jenis kelamin pada khuntha> selanjutnya dianggap sebagai langkah setrategis untuk merumuskan fikih khuntha> dalam rangka mewujudkan sebuah kemaslahatan. Fikih khuntha> merupakan format fikih baru yang dapat di manfaatkan bagi seorang yang terlahir dalam keadaan khuntha>. Produk hukum dalam fikih khuntha> berbeda dengan produk hukum pada umumnya. Jika melihat fikih pada umumnya produk hukum didasarkan pada h}ujjiyah al-nas}s}, sedangkan fikih khuntha> didasarkan pada h}ujjiyah almaqa>s}id, kekuatan nilai-nilai tujuan syara, yaitu mendapatkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan. Fikih khuntha> memiliki urgensi yang sangat dibutuhkan bagi mereka yang terlahir dalam keadaan khuntha>. Kebingungan dalam menentukan cara beribadah dapat terselesaikan, mengingat pembahasan laki-laki dan perempuan dalam hukum Islam terkait dengan perintah dan larangan adalah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan identitas seksual mereka. Kewajiban dalam melakukan perintah dan larangan, baik laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam memenuhinya, akan tetapi memiliki cara yang berbeda dalam melakukannya, karena jenis kelamin yang berbeda. Selain itu dengan adanya fikih khuntha> dapat meminimalisir adanya tindakan-tindakan negatif terhadap khuntha> seperti diskriminasi, ejekan, dan cemoohan, terhadap khuntha>. Sebagaimana difahami bahwa sebagai sesama anak Adam, khuntha> memiliki hak yang sama dengan non-khuntha>. Mereka berhak mendapatkan kesamaan hak asasi (equality of human rights)

264 dalam berbagai bentuknya; fasilitas-fasilitas hidup yang layak, kesempatan mendapat pekerjaaan, pendidikan, hak politik, akomodasi, termasuk hak-hak psikologis seperti perhatian, dan kasih sayang. C. Keterbatasan Studi Peneliti tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap pasien secara langsung, karena keterbatasan peneliti terkait dengan profesionalitas. Peneliti melakukan pendampingan kepada pasien penderita kerancuan jenis kelamin (khuntha>) dari tahap awal hingga operasi penentuan jenis kelamin dilakukan, peneliti menggali informasi dari setiap dokter yang menangani pasien penderita kerancuan jenis kelamin (khuntha>) baik dokter spesialis obgyn, endokrin, maupun urogyn. Peneliti hanya dapat melihat bentuk kelainan kelamin pada pasien penderita kerancuan jenis kelamin (khuntha>) melalui foto setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, gambar yang ada dalam buku-buku kedokteran, jurnal, dan informasi dari orang tua pasien maupun informasi dari dokter, sebab peneliti tidak memiliki wewenang ikut serta dalam melakukan pemeriksaan. D. Rekomendasi Setelah menganalisis penentuan jenis kelamin pada khuntha> dalam tinjauan medis dan hukum Islam, terdapat beberapa rekomendasi, diantaranya:

265 1. Penentuan jenis kelamin pada khuntha> dengan pendekatan medis direkomendasikan untuk dapat dijadikan rujukan dalam melakukan ijtihad oleh para fukaha. 2. Kepada para fukaha dan pakar medis, hendaknya bekerjasama dalam menentukan jenis kelamin kuntha, karena selama ini jika menemukan kasus khuntha> penentuan jenis kelamin pada khuntha> terkesan berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama tersebut perlu diimplementasikan, karena penentuan jenis kelamin khuntha> selain berkaitan dengan hukum, ia juga berkaitan dengan kesehatan dan kemanusiaan. Kerjasama tersebut dapat diaplikasikan dalam penelitian khuntha>, penulisan buku tentang khuntha>, diskusi atau seminar tentang khuntha>, atau yang lainnya. Diharapkan dengan kerjasama tersebut dihasilkan produk fikih dalam penentuan jenis kelamin khuntha> dapat mendatangkan kemaslahatan sesuai dengan tujuan-tujuan utama syariat (maqa>sid al-shari> ah). 3. Menganjurkan bagi peneliti selanjutnya dan kepada para fukaha agar dalam melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan problematika hukum yang terjadi di masyarkat tidak hanya berpedoman pada tekstual nas semata, tetapi juga menyertakan keilmuan dibidang lain dengan tujuan melestarikan kemaslahatan sesuai dengan tujuan syariat. Sehingga dengan demikian hukum Islam akan mampu menjawab setiap persoalan. Sebab Hukum Islam dituntut untuk dapat menyahuti persoalan yang muncul sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.