MAKALAH PERPINDAHAN PANAS SECARA KONVEKSI

dokumen-dokumen yang mirip
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, liat, keras,

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. bakery oven. Perangkat khusus yang digunakan untuk memanggang produk pastry

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

BAB II LANDASAN TEORI

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II LANDASAN TEORI

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi.

PERPINDAHAN PANAS Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah yaitu seperti hukum asas yang lain, contohnya hukum kekekalan masa dan

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1 Open Kettle or Pan

ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR

TRANSFER MOMENTUM FLUIDA DINAMIK

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aliran Fluida. Konsep Dasar

LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

Pengaruh Variasi Putaran Dan Debit Air Terhadap Efektifitas Radiator

MEKANIKA FLUIDA BAB I

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

MEKANIKA FLUIDA. Ferianto Raharjo - Fisika Dasar - Mekanika Fluida

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI. gesekan antara moekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu cairan yang

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik BINSAR T. PARDEDE NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

II. TINJAUAN PUSTAKA

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

Konsep Dasar Pendinginan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA DITINJAU DARI PENGARUH ARAH ALIRAN UDARA

PENGANTAR PINDAH PANAS

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Transkripsi:

MAKALAH PERPINDAHAN PANAS SECARA KONVEKSI Disusun oleh : Eka Febri Wulandari 2316030004 Arif Sudaryanto 2316030050 Ervina Rosanita Rohmah 2316030076 Bagas Darmawan 2316030106 Dosen : Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI FAKULTAS VOKASI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Makalah Perpindahan Panas Secara Konveksi. Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah perpindahan panas dan massa. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penyusun masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah di masa datang. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk makalah ini. Surabaya, 20 Maret 2017 Penyusun

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran kalor, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pengerjaan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Disamping perubahan secara kimia, keadaan ini dapat juga merupakan pengerjaan secara alami. Dengan demikian, Pada pengembunan dan penghabluran (kristalisasi) kalor harus dikeluarkan. Pada penguapan dan pada umumnya juga pada pelarutan, kalor harus dimasukkan. Hukum alam menyatakan bahwa kalor adalah suatu bentuk energi. Bila dalam suatu sistem terdapat gradien suhu, atau bila dua sistem yang suhunya berbeda disinggungkan,maka akan terjadi perpindahan energi. Proses ini disebut sebagai perpindahan panas (Heat Transfer). Dari titik pandang teknik (engineering), Analisa perpindahan panas dapat digunakan untuk menaksir biaya, kelayakan, dan besarnya peralatan yang diperlukan untuk memindahkan sejumlah panas tertentu dalam waktu yang ditentukan. Dalam perpindahan panas, sebagaimana dalam cabang-cabang keteknikan lainnya, penyelesaian yang baik terhadap suatu soal memerlukan asumsi (pengandaian) dan idealisasi. Hampir tidak mungkin menguraikan gejala fisik secara tepat, dan untuk merumuskan suatu soal dalam bentuk persamaan yang dapat diselesaikan kita perlu mengadakan beberapa pengira-iraan (approximation). Bila panas berpindah dari suatu fluida ke dinding, seperti misalnya didalam ketel, maka kerak terbentuk pada pengoperasian yang terus menerus dan akan mengurangi laju aliran panas. Untuk menjamin pengoprasian yang memuaskan dalam jangka waktu yang lama, maka harus ditrapkan faktor keamanan untuk mengatasi kemungkinan ini. Dalam perpindahan panas ada tiga jenis perpindahan panas yaitu perpindahan panas dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi. I.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari perpindahan panas secara konveksi? 2. Bagaimana proses perpindahan panas secara konveksi? I.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari perpindahan panas secara konveksi. 2. Untuk mengetahui proses perpindahan panas secara konveksi.

BAB II PEMBAHASAN II.1 Pengertian Perpindahan Panas Perpindahan panas antara suatu permukaan padat dan suatu fluida berlangsung secara konveksi. Konveksi panas dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton: dimana : q = Kalor yang dipindahkan h = Koefisien perpindahan kalor secara konveksi A = Luas bidang permukaan perpindahan panas T= Temperatur Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan diatas mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas di daerah dekat pada permukaan itu. Fluks Kalor: Adalah laju perpindahan panas persatuan luas (q/a). Fluks kalor boleh didasarkan atas luas permukaan luar atau dalam pipa. Suhu arus rata-rata: Adalah suhu yang dicapai apabila keseluruhan fluida yang mengalir melalui penampang itu dikeluarkan lalu dicampur secara adiabatic Koefisien perpindahan kalor menyeluruh: Jika terjadi konduksi dan konveksi secara berturutan, maka berbagai tahanan panas yang tersangkut dapat dijumlahkan untuk memperoleh koefisien pindah panas keseluruhan U. Persamaan perpindahan panas menjadi T h = suhu fluida panas T c Th Tc A U A =suhu fluida dingin = gaya dorong atau beda suhu lokal menyeluruh = luas permukaan dalam/luar pipa = koefisien pindah panas keseluruhan berdasarkan A = faktor proporsionalitas antara q/a dan T

Jika A = Ao, luas permukaan luar tabung, maka U = Uo, koefisien yang didasarkan atas luas permukaan luar II.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat. Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke bagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiah merupakan pergerakan fluida yang terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor/dipanasi memuai dan massa jenisnya menjadi lebihkecil, sehingga bergerak ke atas. Kemudian tempatnya akan digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh ke bawah karenamassanya jenisnya lebih besar. Sedangkan pada konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi akan langsung diarahkan tujuannya oleh sebuah blower atau pompa. Gambar 1.3. Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida

melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi terma yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu.terjadi maka keadaan tidak stabil terma akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor. Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya. Besarnya konveksi dipengaruhi oleh : 1. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). 2. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida ((T). 3. Koefisien konveksi (h), yang tergantung pada : a. viscositas fluida b. kecepatan fluida c. perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida d. kapasitas panas fluida e. rapat massa fluida f. bentuk permukaan kontak Berdasarkan gaya penyebab terjadinya arus aliran fluida, konveksi dapat diklasifikasikan menjadi konveksi bebas/alamiah dan konveksi paksa.

Gambar 2.4 Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi alamiah dan paksa Konveksi alamiah terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu pada fluida. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran udara yang melintasi radiator panas [McCabe,1993]. Pada perbatasan suatu permukaan dan suatu fluida akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan konveksi. Biasanya temperatur permukaan itu cukup tinggi untuk menimbulkan pula radiasi. Tanpa adanya aliran yang dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan akan terjadi konveksi secara alamiah. Perbedaan temperatur antara bagian-bagian fluida menyebabkan perbedaan densiti dan karena itu timbul gerakan dan aliran dalam fluida. Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan panas yang semula sampai tercapai keadaan yang tecap. Cara perpindahan panas semacam ini disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas. Besarnya koefisien perpindahan panas harus didapat dari hasil percobaan. Banyak penyelidikan telah dilakukan untuk menentukan koefisien pindah panas itu. Jika berbagai hasil penyelidikan itu dikumpulkan, ternyata dapat diperoleh persamaan empiris dalam bilangan-bilangan tanpa dimensi, salah satu di antaranya adalah bilangan Grashof, yang dibuat untuk menunjukkan sifat- sifat konveksi bebas. Hasil percobaan itu sering juga dinyatakan sebagai nomogram (alignment chart) atau grafik.

Persamaan empiris dan nomogram itu dapat dipakai guna memperkirakan koefisien perpindahan panas untuk konveksi bebas. Karena terdapat berbagai persamaan dan nomogram, maka haruslah dicari yang keadaan sistemnya sama dengan sistem yang sedang ditinjau. II.3 Aliran Viskositas Gaya gaya viskos biasanya diterangkan dengan tegangan geer (shear stress) antara lapisan lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding dengan gradient kecepatan (velocity gradient) normal, maka kita dapatkan persamaan dasar untuk viskositas, Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis ditepi depan, bergantung dari medan aliran dan sifat sifat fluida, gangguan gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga aliran menjadi turbulen. Dengan aliran turbulen dapat digambarkan sebagai kecocokan rambang dimana gumpalan fluida bergerak ke sana ke mari disegala arah. Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi apabila Dimana : X = kecepatan aliran bebas = jarak dari tepi depan V = = viskositas kinematik Pengelompokkan khas diatas disebut angka Reynolds dan angka ini tak berdimensi apabila untuk semua sifat sifat diatas digunakan perangkat satuan yang konsisten; Angka Reynolds digunakan sebagai criteria untuk menunjukkan apakah aliran dalam tabung atau pipa itu laminar atau turbulen. Untuk Aliran itu biasa turbulen. Pada daerah transisi terdapat suatu jangkau angka Reynolds, yang bergantung dari kekasaran pia dan kehalusan aliran. Jangkau transis yang biasa digunakan ialah Walaupun dalam kondisi yang dikendalikan ketat dalam laboratorium aliran laminar masih bias didapatkan pada angka Reynolds 25.000. Hubungan kontinuitas untuk aliran satu dimensi dalam tabung ialah

Dimana : m = laju aliran massa A = kecepatan rata rata = luas penampang II.4 Lapisan Batas Laminar pada Plat Rata Kita terapkan hokum kedua Newton tentang gerak, Dimana ΣFx = tambahan fluks momentum pada arah x Fluks momentum pada arah x ialah hasil perkalian aliran massa melalui satu sis tertentu dari volume kendali dan komponen x kecepatan pada titik itu. Massa yang masuk dari muka kiri unsure itu persatuan waktu ialah Jika kita andaikan satu satuan kedalaman pada arah z. jadi momentum, masuk pada muka kiri per satuan waktu ialah Dan momentum yang keluar dari muka kanan ialah Aliran massa yang masuk dari muka adalah Aliran massa keluar darim muka atas ialah Neraca massa pada unsure itu memberikan Atau Persamaan diatas ialah persamaan kontiunuitas, untuk lapisan batas. Momentum pada arah x yang masuk melalui muka bawah adalah Ρvu dx Dan momentum pada arah x yang keluar dari muka atas ialah Bagi kita hanya momentum pada arah x yang penting, karena gaya yang menjadi perhatian kiata dalah analisa ini adalah gaya pada arah x. gaya ini adalah gaya gaya yang disebabkan oleh geser viskos dan gaya tekanan pada unsure. Gaya tekanan pada

muka kiri adalah ρ dy, dan pada muka kanan adalah gaya tekanan netto pada arah gerakan adalah, sehingga Gaya geser viskos pada muka bawah adalah Dan gaya geser pada muka atas Gaya geser viskos netto pada arah gerakan ialah jumlah kedua gaya di atas: Gaya geser-viskos neto = µ Dengan menyamakan jumlah gaya geser-viskos dan gaya tekanan dengan perpindahan momentum pada arah x, kita dapatkan µ = ρ 2 dy ρu 2 dy + disederhanakan, dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan mengabaikan diffrensial orde kedua, kita dapat Persamaan diatas ialah persamaan momentum untuk lapisan batas laminar dengan sifat sifat tetap. Persamaan ini dapat diselsaikan secara eksak untuk berbagai kondisi batas, dan para pembaca. Penyelesaian eksak persamaan laju lapisan batas menghasilkan II.5 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah. Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu: 1. Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau pengalihan kelembapan dari permukaan bahan kesekeliling udara.

2. Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpindahan) energi panas terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap. Kedua proses tersebut diatas dilakukan dengan cara menurunkan Kelembapan relatif udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara sekeliling bahan yang di keringkan.perbedaan tekanan ini meneyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan keudara luar. Untuk meningkatkan perbedaantekanan udara antara permukaan bahan dengan udara sekelilingnya dapat dilakukan dengan memanaskan udara yang dihembuskan ke bahan. Makin panas udara yang dihembuskan mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang dapat di ttarik oleh udara panas pengering. Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya temperature ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara ruang pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas konveksi alamiah didalam alat pengering. Udara panas didalam lemari pengeriingg mempunyai densitas yang lebih kecil dari udara panas diruang pembakaran sehingga terjadi aliran udara. Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing- masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi. Bila suatu fluida mengalir secrara laminar sepanjang suatu permukaan yang mempunyai suhu berbeda dengan suhu fluida, maka perpindahan panas terjadi dengan konduksi molekulardalam fluida maupun bidang antara (interface) fluida dan permukaan. Sebaliknya dalam aliran turbulen mekanisme konduksi diubah dan dibantu oleh banyak sekali pusaran-pusaran (eddies) yang membawa gumpalan fluida melintasi garis aliran. Partikel-partikel iniberperan sebagai pembawa energy dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan partikel fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi) akan juga menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada peralatan pngeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika fluida dan analisi lapisan batas yang terjadi. Setelah kiat melakukan neraca energi terhadap sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu tehadap beda temperatur dalam fluida maka distribusi temperature dan laju perpindahan panas dari permukaan yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui. Keseimbangan energi panas dapat dilihat dalam rumusan berikut:

Qudout = mudcpdt = Qin = mairlhair Perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk: Qkonveksi = hc.a.dt Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variable tak berdimensi baru yang sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu angka Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem konveksi paksa, didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya apung dengan gaya viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami. Grƒ = Dimana koefisien muai volume β untuk gas ideal, β = 1/T Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi: ƒ = = C (GrƒPrƒ) m dimana subscrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus di evaluasi pada suhu film, Tƒ = Produk perkalian antara angka grashof dan angka prandtl disebut angka Rayleigh: Ra = Gr. Pr II.6 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring Orientasi kemiringan pelat apakh permukaannya menghadap atas atau ke bawah merupakan salah satu factor yang mempengaruhi bilangan nusselt.untuk membuat perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut : 1. Sudut adalah negatif jika permukaan panas menghadap ke atas. 2. Sudut adalah positif jika permukaan panas menghadap ke bawah. Menurut Fuji dan Imura untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke bawah pada jangkauan + < 80 C ;10 5 < Gr.Pr < 10 11 bentuk korelasinya adalah : Nu=0.56 (GrL.Pr cos) 1/4

Gambar 2.1 Konsep Positif dan Negative pada Plat Miring Untuk plat dengan kemiringan kecil (88 < < 90 ) dan permukaan panas menghadap ke bawah maka persamaannya : Nu=0,58 (GrL.Pr) 1/5 Untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke atas dalam jangkauan GrL.Pr <10 11 ;GrL > Grc ; dan -15 < < -75 bentuk korelasinya adalah Nu=0.145 [(GrL.Pr) 1/3 -(Grc.Pr) 1/3 ]+0,56 (Grc.Pr cos ) 1/4 Untuk plat miring,panas (atau dingin ) relative terhadap temperatur fluida, plat sejajar dengan vector gravitasi,dan gaya apung yang terjadi menyebabkan garakan fluida ke atas atau ke bawah. Bagaimanapun, jika platnya membentuk sudut terhadap gravitasi,gaya apung mempunyai komponen normal terhadap permukaan plat. Dengan adanya pengurangan gaya apung yang paralel terhadap plat,dan juga terjadi penurunan kecepatan fluida sepanjang plat,dan bisa diperkirakan bahwa juga terjadi penurunan pada perpindahan panas konveksi. Tetapi penurunan itu terjadi apakah perpindahan panasnya berasal dari atas ataau bawah permukaan dari plat. II.7 Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Vertikal Ketika suatu plat rata vertical dipanaskan maka akan akan terbentuklah suatu lapisan batas konveksi bebas, Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa.pada gambar 2.2 dapat dilihat profil kecepatan pada lapisan batas ini,dimana pada dinding,kecepataan adalah nol,karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip); kecepatan itu bertambah terus sampaai mencapai nilai maksimum,dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas.perkembangan awal lapisan batas adalah laminar,tetapi suatu jarak tertentu dari tepi depan,bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding dan lingkungan,terbentuklah pusaran-pusaran ke lapisan batas turbulen pun mulailah terjadi.selanjutnya,pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas menjadi turbulen sepenuhnya.

Mc.Adams mengkorelasikan nilai Nusselt rata-rata dengan bentuk : = =C(GrL.Pr) n Konstanta C ditentukan pada tabel 2.1 Sifat-sifat fisik Dievaluasi pada suhu film Tƒ.Untuk perkalian antara bilangan Grashof dengan bilangan Prandtl disebut dengan bilangan Rayleigh (Ra) yaitu : RaL = GrL.Pr =